Anda di halaman 1dari 15

BAB I

GEOLOGI REGIONAL BALIKPAPAN

1.1.

Kerangka Tektonik
Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang
kompleks. Adanya interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama,
yakni lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang
membentuk daerah timur Kalimantan (Hamilton, 1979).Evolusi tektonik
dari Asia Tenggara dan sebagian Kalimantan yang aktif menjadi bahan
perbincangan antara ahli-ahli ilmu kebumian. Pada jaman Kapur Bawah,
bagian dari continental passive margin di daerah Barat daya Kalimantan,
yang terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal
sebagai Paparan Sunda.

Gambar 2.1. Fisiografi Pulau Kalimantan (Nuey, 1987).

Pada jaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan


beberapa formasi akresi, pada daerah Kalimantan.Selama jaman Eosen,
daerah Sulawesi berada di bagian timur kontinen dataran Sunda. Pada

pertengahan Eosen, terjadi interaksi konvergen ataupun kolisi antara


lempeng utama, yaitu lempeng India dan lempeng Asia yang mempengaruhi
makin terbukanya busur belakang samudra, Laut Sulawesi dan Selat
Malaka.
1.2.

Geomorfologi
Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang dihasilkan
oleh perkembangan

regangan cekungan yang besar

pada daerah

Kalimantan.Pada Pra-Tersier, Pulau Kalimantan ini merupakan salah satu


pusat pengendapan, yang kemudian pada awal tersier terpisah menjadi 6
cekungan sebagai berikut :1 Cekungan Barito, yang terletak di Kalimantan
Selatan, 2.Cekungan Kutai, yang terletak di Kalimantan Timur,3. Cekungan
Tarakan, yang terletak di timur laut Kalimantan,4 Cekungan Sabah, yang
terletak di utara Kalimantan,5.Cekungan Sarawak, yang terletak di barat laut
Kalimantan,6. Cekungan Melawai dan Ketungau, yang terletak di
Kalimantan Tengah

Gambar 2.2 Elemen tektonik Kalimantan

Kerangka tektonik di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh


perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng

Samudera Philipina, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasian yang


terjadi sejak Jaman Kapur sehingga menghasilkan kumpulan cekungan
samudera dan blok mikro kontinen yang dibatasi oleh adanya zona
subduksi, pergerakan menjauh antar lempeng, dan sesar-sesar mayor.
Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada Kala
Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang
berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan
lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut
yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan
Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang.
Pada Kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai
dari bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah
Timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan. Selain itu
juga terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen
Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian Selatan, Barat dan Utara
cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulubalang dan Formasi
Balikpapan.
Formasi Pamaluan (Tomp), Batupasir kuarsa dengan sisipan
batulempung, serpih batugamping dan batulanau; berlapis sangat baik. Batu
pasir kuarsa merupakan batuan utama, kelabu kehitam-kecoklatan, berbutir
halus-sedang, terpilah baik, butiran membulat-bulat tanggung, padat,
karbonan dan gamping. Setempat dijumpai struktur sedimen seilang-silang
dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 meter. Batu lempung tebal
rata-rata 45 cm, serpih, kelabu kecoklatan-kelabu tua, padat, tebal sisipan
antara 10 -20 cm. Batu gamping kelabu pejal, berbutir sedang kasar,
setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar. Batu lanau tua
kehitaman. Formasi Pemaluan merupakan batuan palling bawah yang
tersinggkap di lembar Samarinda dan bagian atas formasi ini berhubungan
menjemari dengan Formasi Bebuluh. Tebal formasi lebih kurang 2000
meter. Berumur Oligosen sampai awal Miosen.

Formasi Bebuluh (Tomb), Batugamping terumbu dengan sisipan


batu gamping pasiran dan serpih, warna kelabu padat, mengandung
foraminifera besar, berbutir sedang. Setempat batu gamping menghablur,
terkekar tak beraturan. Serpih kelabu kecoklatan berseling dengan batupasir
halus kelabu tua kehitaman. Foraminifera besar yang dijumpai antara lain :
Lepidocyclina Sumatraensis Brady, Miogypsina Sp. Miogupsinaides SPP.
Operculina Sp., menunjukan umur Miosen awal Miosen Tengah.
Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 meter.
Formasi Bebuluh tertindih selaras oleh Formasi Pulau Balang.
Formasi Pulau Balang (Tmpb), Perselingan antara graywacke dan
batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batu lempung, batubara, dan
tuf dasit. Batupasir graywacke, kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara
50 100 cm. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan muda
kekuningan, mengandung foraminifera besar. Batugamping, coklat muda
kekuningan, mengandung foraminifera besar, batugamping ini terdapat
sebagai sisipan atau lensa dalalm batupasir kuarsa, tebal lapisan 10 40 cm.
di S. Loa Haur, mengandung foraminifera besar antara lain Austrotrilina
howchina, Borelis sp., Lepidocyclina sp., Myogypsina sp., menunjukan
umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 2 cm. Setempat
berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih
merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.

Gambar
2.3. Peta Formasi Balikpapan

Formasi Balikpapan (Tmbp), perselingan batupasir dan lempung


dengan sisipan lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa,
putih kekuningan, tebal lapisan 1 3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 0,5
5 m. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan
silang siur, tebal lapisan 20 40 cm, mengandung Foraminifera kecil,
disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu kehitaman, setempat
mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan
setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan,
berlapis tipis; serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran,
mengandung Foraminifera besar, moluska, menunjukan umur Miosen Akhir
bagian bawah Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan delta,
dengan ketebalan 1000 1500 m..

Formasi Kampungbaru (Tpkb), Batu pasir kuarsa dengan sisipan


lempung, serpih; lanau dan lignit; pada umumnya lunak, mudah hancur.
Batupasir kuarsa putih, setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis,
mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau
kongkresi, tufan atau lanauan, dan sisipan batupasir konglomeratan atau
konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan
lempung, diameter 0.5 1 cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman
mengandung sisa tumbuhan, batubara/ lignit dengan tebal 0,5 3 m, koral.
Lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi, teballl 1 2 m. Diduga berumur
Miosen Akhir Pilo Plistosen, lingkungan pengendapan delta laut
dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat
tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan. Endapan Alluvium, Kerikil,
pasir dan lumpur terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta dan
pantai.
1.3.

Struktur
Secara ringkas Formasi Balikpapan dan Formasi Pulau Balang
yang terdiri dari perselingan batu pasir kuarsa, batu lempung lanauan dan
serpih dengan sisipan napal , batu gamping dan batu bara, berumur Miosen
tengah-akhir. Formasi tersebut ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi
Kampung Baru terdiri dari batu lempung pasiran, batu pasir kuarsa, batu
lanau, sisipan batubara, napal, batu gamping dan batu bara muda, berumur
Miosen Akhir . Kedua Formasi diatas mengalami perlipatan jenis Antiklin
dan Sinklin,

mempunyai sumbu

kearah Timur Laut Barat Daya.

Sedangkan Formasi lebih tua terdiri dari Pamaluan dan Bebuluh berumur
Miosen Awal-tengah terdiri dari batupasir, serpih, batu lanau, batu gamping.
Ketebalan seam batu bara berkisar 0.5 meter sampai 6.0 meter, dengan
ketebalan seam rata-rata berkisar 2 meter pada batuan batu lanau dan serpih
mengalami

kompaksi.

Struktur geologi yang berkembang di daerah

pendataan adalah struktur lipatan yang termasuk

kedalam antiklin

Tenggarong, yang menerus kearah Timur Laut antiklin Segihan, sedangkan

kearag barat daya antiklin Gitan. Struktur antklin dan sinklin terdapat pada
batuan Formasi Balikpapan dan Formasi Pulau Balang, masing-masing
sayap tidak simetris . Struktur sesar terdapat pada melalui Formasi
Balikpapan, berarah timur laut-barat daya, jenisnya sementara belum dapat
ditentukan karena terbatasnya data.
Tabel 2.1. Struktur Formasi Geologi lembar Samarinda-Kaltim

Sumber: Peta Geologi Lembar Samarinda - Kalimantan Timur (S.Supriatna,


Sukardi, & E.Rustandi)
1.4.

Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur
relatif serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan
batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau
korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi

mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur


relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk
mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.
Ilmu stratigrafi muncul untuk pertama kalinya di Britania Raya
pada abad ke-19. Perintisnya adalah William Smith. Ketika itu dia
mengamati beberapa perlapisan batuan yang tersingkap yang memiliki
urutan perlapisan yang sama (superposisi). Dari hasil pengamatannya,
kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan batuan yang terbawah
merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena
banyak lapisan batuan merupakan kesinambungan yang utuh ke tempat yang
berbeda-beda maka dapat dibuat perbandingan antara satu tempat ke tempat
lainnya pada suatu wilayah yang sangat luas. Berdasarkan hasil pengamatan
ini maka kemudian Willian Smith membuat suatu sistem yang berlaku
umum untuk periode-periode geologi tertentu walaupun pada waktu itu
belum ada penamaan waktunya. Berawal dari hasil pengamatan William
Smith dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang susunan,
hubungan dan genesa batuan yang kemudian dikenal dengan stratigrafi.
Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku
kata, yaitu kata strati berasal dari kata stratos, yang artinya perlapisan
dan kata grafi yang berasal dari kata graphic/graphos, yang artinya
gambar atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat
dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang
lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam batuan
di alam dalam ruang dan waktu.
- Aturan: Tatanama stratigrafi diatur dalam Sandi Stratigrafi. Sandi
stratigrafi adalah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi
ataupun tidak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun
pengertian nama-nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi,
-

Zona/zona, Sistem dan sebagainya.


Hubungan: Pengertian hubungan dalam stratigrafi adalah bahwa setiap
lapis batuan dengan batuan lainnya, baik diatas ataupun dibawah lapisan

batuan tersebut. Hubungan antara satu lapis batuan dengan lapisan


lainnya
-

adalah

selaras

(conformity)

atau

tidak

selaras

(unconformity).
Pembentukan (Genesa): Mempunyai pengertian bahwa setiap lapis
batuan memiliki genesa pembentukan batuan tersendiri. Sebagai contoh,

facies sedimen marin, facies sedimen fluvial, facies sedimen delta, dsb.
Ruang: Mempunyai pengertian tempat, yaitu setiap batuan terbentuk atau
diendapkan pada lingkungan geologi tertentu. Sebagai contoh, genesa
batuan sedimen: Darat (Fluviatil, Gurun, Glacial), Transisi (Pasangsurut/Tides, Lagoon, Delta), atau Laut (Marine: Lithoral, Neritik,

Bathyal, atau Hadal)


Waktu: Memiliki pengertian tentang umur pembentukan batuan tersebut
dan biasanya berdasarkan Skala Umur Geologi. Contoh: Batugamping
formasi Rajamandala terbentuk pada kala Miosen Awal; Batupasir kuarsa
formasi Bayah terbentuk pada kala Eosen Akhir
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan

kejadian geologi adalah sebagai berikut:


1. Prinsip Superposisi
Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat
diendapkannya sedimen, lapisan yang
paling tua akan diendapkan paling
bawah, kecuali pada lapisan-lapisan
yang telah mengalami pembalikan.

Gambar 2.4. Umur Relatif Batuan


Sedimen

2. Hukum Datar Asal (Original Horizontality)


Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh
gravitasi akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi

10

dari pernyataan ini adalah lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan,


terjadi setelah proses pengendapan.
Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai,
batugamping, terumbu, dll) dapat terjadi pengendapan miring yang
disebut Kemiringan Asli (Original Dip) dan disebut Clinoform.
3.

Azas Pemotongan (Cross Cutting)


Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia
lebih muda dari batuan yang diterobosnya.

4.

Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity)


Lapisan

sedimen

diendapkan

secara

terus

menerus

dan

berkesinambungan sampai batas cekungan sedimentasinya. Penerusan


bidang perlapisan adalah penerusan
bidang

kesamaan

waktu

atau

merupakan dasar dari prinsip korelasi


stratigrafi. Dalam keadaan normal
suatu lapisan sedimen tidak mungkin
terpotong secara lateral dengan tibatiba, kecuali oleh beberapa sebab
yang

menyebabkan

terhentinya

kesinambungan lateral, yaitu:


Gambar 2.5. Lapisan Sedimen yang
Berkesinambungan

- Pembajian
Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan sedimentasinya

11

Gambar 2.6. Penipisan Lapisan Sedimen pada Tepian Cekungan

- Perubahan Fasies
Perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang
sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama
(menjemari).

Gambar 2.7. Penghilangan Lapisan Secara Lateral

Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan


Dijumpai pada jenis ketidakselarasan Angular Unconformity di mana
urutan batuan di bawah bidang ketidakselarasan membentuk sudut
dengan batuan diatasnya. Pemancungan atau pemotongan terjadi
pada lapisan batuan di bawah bidang ketidakselarasan.

Gambar 2.8 Pemancungan

- Dislokasi karena sesar


Pergeseran lapisan batuan karena gaya tektonik yang

12

menyebabkan terjadinya sesar


atau patahan.

Gambar 2.9. Dislokasi

5.

Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions)


Penggunaan fosil dalam penentuan umur geologi berdasarkan dua
asumsi dalam evolusi organik. Asumsi pertama adalah organisme
senantiasa berubah sepanjang waktu dan perubahan yang telah terjadi
pada organise tersebut tidak akan terulang lagi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi adalah jumlah dari
seluruh kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi kedua adalah
kenampakan-kenampakan anatomis dapat ditelusuri melalui catatan
fosil pada lapisan tertua yang mewakili kondisi primitif organisme
tersebut.

6. Teori Katastrofisme (Catastrophism)


Teori ini dicetuskan oleh Cuvier, seorang kebangsaan Perancis pada
tahun 1830. Ia berpendapat bahwa flora dan fauna dari setiap zaman itu
berjalan tidak berubah, dan sewaktu terjadinya revolusi maka hewanhewan ini musnah. Sesudah malapetaka itu terjadi, maka akan muncul
hewan dan tumbuhan baru, sehingga teori ini lebih umum disebut
dengan teori Malapetaka.
7.

Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism)


Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi The Present
is The Key to The Past , yang berarti kejadian yang berlangsung
sekarang adalah cerminan atau hasil dari kejadian pada zaman dahulu,
sehingga segala kejadian alam yang ada sekarang ini, terjadi dengan
jalan yang lambat dan proses yang berkesinambungan seragam dengan

13

proses-proses yang kini sedang berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa


rangkaian pegunungan-pegunungan besar, lembah serta tebing curam
tidak terjadi oleh suatu malapetaka yang tiba-tiba, akan tetapi melalui
proses alam yang berjalan dengan sangat lambat.
Kesimpulan dari teori Uniformitarianisme adalah :

Proses-proses alam berlangsung secara berkesinambungan.

Proses-proses alam yang terjadi sekarang ini, terjadi pula pada masa
lampau namun dengan intensitas yang berbeda.

BAB II

14

KESAMPAIAN LOKASI

2.1.

Lokasi Pemetaan
Pemetaan geologi yang kami lakukan pada tanggal 23 April 2016
dan 19 Mei 2016 bertempat pada daerah Kartini Residence, Bendali, dan
sebagian kecil wilayah Bukit Damai Indah. Luas area pemetaan berkisar
antara isi disini. Dilihat dari segi topografinya, wilayah pemetaan kami
adalah wilayah bukit dengan kisaran ketinggian bervariasi antara 10
sampai 50 meter.

Gambar 2.1 Peta Wilayah Pemetaan

2.2.

Aksesibilitas Lokasi Pemetaan


Lokasi pemetaan yang kami dapat cukup mudah diakses kecuali
pada stop site tertentu. Salah satu kesulitan yang kami hadapi adalah soil
yang berupa lempung sehingga pada saat hujan akan menimbulkan lumpur
sehingga menimbulkan akses yang cukup licin dan berbahaya untuk
sampai ke stop site.

15

Gambar 2.2 akses wilayah lokasi

Gambar 2.3 akses wilayah lokasi

Gambar 2.4. akses wilayah lokasi

Area pemetaan yang kami miliki memiliki banyak potensi


singkapan karena merupakan lahan kupas. Kendala yang terbesar adalah
banyak singkapan yang telah dibuat perumahan sehingga kami kurang
maksimal dalam menemukan singkapan.

Anda mungkin juga menyukai