Vital Sign :
TD : 90/70 mmHg
N : 112
T : 36.20 C
RR : 21x/menit
Status General
KU
Kesadaran
: E4V5M6
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek pupil +/+ isokor
Leher:
THT
Thorax
Cor
Pulmo
Abd
: akral dingin ,nadi teraba lemah tidak kuat angkat. Cappilary Refill Time
>2 detik
Pemeriksaan Penunjang :
Darah Lengkap :
WBC : 5.080 10e3/uL
NEU : 1.53 %
LYM 1.63%
MONO 1.74%
RBC 6.18 10e6/uL
HGB 16,3 g/dL
HCT 48,8 %
MCV 79.0 fL
MCH 33.4 g/dL
PLT 32.0 10e3/uL
Saturasi O2
98%
Rumple Leed :
Positive
Daftar Pustaka
1. Simmons CP, Farrar JJ, Chau NVV, Wills B. Dengue. N Engl J Med 2012; 366:1423-1432.
2. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Demam Berdarah Dengue
1. Tatalaksana Demam berdarah Dengue
2. Tatalaksana Dengue Shock syndrome
3. Evaluasi risiko dan pencegahan Demam berdarah Dengue
4. KIE pasien dengan Demam berdarah Dengue
SUBYEKTIF :
Demam selama 5 hari terutama pada malam hari naik turun, turun bila minum obat penurun
panas, batuk pilek disangkal, terdapat mual dan muntah setiap masuk makanan dan minuman
serta BAB cair 1 kali, terdapat mimisan 1 hari smrs. Tetangga 5 meter di depan rumah ada yang
mendertita DBD
OBYEKTIF
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis yang mengarah ke etiologi penyakit
dengue shock syndrome semakin diperkuat dengan adanya temuan-temuan objektif berikut:
ASESSMENT
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan, pasien didiagnosis mengalami
ketidakstabilan hemodinamik karena Dengue Shovk Syndrome Kondisi ini secara klinis kita
temukan pada pasien Demam Berdarah Dengue tahap shock. Dengue shock syndrome ditandai
dengan anak tampak sakit perut, akral dingin, nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
darah sistolik dan diastolic secara bermakna
Gejala demam pada DBD awalanya didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus
menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antipiretik. Kadangkadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat terjadi kejang demam. Akhir fase
demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung menurun dan
pasien tampak seakan sembuh, hati-hati kaerna fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok.
Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada
hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah
(<20.000/l).
Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda
kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di
sekitar mulut, pasine menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. Pada saat akan
terjadi syok, beberapa pasien tampak sangat lemah dan sangat gelisah. Sesaat sebelum syok
seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang) atau hipotensi (tekanan sistolik menurun
sampai 80 mmHg), kulit dingan dan lembab. Syok merupakan tandan kegawatan yang harus
mendapat perhatian serius , oleh karena bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat
menyebabkan kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat
(profound shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Syok dapat
terjadi dalam waktu yang sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam.
Apabila syok tidak dapat segera diatasi dengan baikm akan terjadi komplikasi yaitu asidosis
metabolik, perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis buruk.
Sebagian besar pasien masih tetap sadar walupun telah memasuki fase terminal. Pasien dengan
perdarahan intraserebral dapat disertai kejang dan koma. Ensefalopati dapat terjadi berhubungan
PLAN
Diagnosis
Pada pemeriksaan hematologi, awalnya jumlah leukosit normal, tapi biasa menurun dengan
dominasi sel neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dann sel neutrofil
bersama-sama menurun hingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah
sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) >4% di darah tepi dapat dijumapi pada hari
sakit ketiga sampai hari ke tujuh. Penurunan jumlah trombosit menjadi <= 100.000/L atau
kurang dari 1-2 trombosit/lapangan padang besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan
pada 10 lpb. Pada umumnya trombositopeni terjadi sebelum adanya peningkatan hematokrit dan
terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit <= 100.000/l biasanya ditemukan antara hari sakit
ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pertama pada saat-saat
pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari sakit ketiga. Peningkatan
kadar hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan
indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
hematokrit secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih,
mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat
perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan.
hemokonsentrasi darah
Kimia darah dan elektrolit: Mengidentifikasi kelainan elektrolit yang dapat menyebabkan
atau mencetuskan AF, mengevaluasi fungsi hati, ginjal, dan kadar gula darah
Serologi : Diagnosis serologis pada dengue dikenal ada 5 macam yaitu uji hemaglutinasi
inhibisi (HI), komplemen fiksasasi (Complement Fixation Test CFT), uji neutralisasi,
IgM ELISA (Mac Elisa) dan IgG Elisa. Untuk pemeriksaan IgM ELISA sebaiknya
dilakukan pada hari ke-4 dan ke-5 infeksi virus dengue, dimana IgM mulai timbul,
namun jika negatif sebaiknya pemeriksaan diulang, apabila pada hari ke-6 tetap negatif
maka dilaporkan sebagai negatif, dan perlu pemeriksaan IgG karena IgM dapat bertahan
Pada pasien ini mengalami gangguan hemodinamik yang ditandai dengan penurunan tekanan
darah sistolik dan diastolic, yang dikhawatirkan adalah multiorgan disfunction bila syok tidak
teratasi, untuk itu perlu dipantau bila koreksi cairan tidak berhasil apakah memerlukan obatobatan vasopressor untuk menstabilkan tekanan darah agar tidak terjadi komplikasi seperti
acidosis metabolic, ensepalopati dengue, dic, gangguan keseimbangan asam basa bahkan
kematian.
Plan diruangan
1. Tirah baring.
2. Monitor tanda vital setiap 6 jam.
3. Monitor tanda klinis setiap hari: tanda syok, palpasi hati, tanda perdarahan.
4. Monitor laboratorium: kadar hematokrit dan trombosit setiap pagi.
5. Makanan tinggi karbohidrat dan protein, rendah serat, tidak asam dan pedas.
6. Cairan berupa elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu, selain air putih.
Pendidikan
1. Perjalanan penyakit mengenai fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan.
2. Pengenalan dini tanda kegawatan serperti: nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau
terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila
disertai berkeringat dan kulit dingin, penurunan kesadaran.
3. Mengusahakan asupan makanan dan minuman yang mencukupi.