Bab 1-5 PO Kelompok FIX
Bab 1-5 PO Kelompok FIX
PENDAHULUAN
pelayanan
kesehatan
perorangan
secara
paripurna
yang
memandangnya berharga,
1.1.3 Kekuasaan legitimasi (legitimate power) kekuasaan yang diterima oleh
1.1.4
seseorang sebagai hasil dari posisinya di dalam hirarki formal suatu organisasi,
Kekuasaan karena keahlian (expert power) pengaruh yang didasarkan pada
Beberapa penelitian tentang Kekuasaan oleh J. Bogue Richard (2009), dengan judul
shared governance as vertical alignment of nursing group power and nurse practice
council effectiveness dengan hasil Nurse Practice Council Effectiviness (NPCes)
adalah indeks yang valid dan dapat digunakan untuk efektivitas counsil dalam praktik
keperawatan. Studi ini menunjukkan alat diagnostik yang spesifik untuk memahami
dua tingkat untuk aktualisasi kekuasaan. Satu dikelompok atau di departemen dan satu
di tingkat unit. Penelitian dari Katriina Peltomaa dkk, Empirical Studies yang berjudul
nursing power as viewed by nursing professionals perawat merasa pada level
terbawah dari kekuasaan kelompok dalam hubungan dengan subskala dari efektifitas
pengendalian terhadap lingkungan, sumber daya, kompetensi komunikasi dan
pengawasan kompetensi hasil yang ingin dicapai. Penelitian Garcia Garcia dkk,
artigo original (2009) dengan judul relationship between nurses leadership style and
power bases penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris
hubungan antara basis kekuasaan pemimpin dan gaya kepemimpinan perawat.
Berdasarkan hasil penelitian dua hubungan yang diusulkan oleh teori kepemimpinan
situasional yang diverifikasi: antara kekuasaan koersif dan gaya kepemimpinan S1
(telling) dan antara kekuasaan referen dan gaya kepemimpinan S3 (participating), dan
kasus lain hasilnya berlawanan dengan harapan: penggunaan kekuasaan yang
diusulkan oleh model mengurangi probabilitas melakukan gaya kepemimpinan yang
ditentukan.
Rumah Sakit X merupakan Rumah Sakit Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan
merupakan Rumah Sakit Pendidikan Tipe A, yang berdiri pada tahun 1943 di atas
lahan seluas 0,3 ha dengan bangunan dari bahan kayu ulin. Renovasi Rumah Sakit ini
pertama kali pada tahun 1985, bangunan kayu ulin diganti dengan bangunan beton.
Sekarang Rumah Sakit X direnovasi dan terus mengalami berbagai kemajuan fisik
secara bertahap.
Hasil wawancara peneliti yang dilakukan pada tanggal 20 Juni 2015 dengan salah satu
perawat pelaksana di Ruang X Rumah Sakit X tentang kekuasaan kepala ruangan atau
manajer tingkat pertama adalah kekuasaan atas dasar hirarki formal, perintah dia
berdasarkan atas jabatannya, dan strategi politik dalam pengambilan keputusan bahwa
kepala ruangan/manajer tingkat pertama adalah mendominasi tentang memperluas
sumber pribadi, melalui peningkatan pendidikan, dan melakukan pelatihan-pelatihan.
Pengambilan keputusan adalah tugas paling penting seorang manajer dan ada dalam
setiap fase proses manajemen (Huston & Marquis, 1995), Johnson (1990; 35)
menyatakan bahwa keefektifan seorang manajer secara langsung berhubungan
dengan keefektifan seorang manajer secara langsung berhubungan dengan keefektifan
pengambilan keputusan mereka, jika manajemen dan pengambilan keputusan
bersinonim, perlu dipahami pengaruh organisasi terhadap proses tersebut, (Marquis;
2013; 43).
Orang yang paling kuat/berkuasa dalam organisasi lebih layak mengambil keputusan
(oleh dirinya atau bawahannya) yang sesuai dengan preferensi dan nilai yang
dimilikinya. Di sisi lain, orang yang memiliki sedikit berkuasa harus selalu
mempertimbangkan preferensi orang lain yang paling berkuasa jika mereka
mengambil keputusan manajemen. Kekuasaan sering kali merupakan bagian faktor
pengambilan keputusan.
Penelitian
sebelumnya
tentang
pengambilan
keputusan,
Kamhalova
(2013)
yang baik memiliki kemampuan untuk memanfaatkan dasar kekuasaan mereka secara
efektif (Nursalam, 2015).
Politik adalah seni menggunakan kekuasaan sah secara bijaksana. Hal ini
membutuhkan pengambilan keputusan yang jelas, keasertifan, tanggung jawab, dan
keinginan untuk menyampaikan pandangan pribadinya. Selain itu, juga membutuhkan
sikap proaktif bukan reaktif dan menuntut ketegasan. Cummings (1995) dalam
marquis dan Huston (2013) berpendapat bahwa wanita yang berada pada posisi yang
memiliki kekuasaan di lingkungan perawatan kesehatan saat ini lebih cenderung
mengenali kemampuan yang mereka bawa sejak lahir yang mendukung penggunaan
kekuasaan yang efektif.
Salah satu studi atas para manajer dalam budaya Amerika Serikat dan tiga budaya
(Republik Rakyat Cina, Hongkong, dan Taiwan) menemukan bahwa para manajer di
Amerika Serikat melakukan evaluasi dengan taktik bujuk rayu seperti konsultasi
dan daya tarik yang memberikan inspirasi lebih efektif daripada yang dilakukan
tandingan Cina lainnya, Riset lainnya menyarankan bahwa para pemimpin di Amerika
Serikat yang efektif akan mencapai pengaruh dengan menitikberatkan pada hubungan
diantara para anggota kelompok dan mematuhi permintaan orang-orang disekitar
mereka (sebuah pendekatan holistis). Msyarakat Israel dan Inggris terlihat secara
umum memberikan tanggapan seperti yang dilakukan oleh warga Amerika Utara
yaitu, persepsi mereka atas politik organisasi terkait dengan penurunan kepuasan kerja
dan meningkatkan tingkat perputaran pekerja.Namun dalam negara yang memiliki
politik yang tidak stabil, misalnya Israel, para pekerja cenderung memperlihatkan
toleransi yang lebih besar atas proses politik yang tajam ditempat kera, barangkali
karena mereka terbiasa memperjuangkan kekuasaan dan memiliki lebih banyak
pengalaman dalam mengahadapi mereka.
Menurut Sitorus, 2011;1 menyatakan bahwa terdapat beberapa tingkat manajer
keperawatan yaitu manajer eksekutif yaitu manajer keperawatan pada tingkat puncak
suatu organisasi, manajer tingkat menengah dan manajer tingkat pertama yang sering
disebut kepala ruangan atau manajer unit. Kepala ruangan bertanggung jawab atas
pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam suatu ruang rawat/unit dengan
memberdayakan staf perawat dibawah tanggung jawabnya. Keberhasilan kepala
ruangan sangat bergantung pada bagaimana kemampuannya dalam mempengaruhi
stafnya dalam pengelolaan kebutuhan keperawatan di suatu ruang rawat/unit. Dan
kepala ruangan adalah manajer yaitu seseorang yang diberi tanggung jawab
melakukan manajemen di suatu ruang rawat dan diharapkan menjadi seorang
pemimpin.
Kepala ruangan sebagai manajer yang akan memanfaatkan proses manajemen dalam
mencapai suatu tujuan melalui keterlibatan staf perawat dibawah tanggung jawabnya,
jelas sudah bahwa sumber daya manusia bidang kesehatan rumah sakit salah satunya
kepala ruangan, sebagai manajer tingkat pertama kepala ruangan berpengaruh positif
terhadap pencapaian program-program rumah sakit dan tujuan organisasi, dengan kata
lain bahwa kepala ruangan berperan sangat penting dalam pengelolaan manajemen
rumah sakit.
Perawat pelaksana adalah perawat yang berperan memberi asuhan keperawatan pada
pasien secara langsung, mengikuti timbang terima, melaksanakan tugas yang
didelegasikan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan (Suarli dan Bachtiar,
2005).
Daripada itu, untuk mengetahui persepsi perawat pelaksana terhadap strategi politik
dalam pengambilan keputusan di Ruang X, RSUD X.
X.
Untuk mengetahui Persepsi perawat pelaksana terhadap strategi politik dalam
pengambilan keputusan di Ruang X di RSUD X.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
individu
pengetahuan
dari
hakikatnya
generasi
dibentuk
sebelumnya.
oleh
budaya
Pengetahuan
karena
yang
ia
menerima
diperolehnya
itu
digunakan untuk memberi makna terhadap fakta, peristiwa dan gejala yang
dihadapinya. Persepsi
mengorganisasikan
sebagai
dan
suatu
menafsirkan
proses
dengan
kesan-kesan
mana
individu-individu
indera-indera
mereka
agar
memberikan makna bagi mereka. Seiring dengan hal tersebut di atas, Rahmat (2001) juga
mendefinisikan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan meyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan dan
memberikan makna pada stimulasi inderawi (sensory stimuly).
Menurut Joseph A. DeVito Mengatakan bahwa Persepsi adalah proses dimana kita
menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita (Mulyana,
2005). Sugihartono (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk
ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam
penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif
maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau
nyata.
Persepsi adalah suatu proses membuat penilaian ( judgement ) atau membangun kesan
(impression) mengenai berbagai hal yang terdapat dalam penginderaan seseorang.
Proses persepsi ini seperti diungkapkan oleh Marle Moskowitz (1969) persepsi adalah:
proses pengamatan melalui indera terhadap suatu objek yang dipengaruhi oleh
pengetahuan, kebutuhan, pengalaman, lingkungan sistem dan nilai yang dianut,
sehingga
individu
menyadari,
memperoleh
gambaran, menginterpretasikan,
pengertian
persepsi,
Julia
T. Wood
dalam
bukunya
berjudul
kesiapan,
tujuan,
kebutuhan,
lingkungannya.
2.2 Bentuk-bentuk Persepsi
2.2.1 Persepsi Visual
Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan. Persepsi ini adalah persepsi
yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita
2.2.4
2.2.5
Persepsi Penciuman
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu
hidung.
Persepsi Pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.
indera manusia.
Tahap Kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis,
merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat
2.3.3
2.3.4
reseptor.
Tahap Keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu
berupa tanggapan dan perilaku.
Proses terjadinya persepsi dapat dimulai dari objek yang menimbulkan stimulus
mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan
proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera
diteruskan oleh syarat sensoris ke otak. Proses ini yang disebut proses fisiologis.
Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu
meyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar atau apa yang diraba. Proses yang
terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai pusat
psikologis. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses
persepsi ialah individu meyadari tentang misalnya apa yang dilihat, atau apa yang
didengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses
ini merupakan proses terakhir dari persepi dan merupakan persepsi sebenarnya.
Respon sebagai akibat dan persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam
bentuk (Walgito, 2004).
Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam persepsi
itu. Hal tersebut karena keadaan menunjukan bahwa individu tidak hanya dikenai oleh
satu
stimulus
saja,
tetapi
individu
dikenai
berbagai
macam stimulus
yang
2.4.1.3 Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi
munculnya persepsi lebih efektif di bandingkan dengan gerakan yang
lambat.
2.4.1.4 Conditioned stimuli, stimuli yang di kondisikan seperti bel pintu,
deringan telepon dan lain-lain.
2.4.2
2.4.2.3
menarik.
Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian
2.4.2.4 Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman
melihat, merasakan dan lain-lain.
pengalaman
subyektif
secara
tidak
sadar,
orang
Krech dan Crutchfield (1977) menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan
faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu,
kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya, atau sering disebut faktorfaktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut.
Sedangkan faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang
ditimbulkannya pada system syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu.
Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita
terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang berkonsisten dengan
rangkaian stimuli yang kita persepsikan.
persepsi sosial.
Persepsi Terhadap Lingkungan Fisik
Persepsi orang terhadap lingkungan fisik tidaklah sama, dalam arti berbeda2.5.1.1
2.5.1.2
2.5.1.3
2.5.1.4
2.5.2
2.6
Sifat-sifat Persepsi
2.6.1 Persepsi Bersifat Dugaan
Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak
pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan.
Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin
memperoleh seperangkat rincian yang lengkap lewat kelima indera kita.
Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu
objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun.
Oleh karena informasi yang lengkap tidak pernah tersedia, dugaan diperlukan
untuk membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap
lewat penginderaan itu. Kita harus mengisi ruang yang kosong untuk
melengkapi gambaran itu dan menyediakan informasi yang hilang.
Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses mengorganisasikan
informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu
skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperolah suatu
makna lebih umum.
2.6.2
2.6.3
2.7.1
2.7.2
2.7.3
persepsi,
Ciri Kepribadian
Seperti A dan B bekerja di suatu kantor yang sama di bawah pengawasan satu
orang atasan. A orang yang pemalu dan penakut, mempresepsikan bahwa
pemimpinnya itu menakutkan dan perlu di jauhi, sedangkan B mempunyai lebih
percaya diri, yang menganggap atasannya sebagai tokoh yang dapat diajak
melalui
pemberian
pelayanan
keperawatan
dengan
dievaluasi
tingkat
perkembangannya.
Pemberian
asuhan
2.10 Kekuasaan
2.10.1
Pengertian Kekuasaan
1. Menurut Patronis, 2007: 201:
suatu,
kekuasaan
adalah
kemampuan
untuk
digunakan
untuk
kebaikan
atau
untuk
kejahatan,
untuk
tujuan/maksud yang serius atau untuk tujuan yang tidak serius dan orangorang yang egois. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengontrol,
dominasi, atau menggerakkan/memainkan seseorang untuk suatu aktivitas,
dan Rollo menyatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan dari
maksud/penyebab atau pencegahan perubahan.
2. Menurut Robbins, 2015; 279-280 menyatakan bahwa kekuasaan mengacu
pada kapasitas yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B, sehingga
B melakukannya sesuai keinginan A. Seseorang bisa jadi memiliki
kekuasaan tapi tidak menggunakannya; baik berupa kemampuan maupun
potensial. Mungkin aspek yang paling penting dari kekuasaan adalah
apakah terdapat fungsi ketergantungan. Semakin besar ketergantungan B
terhadap A, semakin besar kekuasaan A dalam hubungan tersebut.
Ketergantungan berdasarkan pada alternative yang diterima A dan
seberapa penting bagi B mengenai alternatif kontrol A. Seseorang dapat
memiliki kekuasaan atas Anda hanya jika dia memiliki control terhadap
apa yang Anda inginkan.
3. Menurut Wolfe dalam Kondalkar; 2007 Kekuasaan adalah potensi
kemampuan seseorang untuk mendorong pasukan pada orang lain terhadap
gerakan atau perubahan arah yang diberikan dalam wilayah tertentu,
perilaku, dan pada waktu tertentu dan menurut Cavanaugh Kondalkar;
2007 menyatakan bahwa kekuasaan adalah multifaset konsep yang telah
dianalisis proses pengaruh interpersonal, sebagai komuditas yang
diperdagangkan, sebagai jenis penyebab dan sebagai isu dalam studi nilainilai etik.
4. Kata kekuasaan berasal dari Bahasa Latin potere (mampu); jadi
kekuasaan
dapat
diartikan
secara
tepat
sebagai
sesuatu
yang
dan
yang
diinginkan,
yang
mengharuskan
kita
yang
memerlukan
respon
yang
cepat
atau
yang
seksama.
Perawat
perlu
mengembangkan
dan
Model
pengambilan
keputusan
rasional
mengasumsikan
bahwa
bukan reaktif dan menuntut ketegasan. Cummings (1995) dalam marquis dan Huston
(2013) berpendapat bahwa wanita yang berada pada posisi yang memiliki kekuasaan di
lingkungan perawatan kesehatan saat ini lebih cenderung mengenali kemampuan yang
mereka bawa sejak lahir yang mendukung penggunaan kekuasaan yang efektif.
Tidak terdapat kekurangan dalam definisi politik organisasi. Pada dasarnya, tipe politik
ini menitikberatkan pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan di dalam organisasi, atau pada kepentingan diri sendiri dan perilaku
organisasi yang tidak dikenakan hukuman. Perilaku dalam organisasi terdiri atas
aktivitas-aktivitas yang tidak dipersyaratkan sebagai bagian dari peran peranan formal
individu tetapi mempengaruhi, atau berupaya untuk memengaruhi, distribusi dari
keuntungan dari kerugian di dalam organisasi. Perilaku berpolitik berada diluar
persyaratan pekerjaan yang dispesifikasikan. Ini memerlukan beberapa upaya untuk
memanfaatkan basis kekuasaan. Meliputi upaya untuk memengaruhi tujuan, kriteria,
atau proses yang digunakan dalam pengambilan keputusan (Nursalam, 2015).
dari
perilaku
berpoltis
etis
diperlukan,
sepanjang
tidak
sifat, kita mendapati bahwa para pekerja yang memiliki pengawasan diri sendiri
yang tinggi, memiliki tempat kendali secara internal, dan memiliki kebutuhan
terhadap kekuasaan yang tinggi akan lebih cenderung untuk terlibat dalam
perilaku politik. Pengawasan diri sendiri yang tinggi lebih peka dengan isyrat
sosial, memperlihatkan tingkat kepatuhan sosial yang lebih tinggi, dan biasanya
lebih terampil dalam perilaku politik dari pada pengawasan diri sendiri yang
rendah. Oleh karena mereka meyakini bahwa mereka dapat mengendalikan
lingkungan, para individu dengan tempat kendali secara internal lebih rentan
untuk mengambil sikap yang proaktif dan berupaya untuk memanipulasi situasi
untuk kepentingan mereka sendiri.
Selain itu investasi individu dalam organisai, alternatif-alternatif yang
dipandang, dan ekspektasi atas keberhasilan memengaruhi derajat manakah dia
akan mengejar saran tindakan politik yang tidak sah. Semakin banyak orang
yang mengharapkan keuntungan mas mendatang yang meningkat dari
organisasi, semakin besar orang tersebut harus kehilangan jika dipaksakan dan
kurang kemungkinan bagi dia untuk menggunakan sarana yang tidak sah.
Semakin banyak peluang alternatif pekerjaan yang dimiliki oleh seorang
individusehubungan dengan lapangan pekerjaan yang menyenangkan atau
kepemilikan atas keahlian atau pengetahuan yang langka, reputasi yang
menonjol, atau memengaruhi kontak diluar organisaisemakin besar
kemungkinan individu tersebut terhadap risiko tindakan politik yang tidak sah.
2.13.4 Faktor-faktor Organisasi
Kita mengetahui bahwa perbedaan peran idnividual dapat terjadi, bukti-bukti
yang lebih kuat menunjukkan bahwa situasi-situasi dan budaya tertentu dapat
mempromosikan politk. Secara spesifik, ketika sumber daya sebuah organisasi
mengalami penurunan, ketika pola sumber daya yang ada berubah, dan ketika
terdapat peluang untuk promosi, maka bermain politik akan lebih bermunculan.
Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan efisiensi, maka
sumber daya harus dikurangi, dan orang-orang akan terlibat dalam tindakan
politik untuk mengamankan apa yang mereka miliki. Tetapi beberapa
perubahan, terutama mereka yang menyiratkan realokasi sumber daya yang
signifikan di dalam organisasi, cenderung menstimulasi konflik dan
meningkatkan permainan politik.
Budaya yang dicirikan dengan kepercayaan yang rendah, peranan yang tidak
jelas, pelaksanaan alokasi imbalan yang berisiko, pengambilan keputusan
secara demokratis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan para senior manajer
yang
mementingkan
diri
sendiri
juga
akan
menciptakan
tempat
tinggi
kemungkinan
pekerja
tersebut
dapat
dijauhkan
dari
adalah berbohong kepada orang lain dalam organisasi. Meskipun menahan atau
menolak untuk memberitahukan informasi adalah strategi politis yang baik,
berbohong bukan salah satu diantaranya. Bebohong menghancurkan rasa
percaya, dan Fitzpatrick (2001) dalam Marquis dan Huston (2013) menyatakan
pemimpin sebaiknya jangan pernah meremehkan kekuatan rasa percaya.
dan
sesuatu
yang
salah
terjadi,
mereka
dapat
dimintai
Seseorang kehilangan kekuasaan jika orang lain dalam organisasi tahu bahwa
mereka tidak mampu membuat perubahan kerja atau tidak mempunyai
keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukannya. Mereka yang menjadi
bergantung secara ekonomis pada sebuah posisi kehilangan kekuatan politisnya.
Dengan demikian, perawat yang tidak mau berusaha megembangkan
keterampilan tambahan atau mencari pendidikan lanjut kehilangan kakuatan
politis karena pekerja yang berkualitas dapat dicari di tempat lain.
2.14.4 Membangun aliansi dan koalisi politis.
dengan
membentuk kelompok rekan sebaya diluar organisasi. Dengan cara ini, manajer
dapat terus memperoleh informasi yang sedang terjadi saat ini dan meminta
orang lain untuk memberi saran dan nasihat. Meskipun jaringan terbentuk di
antara banyak kelompok, untuk perawat-manajer, beberapa kelompok memiliki
manfaat yang sama dengan asosiasi keperawatan lokal dan negara bagian.
Pembentukan jaringan pembentukan koalisi dan aliansijuga dapat berfungsi
efektif dalam organisasi. Strategi ini khususnya bermanfaat untuk beberapa tipe
perubahan terencana. Kekuasaan dan pengaruh politis telah banyak dimiliki oelh
orang yang bekerja sama daripada orang yang bekerja sendiri. Ketika seseorang
sedang diserang secara politis oleh orang lain dalam organisasi, kekuatan
kelompok sangat membantu.
2.14.5 Bersikap peka terhadap waktu. Pemimpin yang sukses bersikap peka
terhadap kelayakan dan ketepatan waktu akan tindakan mereka. Seseorang yang
pada saat bersamaan penyelianya baru saat menjalani pemerikasaan gigi yang
efektif menghadiri undangan konferensi keperawatan yang mahal adalah salah
satu contoh seseorang yang tidak peka terhdapa waktu.
Selain mampu memilih waktu yang tepat, manajer yang efektif harus
mengembangkan keterampilan dalam area ketepatan waktu lainnya. Salah satu
area ini adalah mengetahui kapan waktu yang tepat untuk tidak melakukan
apapun. Sebagai contoh, pada kasus pegawai yang sudah tiga bulan pensiunm
waktu dengan sendirinya akan memulihkan keadaan tersebut.
Manajer yang peka juga belajar kapan waktu yang tepat untuk berhenti meminta
sesuatu, dan sebaliknya sebelum pimpinan memberikan penegasan tidak.
Ketika kepastian tidak ini diucapkan, terus menerus membicarakan masalah
tersebut adalah tindakan yang secara politis tidak baik.
2.14.6 Lebih mengenal bawahan. Terdapat banyak cara seorang manajer dapat lebih
mengenal bawahan. Sekdar ucapan terima kasih untuk hail pekerjaan yang
dilakukan dengan baik terutama baik sekali jika diucapkan di depan orang lain.
Dengan memberikan perhatian terhadap upaya keras pekerja anda, anada
berkata dengan sungguh-sungguh lihat betapa baik pekerjaan yang dapat kita
lakukan. Memberikan pesan penghargaan yang tulus kepada pekerja adalah
cara lain menghargai dan mempromosikan. Memberikan penghargaan terhadap
pekerjaan yang dikrjakan dengan sempurna adalah strategi politis yang efektif.
2.14.7 Memanadang tujuan pribadi dan unit dalam hal organisasi.
Bahkan
kegiatan yang luar biasa dan jelas sekalipun tidak akan menghasilkan
kekuasaan yang diharapkan, kecuali jika kegiatan tersebut digunakan untuk
memenuhi tujuan organisasi. Kerja keras untuk prestasi pribadi yang murni
akan menjadi liablitas politis. Sering kali manajer pemula hanya berpikir
mengenai kebutuhannya dan masalahnya daripada melihat gambaran utuhnya.
Selain itu, seseorang sering kali mencari penyelesaian pola pimpinannya dari
pada
berupaya
mencari
jawabannya
sendiri.
Ketika
masalah
telah
teridentifikasi, akan lebih cerdas secara politis untuk membawa masalah dan
usulan penyelesaian daripada hanya menyajikan masalah tersebut pada
pimpinan. Meskipun penyelesaian masalah tidak diterima, pimpinan akan
menghargai upaya penyelesaian masalah yang telah dilakukan.
2.14.8 Buang ego anda di rumah. Meskipun politik dapat bersifat negatif (Andrica,
1999) dalam Marquis dan Huston (2013), Anda sebaiknya tidak melakukan
upaya serangan politis secara pribadi, karena anda mungkin paling tepat
menerima pujian atas semua keberhasilan politis karena Anda mungkin baru
saja berada di tempat yang teapat di waktu yang tepat. Sebagai manajer adalah
seberapa cepat anda dapat bangkit kembali.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui persepsi perawat
pelaksana terhadap strategi politik dalam pengambilan keputusan oleh kepala
ruangan/manajer tingkat pertama di ruang X Banjarmasin.
Data yang dikumpulkan peneliti adalah kuesioner. Dengan rincian alat pngumpulan
data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1 Kuesioner A
Kuesioner A terdiri dari 4 buah pertanyaan yang menggali data karakteristik
responden, yaitu pertanyaan mengenai (umur, jenis kelamin, lama kerja, status
perkawinan dan pendidikan). Data yang diperoleh peneliti dari karakteristik
responden merupakan data dari sumber primer dimana data itu diperoleh dari
pengisian kuesioner yang diisi langsung oleh perawat pelaksana di ruang X
3.5.2
Banjarmasin.
Kuesioner B
Kuesioner B dirancang untuk mengetahui persepsi perawat pelaksana terhadap
strategi politik dalam pengambilan keputusan oleh kepala ruangan/manajer
tingkat pertama di ruang X Banjarmasin. Kuesioner ini didesain dan disesuaikan
dengan keperluan penelitian dengan memepertimbangkan beberapa teori yang
berhubungan dengan strategi politik. Kuesioner B merupakan sekumpulan
pertanyaan untuk mengetahui persepsi perawat pelaksana terhadap strategi
politik dalam pengambilan keputusan oleh kepala ruangan/manajer tingkat
pertama di ruang X RSUD X, dengan 24 pertanyaan, setiap poin 8 strategi
politik masing-masing 3 pertanyaan.
Seluruh pertanyaan merupakan pertanyaan positif. Responden mengisi
kuesioner dengan cara memilih salah satu jawaban dengan tanda conteng pada
pilihan jawaban yang dianggap paling benar.
Umur
Jenis
Kelamin
Definisi
Alat Ukur
Masa kehidupan
perawat yang
dihitung sejak
tanggal kelahiran
hingga hingga
ulang tahun
terakhir saat
pengambilan data
dilakukan
Status fisik perawat
yang dibedakan
menjadi laki-laki
dan perempuan
Kuesioner
A
Kuesioner
A
Cara
Parameter
Pengukura
n
Mengisi
1. 25-30
kuesioner
tahun
pertanyaan
(dewasa
umur
muda)
2.
31-40
responden
tahun
(dewasa
tua)
Mengisi
kuesioner
pertanyaan
jenis
kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
Skala
Ordinal
Nominal
Lama Kerja
Kuesioner
A
Status
Perkawinan
Status yang
dimiliki oleh
perawat
Kuesioner
A
Pendidikan
Tingkat pndidikan
formal terakhir di
bidang
keperawatan yang
diakui oleh
pemerintah dan
organisasi profesi
Strategi politik
adalah seni
menggunakan
kekuasaan untuk
suatu tujuan
tertentu
Kuesioner
A
Strategi
Politik
Kuesioner
B yang
terdiri dari
24
pertanyaan.
responden
Mengisi
1. < 5 tahun
2. 5-10 tahun
kuesioner
pertanyaan 3. > 10 tahun
lama kerja
responden di
Rumah Sakit
Ulin
Banjarmasin
Mengisi
1. Menikah
2. Belum
kuesioner
menikah
pertanyaan
/cerai
status
perkawinan
responden
Mengisi
1. D3
kuesioner
Keperaw
pertanyaan
atan
pendidikan 2. S1
Keperaw
terakhir
atan
responden
Mengisi
kuesioner
pertanyaan
strategi
politik yang
dimiliki oleh
kepala
ruangan atau
manajer
tingkat
pertama
1. Sangat
tidak
setuju
2. Tidak
setuju
3. Setuju
4. Sangat
setuju
Ordinal
Nominal
Ordinal
Ordinal
lengkap.
Coding
Pemberian kode pada setiap jawaban melalui konversi jawaban pernyataan ke
3.7.3
dalam angka.
Entry
Kegiatan ini dilakukan dengan memasukkan seluruh data dan semua kuesioner
3.7.4
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan hasil penelitian tentang gambaran dasar kekuasaan dalam pengambilan
keputusan oleh kepala ruangan atau manajer tingkat pertama yang dipersepsikan oleh perawat
pelaksana, yang dilaksanakan selama 1 hari, pada tanggal 20 Juni 2015, penyajian data dari
hasil penelitian ini hanya dari analisa univariat dengan menggunakan uji statistik yang telah
ditentukan dengan menggunakan bantuan perangkat komputer. Secara lengkap disajikan
sebagai berikut:
4.1 Karakteristik Responden
4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No
1.
2.
Frekuensi
7
%
46.7%
8
15
53.3%
100%
4.1.2
Jenis Kelamin
Laki-laki
2.
Perempuan
Total
Frekuensi
4
%
26.7%
11
15
73.3%
100%
5-10 tahun
Lama Kerja
2.
> 10 tahun
Total
Frekuensi
14
%
93.3%
1
15
6.7%
100%
Status
Perkawinan
No
1.
Status Perkawinan
Menikah
2.
Belum menikah/cerai
Total
Frekuensi
15
%
100%
0
15
0%
100%
(100%) dan tidak ada yang bercerai atau belum menikah (0%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
No
1.
Pendidikan
D3 Keperawatan
2.
S1 Keperawatan
Total
Frekuensi
8
%
53.3%
7
15
46.7%
100%
Pernyataan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Total
Jumlah
0
23
22
0
45
0%
51,1%
48,9%
0%
100%
Pernyataan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Total
Jumlah
0
12
33
0
45
0%
26,7%
73,3%
0%
100%
Pernyataan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Total
Jumlah
0
5
40
0
45
0%
11,1%
88,9%
0%
100%
Pernyataan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Total
Jumlah
0
18
27
0
45
0%
40%
60%
0%
100%
4.2.5
Pernyataan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Total
Jumlah
0
21
24
0
45
0%
46,7%
53,3%
0%
100%
Pernyataan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Total
Jumlah
0
27
18
0
45
0%
60%
40%
0%
100%
4.2.7
Pernyataan
No. 20
0
7
8
0
15
No. 21
0
8
7
0
15
Jumlah
0
21
24
0
45
0%
46,7%
53,3%
0%
100%
Pernyataan
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Total
Jumlah
0
23
22
0
45
0%
51,1%
48,9%
0%
100%
Memperlua
s Sumber
Pribadi
Membangu
n Aliansi
dan Koalisi
Politis
Peka
Terhadap
Waktu
Le
Men
Baw
0%
0%
0%
0%
0%
51,1%
26,7%
11,1%
40%
46,7%
60
48,9%
73,3%
88,9%
60%
53,3%
40
0%
0%
0%
0%
0%
100%
100%
100%
100%
100%
10
4.4 Pembahasan
Dari tabel keterangan tabel di atas dapat dilihat bahwa persepsi perawat
pelaksana terhadap strategi politik dalam pengambilan keputusan oleh kepala
ruangan/manajer tingkat pertama di Ruang X, adalah strategi politik dengan
memperluas sumber pribadi dengan meningkatkan pendidikan, mengikuti
pelatihan-pelatihan dan mempunyai keterampilan yang dibutuhkan oleh
perawat pelaksana, dengan persentasi 88,9% menyatakan setuju. Kepala
ruangan/manajer tingkat pertama lebih menggunakan strategi politik dengan
cara memperluas sumber pribadi ini untuk mempersiapkan masa depan dan
untuk mengerahkan kekuatan politisnya untuk menghindari keterbatasan demi
peningkatan kekusaan politisnya, karena organisasi bersifat dinamis dan masa
depan sulit untuk diperkirakan, perawat yang proaktif mempersiapkan masa
depan dengan memperluas sumber pribadi.
Efek kekuasaan organisasi terhadap pengambilan keputusan. Orang yang
paling kuat/berkuasa dalam suatu organisasi lebih layak mengambil keputusan
(oleh dirinya atau bawahannya) yang sesuai dengan preferensi dan nilai yang
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pada bab terakhir ini disajikan kesimpulan hasil penelitian, berdasarkan pada tujuan,
hasil tujuan yang telah dianalisis dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas,
maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1 Karakteristik responden perawat pelaksana di Ruang X RSUD X rata-rata
umur 31-40 tahun, jenis kelamin perempuan, dengan lama kerja 5-10 tahun,
5.1.2
5.2 Saran
5.2.1
Bagi kepala ruangan atau manajer tingkat pertama di Ruang X RSUD X untuk
meningkatkan pengetahuan tentang strategi politik dan bisa mengaplikasikan
5.2.2
DAFTAR PUSTAKA
Bogue, Joseph, Leibold, 2009. Shared Governance as Vertical Alignment of Nursing Group
Power and Nurse Practice Council Effectiveness, Journal of Nursing Management,
17, 4-14
Castro.,2003, T, The Effects of Positive Affect and Gender on The Influence TacticsJournal of Leadership and Organizational Studies, Vol.10, No. 1
Cheng, Rhodes, Lok, A Frame Work Stategic Decision Making and Performance Among
Chinese Managers, The International Journal Of Human Resource Management, Vol.
21, No. 9, July 2010, 1373-1395
Effken, J. A, Verran J. A., Logue M.D & HSU Y.C. (2010) Nurse Managers Decisions: Fast
& Favoring Remidian. Journal of Nursing Administration, 40 (4), 188-195
Garcia-Garcia, 2009. Relationship Between Nurses Leadership Style and Power Basis,
Artigo Origonal, Maio-Junho: 17 (3); 295-301
Halama, Gurnakova, 2014, Need For Structure and Big Five Personality Traits and
Predictors of Decision Making Styles in Health Professionals, Studia Psychologica,
56, 2014, 3
Kamhalova I, Halama, P, Gurnakova, J.,2013. Affect Regulation and Decision Making in
Health Care Professiona: Typology Approach, Studia Pychologica, 55, 19-31
Katriina Peltoma, 2012, Nursing Power as Viewed By Nursing Professionals, Empirical
Studies, doi: 10.1111/j.1471-6712
Kondalkar, 2007. Organizational Behaviour. New Delhi
Marquis, 2013. Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan Teori & Aplikasinya. EGC.
Jakarta
Matthews S., Laschinger H & Johnstone L. (2006) Staff Nurse Empowerment in Line and
Staff Organizational Structures For Chief Nurse Executive. Journal of Nursing
Administration 36, 525-533
Patronis Jones Rebecca, 2007. Nursing Leadership and Management Theories, Processes
and Practice. Philadelphia. USA
Pujiyanto, 2010, Pengaruh Pelatihan Supervisi Terhadap Pemahaman Kepala Ruangan &
Wakil Kepala Ruangan Tentang Supervisi Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Semarang
Rahmah, 2010, Kajian Gaya Kepemimpinan Direktur Rumah Sakit Terhadap Fungsi
Kepemimpinan Direktur Dalam Pelaksanaan Manajemen RSUD di DKI Jakarta.
Robbins. 2015, Perilaku Organisasi. Edisi enambelas. Salemba. Jakarta Selatan
Shirey, Ebright, 2013, Nurse Managers Cognitive Decision-Making Amidst Stress and Work
Complexity, Journal of Nursing Management, 21, 17-30
Sitorus Ratna, 2011. Manajemen Keperawatan: Manajemen Keperawatan Di Ruang Rawat
SK Menkes RI No. 836/Mekes/SK/VI/2005
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-Undang RI No. 38 tahun 2014 Tentang Keperawatan
Whitebed K Diane, 2010, Essentials of Nursing Leadership and Management. USA