Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Nefrotik syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria, hipoproteinuria,
hypoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (suriadi dan rita yuliani, 2006).
Syndrome nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus (ginjal terdiri
dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria (keluarnya protein melalu air kencing)
yang masif, hipoalbuminemia (kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak)
disertai hiperlipidemia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat)
Jadi syndrome nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal.
2.2 Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya
para ahli membagi etiologinya menjadi:
a.

Sindrom nefrotik bawaan


Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap
semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan
ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya
penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

b.

Sindrom nefrotik sekunder


Disebabkan oleh:
1) Malaria kuartana atau parasit lain.

2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.


3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c.

Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )


Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental.

2.3 Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindroma nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilangnya muatan negatif gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindroma nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein di dalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerulus dan akhirnya dieskresikan dalam urin.
Pada sindroma nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram per-hari yang terutama terdiri
dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila
kadar albumin serum turun di bawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara
fisiologi yang memuaskan tetapi kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh
timbulnya hipoalbumin akibat kehilangan protein urin. Hipoalbumin menyebabkan
penurunan

tekanan

osmotik

plasma yang

memungkinkan transudasi

cairan

dari

ekstravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume ekstravaskuler menurunkan tekanan

perfusi ginjal, mengaktifkan system renin angiotensin aldosteron yang merangsang reabsorbsi
atrium di tubulus distal.
Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon antidiuretik
yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan osmotik plasma
berkurang, natrium dan air yang telah diabsorbsi masuk ke ruang interstisial, memperberat
edema.Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema
dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindroma nefrotik mempunyai
volume intravaskuler yang normal/meningkat dan kadar renin serta aldosteron plasma normal
atau meningkat dan kadar renin serta aldosteron plasma normal atau menurun Penjelasan
secara hipotesis meliputi defek intrarenal dalam ekskresi natrium dan air atau adanya agen
dalam sirkulasi yang menaikkan permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh serta dalam
ginjal.
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein
serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,
termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein
plasma keluar melalui urin belum jelas (Behrman, 2000).

WOC

2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan Gejala utama yang ditemukan adalah:
1.

Sembab ringan: kelopak mata bengkak


Sembab berat: anasarka, asites, pembengkakan skrotum/labia, hidiotoraks, sembab
paru

2.

Kadang-kadang sesak karena hidrotoraks atau diafragma letak tinggi (asites)

3.
4.
5.
6.
7.

Kadang-kadang hipertensi
Proteinuria > 3,5 g/hr pada dewasa atau 0,05 g/kgBB/hr pada anak-anak
Hipoalbuminemia < 30 g/l
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
Hiperkoagulabilitas yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri

2.5 Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).

Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal
bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan
dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Dilakukan pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria,
proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipedemia. Diperiksa fungsi ginjal dan
hematuria. Biasanya ditemukan penurunan kalsium plasma. Diagnosis pasti melalui
biopsi ginjal.
1. Urin
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam
24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit
ginjal.Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
6

meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih


besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal
ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi
dengan perpindahan seluler (asidosis).
2.7 Penatalaksanaan Medis
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan
tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat
badan yang cepat.
b. Diet pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200
ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi
diuresis dan edema meng hilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan
masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil

keseimbangan

negative nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat
kehilangan protein. Diet harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/
hari. Anak

yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk

menjamin masukan yang adekuat.


c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau
verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus
diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,
hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air
hangat.
e. Kemoterapi:
1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortikosteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari

hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari.


Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan
setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis,
ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan
sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada
dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan
seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
2.8 Komplikasi
Gagal ginjal akut, trombosis, malnutrisi, infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang
disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus, bionkopnemonia dan tuberkulosis.
Menurut ilmu penyakit dalam:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Hiperalbuminemia
Hiperlipidemia
Lipidura
Gangguan keseimbangan nitrogen
Hiperkoogulasilitas
Gangguan metabolisme
Ca tulang
Gangguan hormone tyroid

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
SYNDROME NEFROTIK

3.1 PENGKAJIAN
1. Biodata
2. Keluhan Utama
a. Perubahan pola berkemih
b. Perubahan volume air kemih
8

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
3.

Perubahan warna air kemih


Penampilan cairan pada daerah tertentu
Riwayat Kesehatan Dahulu
Problem ginjal : kandung kemih
Penyakit sistemik : DM
Infeksi streptokokus : glomerulonefrilis
Kebiasaan minum obat-obatan

Riwayat Keluarga
a. Gangguan ginjal
b. Riwayat herediter (sistemik) : DM
c. Hypertensi

4.
5.

Riwayat Tumbuh Kembang Anak


Psikososial
a.
b.
c.
d.

6.

Aktivitas
Persepsi tentang keadaannya
Kegemaran
Lingkup dan kegiatan sosial

Activity Daili Living

Diet:
a.
b.
c.
d.
e.

Tinggi protein
Rendah garam (pada stadium sembab dan selama diberi steroid)
Cairan terbatas (pada stadium sembab dan hipernatermia)
Vitamin D
Kalsium

Aktivitas:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
7.

Review Sistem
a.
b.
c.
d.
e.

8.

Tirah baring
Pada stadium sembab
Bila ada hipertensi
Bila ada bahaya trombosit
Bila relaps
Lingkungan sosial harus normal, hindarkan stress psikologis
Rawat inap untuk mengatasi penyulit
Setelah pulang perlu kontrol teratur
Integumen
Gastrointetinal
Cardiovaskuler, respirasi, renal bersama-sama
Muskuluskeletal
Persarafan

Diagnosa Test
a. Rontgen foto
b. Laboratorium : Albumin, protein, bilirubin, urobilin, sedimen
9

c. Biopsi ginjal
9. Pengkajian Fisik
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mengkaji adanya retensi cairan dan eksresinya


Mengkaji intake dan output
Mengkaji integritas kulit
Melakukan pengukuran lingkar abdomen dan menimbang BB
Mengkaji adanya oedem
Memonitor TTV.

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan pada jaringan
tubuh.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh s/d malnurtisi
sekunder dari pengeluaran protein dan nafsu makan menurun
3. Resiko defisit volume cairan (intravaskular) berhubungan dengan kehilangan
cairan, protein dan edema
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun.
Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi

10

3.3 Intervensi Keperawatan


Perubahan nutrisi

11

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria hasil(NOC)

Intervensi (NIC)

Ketidakseimbanga

Setelah

keperawatan selama 3X24 jam

Nutrition Therapy :
Monitor
intake

nutrisi

dari

kurang

kebutuhan

tubuh

b.d

ketidakmampuan
mencerna makanan

dilakukan

tindakan
klien

makanan dan output

tercukupi dengan KH :
Nutritional status : food and fluid

makanan klien
Dampingi
klien

kebutuhan

nutrisi

untuk

intake (1008)

makanan
Indikator

IR

ER

Masukan

makanan oral
Masukan

minuman oral
Masukan cairan
lewat IV

1
2
3
4

memilih

lembut dan disukai


klien
Pasang

NGT

diperlukan

jika
untuk

memaksimalkan
pemberian makanan
Kolaborasi dengan
ahli

Keterangan :
Keluhan ekstrim
Keluhan berat
Keluhan sedang
Keluhan ringan
Tidak ada keluhan

yang

gizi

untuk

pemberian makanan
Kolaborasi
dengan
dokter untuk pemberian
obat,

vitamin

suplemen tambahan jika


diperlukan

Resiko Infeksi
Diagnosa

Tujuan dan Kriteria hasil(NOC)

12

dan

Intervensi (NIC)

Resiko

infeksi

imunosupresi

b.d Setelah

dilakukan

tindakan 1

Jangan

izinkan

keperawatan 2x24 jam anak tidak

seorang

mengalami

mengidap infeksi akut

infeksi,

dengan

indikator:

untuk

Infeksi tidak ada

Suhu tubuh kurang dari

ada

mengunjungi

drainase

purulent, batuk, dan nyeri


tenggorok.

Beri obat antibiotik,


sesuai program

37,8oC
Tidak

yang

anak

pun

Pantau
hari

anak

untuk

tanda

deteksi

serta

infeksi,

setiap
gejala

termasuk

batuk, demam, hidung


tersumbat,
purulent,

drainase
dan

tenggorok

Kelebihan Volume Cairan


Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil(NOC)

13

Intervensi (NIC)

nyeri

Kelebihan

Setelah

volume cairan
b.d

gangguan

mekanisme
regulasi

dilakukan

tindakan
Fluid management :
Monitor vital sign
keperawatan selama 3X24 jam
Monitor intake dan
kelebihan volume klien berkurang
output cairan dan
dengan KH : fluid balance (0610)
makanan
Pasang kateter jika
Indikator

IR

ER

Tekanan darah
Ascites
Nadi
Hematokrit

2
1
2
2

4
4
4
4

1
2
3
4
5

Keterangan :
Keluhan ekstrim
Keluhan berat
Keluhan sedang
Keluhan ringan
Tidak ada keluhan

diperlukan
Motivasi keluarga
dan pasien untuk
tidak panik
Kolaborasi dengan
dokter

untuk

pemberian

terapi

cairan dan obat


Kolaborasi dengan
ahli

gizi

untuk

terapi

makanan

dan

minuman

klien.

3.4 Evaluasi
Keefektifan ditentukan oleh pengkajian ulang yang terus menerus dan evaluasi
dari perawatan yang telah diadakan dan kriteria hasilnya:
1.
2.
3.
4.

Monitor tanda vital dan dan kaji kulit dari infeksi


Mengukur intake dan output dan memeriksa urine albumin
Mengkaji nafsu makan
Mengobservasi dan berdiskusi dengan anak dan keluarga tentang pengetahuan mereka
mengenai penyakitnya, terapi dan tidndakan dan medis lainnya.
BAB IV
PENUTUP
14

4.1 Kesimpulan
Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan
penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara
fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam
glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan
perawatan yang tepat, cepat, dan akurat.
Sebab yang pasti belum diketahui: akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Pada sindroma nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram per-hari yang terutama
terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul
bila kadar albumin serum turun di bawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui
secara fisiologi yang memuaskan tetapi kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh
timbulnya hipoalbumin akibat kehilangan protein urin. Hipoalbumin menyebabkan
penurunan

tekanan

osmotik

plasma yang

memungkinkan transudasi

cairan

dari

ekstravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume ekstravaskuler menurunkan tekanan


perfusi ginjal, mengaktifkan system renin angiotensin aldosteron yang merangsang reabsorbsi
atrium di tubulus distal.
4.2 Saran
1. Diharapkan bagi mahasiswa mampu memilih intervensi yang tepat untuk pasien.
2. Mahasiswa dapat melakukan intervensi sesuai dengan perencanaan yang
dilakukan.
3. Mahasiswa dapat menambah ilmunya dengan membaca literatur tentang
tindakan yang baru saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
15

1. Brunner & Suddart. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, EGC: Jakarta.


2. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. 2000.Rencana Asuhan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Keperawatan. EGC: Jakarta.


Marlyn D.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
Ngastiyah.1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.
Genberg,Michael.dkk.Kedokteran Kedaruratan,jilid II,Erlangga:Jakarta
Wong,l Donna,Buku Ajar Keperawatan Pediatrk,vol II. EGC : Jakarta.
Alatas H Partini (2002) Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2 FKUI : Jakarta
Carpenito, L.J (2001) Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8 EGC : Jakarta
Price S.A & Wilsaon L.M (1995) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit Edisi 4 Buku II EGC : Jakarta


10. Sacharin R.M (1996) Prinsip Keperawatan Pediatri Edisi 2 EGC : Jakarta
11. Smeltzer S.C (2002) Buku Medical Bedah EGC : Jakarta
12. Tjokronegoro A & Utomo H (1998) Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Balai Penerbit
FKUI : Jakarta.
13. Betz C.L & Sowden (2002) Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3 Alih bahasa
dr. Jan Tamboyang EGC : Jakarta
14. Behrman, Kliegman, Arvin (2001) Ilmu Penyakit Anak Edisi 15 EGC : Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai