diajukan oleh
Haryo Prayogo Nugraha
5114 08 021
Kepada
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2014
Skripsi
Penggunaan Aditif (Wetfix-BE) Terhadap Durabilitas Campuran Asphalt
Concrete - Wearing Course (Ac-Wc)
yang dipersiapkan dan diajukan oleh
Haryo Prayogo Nugraha
5114 08 021
telah disetujui oleh:
Pembimbing utama
Tanggal : ..
Pembimbing Pendamping
Tanggal : ..
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
vi
viii
BAB I PENDAHULUAN
2.1
Penelitian Terkait......................................................................................................4
2.2
2.3
2.4
Durabilitas................................................................................................................8
2.5
2.6
Material 11
2.6.1 Agregat...........................................................................................11
2.6.2 Aspal...............................................................................................14
2.7
18
33
4.1 Agregat.....................................................................................................33
4.2 Aspal........................................................................................................34
4.3 Pengujian Marshall..................................................................................34
4.4 Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) pada Campuran AC-WC.......35
4.5 Perbandingan Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum
Tanpa Menggunakan Aditif Wetfix-Be dan Variasi Kadar Wetfix-Be
dengan Variasi Durasi Perendaman..........................................................36
4.5.1 Hubungan Kepadatan dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi
Perendaman....................................................................................
4.5.2 Hubungan VIM dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi
Perendaman....................................................................................
4.5.3 Hubungan Stabilitas dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi
Perendaman....................................................................................
4.5.4 Hubungan VMA dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi
Perendaman....................................................................................
4.5.5 Hubungan Flow dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi
Perendaman....................................................................................
4.5.6 Hubungan MQ dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi
Perendaman....................................................................................
4.5.7 Hubungan VFA dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi
Perendaman....................................................................................
4.6 Hasil Analisa Durabilitas dengan variasi kadar Wetfix-Be.......................47
52
DAFTAR PUSTAKA 55
DAFTAR TABEL
Tabel 2..
Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 2.4.
Tabel 2.5.
Tabel 2.7.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Tabel 4.7.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2..
Gambar 2.2.
10
Gambar 2.2.
10
Gambar 2.2.
11
Gambar 4.1
Gambar 4.2.
Durasi Perendaman
Gambar 4.3.
39
Durasi Perendaman
Gambar 4.5.
Durasi Perendaman
Gambar 4.6.
42
43
45
Gambar 4.7.
Durasi Perendaman
Gambar 4.8.
46
Durasi Perendaman
49
DAFTAR NOTASI
Ca
Density
: Kepadatan (gr/cm)
Fa
Ff
G1, G2, Gn
Gb
Gmb
Gmm
Gsa
Gsb
Gse
MQ
MS
MF
P1, P2, Pn
Pb
Pba
Pbe
Pmm
Ps
SA
So
: Angka stabilitas
SSD
: Basah permukaan
TFA
Vbe
VIM
VFB
VMA
Vmb
Wa
Wssd
: Berat
Ww
: Berat
IKS
IDP
IDK
INTISARI
10
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beton aspal campuran panas adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan penambah. Materialmaterial pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampuran pada suhu
tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu
pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika
digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145o-155oC,
sehingga disebut campuran aspal campuran panas (Sukirman, 2003).
Campuran aspal beton mempunyai 3 macam campuran yaitu: (1) AC-WC
(Asphalt Concrete Wearing Course), sebagai lapisan yang kedap terhadap air dan
cuaca serta lapisan aus yang langsung berhubungan dengan ban kendaraan.
Diameter butir maksimal 19.0 mm dan bertekstur halus. (2) AC-BC (Asphalt
Concrete Binder Course), sebagai lapisan yang terletak di bawah lapisan aus dan
bisa terletak di antara lapisan AC-WC dan AC-Base. Diameter butir maksimal 25,4
mm dan bertekstur sedang. (3) AC-Base (Asphalt Concrete Base), laston sebagai
lapis pondasi. Diameter butir maksimal 37,5 mm dan bertekstur kasar.
2.3 Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete, AC)
Beton aspal merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi
perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat
dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Konstruksi perkerasan lentur
terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah
dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas
dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Adapun susunan lapis konstruksi
perkerasan lentur terdiri dari Lapis permukaan (surface course), Lapis pondasi
atas (base course), Lapis pondasi bawah (subbase course), Lapisan tanah dasar
(subgrade). Jika semen aspal, maka pencampuran umumnya antara 145-150C,
sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal dengan
hotmix (Sukirman, 2003)
Bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat halus,
bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Di mana bahan bahan tersebut
sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang akan
Wilayah
adalah AC-WC
(Asphalt Concrete - Wearing Course) / Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah
salah satu dari tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan
AC-Base. Ketiga jenis Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran
beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan Pusat
Litbang Jalan.
Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (paling atas) dalam
perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis
laston lainnya. Pada campuran laston yang bergradasi menerus tersebut
mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya dibandingkan dengan
campuran bergradasi senjang. Hal tersebut menyebabkan campuran AC-WC
lebih peka terhadap variasi dalam proporsi campuran.
Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC-WC harus memenuhi batasbatas dan harus berada di luar daerah larangan (restriction zone) yang terdapat
dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC) (Dirjen Bina Marga
2010)
Sifat-sifat Campuran
Kadar aspal efektif (%)
Penyerapan aspal (%)
Jumlah tumbukan per bidang
Rongga dalam campuran (%) (2)
Laston
Lapis Antara
Halus Kasar
4.3
4.0
1.2
Lapis Aus
Halus
Kasar
5.1
4.3
Maks.
112 (1)
75
Min.
Maks.
Pondasi
Halus Kasar
4.0
3.5
3.5
5.0
Sifat-sifat Campuran
Laston
Lapis Antara
Halus Kasar
14
Pondasi
Halus Kasar
13
63
60
Min.
Lapis Aus
Halus
Kasar
15
Min.
65
Min.
800
1800 (1)
Pelelehan (mm)
Maks.
Min.
4.5 (1)
Min.
250
300
Min.
2.5
2.4 Durabilitas
Karakteristik campuran yang harus dimiliki campuran beton aspal campuran
panas adalah stabilitas, keawetan atau durabilitas, kelenturan atau fleksibilitas,
ketahanan terhadap kelelehan (fatique resistence), kekesatan permukaan atau
tahanan geser, kedap air, dan kemudahan pelaksanaan (Sukirman 2003).
Keawetan atau Durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima
repetisi beban lalulintas seperti kenderaan dan gesekan antara roda kenderaan dan
permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti
udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh
tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan
kedap airnya campuran. Selimut aspal yang tebal akan membungkus agregat
secara baik, beton aspal akan lebih kedap air, sehingga kemampuannya menahan
keausan semakin baik. Semakin tebal selimut aspal, maka semakin mudah
menjadi bleeding yang mengakibatkan jalan semakin licin. Besarnya pori yang
tersisa dalam campuran setelah pemadatan, mengakibatkan durabilitas beton aspal
menurun. Semakin besar pori yang tersisa semakin tidak kedap air dan semakin
banyak udara di dalam beton aspal, yang menyebabkan semakin mudahnya
selimut aspal beroksidasi dengan udara dan menjadi getas, dan durabilitasnya
menurun.
2.5 Sifat Volumetrik dari Campuran Beton Aspal yang Telah Dipadatkan
Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal, dan atau tanpa bahan tambahan,
yang dicampur sacara merata atau homogen diinstalasi pencampuran pada suhu
Gambar 2.1. Skematis Berbagai Jenis Volume Beton Aspal (Sukirman, 2003).
Vmb
Vsb
Vse
VMA
Vmm
VIM
Va
VFB
Vab
10
Gambar 2.2. Skematis Berbagai Jenis Volume Beton Aspal (Sukirman, 2003).
2.5.1 Volume Pori Dalam Campuran Aspal Padat (VIM)
Banyaknya pori yang berada dalam beton aspal padat (VIM) adalah
banyaknya pori di antara butir-butir agregat yang di selimuti aspal. VIM
dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat.
11
12
Standar
Nilai
SNI 03-3407-1994
Maks 12 %
Maks 30 %
kasar
SNI 2417:2008
semua jenis campuran aspal
Maks 40 %
bergradasi lain
SNI 03-2439-1991
SNI 03-6877-2002
ASTM D-4791
ASTM D-4791
SNI 03-4142-1996
Min 95 %
95/90
Maks 25 %
Maks 10 %
Maks 1 %
Catatan :
95/90 menunjukan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah
satu atau lebih dan 90 % agrregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau
lebih
13
Standar
SNI 03-4428-1997
Nilai
Min 50% untuk SS, HRS
dan AC bergradasi Halus
Min 70% untuk AC
bergradasi kasar
Material
Lolos
Maks. 8%
Maks. 1%
dari
SNI 03-4428-1997
Min. 45
AASHTO TP-33 atau
ASTM C1252-93
dari
Min. 40
Standar
Nilai
Min 75%
SNI 03 M-02-1994-03
Maks 4%
14
Tabel 2.5. Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal (Bina
Marga, 2010)
Ukuran
Ayakan
(mm)
37.5
25
19
12.5
9.5
4.75
2.36
1.18
0.600
0.300
0.150
0.075
100
90 - 100
72 - 90
54 - 69
39.1 - 53
31.6 - 40
23.1 - 30
15.5 - 22
9 - 15
4 - 10
2.6.2 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam
atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam
ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi (Sukirman, 2003).
Aspal adalah material yang pada temperature ruangan berbentuk padat
sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai temperature tertentu, dan kembali membeku jika temperature
turun (Sukirman, 2003).
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal
minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat
digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Jenis aspal
yang umum digunakan pada campuran aspal panas adalah aspal minyak. Aspal
minyak dapat dibedakan atas aspal keras (aspal semen), aspal dingin/cair dan
aspal emulsi.
Berdasarkan fungsi dari aspal itu sendiri sebagai bahan pengikat aspal dan
agregat atau antara aspal itu sendiri, juga sebagai pengisi rongga pada agregat.
Daya tahannya (durability) berupa kemampuan aspal mempertahankan sifat aspal
akibat pengaruh cuaca dan tergantung pada sifat campuran aspal dan agregat,
sedangkan sifat adhesi dan kohesi yaitu kemampuan aspal mempertahankan
15
ikatan yang baik. Sifat kepekaan terhadap temperaturnya aspal adalah material
termoplastik yang bersifat kental atau lebih keras apabila temperatur berkurang
dan akan bersifat lunak/cair apabila temperatur bertambah (Dharma & Susanto,
2008).
Bentuk lain dari sifat-sifat fisik aspal adalah keawetan aspal dalam
hubungannya dengan usia atau masa layan perkerasan. Aspal secara umum,
seiring dengan bertambahnya waktu aspal akan mengalami peningkatan viskositas
yang membuat aspal cenderung keras dan rapuh.
Penentuan kadar aspal rencana (Pb) dapat tentukan dengan menggunakan
Persamaan 2.1.
Pb = 0.035 (% CA) + 0.045 (% FA) + 0.18 (% Ff) + konstanta.......................(2.1)
dengan:
Pb
Ca
agregat kasar ( % ),
Fa
agregat halus ( % ),
Ff
bahan pengisi ( % ).
N
o
Jenis Pengujian
Metoda Pengujian
Tipe I
Aspal
Pen.
60-70
b.
Penetrasi
SNI 06-2456-1991
60-70
40-55
50-70
Min.40
c.
(dmm)
Viskositas 135C (cSt)
SNI 06-6441-2000
385
385 2000
< 2000(5)
< 3000(5)
d.
SNI 06-2434-1991
>48
>54
> -1,0
- 0,5
> 0.0
> 0,4
SNI-06-2432-1991
>100
> 100
> 100
> 100
SNI-06-2433-1991
>232
>232
>232
>232
>99
>99
>1,0
>1,0
pada
e.
Indeks Penetrasi
f.
Duktilitas
g.
(cm)
Titik Nyala (C)
h.
Kelarutan
i.
(%)
Berat Jenis
4)
pada
dlm
25C
25C,
Toluene
ASTM D5546
>99
SNI-06-2441-1991
>1,0
> 90
(1)
>1,0
16
Jenis Pengujian
Metoda Pengujian
Tipe I
Aspal
Pen.
60-70
j.
Stabilitas
Penyimpanan
(C)
<2.2
<2.2
<2.2
< 0.8
< 0.8 2)
< 0.8 3)
< 0.8 3)
m.
Indeks Penetrasi
n.
Keelastisan
SNI 06-2441-1991
SNI 06-2456-1991
> 54
> 54
> 54
54
> -1.0
> 0.0
> 0.0
> 0.4
AASHTO T 301-98
> 45
> 60
SNI 062432-1991
> 100
> 50
> 50
Min. 95(1)
Min. 95(1)
Min.
4)
setelah
2)
Pengembalian (%)
o.
Duktilitas
p.
(cm)
Partikel
yang lebih halus
pada
25C
95(1)
17
Parameter
Batas
Metode
VE/2.01
Asam nilai
<10 mg KOH / g
3
VE/2.01
160-185 mg HCl / g
Khas Nilai
coklat, cairan kental pada 20
Penampilan
pH
Kepadatan
Titik nyala
Titik lebur
Kelekatan
Kelarutan
Etanol
Air
Kemasan dan Penyimpanan
C
11 (5% dalam air)
980 kg / m pada 20 C
> 218 C
<-20 C
800 mPa.s pada 20 C
Khas Nilai
larut
emulsifialbe
Produk ini stabil selama minimal dua
Penyimpanan dan
Penanganan
tahun
dalam wadah aslinya tertutup pada suhu
kamar
BAB III
METODE PENELITIAN
dari
masing-masing
fraksi
agregat
dengan
18
19
Studi Pendahuluan
Persiapan Alat dan Bahan
Pengujian Material
Agregat Kasar
Agregat Sedang
Abu Batu
Memenuhi Spesifikasi
da Uji tanpa Additive & Benda Uji Menggunakan Additive Wetfix-Be Dengan Variasi 0.2 %, 0.25 %, 0.3 %, 0.35 %, 0.4 %
Uji Marshall
Hasil & Pembahasan
20
21
22
satu saringan yang lebih kecil dari saringan pertama (teratas) dengan
bahan tertahan kurang dari 10%.
c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan
dalam Tabel 2.3 Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen
terhadap berat agregat yanglebih besar dari saringan No.8 (2.36 mm)
dengan muka bidang pecah satu atau lebih.
d. Agregat kasar untuk latasir kelas A dan kelas B boleh dari kerikil yang
bersih.
e. Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke AMP
dengan melalui pemasok penampung dingin (cold bin feeds) sehingga
gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan dengan baik.
f. Batas-batas yang ditentukan dalam Tabel 2.3 untuk partikel kepipihan dan
kelonjongan dapat dinaikkan oleh Direksi Pekerjaan bilamana agregat
tersebut memenuhi semua ketentuan lainnya dan semua upaya yang dapat
dipertanggungjawabkan telah dilakukan untuk memperoleh bentuk partikel
agregat yang baik.
g. Pembatasan lolos saringan No.200 (0.075 mm) < 1%, pada saringan kering
karena agregat kasar yang dilekati lumpur tidak dapat dipisahkan pada
waktu pengeringan sehingga tidak dapat dilekati aspal.
Standar uji agregat untuk kasar adalah,
a. Penyerapan air
b. Berat jenis
c. Abrasi dengan mesin los angeles
d. Kelekatan agregat terhadap aspal
e. Partikel pipih
f. Partikel lonjong
3. Pengujian Agregat Halus
Berikut adalah spesifikasi pengujian agregat halus:
a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
penyaringan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan No.8
(2.36 mm) sesuai SNI 03-6819-2002.
b. Fraksi agregat kasar, agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditumpuk
terpisah.
c. Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang
disarankan untuk laston AC adalah 10%.
23
d. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat halus harus
diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu. Agar dapat memenuhi
ketentuan mutu, batu pecah halus harus diproduksi dari batu yang bersih.
e. Agregat halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke
AMP dengan menggunakan pemasok penampung dingin (cold bin feeds).
yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan
pasir dapat dikontrol dengan baik.
f. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan dalam
Tabel 2.3.
Standar uji agregat untuk kasar adalah,
a. Penyerapan air
b. Berat jenis
c. Nilai setara pasir
24
Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan
pengisi/filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik
berat jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent
grafity). Setelah didapatkan kedua macam berat jenis pada masing-masing
agregat pada pengujian material agregat maka berat jenis dari total agregat
tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut,
a. Berat Jenis Kering
Gsbtot agregat =
P1+ P 2 + Pn
P1
P2
Pn ........................................(3.2)
+
+
Gsb 1 Gsb 2
Gsbn
dengan:
Gsbtot agregat
P1,P2,.Pn
P1+ P 2+ P 3++ Pn
P1
P2
P3
Pn ......................(3.3)
+
+
++
Gsa 1 Gsa2 Gsa 3
Gsan
dengan:
Gsbtot agregat
P1,P2,.Pn
Prosentase
berat
dari
masing-masing
agregat (%).
2. Berat Jenis Efektif Agregat
Berat jenis maksimum campuran (Gmm) diukur dengan AASHTO T.209-90,
maka berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel
agregat yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus berikut yang
25
PmmPb
Pmm Pb ................................................................................(3.4)
Gmm Gb
dengan:
Gse : Berat jenis efektif (gr/cc),
Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan
(gr),
Pmm : Persen berat total campuran (%),
Pb
: Prosentase kadar aspal terhadap total campuran (%),
Ps
: Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%),
Gb
Gsb+Gsa
...................................................................................(3.5)
2
dengan:
Gse : Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity (gram),
Gsb : Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity (gram),
Gsa : Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity (gram).
26
Gmm=
Pmm
Ps Pb ................................................................................(3.6)
Gse Gb
dengan:
Gmm
Pmm
Ps
Pb
Gse
Gb
Gmb=
dengan:
Gmb
Vbulk
Wa
5. Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak
terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai
berikut:
Pba=
dengan:
GseGsb
Gb
.............................................................................(3.8)
Gse x Gsb
27
Pba
Gsb
Gse
Gb
Pba
Ps
...............................................................................(3.9)
100
dengan:
Pbe
Pb
Pba
Ps
dengan:
Gmb x Ps
Gsb
.................................................................(3.10)
28
VMA
Gmb
Gsb
Ps
VMA=
Gmb
100
x
x 100
Gsb (100Pb)
....................................................(3.11)
dengan:
VMA
Gmb
Gsb
Pb
VIM =100
Gmm x Gmb
Gmm
...................................................................(3.12)
dengan:
VIM
Gmb
Gmm
29
Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara
partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang
diserap oleh agregat. Rumus adalah sebagai berikut:
VFA=100
( VMAVIM )
..................................................................(3.13)
VMA
dengan:
VFA
VMA :
VIM
10. Stabilitas
Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan
oleh jarum dial. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan pada jarum dial
perlu dikonversikan terhadap alat Marshall. Selain itu pada umumnya alat
Marshall yang digunakan bersatuan Lbf (pound force), sehingga harus
disesuaikan satuannya terhadap satuan kilogram. Selanjutnya nilai tersebut
juga harus disesuaikan dengan angka koreksi terhadap ketebalan atau volume
benda uji.
11. Flow
Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas seperti di atas nilai flow
berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya
saja untuk alat uji jarum dial flow biasanya sudah dalam satuan mm
(milimeter), sehingga tidak perlu dikonversikan lebih lanjut.
30
Hasil bagi Marshall / (MQ) merupakan hasil pembagian dari stabilitas dengan
kelelehan. Sifat Marshall tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
MQ=
MS
MF .................................................................................(3.14)
dengan:
MQ
MS
MF
S2
x 100 ...................................................................................(3.15)
S1
dengan :
S1
S2
31
IKS=
i=0
S1 S i+1
t i +1t 1 ............................................................................(3.16)
dengan:
r
Si+1
Si
ti , ti+1
t n i =1
2 t n i=0
dengan:
Si+1
Si
ti , ti+1
tn
32
S a=100a
.........................................................................................(3.18)
Nilai Indeks Durabilitas Kedua juga dapat dinyatakan dalam bentuk nilai
absolut dari ekuivalen kehilangan kekuatan sebagai berikut:
A=
a
xS
100 0 .......................................................................................(3.19)
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Agregat
Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang
berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di
Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo, dengan
pengujian agregat kasar dan halus berupa berat jenis dan penyerapan agregat
kasar, berat jenis dan penyerapan agregat halus, abrasi. Adapun hasil pengujian
agregat untuk agregat kasar, agregat halus dan filler telah dilakukan pengujian dari
penelitian sebelumnya (Kartiko, 2013) dan seluruh material yang di uji memenuhi
spesifikasi Bina Marga.
4.1.1 Penentuan Kadar Aspal Rencana
Penentuan awal kadar aspal rencana dapat diperoleh dengan menggunakan
Persamaan 2.1.
Pb = 0.035(%CA) + 0.045(%FA) + 0.18(%FF) + K
Jadi nilai dari kadar aspal rencana yang diperoleh dengan menggunakan
rumus di atas adalah 5.75 %. Nilai konstanta sekitar 0.5 1 untuk AC
Tabel 4.1. Campuran Aspal Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC)
Uraian Data
Inch
mm
Sieve Size
3/4"
19.0
0
1/2"
3/8"
#4
#8
#16
#30
#50
#100
#200
12.50
9.50
4.75
2.36
1.18
0.60
0.30
0.15
0.07
Spesifikasi Gradasi
Max
100
100
90
69
53
40
30
22
15
10
Min
100
90
74
54
39.1
31.6
23.1
15.5
82.8
73.2
53.6
39.1
28.6
21.1
15.5
11.3
8.0
21.01
3.09
0.43
0.22
0.21
0.19
0.17
0.15
0.06
Fuller
100.
0
100
Sieve Size
34
100
96.21
59.71
21.53
1.82
1.21
0.99
0.82
0.71
0.04
100
100
100
99.94
87.47
67.87
45.75
26.96
16.21
8.63
Kombinasi Agregat
Course Agregat (CA)
10%
10
2.10
0.31
0.04
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.01
33%
33
31.75
19.70
7.10
0.60
0.40
0.33
0.27
0.23
0.01
57%
57
57.00
57.00
56.96
49.86
38.69
26.08
15.37
9.24
4.92
Total Campuran
100%
100
90.85
77.01
64.11
50.48
39.11
26.43
15.65
9.49
4.94
4.2 Aspal
Aspal yang digunakan adalah jenis aspal penetrasi 60/70 produksi
Pertamina. Untuk hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Aspal
No
Uraian
Metoda Pengujian
Spesifikasi
Hasil
Berat Jenis
SNI-06-2441-1991
>1
1.04
SNI 06-2456-1991
60-70
65
Titik Lembek
SNI 06-2434-1991
> 48
59.5
Titik Nyala
SNI-06-2433-1991
> 232
280oC
Daktilitas
SNI-06-2432-1991
> 100
107.5
35
Kepadatan
VIM
Karakteristik Marshall
Stabilitas
VMA
Flow
MQ
VFA
TFA
2.441
5.532
1918.488
16.258
4.280
439.456
67.971
7.39
5.5
2.454
4.289
2082.168
16.257
3.060
667.105
75.167
8.24
6.0
2.444
3.956
1913.604
17.054
3.240
579.038
78.092
9.11
6.5
2.436
3.543
1551.990
17.773
4.100
371.112
81.123
9.98
7.0
2.430
3.010
1448.436
18.385
4.220
336.501
84.462
10.86
Spesifikasi
Kepadatan
VIM
VMA
Stabilitas
Flow
VFB
BFT
MQ
3.5% - 5%
> 14
800 kg
3 mm
63%
250 kg/mm
5%
5.5%
7%
5.75%
36
pada dasarnya
adalah sama dengan uji marshall pada kondisi kadar aspal rencana yaitu tidak ada
perbedaan pada pengujian masing-masing jenis campuran. Perbedaannya hanya
pada penambahan variasi bahan aditif Wetfix-BE dan variasi durasi perendaman.
4.5.1 Hubungan Kepadatan dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi
Perendaman
Kepadatan adalah volume bulk dari campuran beton aspal yang dipadatkan.
Nilai kepadatan merupakan perbandingan antara berat benda uji di udara atau
dalam keadaan kering dengan volume total benda uji, semakin tinggi nilai
kepadatan suatu campuran menunjukan bahwa kerapatannya semakin baik. Nilai
kepadatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gradasi campuran, jenis
dan kualitas agregat penyusun, faktor pemadatan baik jumlah pemadatan maupun
temperatur pemadatan, penggunaan kadar aspal dan penambahan bahan aditif
dalam campuran.
Campuran dengan nilai kepadatan yang tinggi akan mampu menahan beban
yang lebih besar dibandingkan dengan campuran yang memiliki nilai kepadatan
yang rendah, karena butiran agregat mempunyai bidang kontak yang luas
sehingga gaya gesek (friction) antar butiran agregat menjadi besar. Selain itu
kepadatan juga mempengaruhi kekedapan campuran, semakin kedap terhadap
udara dan air.
37
38
Gambar 4.1.
39
4.5.2 Hubungan
VIM
dengan
Variasi
Wetfix-BE
dengan
Durasi
Perendaman
VIM adalah volume pori yang tersisa setelah campuran beton aspal
dipadatkan. VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis perkerasan dan merupakan
tempat untuk bergesernya butir - butir agregat akibat pemadatan tambahan yang
terjadi oleh repetisi beban lalu lintas, atau tempat aspal menjadi lunak/
mengembang akibat meningkatnya temperatur.
Semakin tinggi nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam
campuran sehingga campuran bersifat porous serta dapat mempercepat penuaan
aspal dan menurunkan sifat durabilitas. Nilai VIM yang terlalu rendah akan
menyebabkan bleeding karena suhu yang tinggi, maka viskositas aspal menurun
sesuai sifat termoplastisnya. Pada saat itu apabila lapis perkerasan menerima
beban lalu lintas maka aspal akan terdesak keluar permukaan karena tidak
cukupnya rongga bagi aspal untuk melakukan penetrasi dalam lapis perkerasan.
Nilai VIM yang lebih dari ketentuan akan mengakibatkan berkurangnya keawetan
lapis perkerasan, karena rongga yang terlalu besar akan mudah terjadi oksidasi.
Berdasarkan hasil penelitian nilai VIM untuk campuran yang tidak
menggunakan Wetfix-BE dengan durasi perendaman 8 hari terhadap VIM
menghasilkan perilaku campuran yang cenderung lebih tinggi dan tidak
memenuhi batas maximum spesifikasi Bina Marga yaitu 6.920 %. Untuk
campuran yang menggunakan Wetfix-BE pada kadar 0.3% dengan durasi
perendaman 0 hari menghasilkan nilai terendah yaitu 3.107 %, namun nilai ini
masuk dalam spesefikasi Bina Marga. Hasil pengujian dapat ditampilkan juga
secara grafis sebagai hubungan antara kepadatan dengan variasi kadar Wetfix-BE
40
Gambar 4.2.
41
Gambar 4.3.
42
Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 di atas nilai
stabilitas tertinggi terdapat pada campuran yang menggunakan Wetfix-BE 0.3 %
pada durasi perendaman 1 hari yaitu 3035.274 kg. Penurunan presentasi nilai
stabilitas terendah terjadi pada campuran yang tidak menggunakan Wetfix-BE
dengan durasi perendaman 8 hari yaitu 1672.506 kg. secara keseluruhan semua
nilai stabilitas yang tidak menggunakan Wetfix-BE dan dengan variasi Wetfix-BE
dengan durasi perendaman semuanya memenuhi spesifikasi Bina Marga. Hasil
pengujian dapat ditampilkan secara grafis sebagai hubungan antara kepadatan dengan
variasi kadar Wetfix-BE dengan durasi perendaman pada Gambar 4.3.
4.5.4 Hubungan
VMA
dengan
Variasi
Wetfix-BE
dengan
Durasi
Perendaman
VMA adalah banyaknya pori yang terdapat diantara butir agregat di dalam
beton aspal padat dan nilainya dapat dinyatakan dalam prosentase. Kuantitas
rongga udara berpengaruh terhadap kinerja suatu campuran karena jika VMA
terlalu kecil maka campuran bisa mengalami masalah durabilitas dan jika VMA
terlalu besar maka campuran bisa memperlihatkan masalah stabilitas dan tidak
ekonomis untuk diproduksi.
Hasil penelitian pengaruh aditif Wetfix-BE sebagai bahan tambah dengan
variasi durasi perendaman terhadap VMA, untuk campuran yang tidak
menggunakan Wetfix-BE dengan durasi perendaman 8 hari persentase nilai VMA
cenderung lebih tinggi yaitu 19.345 % dibandingkan dengan campuran yang
menggunakan Wetfix-BE dengan durasi perendaman menghasilkan presentasi nilai
lebih rendah yaitu 16.041 %. Namun kedua hasil percobaan ini memenuhi
spesifikasi Bina Marga. Hasil pengujian dapat ditampilkan juga secara grafis sebagai
hubungan antara kepadatan dengan variasi kadar Wetfix-BE dengan durasi
43
Gambar 4.4.
4.5.5 Hubungan
Flow
dengan
Variasi
Wetfix-BE
dengan
Durasi
Perendaman
Flow adalah besarnya penurunan campuran benda uji akibat suatu beban
sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam satuan mm. Flow merupakan
indikator kelenturan campuran beraspal panas dalam menahan beban lalu lintas.
Nilai flow menyatakan besarnya deformasi bahan susun benda uji.
Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas seperti di atas Nilai flow
berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja
44
untuk alat uji jarum dial flow biasanya sudah dalam satuan mm (milimeter),
sehingga tidak perlu dikonversikan lebih lanjut.
Nilai flow yang rendah akan mengakibatkan campuran menjadi kaku
sehingga lapis perkerasan menjadi mudah retak, sedangkan campuran dengan nilai
flow tinggi akan menghasilkan lapis perkerasan yang plastis sehingga perkerasan
akan mudah mengalami perubahan bentuk seperti gelombang (washboarding) dan
alur (rutting). hasil pengujian kelelehan (flow) dapat dilihat secara grafis pada
Gambar 4.5. di bawah ini.
Gambar 4.5.
45
Pada Gambar 4.5. di atas uji kelelehan (flow) untuk campuran yang
menggunakan bahan tambah aditif Wetfix-BE 0.35% dengan durasi perendaman 0
hari memiliki nilai kelelehan lebih tinggi yaitu 5.580 mm. Sedangkan campuran
yang tidak menggunakan bahan tambah aditif Wetfix-BE pada durusai perendaman
8 hari memiliki nilai kelelehan terendah dibanding dengan yang menggunakan
aditif yaitu 3.660 mm.
4.5.6 Hubungan MQ dengan Variasi Wetfix-BE dengan Durasi Perendaman
MQ adalah perbandingan antara stabilitas dan flow yang mengindikasikan
pendekatan terhadap kekakuan dan fleksibilitas dari suatu campuran beraspal
panas. Besarnya nilai MQ tergantung dari besarnya nilai stabilitas yang
dipengaruhi oleh gesekan antar butiran dan saling mengunci antar butiran yang
terjadi antara partikel agregat dan kohesi campuran bahan susun, serta nilai flow
yang dipengaruhi oleh viskositas, kadar aspal, gradasi bahan susun, dan jumlah
tumbukan.
Semakin besar nilai Marshall Quotient berarti campuran aspal semakin kaku
dan kurang lentur sehingga mudah retak sebaliknya bila semakin kecil nilainya
maka campuran semakin lentur dan plastis sehingga mudah mengalami perubahan
bentuk saat menerima beban lalu lintas yang tinggi.
Dari hasil penelitian nilai MQ terendah terdapat pada campuran yang tidak
menggunakan bahan tambah aditif Wetfix-BE dengan durasi perendaman 0 hari
yaitu 434.943 kg/mm. Nilai MQ mengalami peningkatan pada campuran yang
menggunakan bahan tambah aditif Wetfix-BE 0.3 % dengan durasi perendaman 4
hari yaitu 732.600 kg.mm. Hasil pengujian dapat ditampilkan juga secara grafis
sebagai hubungan antara kepadatan dengan variasi kadar Wetfix-BE dengan durasi
46
Gambar 4.6.
47
Gambar 4.7.
48
Tabel 4.5.
Sifat
Marshall
Stabilitas
(Kg)
Wetfix-BE 0.25 %
Wetfix-BE 0.3 %
Wetfix-BE 0.35 %
Wetfix-BE 0.4 %
Persen Sisa
Stabilitas
(Kg)
Durasi Perendaman
0
2253.70
2
2588.78
4
2868.16
2
2971.98
2635.31
4
2412.39
Tanpa Wetfix-BE
9
100
Wetfix-BE 0.2 %
1
2239.083
2608.353
2896.971
3035.274
2686.959
2456.190
2
2185.98
6
2557.53
3
2877.60
0
3021.24
9
2636.46
9
2415.50
2074.281
1896.114
1672.506
2468.631
2272.446
2021.976
2815.23
2618.616
2357.784
2989.008
2847.603
2601.885
2583.504
2414.808
2189.616
2377.254
2235.981
2043.228
94.890
91.411
88.207
99.351
1
97.629
100
100.756
98.052
96.524
92.053
88.978
Wetfix-BE 0.25 %
100
101.004
99.331
97.833
93.016
90.039
Wetfix-BE 0.3 %
100
102.130
99.538
98.933
95.269
91.371
Wetfix-BE 0.35 %
100
101.960
98.121
97.991
93.470
90.675
Wetfix-BE 0.4 %
100
101.815
98.343
98.417
94.057
91.379
49
Dari hasil pengujian benda uji dengan menggunakan Alat Uji Marshall pada
Tabel 4.1 di atas, untuk masing-masing variasi kadar Wetfix-BE 0.2 %, 0.25 %, 0.3
%, 0.35 % dan 0.4 % dengan modifikasi rendaman Marshall 1, 2, 4, 6 dan 8 Hari,
diperoleh Nilai IKS untuk variasi kadar Wetfix-BE 0.2 %, 0.25 %, 0.3 %, 0.35 %
dan 0.4 % dan yang tidak menggunakan Wetfix-BE dengan modifikasi rendaman
Marshall 1, 2, 4, 6 hari memberikan hasil yang masih memenuhi syarat yang telah
ditetapkan oleh Bina Marga yaitu minimal 90 %. Namun pada rendaman 8 hari
nilai IKS pada variasi kadar Wetfix-BE 0.2 % dan yang tidak menggunakan
Wetfix-BE tidak memenuhi standar yang telah ditentukan oleh Bina Marga, Untuk
variasi Wetfix-BE 0.3 %, 0.35 % dan 0.4 % memenuhi standar yang telah
ditentukan oleh Bina Marga. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan nilai IKS
dipengaruhi seiring meningkatnya durasi perendaman.
Disamping itu, dapat dikatakan bahwa penambahan Wetfix-BE memberikan
tingkat durabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan Wetfix-BE, serta terlihat pula bahwa durabilitas campuran menurun
seiring dengan meningkatnya durasi perendaman. Berdasarkan Tabel 4.1.
menunjukkan adanya peningkatan kekuatan pada rendaman 1 hari dengan variasi
Wetfix-BE 0.3 % yaitu dengan memperoleh nilai IKS paling besar yaitu 102.130 %
dan nilai terendah terdapat pada rendaman 8 hari tanpa variasi kadar Wetfix-BE
yaitu 88.207 %.
Hubungan antara kadar Wetfix-BE dengan IKS dapat terlihat pada Gambar
4.8. terlihat bahwa nilai IKS untuk masing-masing kadar Wetfix-BE cenderung
naik seiring dengan penambahan kadar Wetfix-BE 0.2 %, 0.25 %, 0.3 % dan
mengalami penurunan pada kadar Wetfix-BE 0.35 % dan 0.4 % pada variasi
perendaman 1 hari. Semakin lama campuran terendam menunjukkan adanya
penurunan nilai durabilitas.
50
Gambar 4.8.
51
Tabel 4.6.
Sifat
Marshall
r (%)
Durasi Perendaman
Wetfix-BE
Tanpa Wetfix-BE
Wetfix-BE 0.2 %
0.027
0.099
0.106
0.179
0.246
-0.031
0.081
0.072
0.166
0.230
Wetfix-BE 0.25 %
-0.042
0.028
0.045
0.145
0.208
Wetfix-BE 0.3 %
-0.089
0.019
0.022
0.099
0.180
Wetfix-BE 0.35 %
-0.082
0.078
0.042
0.136
0.194
Wetfix-BE 0.4 %
-0.076
0.069
0.033
0.124
0.180
52
a (%)
Sa (%)
Durasi Perendaman
Wetfix-BE
Tanpa Wetfix-BE
0.608
1.400
1.712
1.305
0.400
Wetfix-BE 0.2 %
-0.709
2.197
0.955
1.677
0.384
Wetfix-BE 0.25 %
-0.942
1.359
0.937
1.806
0.372
Wetfix-BE 0.3 %
-1.997
2.106
0.378
1.374
0.487
Wetfix-BE 0.35 %
-1.837
3.119
0.081
1.695
0.349
Wetfix-BE 0.4 %
-1.702
2.821
-0.046
1.635
0.335
Tanpa Wetfix-BE
99.392
98.600
98.288
98.695
99.600
Wetfix-BE 0.2 %
100.709
97.803
99.045
98.323
99.616
Wetfix-BE 0.25 %
100.942
98.641
99.063
98.194
99.628
Wetfix-BE 0.3 %
101.997
97.894
99.622
98.626
99.513
Wetfix-BE 0.35 %
101.837
96.881
99.919
98.305
99.651
Wetfix-BE 0.4 %
101.702
97.179
100.046
98.365
99.665
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pengaruh yang terjadi akibat penambahan aditif Wetfix-BE dengan variasi
kadar Wetfix-BE 0.2 %, 0.25 %, 0.3 %, 0.35 % dan 0.4 % pada durasi
perendaman 1, 2, 3, 4, 6 dan 8 hari terhadap Indeks Kekuatan Sisa (IKS) yang
dihasilkan masih memenuhi standar Bina Marga yaitu lebih besar 90 %, namun
pada rendaman 8 hari terjadi penurunan durabilitas campuran yang tidak
menggunakan Wetfix-BE dan yang menggunakan Wetfix-BE dengan kadar 0.2
%. dengan kata lain nilai IKS meningkat dengan adanya penambahan kadar
Wetfix-BE dan mengalami penurunan seiring bertambahnya durasi perendaman.
2. Nilai Indeks Durabilitas Pertama (IDP) untuk berbagai variasi kadar Wetfix-BE
dan lama rendaman umumnya mengalami kehilangan kekuatan kecuali pada
lama perendaman 1 hari dengan kadar Wetfix-BE 0.2 %, 0.25 %, 0.3 %, 0.35 %
dan 0.4 % mengalami perolehan kekuatan. Kehilangan kekuatan tertinggi
terjadi pada campuran dengan kadar Wetfix-BE 0.35% dan durasi perendaman 2
hari. Peningkatan kekuatan tertinggi terjadi pada campuran dengan kadar
Wetfix-BE 0.3 % dan durasi perendaman 1 hari.
Perbandingan sifat-sifat marshall dengan variasi kadar Wetfix-BE 0.2 %, 0.25
%, 0.3 %, 0.35 % dan 0.4 % pada durasi perendaman 1, 2, 3, 4, 6 dan 8 hari
memberikan hasil.
a. Kepadatan tertinggi terjadi pada campuran yang menggunakan kadar
Wetfix-BE 0.3% dengan durasi perendaman 0 hari sebesar 2.467 kg,
sedangkan nilai kepadatan terendah terjadi pada campuran yang tidak
menggunakan Wetfix-BE dengan durasi perendaman 8 hari sebesar 2.370 kg.
53
54
b. Nilai VIM tertinggi terjadi pada campuran yang tidak menggunakan WetfixBE dengan durasi perendaman 8 hari sebesar 6.920%, sedangkan nilai VIM
terendah terjadi pada campuran yang menggunakan Wetfix-BE 0.3% dengan
durasi perendaman 0 hari sebesar 3.107 kg. untuk nilai VIM tertinggi tidak
memenuhi spesifikasi Bina Marga karena melewati batas maximum.
c. Stabilitas tertinggi terjadi pada campuran yang menggunakan kadar WetfixBE 0.3% dengan durasi perendaman 2 hari sebesar 3035.274 kg, sedangkan
nilai stabilitas terendah terjadi pada campuran yang tidak menggunakan
Wetfix-BE dengan durasi perendaman 8 hari sebesar 1672.506 kg. dari hasil
pengujian seluruh nilai stabilitas pada variasi kadar Wetfix-BE dan variasi
durasi perendaman seluruhnya memenuhi standar minimum spesifikasi Bina
Marga yaitu 800 kg.
d. Nilai VMA tertinggi terjadi pada campuran yang
tidak menggunakan
55
5.2 Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang kinerja dari aditif Wetfix-BE dalam variasi
lama perendaman yang disertai dengan variasi suhu perendaman.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi seluruh pihak yang
terkait
khususnya
pemerintah
Provinsi
Gorontalo
demi
mengatasi
from
56
57