Anda di halaman 1dari 9

PERS DAN DEMOKRASI : MASIH DIHORMATIKAH NILAI

DEMOKRASI?
Oleh : Ismiati Ainun Syarifuddin (201310360311137)
Dewasa ini, kata demokrasi bukanlah sesuatu hal asing di telinga
masyarakat. Kata demokrasi ini meskipun lebih terkenal pada masa kini, bukanlah
sesuatu hal yang baru. Melalui penemuan sejarah yang dilakukan, demokrasi
diyakini sudah ada sejak zaman Mesir dan Mesopotamia Kuno. Yves Schemeil
dalam tulisan Democracy Before Democracy, menunjukkan bukti adanya nilainilai demokrasi pada masa Mesir dan Mesopotomia Kuno, yaitu adanya Dewan
Kota dan Majelis yang demokratis, serta beberapa aspek lain seperti kebebasan
berpendapat yang dilindungi, majelis beranggotakan perempuan, pluralisme dan
adanya delegasi meskipun masih tanpa dibekali pengetahuan delegasi secara
formal. Pada masa Yunani Kuno, istilah demokrasi tercipta berakar dari kata
demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuatan atau pemerintahan.
Nilai demokrasi yang sangat kuat dan menjari ciri khasnya adalah terbentuknya
city-polis atau negara kota yang mempunyai peraturan undang-undang sendiri.
Memasuki abad pertengahan, demokrasi kemudian menjadi lebih terkenal dan
menyebar ke seluruh dunia dengan antusiasme negara-negara Barat. Namun
Amerika Serikat menjadi pengusung utama demokrasin dengan memberlakuan
demokrasi sebagai konstitusi negara, ideologi hingga menjadi pandangan dan
dasar dalam kehidupan mereka.
Arti demokrasi, jika berdasar pada asal katanya maka dapat diartikan
sebagai pemerintah rakyat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi
adalah (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta
memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat; dan/atau gagasan
atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga Negara. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
kedaulatan rakyat dalam demokrasi sangat dijunjung tinggi. Menurut John Locke,
salah satu pemikir demokrasi, menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi merupakan
hak yang tidak bisa dipisahkan dari rakyat; supremasi pemerintah adalah

supremasi yang didelegasikan yang berpegang pada kepercayaan; bahwa


pemerintah menikmati otoritas politik yang penuh sepanjang kepercayaan ini
dipertahankan; dan bahwa keabsahan atau hak pemerintah untuk memerintah
dapat ditarik jika rakyat menilai hal ini perlu dan patut dilakukan, yakni jika hakhak individu dan tujuan-tujuan masyarakat dilecehkan secara sistematis. (David
Held, 2004:52) Sedangkan menurut Rossenau, posisi rakyat dalam pemerintahan
yang demokratis adalah yang paling penting, karena masyarakat hidup didalam
negara, mereka mengetahui apa saja kebutuhan bersama yang dibutuhkan oleh
setiap warga negara. Sehingga seharusnya rakyat ikut andil secara langsung dalam
pembuatan kebijakan, yang nantinya akan diterapkan dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
Demokrasi yang dikenal oleh masyarakat luas saat ini adalah suatu bentuk
pemerintahan negara, dimana suara rakyat mempunyai tempat istimewa dan
dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan negara tersebut. Namun, belum ada
penjelasan mengenai arti demokrasi secara pasti. Berbagai ahli berusaha
menjelaskan arti demokrasi dengan menelaah nilai-nilai yang menjadi ciri khas
dari demokrasi. Joseph Schumpeter dalam Wiarda beranggapan bahwa demokrasi
adalah sistem dimana pengambilan keputusan politik ditentukan oleh individu,
melalui persaingan untuk memperoleh suara masyarakat (a system for arriving
at political decisions in which individuals acquire the power to decide by means
of a competitive struggle for the poeples vote). Samuel P. Huntington berpendapat
bahwa, pemilihan yang kompetitif adalah inti dari demokrasi. Robert Dahl
mendefinisikan demokrasi melalui beberapa nilai yang terkandung, yaitu (1)
kebebasan untuk membentuk dan mengikuti organisasi; (2) kebebasan
berekspresi; (3) hak untuk memilih; (4) kelayakan untuk jabatan publik; (5) hak
pemimpin politik bersaing untuk mendapatkan dukungan; (6) sumber-sumber
informasi alternatif; (7) pemilihan yang adil dan beban; dan (8) lembaga untuk
pembuatan kebijakan pemerintah bergantung pada hasil pemilihan suara dan
berbagai sumber lain. Dapat diambil kesimpulan, bahwa sebuah negara dapat
dilihat sifat demokrasinya melalui beberapa standar ukur, yaitu pasrtisipasi

masyarakat dalam kegiatan bernegara, aspek terlaksananya pemilihan umum, dan


menyalurkan ekspresi, serta aspek keadilan.
Seiring dengan berjalannya waktu, segala sesuatu menjadi berubah.
Demokrasi yang awalnya hanyalah sebuah pemikiran sederhana berlaka,
kemudian berkembang menjadi sebuah pemikiran besar yang kemudian banyak
diikuti oleh masyarakat. Sama halnya dengan perkembangan pemikiran
demokrasi, teknologi juga berkembang pesat di daerah negara-negara barat.
Teknologi yang berkembang pesat pada tersebut adalah teknologi komunikasi.
Diawali dengan munculnya mesin-mesin pencetak, yang berbuntut pada
dicetaknya surat kabar. Kemudian ditemukannya film, radio hingga televisi yang
masih terkenal hingga sekarang, dan perkembangan teknologi satelit yang
melahirkan internet, yang masih menyisakan jejaknya hingga sekarang dan terus
berkembang menjadi lebih canggih.
Kemunculan

teknologi-teknologi

komunikasi

tersebut

mendukung

munculnya komunikasi massa. Komunikasi massa dapat diartikan sebagai


komunikasi dalam skala luar, yang menargetkan pendengar yang banyak.
(Jamieson & Campbell, 2001 : 4) Ini dapat diartikan bahwa para pendengar media
massa sangat tidak mungkin untuk bertemu dan berinteraksi secara langsung.
Namun pendengar dalam komunikasi massa ini bukanlah terdiri dalam kelompok,
melainkan terdiri dari individu-individu. Pada masa Yunani Kuno, seluruh rakyat
mampu ikut ambil bagian dalam pembuatan keputusan dalam negara, karena
bentuk negara yang kecil, bersifat negarakota. Namun jika hal tersebut
diterapkan pada masa sekarang maka hal tersebut akan menjadi susah, mengingat
besarnya jumlah rakyat serta kondisi geografisnya. Dengan tersedia teknologi
sebagai media komunikasi massa seperti televisi, radio, serta koran membantu
penyebaran berita dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan
penyebaran berita yang baru dan terus-menerus, hingga penayangan yang berbasis
real-time, semakin mendukung pelaksanaan demokrasi yang lebih mendalam bagi
rakyat, dalam hal ini mendukung adanya informasi dari pemerintah untuk disimak
oleh rakyat.

Demokrasi, agar pelaksanaannya menjadi sempurna, dibutuhkan


kerjasama dari seluruh pihak yang terlibat. Hal ini bercermin pada Yunani Kuno,
dimana rakyat bersama-sama membuat peraturan. Rakyat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi diharapkan ikut berperan aktif dalam pemberian masukan dan
kritikan kepada pemerintah, sedangkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan
membuka telinga untuk menerima masukan dari rakyat dan mewujudkannya
dengan pertimbangan-pertimbangan seperlunya. Rakyat pun, diharapkan dapat
memonitori aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini,
yang menjembatani keduanya adalah media massa. Media massa sangatlah luas.
Namun, jika dibagikan berdasarkan wilayahnya, maka media massa terbagi
menjadi media internasional, media nasional, media dengan spesialisasi fokus,
dan media elite. Untuk pelaksanaan demokrasi dalam suatu negara, yang sangat
berperan besar adalah media nasional. Media nasional dapat berupa media cetak
seperti koran dan majalah, maupun media elektronik seperti radio dan televisi.
Salah satu media yang sejak awal muncul hingga saat ini masih menjadi
primadona semua orang, adalah televisi. Penyiaran berita di televisi yang
beragam, dimulai dari berita aktual, real-time hingga penyiarannya yang
terjadwal. Di Indonesia, televisi sangat membantu masyarakat dalam ikut
berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan. Acara Debat Calon Presiden yang
disiarkan beberapa hari menjelang pemilihan umum dilaksanakan, membantu
masyarakat mementukan pilihan kandidat presiden mana yang cocok menjadi
seorang presiden. Acara berita yang ditayangkan terjadwal serta segmen breaking
news yang menyiarkan berita terbaru, membantu masyarakat menyimak dan
mengetahui kegiatan pemerintah.
Pemilihan umum adalah salah satu ciri khas yang sangat menjadi sifat
pengenal demokrasi. Sehingga, ketika tiba waktu pemilihan umum, sering disebut
sebagai terlaksananya pesta demokrasi. Indonesia, pada 9 Juli 2014 mengadakan
pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Dalam pemilihan tersebut, hanya
terdaftar 2 pasangan calon, Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa. Kedua
calon mempunyai pendukung yang banyak, serta mempunyai pengaruh dan
reputasi di dunia perpolitikan Indonesia. Sesuai dengan surat keputusan Komisi

Pemilihan Umum Nomor 457 Tahun 2014, kedua pasangan calon presiden dan
wakil presiden mempunyai kesempatan untuk melakukan kampanye di 33
provinsi Indonesia dimulai sejak waktu yang ditetapkan, yaitu 4 Juni 2014 hingga
5 Juli 2014. Bentuk kampanye sesuai yang sudah diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 8 tahun 2012 meliputi pertemuan terbatas, pertemuan
tatap muka, penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum, pemasangan alat
peraga di tempat umum, iklan media massa cetak dan media massa elektronik,
rapat umum dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada tanggal 26 Mei 2014, harian nasional Tempo menulis berita bertajuk
Prabowo-Jokowi, Perang Lewat Televisi. Dalam berita tersebut, disebutkan,
berdasarkan data Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), bahwa Metro TV
menayangkan berita soal Jokowi sebanyak 62 kali pada 6-15 Mei. Pada periode
yang sama iklan kampanye di Metro TV mencapai 96 kali. Bahkan usai deklarasi
pemberitaan soal Jokowi di Metro TV bisa mencapai 15 kali tiap hari. Sebaliknya,
pemberitaan soal Prabowo di Metro TV hanya 22 kali dan penayangan iklan
kampanye Prabowo di Metro TV nihil. Di sisi lain, TV One juga memperlihatkan
keberpihakannya dengan menyiarkan secara langsung deklarasi duet PrabowoHatta Rajasa dari Taman Makan Pahlawan Kalibata pada Senin, 19 Mei 2014.
Sementara pemberitaan Jokowi, TV One sebagaimana diungkap koordinator divisi
penelitian Remotivi, Muhammad Heychael Jokowi merupakan tokoh politik
dengan berita negatif terbanyak di TV One, yaitu 30.7 persen. (Handrini
Ardiyanti, 2014:1)
Dilihat dari segi hukum, maka kedua pihak televisi tersebut menyalahi
beberapa peraturan mengenai pemilihan umum yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2012 pasal 53
ayat 1, kampanye melalui iklan dibatasi maksimal 10 kali dengan durasi paling
lama 30 detik untuk setiap pasangan, yang dilanggar oleh Metro TV. Penyiaran
yang tidak berimbang oleh kedua stasiun televisi pun melanggar undang-undang
yang sama, tertulis pada pasal 49 ayat 2, dimana media massa cetak dan lembaga
penyiaran yang menyiapkan rubrik khusus kampanye harus adil dan berimbang

kepada seluruh calon pasangan. Terlepas dari pelanggar peraturan undang-undang


mengenai pemilu, kedua stasiun televisi tersebut melanggar undang-undang
mengenai penyiaran nomor 32 tahun 2002, yaitu pasal 36 ayat 4 mengenai isi
penyiaran yang netral dan tidak mengutamakan kepentingan tertentu.
Pelanggaran ini telah ditindaklanjuti oleh Komisi Penyiaran Indonesia,
dengan memberikan surat teguran kepada kedua stasiun televisi, dilanjutkan
dengan pemanggil Pemimpin Redaksi kedua stasiun televisi untuk bertemu
langsung. KPI juga mengirimkan surat edaran kepada semua lembaga penyiar
mengenai netralitas dan pelanggaran penggunaan penyiaran untuk kepentingan
politik tertentu. Lebih lanjut, pihak KPI pun mengirimkan rekomendasi evaluasi
kelayakan kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Terlepas dari pelanggaran mengenai pelanggaran undang-undang, fakta ini
sangat mencemaskan. Masyarakat Indonesia sebagai partisipan demokrasi
sebagian besar lebih menaruh minat pada penerimaan berita melalui televisi.
Seharusnya, televisi yang menjadi media penyampai berita, menyajikan konten
yang netral dan tidak memihak. Sesuai dengan salah satu peranan pers yang
tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun pasal 6,
pers mempunyai peranan penting untuk memenuhi hak masyarakat untuk
mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan
informasi yang tepat, akurat dan benar. Ketika berita yang disiarkan memihak,
maka secara tidak langsung telah membentuk pemikiran para penerima berita.
Demokrasi menjunjung tinggi nilai kompetisi yang adil dan bebas dalam
pelaksanaan pemilihan umumnya. Namun, jika dengan adanya berita yang
memihak, secara tidak langsung nilai demokrasi ini hilang. Russet dalam Kovach
menjelaskan bahwa jurnalis yang ada dalam dunia politik, salah satu contohnya
pemilihan umum, mempunyai dua tujuan yaitu menempatkan kepentingan pihak
yang berkuasa agar tetap berkorelasi dan bertanggungjawab kepada kepentingan
publik dan menjelaskan kepada pemilih bagaimana mengaitkan harapan ketika
menunaikan hak sebagai warga negara dengan apa yang harus dikerjakan oleh
pemerintahnya (Masduki, 2004:79). Pendapat ini menguatkan hubungan harmonis
yang dapat tercipta jika antara media, pemerintah dan rakyat saling berhubungan

satu sama lain media menjadi media pemberi berita yang adil dan netral, rakyat
menerima berita, menilai hasil kerja pemerintah dan memberikan masukan, dan
pemerintah secara tidak langsung menyebarluaskan hasil kerja mereka.
Apapun alasan dari keberpihakan yang dilakukan oleh kedua stasiun
televisi

lokal

yang

kemudian

mengurangi

netralitas

berita

seharusnya

menyadarkan kita untuk lebih jeli dalam menerima berita yang masuk. Meski telh
diatasi oleh pihak yang berwenang, tidak menutup kemungkinan nantinya di masa
yang akan datang kejadian serupa terulang. Maka dari itu, masyarakat sebagai
penerima berita, sebaiknya lebih kritis dalam menerima berita yang dibaca atau
diterima. Selain itu, masyarakat sebaiknya memperkaya diri dengan tidak hanya
membaca atau menyimak berita dari satu sumber namun dengan sumber.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Purvis, Hoyt. 2001. Media, Politics and Government. United States of America :
Harcourt, Inc.
Jamieson, Kathleen Hall. Campbell, Karlyn Kohrs. 2001. The Interplay of
Influence : News, Advertising, Politics and The Mass Media. United States
of America : Wadsworth, Thomson Learning, Inc.
Held, David. Damanhuri(trans.). 2004. Demokrasi dan Tatanan Global : Dari
Negara Modern Hingga Pemerintahan Kosmopolitan. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Wiarda, Howard J. 2002. Comparative Democracy and Democratization. United
States of America : Harcourt Publishing Service
Sumber Internet :
Ardiyanti, Handrini. 2014. Keberpihakan Televisi Terhadap Pemilu Presiden
2014. Info Singkat Pemerintahan dalam Negeri : Kajian singkat terhadap
isu-isu
terkini.
(online),
Vol.
VI
No.
10.
(http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VI10-II-P3DI-April-2014-33.pdf diakses pada 19 Oktober 2015)
ISL. 2014. Siaran Pers: KPI Kirim Rekomendasi Evaluasi Kelayakan IPP Atas
Metro TV dan TV One kepada Kemenkominfo. Website Resmi Komisi
Penyiaran Indonesia (http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/38-dalamnegeri/32179-siaran-pers-kpi-kirim-rekomendasi-evaluasi-kelayakan-ippatas-metro-tv-dan-tv-one-kepada-kemenkominfo diakses pada 19 Oktober
2015)
Keputusan
KPU
Nomo
457
Tahun
2014
(http://kpu.go.id/koleksigambar/Keputusan_KPU_Nomor_457_Tentang_Jad
ual_Kampanye.pdf diakses pada 20 Oktober 2015)
Masduki. 2004. Jurnalisme Politik : Keberpihakan Media dalam Pemilu 2004.
Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, (online), Vol. 8 No. 1, (hal. 79-90)
(jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index/php/jsp/article/view/196/191 diakses
pada 19 Oktober 2015)
Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
32
Tahun
2002
(http://www.kpi.go.id/download/regulasi/UU%20No.%2032%20Tahun
%202002%20tentang%20%20Penyiaran.pdf diakses pada 21 Oktober 2015)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 (online)
(http://maluku.kemenag.go.id/file/file/UndangUndang/lvmk1385532960.pdf
diakses pada 20 Oktober 2015)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008
(online)
(https://www.mahkamahagung.go.id/images/pdp/uu_42_2008.pdf diakses
pada 20 Oktober 2015)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 (online)
(http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU%20No%208%20thn
%202012%20Pemilu%20Leg_oke.pdf diakses pada 20 Oktober 2015)

Anda mungkin juga menyukai