Anda di halaman 1dari 30

Case Report Session

Struma Difusa Toksik

Oleh :
Jasmine Nabilah

1110312045

Preseptor :
dr. H. Yerizal Karani, Sp.PD, Sp.JP (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2016

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Kelenjar Tiroid
Tiroid berasal dari bahasa Yunani yaitu thyreos yang berarti pelindung dan eidos yang
berarti bentuk.1 Kelenjar tiroid terletak di leher bawah, yaitu setinggi vertebrae servikal 5
hingga thorakal 1, anterior dari trakea, menutupi cincin trakea ke-2 hingga ke-4, di antara
kartilago krikoid dan takik suprasternal. Tiroid terdiri dari dua lobus lateral dengan kutub
superior dan inferior yang dihubungkan oleh isthmus. Normalnya ia berukuran 12 hingga
15 mm, kaya vaskularisasi, berwarna cokelat kemerah-merahan dan berkonsistensi lunak.
1,2

Empat kelenjar paratiroid yang memproduksi hormon paratiroid berlokasi di bagian

posterior dari tiap kutub tiroid. Saraf laringeal recurrent berjalan melewati pinggir lateral
kelenjar tiroid dan harus diidentifikasi saat operasi tiroid untuk mencegah paralisis pita
suara.1

Gambar 1.1 Kelenjar tiroid2


Tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup (diameternya antara 100300 mikrometer) yang dipernuhi oleh bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi
2

oleh sel-sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel tersebut. Unsur
utama dari koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar yang mengandung hormon tiroid
di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang disekresikan sudah masuk ke dalam
folikel, hormon itu harus diabsorpsi kembali melalui epitel folikel ke dalam darah, sebelum
dapat berfungsi dalam tubuh.3
Persarafan kelenjar tiroid diatur oleh sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis berasal
dari nervus vagus, dan serabut simpatis berasal dari ganglion superior, media dan inferior
dari trunkus simpatis. Saraf-saraf kecil ini memasuki kelenjar bersamaan dengan pembuluh
darah. Regulasi saraf otonom dari sekresi kelenjar tidak belum sepenuhnya dipahami, tetapi
kebanyakan efek berasal dari pembuluh-pembuluh darah.2
Perdarahan arteri pada kelenjar tiroid berasal dari arteri tiroid superior dan inferior dan
kadang-kadang dari ima tiroid. Arteri-arteri ini mempunyai banyak anastomosis kolateral
satu sama lain, secara ipselateral dan kontralateral. Arteri tiroid ima merupakan pembuluh
tunggal yang berasal dari arkus aorta atau arteri inominata dan memasuki kelenjar tiroid
dari batas inferior isthmus.2
II. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid
Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya dibutuhkan kira-kira
50 mg yodium yang ditelan dalam bentuk iodida, atau kira-kira 1mg/minggu. Agar tidak
terjadi defisiensi yodium, garam dapur diiodisasi dengan kira-kira 1 bagian natrium iodida
untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida.3
Iodida yang ditelan per oral akan diabsorpsi dari saluran cerna ke dalam darah dengan
cara yang sama seperti klorida. Normalnya sebagian besar iodida tersebut akan segera
diekskresikan oleh ginjal, tetapi hanya setelah seperlima bagiannya secara selektif
dipindahkan dari sirkulasi ke dalam kelenjar tiroid dan digunakan untuk sintesis hormon
tiroid.3 Membran sel tiroid mempunyai kemampuan spesifik untuk memompakan iodida
secara aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini disebut penjeratan iodida (iodide
trapping). Pada kelenjar tiroid yang normal, pompa iodida dapat memekatkan iodida kirakira 30 kali dari konsentrasinya di dalam darah. Bila kelenjar tiroid menjadi sangat aktif,
maka rasio konsentrasi tadi dapat meningkat menjadi 250 kali dari nilai normal. Kecepatan
penjeratan iodida oleh tiroid dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang paling penting adalah
konsentrasi TSH dimana TSH merangsang sedangkan hipofisektomi menghilangkan
aktivitas pompa iodida di sel tiroid.3
3

Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, yang merupakan


substrat utama yang dikombinasikan iodida untuk membentuk hormon tiroid. Jadi, hormon
tiroid dibentuk dalam tiroglobulin dan tetap menjadi bagian dari tiroglobulin sebagai
hormon yang disimpan dalam koloid folikel.3

Gambar 2.1 Sintesis hormon tiroid


Tahap pertama pembentukan hormon tiroid yaitu perubahan ion iodida menjadi bentuk
iodin yang teroksidasi, baik Io atau I3- oleh enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.
Pengikatan iodin dengan molekul tiroglobulin disebut organifikasi tiroglobulin. Iodin
teroksidasi ini kemudian akan langsung berikatan dengan seperenam asam amino tirosin
dalam molekul tiroglobulin. Awalnya tirosin diiodidasi menjadi monoiodotirosin oleh
enzim iodinase dan selanjutnya diiodotirosin. Kemudian selama beberapa menit, jam, dan
hari berikutnya semakin banyak iodotirosin yang bergandengan (coupling) satu sama lain.
Hasil dari reaksi pergandengan ini merupakan hormon utama yaitu tiroksin atau
triiodotironin.3
4

Kelenjar tiroid tidak seperti kelenjar endokrin lainnya karena ia mampu menyimpan
hormon dalam jumlah besar. Setelah proses sintesis hormon tiroid selesai, masing-masing
tiroglobulin mengandung lebih dari 30 molekul tiroksin dan beberapa molekul
triiodotironin. Dalam bentuk ini, hormon tiroid disimpan dalam folikel dalam jumlah yang
cukup untuk menyuplai tubuh dengan kebutuhan normal selama 2-3 bulan. Oleh karena itu,
bila sintesis hormon tiroid berhenti, efek fisiologis akibat defisiensi belum tampak selama
beberapa bulan.3
Saat sekresi hormon tiroid, tiroglobulin sendiri tidak dilepas ke dalam sirkulasi darah,
justru tiroksin dan triiodotironin harus dipecah dari molekul tiroglobulin dan kemudian
dilepaskan sebagai hormon bebas dalam sirkulasi darah. Kira-kira tirosin yang telah
diiodisasi dalam tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon tiroid tetapi tetap menjadi
monoiodotirosin atau diiodotirosin. Selama proses pencernaan molekul tiroglobulin untuk
melepaskan hormon tiroid, tirosin teriodisasi juga dibebaskan dari tiroglobulin tetapi tidak
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Sebaliknya, dengan bantuan enzim deiodinase,
molekul iodin dilepas dari tirosin sehingga iodin tersedia lagi untuk pembentukan hormon
tiroid selanjutnya. Pada kelainan kongenital yang menyebabkan tidak adanya enzim
deiodinase ini, banyak orang mengalami defisiensi iodin karena gagal dalam proses daur
ulang iodin tersebut.3
Sewaktu memasuki darah, 99% tiroksin dan triiodotironin segera berikatan dengan
protein plasma terutama globulin pengikat-tiroksin (thyrozine-binding globulin/TBG) dan
dalam jumlah lebih sedikit transthyretin (TTR) dan albumin. Mekanisme Oleh karena
afinitasnya yang tinggi, hormon tiroid khususnya tiroksin dilepaskan sangat lambat ke sel
jaringan. Sewaktu memasuki sel, hormon tiroid kemudian berikatan dengan protein intrasel
dan sekali lagi disimpan dan dipakai secara lambat selama berhari-hari hingga bermingguminggu.3

III. Struma
3.1 Definisi dan Klasifikasi
Struma atau biasa disebut goiter merupakan pembengkakan abnormal dari
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi secara menyeluruh dan halus
yang disebut struma difusa atau ia dapat menjadi besar oleh karena pertumbuhan satu
atau lebih benjolan (nodul) di dalam kelenjar tersebut sehingga disebut struma noduler.4
5

Struma dapat terus menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah normal, yang mana
dalam kasus ini disebut struma eutiroid atau non toksik. Tetapi struma juga dapat
berkembang menghasilkan overproduksi hormon tiroid yang dinamakan struma toksik
atau ketidakmampuan memproduksi hormon tiroid sama sekali yang disebut
hipotiroidisme.4
3.2 Penyebab
Terdapat tiga kategori penyebab pembesaran kelenjar tiroid, yaitu :
1. Insufisiensi produksi hormon tiroid
Ketika kelenjar tidak efesien dalam menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah yang
cukup, ia mengkompensasi dengan cara memperbesar ukurannya. Di seluruh dunia,
penyebab paling sering adalah defisiensi asupan iodin, yang diperkirakan mengenai
hampir 100 juta manusia yang tinggal dalam kemiskinan.4
2. Inflamasi kelenjar (Tiroiditis)
Inflamasi kelenjar dapat membuat kelenjar tersebut membengkak. Beberapa jenis
penyebab inflamasi kelenjar tiroid yang umum yaitu tiroiditis autoimun dan tiroiditis
postpartum. Tiroiditis autoimun atau yang disebut juga tiroiditis Hashimoto terjadi
ketika sistem imun seseorang berbalik menyerang kelenjar tiroidnya sendiri,
membuatnya meradang sehingga kelenjar membengkak.4
3. Tumor kelenjar
Struma juga dapat berasal dari tumor yang biasanya jinak tetapi kadang bisa jadi
ganas. Kebanyakan tumor tiroid muncul sebagai nodul-nodul diskret, tetapi terdapat
beberapa jenis kanker tiroid yang dapat menimbullkan pembesaran secara umum pada
kelenjar.
Tabel 3.2.1 Tipe, penyebab dan tanda serta gejala struma
Tipe Struma

Penyebab

Defisiensi yodium (goiter Asupan yodium yang


endemik)
tidak adekuat

Tanda dan gejala umum


Pembesaran kelenjar tiroid
(struma)
Fungsi tiroid normal atau
menurun (hipotiroidisme)

Tipe Struma

Penyebab

Tanda dan gejala umum

Graves disease
(Struma difusa toksik)

Stimulasi autoimun
kelenjar tiroid

Struma
Hipertiroidisme

Tiroiditis autoimun
(Hashimoto, limfositik
kronik)

Inflamasi sistem imun Struma


persisten pada kelenjar Hipotiroidisme
tiroid

Tiroiditis subakut
(de Quervain)

Infeksi virus

Pembesaran kelenjar yang


sangat nyeri dan lunak
Lemah, demam, menggigil,
dan berkeringat dingin
Tirotoksikosis, sering diikuti
hipotiroidisme

Adenoma toksik dan


Struma multinoduler
toksik

Tumor tiroid jinak

Struma dan nodul tiroid


curiga keganasan

Tumor tiroid ganas

Struma noduler
Hipertiroidisme
Tidak ada gejala
Gejala lokal pada leher
Gejala penyebaran tumor

3.3 Patofisiologi
Kelenjar tiroid menyekresikan dua macam hormon utama, yaitu tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3). Kedua hormon ini sangat meningkatkan kecepatan metabolisme
tubuh. Kekurangan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan penurunan kecepatan
metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50 persen di bawah normal, dan bila kelebihan
sekresi tiroid sangat hebat dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal sampai 60
hingga 100 persen di atas normal. Selain itu kelenjar tiroid juga menyekresikan
kalsitonin, hormon yang mengatur metabolisme kalsium.3

Gambar 3.3.1 Regulasi hormon tiroid


Sekresi kelenjar tiroid terutama diatur oleh Thyroid-stimulating hormone (TSH)
atau tirotropin yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang dipengaruhi oleh
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. TSH mengatur pertumbuhan
dan diferensiasi selular serta produksi dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.3
Kira-kira 93 persen hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh kelenjar
tiroid dalam bentuk tiroksin dan 7 persen yaitu triiodotironin. Keduanya berbeda dalam
kecepatan dan intensitas kerjanya, dimana triiodotironin kira-kira 4 kali lebih kuat
daripada tiroksin. Akan tetapi, hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah menjadi
triiodotironin di dalam jaringan, sehingga secara fungsional keduanya bersifat penting.
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi
TSH oleh hipofisis anterior. Mekanisme umpan balik ini berguna untuk menjaga agar
tingkat metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap saat harus disekresikan
hormon tiroid dengan jumlah yang tepat.3 Gangguan pada aksis TRH-TSH-hormon
tiroid ini menyebabkan perubahan pada fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi
reseptor TSH pada kelenjar tiroid oleh TSH, antibodi reseptor-TSH, atau agonis
reseptor-TSH seperti gonadotropin korionik dapat menyebabkan struma difusa. Ketika
sebagian kecil sel tiroid, sel-sel yang meradang atau sel keganasan yang bermetastasis
ke kelenjar tiroid, nodul tiroid atau struma noduler dapat terbentuk.5

3.4 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan struma paling baik dilakukan dengan posisi pasien duduk atau berdiri.
Dimulai dari inspeksi dari depan dan samping, identifikasi massa, bekas luka operasi,
dan vena yang terdistensi. Tiroid dapat dipalpasi dengan kedua tangan dari belakang
atau menghadap pasien menggunakan ibu jari untuk mempalpasi setiap lobus. Dengan
menyuruh pasien menelan air, tiroid dapat diidentifikasi lebih baik karena kelenjar
bergerak mengikuti gerakan menelan.2 Hal-hal yang harus dicari tahu termasuk ukuran
tiroid, batas, konsistensi, nodularitas, dapat digerakkan atau terfiksasi. Adanya bruit
dari auskultasi menandakan peningkatan vaskularisasi seperti yang terjadi pada
hipertiroidisme. Jika batas bawah lobus tiroid tidak terasa jelas, struma mungkin berada
di retrosternal. Struma retrosternal yang besar dapat menyebabkan distensi vena di leher
dan kesulitan bernafas terutama saat tangan diangkat (tanda Pemberton). Pemeriksaan
ada atau tidaknya limfadenopati di supraklavikular dan servikal leher juga harus
dilakukan.1
Klasifikasi pembesaran kelenjar tiroid adalah sebagai berikut :

Derajat 0

: Subjek tanpa struma

Derajat 1

: Subjek dengan struma yang dapat diraba (palpable)

IA

: teraba membesar tapi tidak terlihat meskipun leher sudah

ditengadahkan maksimal

IB

: teraba membesar tetapi terlihat dengan sikap kepala biasa,

artinya leher tidak ditengadahkan.

Derajat 2

: Subjek dengan struma terlihat (visible)

Derajat 3

: Subjek dengan struma yang besar sekali, dan terlihat dari jarak

beberapa meter.
Selain pemeriksaan tiroid itu sendiri, pemeriksaan fisik keseluruhan harus
dilakukan untuk mencari tanda-tanda fungsi tiroid abnormal dan gambaran
ekstratiroidal oftalmopati dan dermopati.1 Tanda-tanda hipertiroidisme sudah
dirangkum dalam indeks Wayne yang berguna untuk menegakkan diagnosis secara
klinis, dan membedakan antara keadaan klinis hipertiroidisme dengan eutiroidisme.

Tabel 3.4.1. Indeks Wayne : sistem skoring tanda dan gejala hipertiroidisme6
Gejala yang baru

Skor

Tanda

Ada

muncul dan/atau

Tidak
ada

bertambah berat
Sesak saat beraktivitas

+1

Tiroid teraba

+3

-3

Palpitasi

+2

Bruit tiroid

+2

-2

Kelelahan

+2

Eksoftalmus

+2

Suka udara panas

-5

Retraksi kelopak mata

+2

Suka udara dingin

+5

Lid lag

+1

Keringat berlebihan

+3

Hiperkinesis

+4

-2

Gugup

+2

Tangan panas

+2

-2

Nafsu makan naik

+3

Tangan basah

+1

-1

Nafsu makan turun

-3

Denyut nadi :

Berat badan naik

-3

>80/menit

-3

>90/menit

+3

Fibrilasi atrium

+4

Berat badan turun

+3

Interpretasi skor total :


>19

= Toksik

11-19 = Meragukan
<11

= eutiroid/normal

3.5 Pemeriksaan penunjang


a. Laboratorium
Skrining awal yang harus dilakukan yaitu pengukuran kadar TSH dengan
pemeriksaan radioimunologi. Temuan kadar TSH yang abnormal harus diikuti dengan
pemeriksaan kadar hormon tiroid untuk mengonfirmasi diagnosis hipertiroidisme atau
hipotiroidisme. Pengukuran kadar free T4 dinilai cukup untuk mengkonfirmasi adanya
tirotoksikosis, tetapi 2-5% pasien hanya mengalami peningkatan kadar T3 (T3
toksikosis). Oleh karena itu, kadar free T3 harus diukur pada pasien dengan kadar TSH
yang rendah tetapi kadar free T4 normal.1
Terdapat beberapa kondisi dimana penggunaan TSH sebagai tes skrining dapat
menyesatkan, terutama jika tanpa diikuti

pemeriksaan kadar free T4. Walaupun


10

hipotiroidisme merupakan penyebab tersering peningkatan kadar TSH, penyebab


lainnya bisa terjadi seperti tumor hipofisis penyekresi-TSH, dan resistensi hormon
tiroid. Sebaliknya, kadar TSH yang rendah dari normal, yaitu <0,1 mU/L, biasanya
mengindikasikan tirotoksikosis tetapi dapat juga terjadi selama trimester pertama
kehamilan (karena sekresi hormon hCG), setelah pengobatan hipertiroidisme (kadar
TSH tetap ditekan selama beberapa minggu), dan respon terhadap obat-obatan seperti
dosis tinggi glukokortikoid atau dopamin.1
Tes untuk menentukan etiologi dari disfungsi tiroid dapat dilakukan pemeriksaan
antibodi terhadap tiroid peroksidase (TPO) dan tiroglobulin (Tg). Karena antibodi
terhadap Tg jarang terjadi, pengukuran antibodi terhadap TPO yang umum dilakukan.
Hampir semua pasien dengan hipotiroidisme autoimun dan lebih dari 80% pasien
dengan penyakit Grave mempunyai antibodi TPO dengan kadar yang tinggi. Antibodi
thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI) merupakan antibodi yang menstimulasi
reseptor TSH pada penyakit Grave. Ia dapat diukur dengan pemeriksaan bioassay atau
secara tidak langsung dengan pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi yang melekat
pada reseptor tersebut.1
b. Ultrasonografi kelenjar tiroid
Pemeriksaan ultrasonografi pada kelenjar tiroid dapat mendeteksi nodul dan kista
yang berukuran >3mm. Selain itu, ia juga bermanfaat sebagai penunjuk saat biopsi
aspirasi jarum halus, dan aspirasi lesi kistik. Ia juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi kekambuhan kanker tiroid dan penyebaran ke nodus-nodus limfe.
c. Radioiodin uptake and thyroid scanning
Kelenjar tiroid secara selektif mentranspor radioisotop iodin (123I,

125

I,

131

I) dan

99mTc pertechnetate, menampakkan gambaran tiroid dan kuantitas ambilan fraksi


pelacak radioaktif. Nodul dengan peningkatan ambilan radioisotop disebut dengan
nodul panas dan begitu juga sebaliknya jika nodul dengan ambilan yang rendah disebut
nodul dingin.1
Gambaran nuklir pada penyakit Grave ditandai dengan pembesaran kelenjar dan
peningkatan ambilan pelacak yang terdistribusi secara homogen. Adenoma toksik
tampak sebagai area fokal dengan peningkatan ambilan, sedangkan ambilan radioisotop
pada area lainnya menurun. Pada struma multinoduler toksik, kelenjar membesar, dan
11

sering dengan struktur yang abnormal dan terdapat area multipel dengan peningkatan
dan penurunan ambilan pelacak. Tiroiditis subakut ditandai dengan ambilan yang
rendah oleh karena kerusakan sel folikuler dan penekanan kadar TSH. Tiroroksikosis
factitia juga ditandai dengan rendahnya ambilan radioisotop.1
3.6 Hipertiroidisme
Hipertiroidisme merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid overaktif dan
menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah yang berlebihan. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya tirotoksikosis yaitu kondisi medis dimana terjadi peningkatan
kadar hormon tiroid dalam darah.7 Penyebab utama hipertiroidisme yaitu struma difusa
toksik atau penyakit Grave, struma multinoduler toksik atau penyakit Plummer dan
adenoma toksik.1,8
Tabel 3.6.1. Penyebab tirotoksikosis1
Hipertiroidisme primer

Penyakit Grave
Penyakit Plummer
Adenoma toksik
Metastasis karsinoma tirois yang aktif
Mutasi aktif reseptor TSH
Sindroma McCune-Albright
Struma ovarii
Obat : yodium berlebih (fenomena Jod-Basedow)

Tirotoksikosis

tanpa Tiroiditis subakut (de Quervain)

hipertiroidisme

Silent thyroiditis
Penyebab destruksi tiroid lainnya : amiodaron, radiasi,
adenoma infark
Ingesti hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)

Hipertiroidisme sekunder

Adenoma hipofisis penyekresi TSH


Sindroma

resistensi

hormon

tiroid

beberapa

menampakkan gejala tirotoksikosis


Tumor penyekresi gonadotropin korionik
Tirotoksikosis gestasional

12

Tanda dan gejala pada setiap penyakit penyebab tirotoksikosis sama. Gejala
klinis yang muncul tergantung pada tingkat keparahan tirotoksikosis, durasi penyakit,
kerentanan individu dan usia. Pada orang tua, gambaran tirotoksikosis dapat meragukan
dan pasien mungkin hanya menunjukkan kelelahan dan penurunan berat badan saja,
disebut hipertiroid apatetik.1
Tabel 3.6.2. Tanda dan gejala tirotoksikosis1
Gejala

Tanda

Hiperaktivitas, iritabilitas, disforia

Takikardia, fibrilasi atrial pada orang tua

Intoleransi panas dan berkeringat

Tremor

Palpitasi

Struma

Kelelahan dan lemah

Kulit yang hangat dan basah

Penurunan

berat

badan

dan Kelemahan otot, miopati proksimal

peningkatan nafsu makan


Diare

Retraksi kelopak dan Lid lag

Poliuria

Ginekomastia

Oligomenorea, hilang libido

Khusus pada penyakit Grave, dapat timbul oftalmopati dan dermopati.


Manifestasi oftalmopati yang paling awal timbul yaitu berupa sensasi mata berpasir,
dan air mata berlebih. Sepertiga pasien dengan penyakit Grave mengalami proptosis
yang berat, hingga mata sulit menutup saat tidur, hingga terjadi kerusakan kornea
karena terpapar dan mengalami kekeringan. Manifestasi paling berat yaitu kompresi
nervus optikus pada apeks orbita, menyebabkan papiledema, defek lapang pandang
perifer, yang jika dibiarkan akan menyebabkan kehilangan penglihatan permanen.1
Dermopati tiroid terjadi pada <5% pasien dengan penyakit Grave. Walaupun
seringkali terjadi di aspek anterior dan lateral tungkai bawah, perubahan kulit dapat
terjadi di area lainnya, terutama setelah trauma. Lesi berupa plak terindurasi, noninflamasi, berwarna merah muda pekat atau ungu dengan gambaran kulit jeruk yang
disebut miksedema pretibial.1

13

Gambar 3.6.1. Algoritma evaluasi tirotoksikosis.1


Penatalaksanaan

hipertiroidisme

pada

penyakit

Grave

yaitu

dengan

menurunkan sintesis hormon tiroid, menggunakan obat anti tiroid, atau dengan
mengurangi jumlah jaringan tiroid dengan terapi radioiodin, atau tiroidektomi subtotal.
Obat anti tiroid merupakan terapi utama di banyak pusat kesehatan di Eropa dan Jepang,
dimana radioiodin lebih sering menjadi terapi lini pertama di Amerika Utara. Perbedaan
ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun pendekatan terapi yang optimal dan bahwa
pasien membutuhkan terapi multipel untuk mencapai remisi.1
Terdapat tiga bahan substansi anti tiroid yang paling dikenal yakni tiosianat,
propiltiourasil, dan iodida inorganik.
a. Ion Tiosianat
Pompa aktif yang sama yang menghantarkan ion iodida ke dalam sel-sel tiroid juga
dapat memompakan ion tiosianat, ion perklorat, dan ion nitrat. Oleh karena itu,
pemberian ion tiosianat (atau salah satu ion lainnya) yang konsentrasinya cukup tinggi
dapat menyebabkan timbulnya penghambatan persaingan (competitive inhibition)
14

terhadap pengangkutan iodida ke dalam sel, yakni, penghambatan mekanisme


penjeratan iodida.3
Berkurangnya persediaan iodida dalam sel-sel glandular tidak menghentikan
pembentukan tiroglobulin. Keadaan ini hanya mencegah tiroglobulin yang sudah
terbentuk tidak mengalami proses iodinasi sehingga mencegah terbentuknya hormon
tiroid. Keadaan defisiensi hormon tiroid ini selanjutnya akan meningkatkan sekresi
TSH oleh kelenjar hipofisis anterior, yang menyebabkan timbulnya pertumbuhan yang
berlebihan dari kelenjar tiroid walaupun kelenjar ini masih tidak dapat menyekresi
jumlah hormon tiroid yang adekuat. Oleh karena itu, pemakaian tiosianat dan beberapa
ion lainnya untuk menghambat sekresi tiroid dapat menyebabkan kelenjar tiroid sangat
membesar yang disebut struma.3
b. Tionamid
Propiltiourasil (dan senyawa lain yang serupa seperti metimazol dan karbimazol)
mencegah pembentukan hormon tiroid dari iodida dan tirosin. Mekanismenya adalah
sebagian menghambat enzim peroksidase atau tiroid peroksidase (TPO) yang
diperlukan untuk proses iodinasi tirosin dan sebagian untuk menghambat proses
penggandengan (coupling) dua tirosin teriodinasi untuk membentuk tiroksin atau
triiodotironin.3
Propiltiourasil, seperti tiosianat, tidak mencegah pembentukan tiroglobulin. Oleh
karena itu, tidak adanya tiroksin dan triiodotironin dalam tiroglobulin dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan umpan balik yang hebat pada sekresi TSH oleh
kelenjar hipofisis anterior, sehingga memacu pertumbuhan kelenjar glandular dan
pembentukan struma.3
c. Iodida inorganik
Bila yodium terdapat di darah dalam konsentrasi yang tinggi (100 kali dari kadar
plasma normal), sebagian besar aktivitas kelenjar tiroid berkurang, tetapi sering kali
aktivitas tiroid berkurang hanya untuk beberapa minggu. Efeknya adalah untuk
mengurangi kecepatan penjeratan yodium (iodine trapping), sehingga kecepatan
iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid juga berkurang. Yang bahkan jauh
lebih penting, endositosis normal koloid dari folikel oleh sel glandular tiroid
dilumpuhkan oleh konsentrasi yodium yang tinggi. Karena proses ini merupakan
15

langkah pertama dalam pelepasan hormon tiroid dari tempat penyimpanan koloid,
sekresi hormon tiroid ke dalam darah hampir segera dihentikan.3
Oleh karena iodida yang berkonsentrasi tinggi itu menurunkan semua tahap
aktivitas tiroid, maka iodida ini mengurangi ukuran kelenjar tiroid dan terutama
mengurangi suplai darahnya, yang berlawanan dengan efek-efek yang disebabkan oleh
sebagian besar bahan antitiroid lainnya. Karena sebab inilah maka iodida sering
diberikan pada pasien selama 2 atau 3 minggu sebelum pengangkatan kelenjar tiroid
untuk menurunkan jumlah pembedahan yang diperlukan, terutama untuk menurunkan
jumlah perdarahan.3
Obat antitiroid utama yang biasa dipakai yaitu tionamid, seperti propiltiourasil,
karbimazol, dan metimazol. Semuanya menghambat fungsi TPO, mengurangi oksidasi
dan organifikasi iodida. Obat-obatan ini juga menurunkan kadar antibodi tiroid dengan
mekanisme yang masih belum jelas.1
Terdapat beberapa variasi regimen obat antitiroid. Dosis awal karbimazol atau
metimazol biasanya 10-20 mg setiap 8-12 jam, tetapi dosis tunggal mungkin digunakan
setelah tercapai eutiroidisme. Propiltiourasil diberikan dengan dosis 100-200 mg setiap
6-8 jam, dan dosis terbagi biasanya digunakan. Dosis awal setiap obat antitiroid dapat
diturunkan bertahap (regimen titrasi) seiring tirotoksikosis membaik. Cara alternatif,
dosis tinggi diberikan dengan dikombinasikan dengan levotiroksin (regimen blockreplace) untuk mencegah hipotiroidisme akibat obat. Laporan yang ada menunjukkan
bahwa regimen block-replace memiliki laju remisi yang lebih tinggi.1
Tes fungsi tiroid dan manifestasi klinis ditinjau ulang 3-4 minggu setelah mulai
terapi, dan dosis dititrasi berdasarkan kadar free T4. Sebagian besar pasien belum
mencapai eutiroid hingga 6-8 minggu setelah terapi dimulai. Kadar TSH sering tetap
ditekan selama beberap bulan dan oleh karena itu tidak menghasilkan indeks respon
terapi yang sensitif. Dosis pemeliharaan sehari-hari obat antitiroid biasanya dalam
regimen titrasi yaitu 2,5-10 mg karbimazol atau metimazol dan 50-100 mg
propiltiourasil. Dalam regimen block-replace, dosis awal obat antitiroid dipertahankan
konstan dan dosis levotiroksin yang disesuaikan untuk mempertahankan kadar free T4
normal. Ketika penekanan TSH berkurang, kadar TSH dapat digunakan untuk
memonitor terapi.1

16

Propanolol (20-40 mg setiap 6 jam) atau beta blocker kerja-lama, seperti atenolol,
dapat membantu mengontrol gejala adrenergik, terutama ketika tahap awal terapi
dimana obat antitiroid belum berefek. Kebutuhan antikoagulan, warfarin, harus
dipertimbangkan untuk semua pasien dengan fibrilasi atrial. Jika digoksin digunakan,
peningkatan dosis sering dibutuhkan dalam keadaan tirotoksikosis.1
Radioiodin menyebabkan destruksi sel-sel tiroid dan dapat digunakan sebagai terapi
awal atau untuk kasus relaps setelah percobaan dengan obat antitiroid. Terdapat sedikit
risiko kemungkinan terjadi krisis tiroid setelah radioiodin, yang dapat diminimalkan
dengan terapi awalan obat antitiroid selama minimal 1 bulan sebelum. Obat ini harus
dihentikan 3 hari sebelum penggunaan radioiodin untuk mencapai ambilan iodin yang
maksimal.1
Tiroidektomi subtotal merupakan pilihan pada pasien dengan kasus relaps setelah
obat antitiorid. Beberapa ahli merekomendasikan operasi untuk pasien yang muda,
terutama jika struma sangat besar. Kontrol hati-hati tirotoksikosis dengan obat
antitiroid, diikuti potassium iodida dibutuhkan sebelum operasi untuk menghindari
krisis tirotoksis dan mengurangi vaskularisasi kelenjar.1

3.7 Hipotiroidisme
Hipotiroidisme merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid tidak mampu
menghasilkan hormon tiroid yang cukup agar tubuh dapat berfungsi normal.9 Defisiensi
yodium masih tetap merupakan penyebab utama hipotiroidisme di seluruh dunia. Pada
area yang cukup asupan yodium, penyakit autoimun (tiroiditis Hashimoto) dan
penyebab iatrogenik paling sering terjadi.1
Tabel 3.7.1. Penyebab hipotiroidisme1
Hipotiroidisme primer

Hipotiroidisme autoimun : Tiroiditis Hashimoto,


tiroiditis atrofi
Iatrogenik : terapi 131I, tiroidektomi subtotal atau total,
iradiasi eksternal pada leher
Obat : kelebihan yodium, litium, obat antitiroid, dan
lain-lain

17

Hipotiroidisme kongenital : kelenjar tiroid tidak ada


atau ektopik, dishormonogenesis, mutasi TSH-R
Defisiensi yodium
Penyakit

infiltratif

amiloidosis,

sarcoidosis,

hemokromatosis, skleroderma, kistinosis, tiroiditis


Riedel
Overekspresi enzim deidodinase tipe 3 pada hemangioma infantil
Transien

Silent thyroiditis : tiroiditis postpartum


Tiroiditis subakut
Withdrawal terapi tiroksin pada individu dengan tiroid
intak
Setelah terapi

131

I atau tiroidektomi subtotal pada

penyakit Grave
Hipotiroidisme

Hipopituitarisme: tumor, operasi hipofisis atau

sekunder

iradiasi, penyakit infiltratif, sindroma Sheehan,


trauma, tipe genetik defisiensi hormon hipofisis
Defisiensi TSH terisolasi atau inaktif
Terapi Bexarotene
Penyakit hipotalamus : tumor, trauma, penyakit
infiltratif, idiopatik

Seperti halnya pada hipertiroid, tanda dan gejala pada hipotiroid dari berbagai
penyebab serupa.1
Tabel 3.7.1. Tanda dan gejala hipotiroidisme1
Gejala
Kelelahan, lemah

Tanda
Kulit kering bersisik; ekstrimitas perifer
dingin

Kulit kering

Wajah,

tangan

dan

kaki

udem

(miksedema)
Merasa kedinginan

Alopesia difus

Rambut rontok

Bradikardia

18

Sulit berkonsentrasi dan kemampuan Edema perifer


mengingat yang buruk
Konstipasi

Relaksasi refleks tendon terlambat

Penambahan berat badan padahal Sindroma carpal tunnel


nafsu makan menurun
Dispnea

Efusi kavitas serosa

Suara serak
Menorrhagia,

kemudian

oligomenorrhea atau amenorrhea


Paresthesia
Gangguan pendengaran

Gambar 3.7.1. Algoritme evaluasi hipotiroidisme1


Jika tidak ada sisa fungsi tiroid, dosis pengganti harian levotiroksin biasanya
1,6 g/kgBB (100-150 g). Kebanyakan pasien, dosis rendah cukup untuk membuat
jaringan sisa tiroid dihancurkan. Pada pasien yang mengalami hipotiroidisme setelah
terapi penyakit Grave, terdapat fungsi otonom dasar yang sudah ada, sehingga dosis
terapi pengganti digunakan lebih rendah (75-125 g/dL).1
Pasien dewasa di bawah 60 tahun tanpa tanda penyakit jantung dapat dimulai
dengan dosis 50-100 g levotiroksin (T4) setiap hari. Dosis ini disesuaikan dengan
19

kadar TSH, dengan tujuan pengobatan yaitu kadar normal TSH. Respon TSH bertahap
dan harus diukur dalam 2 bulan setelah mulai pengobatan atau setelah perubahan dosis
levotiroksin. Efek klinis dari penggunaan levotiroksin seringkali lambat muncul. Pasien
tidak akan mencapai perbaikan penuh hingga 3-6 bulan setelah kadar TSH normal
tercapai. Penyesuaian levotiroksin dibuat dengan penambahan 12,5 atau 25 g jika TSH
tinggi; penurunan dengan dosis yang sama juga mesti dilakukan jika TSH rendah.
Pasien dengan TSH yang rendah akibat penyebab apapun, termasuk terapi berlebihan
T4, memiliki risiko fibrilasi atrium dan berkurangnya densitas tulang.1

20

BAB III
ILUSTRASI KASUS
I.

Identitas Pasien
Nama

: Rusmaini

Nomor MR

: 942355

Jenis kelamin : Perempuan

II.

Umur

: 53 tahun

Alamat

Anamnesis
Autoanamnesis didapatkan dari pasien sendiri.
Seorang pasien perempuan berusia 53 tahun datang ke IGD RSUP dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 4 April 2016 dengan :
Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 2 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


-

Sesak nafas meningkat sejak 2 minggu yang lalu. Sesak nafas dirasakan
hilang timbul, muncul saat beraktivitas. Sesak tidak dipengaruhi makanan,
dan cuaca. Riwayat terbangun tiba-tiba karena sesak ada.

Batuk berdahak sejak 4 hari yang lalu, berdahak, berwarna putih, darah (-).
Batuk tidak disertai berkeringat malam.

Riwayat sembab pada kedua tungkai (+)

Demam (-), nyeri dada (-)

BAK jumlah dan warna biasa

BAB jumlah dan konsistensi biasa

Pasien sebelumnya dirawat di RSUD Muaro Bungo selama 2 minggu yang


lalu.

21

Pasien sudah dikenal menderita hipertiroid sejak tahun 1994, dan sudah
mendapat obat Propiltiourasil (PTU) dengan dosis 3x100 mg per hari dan
obat Propanolol dengan dosis 3x1.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat hipertensi (+) dengan tekanan darah tertinggi >140 mmHg

Riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada.

Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga


-

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi


-

III.

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum :

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Composmentis

Tekanan darah :

160/80 mmHg

Frekuensi nadi :

96 kali/ menit

Frekuensi napas :

28 kali/ menit

Suhu

36,7oC

Tinggi badan

cm

Berat badan

kg

Keadaan gizi

Kurang

Sianosis

Tidak ada

Oedema

Tidak ada
22

Ikterus

Tidak ada

Kulit

Teraba hangat, turgor baik

Kelenjar getah bening :

Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Kepala

normocephal

Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

Tidak ditemukan kelainan

Hidung

Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan

Tidak ditemukan kelainan

Gigi dan Mulut :

Karies (+)

Leher

JVP 5+2 cmH2O, kelenjar tiroid teraba membesar, difus, batas

tidak tegas, konsistensi kenyal, bruit (-)


Paru-paru

Inspeksi

: simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: suara nafas bronkovesikuler, rhonki +/+ basah


halus, wheezing +/+

Jantung

Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI

Perkusi

: batas jantung kanan di linea sternalis dextra,


batas

jantung

kiri

jari

lateral

linea

midklavikularis sinistra RIC VI, batas jantung


atas di RIC II
Auskultasi

: irama iregular, bising sistolik, grade 4/6,


gallop (+), M1>M2, P2<A2

Abdomen
Inspeksi

: tidak tampak membuncit


23

Palpasi

: Supel, hepar teraba 3 jari bawah arcus


costarum, 3 jari bawah procecus xyphoideus,
pinggir tumpul, permukaan rata, konsistensi
kenyal.

Perkusi

: Timpani, Shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Punggung

: Nyeri tekan CVA (-), Nyeri ketok CVA (-)

Genitalia

tidak ada kelainan

Ekstremitas atas : akral hangat, tremor (+)


Ekstrimitas bawah

IV.

: akral hangat, edema (+)

Pemeriksaan Penunjang
-

Laboratorium
o Di RSUD H. Hanafie
21 Maret 2016
Hb

10,4 mg/dL

Ht

31 %

Leukosit

4.300 /mm3

Trombosit

116.000 /mm3

Ureum

36 mg/dL

Kreatinin

0,7 mg/dL

Gula darah sewaktu

125 mg/dL

Total kolesterol

106 mg/dL

Trigliserida

86 mg/dL

SGOT

58 U/L

SGPT
25 Maret 2016

33 U/L

T3

>9,00 nmol/L

T4

>320,00 nmol/L

28 Maret 2016
24

T3

8,47 nmol/L

T4

>320,00 nmol/L

o Di RSUP M. Djamil (4-4-2016)


4 April 2016
Hb

10,5 g/dL

Ht

34%

Leukosit

6900 /mm3

Trombosit

110.000 /mm3

Albumin

3 mg/dL

Globulin

2,5 mg/dL

Ureum

23 mg/dL

Kreatinin

0,4 mg/dL

Gula darah sewaktu

121 mg/dL

Kesan : Anemia ringan, trombositopenia, albuminemia


Analisa Gas Darah
pH

7,57

pCO2

40 mmHg

pO2

190 mmHg

HCO3-

35,5

BeEcf

14,6

SO2

100%

Kesan : Alkalosis respiratorik terkompensasi metabolik

25

EKG

Kesan : Sinus aritmia/HR 100x/menit / aksis (+) / gelombang P (-) / Interval PR sulit
dinilai / Komplek QRS 0,08s / T inverted di lead II, III, avF / Q patologis (-) / LVH (+),
RVH (-), gelombang U (+)
-

Indeks Wayne

Gejala yang baru

Skor

Tanda

Ada

Tidak ada

muncul dan/atau
bertambah berat
Sesak saat beraktivitas

+1

Tiroid teraba

+3

-3

Palpitasi

+2

Bruit tiroid

+2

-2

Kelelahan

+2

Eksoftalmus

+2

Suka udara panas

-5

Retraksi kelopak mata

+2

Suka udara dingin

+5

Lid lag

+1

Keringat berlebihan

+3

Hiperkinesis

+4

-2

Gugup

+2

Tangan panas

+2

-2

Nafsu makan naik

+3

Tangan basah

+1

-1

Nafsu makan turun

-3

Denyut nadi :

26

Berat badan naik

-3

>80/menit

-3

>90/menit

+3

+4

Berat badan turun

+3

Fibrilasi atrium

Total

+3

Total

+4

Total skor : +7
Kesan : Eutiroid

Indeks New Castle


Klinis

Skor

Umur timbulnya gejala:


15-24 th

25-34 th

35-44 th

45-54 th

12

>55 th

15

Psychological precipitant

-5

Frequent checking

-3

Severe antiopathy anxietas

-5

Nafsu makan naik

+5

Tiroid teraba

+3

Bruit

+18

Eksoftalmus

+19

Lid retraction

+9

Hiperkinesis

+4

Tremor halus

+4

Nadi
>90

+16

80-90

+8

<80

Total Skor

45

Kesan : Hipertiroid

27

V.

Diagnosis Kerja

Acute Decompensated Heart Failure, wet and warm, ec thyroid heart


disease

VI.

Struma difusa toksik

Tatalaksana
-

Istirahat / Pasang NGT/ Diet jantung II / Diet rendah garam II / O2 2L/menit

Drip Lasix 1 mg/jam

Bisoprolol 1x5 mg

Candesartan 1x4 mg

Metimazol 2x10 mg

28

BAB III
KESIMPULAN
Telah dirawat seorang perempuan usia 53 tahun sejak tanggal 4 April 2016 di bangsal
penyakit dalam RSUP dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis :

Acute Decompensated Heart Failure, wet and warm, ec thyroid heart disease

Struma difusa toksik

Penegakan diagnosis acute decompensated heart failure ini berdasarkan kriteria


Frammingham dimana pada pasien ditemukan gejala seperti sesak nafas yang dipengaruhi
aktivitas, serta riwayat sesak nafas tiba-tiba hingga pasien terbangun dari tidur, riwayat sembab
pada kaki. Selain itu juga ditemukan takikardia, takipnea, ronkhi paru, bunyi jantung P2 lebih
keras, bunyi jantung gallop, distensi vena jugularis, dan hepatomegali. Sedangkan diagnosis
struma difusa toksik ditegakkan berdasarkan temuan klinis pembesaran tiroid, dan adanya
komplikasi jantung akibat penyakit tiroid.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons
Principles of Internal Medicine. Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill; 2005. h.2104
2. Dorion

D.

Thyroid

Anatomy.

Diunduh

dari

http://reference.medscape.com/article/835535-overview. Diakses pada 10 April 2016.


3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-11. Philadephia:
Elsevier Saunder; 2006.
4. Ladenson

PW.

Goiter

and

Thyroid

Nodule.

Diunduh

dari

http://endocrine.surgery.ucsf.edu/conditions--procedures/goiter.aspx. Diakses pada 10


April 2016.
5. Mulinda JR. Goiter. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/120034overview. Diakses pada 10 April 2016.
6. The Indonesian Society of Endocrinology. Indonesian Clinical Practice Guidelines for
Hyperthyroidism. Journal of the ASEAN Federation of Endocrine Societies 2012; 27(1)
7. Aleppo

G.

Hyperthyroid

Overview.

Diunduh

dari

http://www.endocrineweb.com/conditions/hyperthyroidism/hyperthyroidismoverview-overactive-thyroid. Diakses pada 10 April 2016


8. Lee

SL.

Hyperthyroidism.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/121865-overview#showall. Diakses pada 10


April 2016.
9. Norman J. Hypothyroidism : Too Little Thyroid Hormone. Diunduh dari
http://www.endocrineweb.com/conditions/thyroid/hypothyroidism-too-little-thyroidhormone. Diakses pada 10 April 2016.

30

Anda mungkin juga menyukai