Anda di halaman 1dari 13

PERCOBAAN I

ISOLASI KARAGINAN
I.

Tujuan Percobaan
Mempelajari cara isolasi karaginan dari rumput laut Eucheuma cottoni.
II. Tinjauan Pustaka
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) penghasil karaginan, jenis karaginan yang dihasilkan dari
rumput laut Eucheuma cottonii adalah kappa karaginan. Eucheuma cottonii
memiliki ciri-ciri fisik seperti thallus silindris, permukaan licin, cartilogineus.
Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning,
abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor
lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan
(Aslan, 1998).
Gambar rumput laut Eucheuma cottoni dapat dlihat sebagai berikut :

Gambar 1. Rumput Laut Eucheuma Cottonii


Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut (Aslan 1998) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Rhodophyta

Kelas

: Rhodophyceae

Ordo

: Gigartinales

Famili

: Solieraceae

Genus

: Eucheuma cottonii

Karaginan yaitu getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi
rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan
alkali pada temperatur tinggi. Karaginan merupakan nama yang diberikan
untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga.
tersebut

tersusun

Polisakrida

dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan (1,3) D-

galaktosa dan (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik mengandung


ester sulfat atau tanpa sulfat (Glikcksman 1983).
Doty (1987), membedakan karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya
menjadi dua fraksi yaitu kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari
28 % dan iota karaginan jika lebih dari 30 %. Winarno (1996) menyatakan
bahwa kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii,
iota karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum, sedangkan lambda
karaginan dari Chondrus crispus.

Gambar 2. Struktur moleku kappa karaginan (Tojo dan Prado 2003).


Kappa-karaginan tersusun dari (1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan (1,4)-3,6anhidro-D-galaktosa. Kappa-karaginan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat
ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat
menurunkan daya gelasi dari kappa-karaginan, tetapi dengan pemberian alkali
mampu

menyebabkan

terjadinya

transeliminasi

gugusan

6-sulfat,

yang

menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman


molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno, 1996).
Kappa karaginan jika dimasukkan ke dalam air dingin akan membesar
membentuk sebaran kasar yang memerlukan pemanasan sampai 700C untuk
melarutkannya. Suhu pembentukan gel dan kualitas gel dipengaruhi oleh
konsentrasi, jumlah dan adanya ion-ion logam seperti K+, NH4+, Ca++, Sr++ dan Ba+
+

. Secara umum karaginan membentuk gel yang keras pada suhu antara 45 0C dan
2

650C dan meleleh kembali jika suhu dinaikkan sampai 10-200C dari suhu yang
telah ditetapkan tadi. Gel yang lebih lemah terbentuk jika terdapat ion NH 4+, Ca++,
Sr++ dan Ba++. Kappa karaginan mempunyai tipe gel yang rigid atau mudah pecah
dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu adanya aliran cairan pada permukaan
gel. Aliran ini berasal dari pengerutan gel sebagai akibatnya meningkatnya
gumpalan pada daerah penghubung. Sineresis tergantung pada konsentrasi kationkation yang ada dan harus dicegah dalam jumlah yang berlebih (Anonim 1977).
Gel yang terbentuk dari kappa karaginan berwarna agak gelap dan mempunyai
tekstur mudah retak (Fardiaz 1989).

Gambar 3. Struktur kimia iota karaginan (Tojo dan Prado 2003)


Iota karaginan diisolasi dari Eucheuma spinosum mengandung kira-kira
30% 3,6 anhidro-D-galaktosa dan 32% ester sulfat. Iota mempunyai gel yang
bersifat elastis, bebas sineresis (Anonim 1977). Gel yang terbentuk berwarna lebih
jernih dibandingkan jenis kappa karaginan dan mempunyai tekstur empuk dan
elastis (Fardiaz 1989). Molekul iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat
ester pada setiap residu D-galaktosa dan gugus 2-sulfat ester pada setiap gugusan
3,6 anhidro-

D-galaktosa.

Iota karaginan mempunyai sifat larut dalam air dingin dan larutan garam
natrium. Di dalam larutan garam kation lain seperti K + dan Ca2+ tidak dapat larut
dan hanya menunjukkan pengembangan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu jenis dan konsentrasi kation, densitas karaginan, suhu, pH, adanya ion
penghambat dan yang lainnya. Larutan iota karaginan stabil pada lingkungan
elektrolit kuat seperti NaCl 20-25% (Angka dan Suhartono 2000).

Gambar 4. Struktur kimia lambda karaginan (Tojo dan Prado 2003)


Berdasarkan pada stereotipe struktur molekul dan posisi ion sulfatnya,
iotakaraginan, kappa-karaginan, dan lambda

karaginan yang dibedakan oleh

jumlah dan posisi ester sulfat dan kandungan 3,6 anhidro-D-galaktosa. Ketiganya
berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap protein. Kappa karaginan
menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan iota-karaginan membentuk gel
yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk (Anggadiredja, 1996).
Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut
lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat hidrofilik sedangkan
gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karaginan mudah larut
pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung
gugus sulfat yang tinggi. Karaginan jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena
adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang kurang
hidrofilik. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki
gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (cPKelco ApS, 2004).
Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari
gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis
potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam bentuk
garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk
mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih
mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan

tidak tergantung jenis

garamnya (cPKelco ApS, 2004).


Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu
membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan
4

dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu
yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer
karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka
polimer akan membentuk struktur

double helix (pilinan ganda) dan apabila

penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara
kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang
bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1969). Jika
diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel
akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis
(Fardiaz, 1989).
Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium,
natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa
kopolimer. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat
molekul di atas 100 kDa atau berkisar antara 100-800 ribu Da. Karaginan tersusun
dari

perulangan

unit-unit

galaktosa

dan

3,6-anhidrogalaktosa

(3,6-AG).

Keduanya, baik yang berikatan dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan
ikatan glikosidik 1,3 dan -1,4 secara bergantian (Winarno, 1996).
Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida
rhodophyceae. Untuk dapat diklasifikasikan sebagai karaginan, polisakarida
tersebut harus mengandung 20 % sulfat berdasarkan berat kering membedakan
karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya, yaitu kappa karaginan yang
mengandung sulfat kurang dari 28 % dan iota karaginan jika lebih dari 30 %.
Sementara membagi karaginan menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya
yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Kappa-karaginan dihasilkan dari rumput
laut jenis Kappaphycus alvarezii, iota-karaginan dihasilkan dari Eucheuma
spinosum, sedangkan lambda-karaginan dari Chondrus crispus, Kappa-karaginan
tersusun dari (1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan (1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa.
Kappa-karaginan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-Dgalaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi
dari kappa-karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan
terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-

galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya


gelasinya juga bertambah (Winarno, 1996).
Ekstraksi karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii pada prinsipnya
dimulai dengan sistem ekstraksi dengan suatu basa yang kemudian dilanjutkan
dengan penyaringan, pengendapan dan penggilingan hingga menjadi suatu tepung.
Untuk memperoleh tepung karaginan dengan kekuatan gel yang tinggi, rumput
laut yang digunakan sebaiknya rumput laut yang telah diberi perlakuan alkali
panas.

Rasyid (2010), menjelaskan bahwa perbedaan penggunaan basa

berpengaruh pada kekentalan dan kekuatan gel karaginan. Jika diinginkan suatu
produk yang kental dengan kekuatan gel rendah maka digunakan garam natrium,
untuk gel yang elastis digunakan garam kalsium sedangkan garam kalium
menghasilkan gel yang keras. Untuk kappa karaginan lebih sensitif terhadap ionion kalium sedangkan iota karaginan lebih sensitif dengan ion-ion kalsium .
Towle (1973), menyatakan bahwa larutan alkali mempunyai dua fungsi
yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan berfungsi untuk
mengkatalisis hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk
3,6-anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan kenaikan kekuatan gelnya. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Sheng Yao et al. (1986), ekstraksi yang dilakukan
dengan NaOH 2 % mempunyai gel 3 5 kali lebih kuat jika dibanding dengan
air. Disamping itu alkali berfungsi untuk mencegah terjadinya hidrolisis karaginan
(Guiseley et a.l, 1980). KOH dipilih karena efek kation terhadap kappa karaginan
yang menghasilkan gel lebih kuat dibandingkan dengan alkali lain seperti NaOH
dan Ca(OH)2.
Jenis karaginan yang terdapat pada rumput laut Eucheuma cottoni adalah
kappa karaginan yang sifatnya larut dalam air panas pada suhu 70 oC dan memiliki
kekuatan gel yang sangat tinggi, jika ekstraksinya dilakukan dalam larutan kalium
hidroksida encer. Seperti halnya senyawa lain, kelarutan karaginan semakin tinggi
dengan meningkatnya volume larutan pengestrak. Ekstraksi karaginan dari rumput
laut Eucheuma cottoni berlangsung pada rasio pelarut/rumput laut 50:1 atas dasar
volume per berat (v/b). Karaginan dalam ekstrak diendapkan menggunakan etanol
95 % atau kalium klorida (Tim Dosen Modifikasi Karbohidrat, 2014).

III.

Alat dan Bahan


III.1
Alat
1. Kain saring
2. Blender
3. Gelas kimia 800 ml
4. Penangas air
5. Gelas ukur 10 ml
6. Batang pengaduk
7. Kain saring
8. Corong kaca
9. Rak tabung
10. Tabung reaksi
11. Cawan petri
12. Kertas saring
13. Erlenmeyer 50 ml
14. Botol semprot
15. Hot plate
16. Oven
III.2
Bahan
1. Rumput laut Eucheuma cottoni
2. Kalium Hidroksida 0,15%
3. Etanol 95 %
4. Aquadest

IV.

Prosedur Kerja
1. Menimbang rumput laut kering sebanyak 20 g, kemudian merendam
dalam larutan kalium hidroksida 0,15 % selama 24 jam, selanjutnya
memasaknya hingga semua rumput laut hancur.
2. Menghancurkan rumput laut menggunakan blender dalam keadaan panas,
kemudian menyaring dengan kain saring dan menampung filtratnya.
3. Memekatkan filtrat yang dihasilkan hingga setengah dari filtrat awal, dan
mendinginkannya.

4. Menambahkan filtrat yang telah dingin dengan etanol 95% dengan


perbandingan etanol/filtrate pekat 3:1, hingga karaginan mengendap
sempurna.
5. Menyaring endapan karaginan, kemudian mengerinkannya di oven
dengan suhu 60oC hingga kering.
6. Menimbang karaginan kering

dan

menentukan

menggunakan persamaan sebagai berikut:


Berat karaginankering
Rendemen karaginan (%) =
Berat rumput laut

rendemennya

x 100 %

Uji Karaginan
Uji karaginan dilakukan untuk mengetahui bahwa yang diisolasi adalah
karaginan dengan cara sebagai berikut:
1. Menimbang bubuk karaginan sebanyak 0,1 g dan memasukkan ke dalam
tabung reaksi dan menambahkan 10 ml aquadest.
2. Kemudian memanaskan tabung berisi karaginan dalam penangas air
dengan suhu 90oC-95oC selama 15 menit.
3. Mendinginkan campuran, lalu mengamati terbentuknya gel yang kaku
yang menunjukkan hasil ekstraksi adalah karaginan.

V. Hasil Pengamatan
V.1 Hasil Pengamatan
No.
1.

Perlakuan
Hasil
20 g rumput laut kering + perendaman Rumput laut yang semula
dengan KOH 0,15 % selama 24 jam + kering menjadi lunak

2.

pemanasan
Menghancurkan

rumput

laut Filtrat

kental

berwarna

menggunakan blender + menyaring coklat.


3.

dengan kain saring + pemanasan


Menambahkan filtrat yang telah dingin Padatan

dengan

tekstur

dengan etanol 95% + menyaring kenyal berwarna coklat


endapan karaginan + mengerinkannya Berat
4.

karaginan

di oven dengan suhu 60oC.


2,978 g
0,1 g padatan + 10 ml aquadest + Terbentuk

gel

kering
berwarna
8

pemanaskan

dalam

penangas

air coklat yang kaku/rigid

dengan suhu 90oC-95oC selama 15


menit.
V.2 Analisa Data
Dik: - Berat karaginan kering 2, 978 g
- Berat rumput laut 20 g
Dit: Rendemen karaginan (%) = ?
Peny:
Berat karaginankering
Rendemen karaginan (%) =
Berat rumput laut
=

2, 978 g
20 g

x 100 %

x 100 %

=14,89 %

V.3 Pembahasan
Karaginan yaitu getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi
rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan
alkali pada temperatur tinggi. Karaginan merupakan nama yang diberikan
untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga.
tersebut

tersusun

Polisakrida

dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan (1,3) D-

galaktosa dan (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik


mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara isolasi karaginan dari
rumput laut Eucheuma cottoni. Isolasi dilakukan dengan cara merendam 20
gram rumput laut Eucheuma cottoni dengan larutan KOH 0,15% selama 24
jam. Fungsi larutan KOH 0,15 adalah untuk mengekstraksi karaginan yang
terdapat pada rumput laut. Penggunaan larutan KOH dikarenakan dapat
menghasilkan rendemen yang tinggi karena kation K+ dari kalium hidroksida
akan bersenyawa dengan rangkaian polimer karaginan dan membentuk kappa
karaginan sehingga akan memberikan tambahan berat pada rendemen

karaginan yang dihasilkan. Selain itu, larutan kalium hidroksida dapat


memecahkan dinding sel rumput laut sehingga membantu dalam proses
ekstraksi

karaginan

serta

berfungsi

sebagai

katalisis

yang

dapat

menghilangkan gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk


3,6-anhidrogalaktosa. Menurut Towle (1973), adanya gugus fungsi 3,6anhidrogalaktosa

menyebabkan

sifat

anhidrofilik

dan

meningkatkan

pembentukan struktur heliks rangkap sehingga terbentuk gel yang tinggi. Saat
proses ekstraksi berlangsung terjadi transformasi gugus sulfat yang terikat
pada gugus galaktosa oleh ion K+ sehingga terbentuknya garam K2SO4.
Larutan alkali mempunyai dua fungsi yaitu membantu ekstraksi
polisakarida dari rumput laut dan berfungsi untuk mengkatalisis hilangnya
gugus-6-sulfat

dari

unit

monomernya

dengan

membentuk

3,6-

anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan kenaikan kekuatan gelnya. Hal ini


didukung oleh hasil penelitian Sheng Yao et al. (1986), dimana ekstraksi yang
dilakukan dengan NaOH 2 % mempunyai gel 3 5 kali lebih kuat jika
dibanding dengan air. Disamping itu alkali berfungsi untuk mencegah
terjadinya hidrolisis karagenan (Guiseley et a.l, 1980). KOH dipilih karena
efek kation terhadap kappa karagenan yang menghasilkan gel lebih kuat
dibandingkan dengan alkali lain seperti NaOH dan Ca(OH)2.
Pada perlakuan selanjutnya, yaitu memasak rumput laut hingga hancur,
yang bertujuan untuk memaksimalkan proses ekstraksi karaginan dari rumput
laut. Kemudian menyaringnya untuk memisahkan filtrat dan residunya.
Filtrat yang dihasilkan, kemudian dipekatkan hingga setengah dari volume
awal. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan air dari hasil ekstraksi agar
diperoleh

karaginan

murninya.

Kemudian

pada

tahap

selanjutnya,

ditambahkan dengan etanol 95% untuk mengendapkan karaginannya.


Pengendapan karagenan hasil ekstraksi yang telah mengalami filtrasi dapat
dilakukan dengan alkohol (Glicksman, 1983).
Kemudian menyaringnya lagi dan mengeringkannya dengan oven pada
suhu 60oC selama 24 jam yang betujuan untuk menghilangkan kadar air serta
etanol yang masih terdapat pada ekstrak karaginan. Dari perlakuan ini

10

diperoleh berat karaginan kering sebesar 2, 978 g dengan rendemen sebesar


14,89 %.
Untuk pengujian karaginan, sebanyak 0,1 gram karaginan yang
diperoleh ditambahkan dengan 10 ml aquades dan memanaskannya pada
penangas air dengan suhu 90 oC -95oC, selama 15 menit. Hasil yang diperoleh
terbentuk gel bewarna coklat yang bersifat kaku dan rigid yang menandakan
bahwa hasil ekstraksi merupakan kappa karaginan. Hasil ini sesuai dengan
literatur dimana menurut Fardiaz (1989), kappa karaginan mempunyai tipe
gel yang berwarna agak gelap dan mempunyai tekstur mudah retak. Tipe gel
yang rigid atau mudah pecah dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu
adanya aliran cairan pada permukaan gel. Aliran ini berasal dari pengerutan
gel sebagai akibatnya meningkatnya gumpalan pada daerah penghubung.
Sineresis tergantung pada konsentrasi kation-kation yang ada dan harus
dicegah dalam jumlah yang berlebih (Anonim 1977).
VI. Penutup

VI.1

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini antara

lain:
1. Karaginan

merupakan

kelompok

polisakarida

galaktosa

yang

diekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karaginan mengandung


natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester
sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa.
2. Ekstraksi karaginan dilakukan dengan menggunakan pelarut kalium
hidroksida. Larutan alkali mempunyai dua fungsi yaitu membantu
ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan berfungsi untuk
mengkatalisis hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan
membentuk 3,6-anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan kenaikan
kekuatan gelnya.
3. Dari percobaan ini diperoleh berat karaginan kering sebesar 2, 978 g
dengan rendemen sebesar 14,89 %.
4. Jenis karaginan yang diperoleh adalah jenis kappa karaginan yang
memiliki tipe gek yang kaku, rigid, dan berwarna coklat.

11

Daftar Pustaka
Anonim, 1977. Carragenan. USA: Marine Colloids Division, FMC. Corporation.
1-35P.Dalam Pengaruh Pencampuran Kappa dan Iota Karagenan
Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Karagenan Campuran. Institut
Petanian. Bogor.
Anggadiredja, J.T., 1992. Etnobotany and Etnopharmacology Study of Indonesian
Marine Marco Algae. Study Report BPP Technology. Jakarta.
Anggadiredja, J.T., 1996. Potensi dan Manfaat Rumput Laut Indonesia dalam
Bidang Farmasi, Prosiding Seminar Nasional Rumput Laut, APBIRI.
Jakarta.
Anggadiredjo, J.T., 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.
Angka, S. L., Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian. Bogor.
Aslan, L.M. 1998. Seri Budidaya Rumpu Laut. Kanisius. Yogyakarta.
cP Kelco Aps. 2004. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com. Diakses
pada tanggal 15 Agustus 2004.
Doty, MS., Santos, GA., 1987. The Production and Uses of Eucheuma Dalam :
Studies of Seven Commercial Seaweeds Resources. Ed. By : M.S. Doty,
J.F. Caddy and B. Santelices. FAO Fish. Tech. Paper No. 281 Rome.
Fardiaz, D., 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Glicksman, 1983. Seaweed extracts. Di dalam Glicksman M (ed). Food
Hydrocolloids Vol II. CRC Press, Boca Raton, Florida.

12

Guiseley, KB., Stanley NF, Whitchouse PA. 1980. Carrageenan. Di dalam


Whistler RL (ed). Handbook of Water Soluble Gums and Resins. New
york : McGraw Hill Book Co.
Rasyid, A. 2010. Ekstrak Natrium Alginat dari Alga Coklat. Pusat Penelitian
Oseanografi.
Sheng, Yao., Wanging S.L., L.Zhien and Yanxia Z., 1986. Preparation and
Properties of Carrageenan From some Species of Eucheuma in Hainan
Island Cina. Jurnal Fish China.
Tim Dosen Modifikasi Karbohidrat. 2014. Penuntun Praktikum Modifikasi
Karbohidrat.FMIPA Universitas Tadulako. Palu.

Tojo, E., Prado, J., 2003. Chemical composition of carrageenan blends


determined by IR spectroscopy combined with a PLS multivariate
calibration method. Carbohydrate Research.
Towle, A.G., 1973. Carrageenan. In : R.L Whistler (Ed). Industrial Gum :
Polysacharides and Their Derivates. Academic Press. London.
Winarno, FG., 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai