PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada umumnya teknik-teknik pengukuran waktu terdiri dari dua bagian, pertama teknik
pengukuran secara langsung, dan kedua secara tidak langsung. Teknik pengukuran secara
langsung dilakukan langsung pada tempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan. Sedangkan
teknik pengukuran tidak langsung yaitu melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada
ditempat pekerjaan, dengan membaca tabel-tabel yang tersedia dan mengetahui jalannya
pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan.
Cara jam henti dan sampling pekerjaan adalah pengukuran kerja secara langsung.
Keduanya umum diaplikasikan untuk menetapkan waktu standar ataupun mengukur kondisikondisi kerja yang tidak produktif. Melalui salah satu dari cara ini, akan didapat waktu standar
dari suatu pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Banyaknya produk jadi yang menumpuk untuk menunggu proses pengemasan merupakan
suatu hal yang patut diamati dan diteliti. Apakah itu menyangkut terlalu banyaknya produk jadi
yang ada pada perusahaan, atau kapasitas mesin yang ada di perusahaan tidak mencukupi untuk
menampung seluruh produk jadi yang masuk ke perusahaan ataupun metode serta kemampuan
operator yang kurang memadai. Maka peneliti menganggap hal ini sangat penting untuk diteliti
demi kelancaran produksi dan pemasaran perusahaan.
Pengamatan akan dilakukan terhadap operator yang bekerja di stasiun pengemasan pada
Pabrik Gula Kwala Madu PTPN II. Pengamatan diarahkan kepada penentuan jumlah mesin sugar
weighter. Dimana mesin ini adalah mesin timbangan, yang memiliki 3 bagian utama, yaitu bagian
penimbangan, penyeimbangan, dan penjahitan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
perhitungan metode jam henti (stop wacth).
6. Penentuan jumlah mesin sugar weighter berdasarkan waktu standar operator setelah perbaikan
metode kerja, merupakan solusi yang diberikan peneliti untuk memenuhi permintaan pasar
terhadap gula.
1.5. Asumsi-Asumsi yang Digunakan
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Proses produksi yang terjadi di dalam perusahaan dianggap berjalan dengan lancar tanpa
adanya hambatan-hambatan.
2. Metode yang dipakai perusahaan tidak berubah, sehingga operator dapat bekerja secara normal.
3. Seluruh data yang diperoleh dari perusahaan dianggap benar.
1.6. Sistematika Penulisan Laporan
Untuk memudahkan penelitian, pembahasan dan penulisan karya akhir ini, maka dalam
penyusunannya akan dibagi menjadi beberapa bab dengan sistematika penulisan laporan sebagai
berikut:
1. BAB I - PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang masalah, pokok permasalahan yang terjadi, tujuan penelitian,
pembatasan masalah, asumsi-asumsi yang digunakan, serta sistematika penulisan karya
akhir.
2. BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Menjelaskan gambaran umum mengenai sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha,
organisasi dan manajemen, proses produksi, serta mesin dan peralatan.
3. BAB III LANDASAN TEORI
Mengemukakan teori-teori dari referensi-referensi serta literatur-literatur yang sesuai
dengan materi penelitian yang dijelaskan dan mendukung pemecahan permasalahan serta
analisa yang dilakukan dalam penelitian.
4. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan kerangka dalam pemecahan masalah, penjelasan secara garis besar
bagaimana langkah pemecahan persoalan dengan menggunakan metode-metode yang
digunakan.
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan.
Pembangunan Pabrik Gula Kwala Madu di mulai dari proyek gula PT. Perkebunan
Nusantara IX yang dilatar belakangi percobaan penanaman tebu pada lahan tembakau oleh PPG
(Proyek Pengembangan Gula) tahun 1975 yang dilakukan dibeberapa tempat yaitu :
1. Perkebunan Tanjung Morawa
2. Perkebunan Batang Kuis
3. Perkebunan Sei Semayang
4. Perkebunan Kwala Madu
Balai penelitian PT. Perkebunan Nusantara IX ikut serta dalam melakukan penelitian dan
melihat kemungkinan adanya peranan tebu diantara lokasi Tembakau Deli sebagai usaha dalam
rangka peningkatan produktivitas tanah. Hasil penelitian penanaman tebu dilakukan dengan
memiliki harapan besar untuk memulai suatu proyek gula, karena output yang dihasilkan setiap
lahan cukup tinggi. Maka studi kelayakan pendirian pabrik pada bulan Februari tahun 1978 oleh
Philipine Consortium Of Sugar Consultant, dan pada bulan Agustus 1978 izin prinsip
pembangunan proyek gula PTP II dikeluarkan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia dengan
surat No.252/Menteri/III/1978. Pabrik Gula Kwala Madu (PGKM) adalah suatu perusahaan
penghasil gula kedua yang didirikan diluar pulau Jawa yang mempunyai kantor besar dijalan
Tembakau Deli No.4 Medan. Pemerintah Republik Indonesia mengadakan kontrak dengan
Hitachi Zosen yang ditandatangani tanggal 23 November 1981 dan mulai berlaku tanggal 6
Februari 1982, Pabrik Gula Kwala Madu harus dapat di selesaikan dalam waktu 24 bulan yaitu
tanggal 6 Februari 1984 dan diberi tambahan waktu keterlambatan selama 14 hari. Dan ternyata
pada tanggal 20 Januari 1984 Pabrik Gula Kwala Madu sudah dapat diselesaikan, dimana
penyelesaian pabrik kurang dari 24 bulan dari kontrak yang telah ditandatangani.
Dalam beroperasi Pabrik Gula Kwala Madu bekerja selama 24 jam sehari dalam masa
giling selama 7 bulan yang dibagi menjadi 3 shift jam kerja, 1 shift adalah 8 jam. Kapasitas
pabrik 4000 ton tebu sehari (4000 TCD). PT. Perkebunan IX berubah nama menjadi PTP.
Nusantara II pada tahun 1997
berdasarkan
sistem
tender,
dimana
selanjutnya
bagian
pemasaran
akan
= 13 orang
b. Karyawan Pelaksana
= 560 orang
= 160 orang
Jumalh
= 733 orang
Adapun komposisi susunan tenaga kerja di Pabrik Gula Kwala Madu ditunjukkan pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1. Susunan Tenaga Kerja PG. Kwala Madu
NO
URAIAN
KARYAWAN
KARYAWA
JUMLAH
(ORANG)
PELAKSAN
N TIDAK
(ORANG)
TETAP
(ORANG)
(ORANG)
44
52
12
41
54
12
57
64
53
60
58
67
17
17
48
57
40
40
28
28
50
59
49
58
24
24
11
34
18
36
154
54
20
Kantor Manager
Manager
TUK/Umum/G.m
aterial
Gudang Hasil
Dinas Teknik
Kantor
Teknik
Boiler
Mill
Power
House/Listrik
Instrumen
Work Shop
Cane Yard
Keamanan
Dinas
Dinas Pengolahan
PIMPINAN
Kantor Dinas
Pengolahan
Pemurnian
Penguapan
Masakan
Putaran
Pengarungan
Laboratorium
Lab. Pabrik
Water
25
15
41
Treatment
Instalasi Limbah
13
Timbangan
TOTAL
9
560
6
160
15
733
Agar produksi perusahaan berjalan lancar dalam melakukan tugas untuk mencapai
tujuannya, maka jam kerja diatur menjadi tiga shift, yaitu:
1. Shift I mulai pukul 07.00 sampai 16.00 WIB
2. Shift II mulai pukul 16.00 sampai 23.00 WIB
3. Shift III mulai pukul 23.00 sampai 07.00 WIB
2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas lainnya
Sistem pengupahan yang dilakukan di Pabrik Gula Kwala Madu adalah berdasarkan
peraturan pemerintah melalui Surat keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan oleh
Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Pertanian.
Sistem pengupahan dibedakan berdasarkan golongan pegawai. Pegawai staf terdiri dari
golongan I, II, III, IV, V, VI-A, VI-B dan VII. Untuk non pegawai staf terdiri dari pegawai
bulanan yang terbagi atas golongan I, II, III, IV, V, VI dan pegawai harian.
Masa giling di Pabrik gula Kwala Madu adalah sekitar 7 bulan yaitu mulai bulan Januari
sampai bulan Juli dalam 1 tahun, akan tetapi seluruh karyawan tetap dan pimpinan tetap aktif
bekerja walaupun pada saat itu diluar jam kerja yang telah ditentukan, maka karyawan tersebut
mendapat upah lembur sesuai dengan perjanjian perburuhan pasal (X) yang mengatur upah
lembur tersebut :
3 x(
Karyawan Harian
3 x(
Karyawan
gaji catu
+
)
hari hari
x 100
20
gaji catu
+
)
hari hari
x 100
173
Upah/gaji dibayar oleh perusahaan setiap awal bulan sebesar upah standar, ditambah upah
lembur bila ada, dan pada waktu-waktu tertentu karyawan akan menerima :
a. Upah perangsang berdasarkan prestasi.
b. Pembagian keuntungan
c. Jaminan untuk hari tua/pensiun
d. Tunjangan hari raya dan tahun baru dan lain-lain.
Untuk mendorong pimpinan dan karyawan agar bekerja lebih giat dan meningkatkan
prestasi kerja, pihak perusahaan memberikan fasilitas-fasilitas pendukung seperti berikut :
1. Pemberian Cuti
2. Perumahan
3. Perawatan Kesehatan
4. Sarana Pendidikan
5. Sarana Rumah Ibadah
6. Koperasi Karyawan
7. Transportasi
Pabrik Gula Kwala Madu PTP. Nusantara II memproduksi gula SHS I (Superior High
Sugar) dan gula SHS II . Gula SHS I adalalah gula SHS yang memenuhi standar mutu yang telah
ditetapkan. Sedangkan SHS II adalah gula SHS yang tidak memenuhi standar. Dan akan diolah
kembali agar sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Pihak pabrik PT. Perkebunan Nusantara II telah menetapakan standar gula SHS I adalah
sebagai berikut :
a. Gula yang diproduksi harus berwarna putih dan bersih
b. Ukuran kristal gula standar yaitu 0,7 - 0,9 mm.
c. Gula hasil produksi haruslah benar-benar kering agar tahan lama.
d. Gula yang dihasilkan tidak berbau.
2.4.2. Bahan yang Digunakan
1. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada Pabrik Gula Kwala Madu adalah tebu (Cane). Bahan
baku adalah semua bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam proses produksi. Dimana
bentuknya akan mengalami perubahan yang langsung ikut di dalam proses poduksi dan terjual
pada barang jadi
Kadar gula yang dikandung tebu (cane) pada saat dipanen rata-rata sekitar 6,5-7%. Tebu
yang baik untuk diolah adalah yang matang dan kandungan gula dalam batang adalah sama.
Penanaman tebu dilakukan antara 10-12 bulan sejak di tanam, dimana sebelumnya diperiksa
terlebih dahulu dengan mengambil sepuluh batang tebu secara acak sebagai sampel/contoh.
Hal yang mempengaruhi Kadar gula dalam tebu adalah faktor intern yaitu varietas tebu
dan faktor ekstern adalah iklim tanah, serta perawatan/pemeliharaan. Faktor yang paling
mempengaruhi kandungan gula adalah iklim, Januari sampai dengan bulan Agustus adalah waktu
yang paling tepat karena itu curah hujan sedikit.
2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi, yang di
tambahkan dalam proses pembuatan produk sehingga dapat meningkatkan mutu produk. Bahan
yang di tambahkan dalam proses pembuatan gula antara lain adalah:
1. Air
Air di gunakan sebagai air imbibisi pada stasiun gilingan untuk memeras kadar gula pada
ampas tebu semaksimal mungkin. Volume air adalah 20% dari kapasitas tebu/hari.
2. Susu Kapur (Ca(OH)2)
Kapur tohor dibuat menjadi susu kapur yang berfungsi untuk menaikkan pH nira menjadi
9,0-9,5. Pemilihan susu kapur sebagai bahan yang digunakan untuk menaikkan pH nira
berdasarkan pada harganya yang dapat terjangkau dan mudah membuatnya. Susu kapur dibuat
dengan pembakaran batu kapur dan disiram dengan air.
3. Gas Belerang () 2SO
Gas belerang dibuat dari belerang yang digunakan dalam pemurnian nira. Tujuan gas
belerang adalah :
Menetralkan kelebihan air kapur (Ca(OH) 2) pada nira terkapur pHnya mencapai 7,0-7,2.
Untuk memutihkan warna yang ada dalam larutan nira yang mengurangi pengaruh pada warna
kristal dari gula.
4. Floculant
Floculant diberikan untuk mempercepat pengendapan yang berfungsi sebagai pengikat
partikel halus yang tidak larut dalam nira (larutan untuk membentuk gumpalan partikel yang lebih
besar dan lebih mudah diendapkan kemudian disaring).
3. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan dalam suatu proses produksi yang
dikenakan langsung atau tidak langsung terhadap bahan baku dalam suatau proses produksi untuk
mendapatkan produk yang diinginkan. Bahan-bahan penolong yang di gunakan dalam produksi
gula adalah:
a. Karung plastik yang digunakan untuk pengarungan gula
b. Benang jahit untuk menjahit karung plastik
C12H22O11
H20
Saccharosa
C6H12O6 + C6H12O6
Glukosa
Fruktosa
Proses pembuatan gula dari tebu pada Pabrik Gula Kwala Madu dibagi dalam beberapa
stasiun. Adapun tahap-tahap proses produksi dari awal sampai akhir pengolahan tebu menjadi
kristal gula dapat dilihat pada Blok Diagram pada Gambar 2.2.
1. Stasiun Penimbangan
Tebu yang berasal dari perkebunan diangkut ke pabrik dengan truk. Sebelum sampai ke
halaman pabrik, tebu beserta truk ditimbang terlebih dahulu kemudiansetelah tebu di timbang
maka berat keseluruhan dikurangi berat truk akan di peroleh berat bersih (netto).
Truk yang berisi tebu dengan kapasitas 5-6 ton naik ke truk tripper dan di jungkitkan
dengan tenaga pompa hidrolik sehingga tebu jatuh ke bagian pembawa tebu (cane carrier). Truk
dengan kapasitas 10-12 ton yang dilengkapi tali sling dengan menggunakan alat pengangkat tebu,
mengangkat tebu ke bagian meja tebu, dimana kabel pengangkat tebu dihubungkan dengan
menggunakan tali sling. Berikutnya tenaga hidrolik digerakkan sehingga mengangkat tali sling
dan tebu ditumpukkan ke bagian meja tebu, lalu tebu dimasukkan ke bagian pembawa tebu
sehingga dapat digiling.
2. Stasiun Penanganan (Cane Handling Station)
Pada proses selanjutnya cane carrier membawa tebu masuk ke cane leveler (bagian
pengaturan tebu) guna mengatur pemasukan tebu menuju ke cane cutter I. Pada cane cutter I tebu
dipotong-potong secara horizontal, dicacah dan di potong-potong agar mempermudah proses
penggilingan selanjutnya dibawa ke bagian cane cutter II.
a. Cane cutter I
Cane cutter I berfungsi memotong tebu agar tebu terpotong-potong rata walaupun masih
kasar, untuk mempermudah penggilingan.
b. Cane cutter II
Tahap berikutnya tebu di masukkan ke Cane cutter II yang digunakan sebagai alat
pemecah tebu yang telah di potong-potong oleh cutter I dengan tujuan agar menjadi lebih halus
dari pemotongan dari cutter I. Agar penggilingan berjalan lebih mudah
3. Stasiun Gilingan
Pada stasiun gilingan, tebu akan digiling yang bertujuan untuk mendapatkan air nira
sebanyak mungkin. Penggilingan (pemerasan) dilakukan lima kali dengan unit gilingan (Five Set
Three Roller Mill) yang disusun seri dengan memakai tekanan hidrolik yang berbeda-beda. Alat
ini terdiri dari tiga buah roll yang terbuat dari (satu set) yang mempunyai permukaan yang beralur
berbentuk V dengan sudut 300 yang gunanya untuk memperlancar aliran nira dengan mengurangi
terjadinya slip. Jarak antara roll atas (Top Roll) dengan roll belakang (Bagasse Roll) lebih kecil
pada jarak antara roll atas dan roll depan (Feed Roll). Besarnya daya yang digunakan untuk
menggerakkan alat penggiling adalah 1500-200 Kg/cm 2 dengan putaran yang berbeda-beda antara
gilingan I dengan yang lain dimana gilingan I sekitar 5,3 rpm, gilingan II 5,0 rpm, gilingan III 5,0
rpm,gilingan IV 5,2 rpm dan gilingan ke V 3,8 rpm dan sesuai dengan kebutuhan.
Mekanisme kerja dari stasiun penggilingan ini adalah :
a. Tebu pada cane cutter I dibawa evalator ke mesin gilingan pertama. Air perasan (nira) dari
gilingan I di tampung pada bak penampung I. Ampas dari mesin gilingan I masuk ke mesin
gilingan II untuk digiling kembali. Air perasan (gilingan) yang di peroleh dari bak penampung I
disebut Primary juice masuk ke dalam bak penampung nira I.
b. Nira yang berasal dari penggilingan I dan II ditampung pada bak penampung I masih
mengandung ampas yang sama-sama disaring pada juice strainer kemudian dimasukkan pada
gilingan II dan nira yang disaring ditampung dalam tangki dan siap di pompakan pada stasiun
pemurnian.
c. Ampas tebu yang berasal dari penggilingan II dibawa ke penggilingan III untuk digiling
kembali. Nira ditampung pada bak penampung II dan digunakan untuk menyiram ampas pada
gilingan I, agar penggilingan berjalan dengan lancar.
d. Ampas tebu dari mesin penggilingan III dibawa ke gilingan IV. Air perasan di tampung pada
bak penampung III dan di gunakan untuk menyiram ampas pada gilingan III agar nira yang
dikeluarkan semakin optimal.
e. Ampas tebu dari gilingan IV masuk ke gilingan V untuk digiling kembali. Air dari gilingan IV
di tampung pada bak IV dan gunanya untuk menyiram ampas pada gilinan IV. Ampas dari
gilingan IV diberi air ambibisi dengan temperatur sekitar 60-70 0 C berasal dari kondensat
evaporator badan IV dan V.
f. Ampas tebu (bagasse) dari gilingan V selanjutnya diangkut dengan I unit conveyor melalui satu
plat saringan, dimana ampas berserat kasar di lewatkan menuju boiler dan ampas halus dipisah
digunakan untuk membantu proses penyaringan pada alat vacum filter di stasiun pemurnian.
Semakin banyak tebu mengalami proses penggilingan, kadar nira yang di kandungnya akan
semaklin kecil. Ampas tebu dari gilingan V diangkut dengan satu unit conveyor melalui satu plat
saringan dimana ampas kasar dibawa menuju boiler untuk bahan bakar dan sebagian dibawa
menuju gudang ampas sebagai cadangan bahan bakar. Sedangkan ampas halus dihisap dengan
Bagasse fan yang terdapat dibawa saringan dan dikirim lagi ke Bagacillo Tank untuk digunakan
sebagai pencampur pada Rotary Vacum Filter.
Air imbibisi yang diberikan pada ampas gilingan IV mempunyai fungsi untuk melarutkan nira
yang masih ada tertinggal pada ampas tersebut. Air yang di berikan tersebut dengan debit alir 2630 m3/jam dan suhu 70 0C dengan perbandingan 19-24% dari berat tebu untuk kapasitas tebu
perhari. Bila air imbibisi diberikan terlalu banyak akan melarutkan gula lebih banyak, tetapi akan
menyebabkan waktu penguapan terlalu lama. Sebaliknya nilai imbibisi kurang maka kadar gula
akan tertinggal pada ampas yang cukup tinggi, karena itu perlu ditentukan jumlah penambahan
air imbibisi yang optimum selama penggilingan berlangsung, apabila persediaan telah habis
sehingga stasiun penggilingan terhenti maka Roll Mill harus disemprot dengan larutan kapur yang
berfungsi untuk mencegah perkembangan mikroorganisme.
4. Stasiun Pemurnian
Nira yang di peroleh dari stasiun gilingan yang ditampung bak penampung selanjutnya di
pompakan menuju stasiun pemurnian. Nira yang berasal dari stasiun penggilingan merupakan
nira mentah, masih mengandung kotoran disamping gula, dapat dikatakan nira mentah ini hampir
masih semua komponen/partikel pada tebu masih ada didalamnya.
Tujuan proses pada stasiun pemurnian adalah untuk menghilangkan kotoran dari dalam nira
sehingga nira dihasilkan lebih murni mengandung sakarosa. Tujuan utama dari stasiun pemurnian
adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terkandung dalam nira mentah. Didalam
proses pemurnian ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu :
nira di alirkan kedalam badan pemanas II dan di panaskan sehingga temperatur menjadi 75 C.
0
Uap panas pada pemanas nira I merupakan uap bekas yang di hasilkan oleh evaporator I dan II,
dengan demikian uap dapat dipakai seefektif dan seefisien mungkin.
3. Tangki Defekasi (Defecator)
Setelah nira dipanaskan pada pemanas nira kemudian di pompakan ketangki defekasi dan
diberikan susu kapur dengan fungsi untuk mengubah pH nira 5,6 menjadi 8,0-8,5. Tujuan dari
penambahan nira menjadi basa karena gula akan rusak bila gula dalam keadan basa. Pemasukan
susu kapur diatur dengan control valve yang dikendalikan oleh pH indicator controler.
4. Tangki Sulfitasi
Tangki sulfitasi berfungsi untuk mencampur nira terkapur dari tangki defeksi dengan gas
SO2 dari tabung belerang. Sedangkan sekat para bolis berfungsi untuk membantu proses
pencampuran dapat berjalan dengan kontiniu. Penambahan gas SO 2 dengan maksud agar nira
terkapur mengalami penurunan pH mejadi 6,0 6,5 pada suhu 70 C 75 C dengan waktu 5
0
dimana endapan yang terbentuk menyerap kotoran-kotoran lain yang lebih halus, hal inilah yang
disebut dengan efek pemurnian,
5. Tangki Tunggu
Fungsi dari tangki tunggu adalah untuk mendapatkan koloid-koloid yang terbentuk dari
tangki sulfitator. Dimana nira mentah dari tangki sulfitasi mengalir secara over flow ketangki
tunggu dengan waktu 5 menit.
6. Tangki Netralisasi
Nira yang berasal dari tangki tunggu mengalir ke tangki netralisasi. Tangki netralisasi
berfungsi untuk mengatur pH nira yang keluar dari tangki sulfitator. Didalam tangki netralisasi
nira diaduk dengan alat pengaduk mekanis. pH yang diharapkan adalah 7,0 7,2 jika pH nira
kurang dari 7,0 maka nira di tambahkan dengan susu kapur.
7. Pemanas Nira II (Juice Heater II)
Prinsip kerja pemanas nira I sama dengan pemanas nira II. Nira dari tangki netralisasi
dipompa dengan mesin pompa centrifugal ke pemanas nira II yang juga memiliki dua unit badan
pemanas dengan temperatur 100 C.
0
Mixer, sedangkan nira jernih keluar secara over flow melalui pipa-pipa yang dipasang pada tiap
kompartement.
Agar pengendapan lebih cepat, maka diberikan floculant, dimana pemberianya di lakukan pada
nira masuk ke tangki pengendapan. Pencampuran ini bertujuan untuk membantu pada saat
penyaringan (vacum filter) yang memisahkan nira dengan kotoran. Saringan yang digunakan
adalah saringan hampa (rotary vacum filter).
Nira hasil saringan selanjutnya dikembalikan ke tangki penimbangan nira mentah, sedangkan
endapan kotoran yang tersaring disebut dengan blotong yang selanjutnya dibuang atau dijadikan
pupuk. Jadi dapat kita ketahui secara jelas bahwa tangki pengendapan berfungsi untuk
memisahkan endapan yang terbentuk dari hasil reaksi dengan larutan yang jernih.
5. Stasiun Penguapan (Evaporator Station)
Tujuan dari stasiun penguapan adalah untuk menguapkan air yang
terkandung dalam nira encer, sehingga nira akan lebih mudah di kristalkan
dalam proses selanjutnya. Stasiun penguapan pada proses pengolahan gula
dipabrik Gula Kwala Madu Menggunakan empat unit, yang disebut Quadruple
Evaporator
menguapkan
dan
air
memakai
dan
nira
cara
Forward
yang
Feed
menggunakan
yang
bertujuan
proses
untuk
pemvakuman.
nira evaporator I dapat mengalir pada evaporator II dan seterusnya. Uap nira evaporator IV
masuk ke dalam kondensor untuk di embunkan (dikondensasikan) dan di jatuhkan bersama air
injeksi, sedangkan uap-uap yang tidak terkondensasikan di biarkan keluar ke udara. Peristiwa
mengalirnya nira dari evaporator I ke evaporator II dan seterusnya, disebabkan karena adanya
perbedaan tekanan vacum pada masing-masing evaporator. Nira encer yang masuk pada setiap
evaporator akan bersikulasi sampai mencapai titik tertentu dan secara otomatis valve akan terbuka
sehingga nira mengalir menuju evaporator selanjutnya, begitu seterusnya hingga evaporator IV.
6. Stasiun Masakan
Stasiun masakan bertujuan agar kristal gula mudah dipisahkan dengan kotorannya dalam
pemutaran hingga didapat hasil yang memiliki kemurnian yang tinggi membentuk kristal gula
yang sesuai dengan standar kualitas yang ditentukan dan diperlukan untuk mengubah sukrosa
dalam larutan menjadi kristal agar pembentukan gula setinggi-tingginya dan hasil akhir dari
proses produksi yaitu tetes yang mengandung gula sangat sedikit, bahkan diharapkan tidak
mengandung gula sama sekali.
Pada stasiun masakan di PGKM PTPN II ada tiga proses masakan yaitu:
1) Masakan A
Masakan A adalah masakan paling awal yang menghasilkan gula A dan stroop A
(mengandung sukrosa). Pada masakan A terdapat dua buah fan masakan yang dapat
mengkristalkan 68 % dari nira kental yang masuk. Dimana stroop A akan diproses kembali agar
mengkristal dan dapat menghasilkan gula B
2) Masakan B
Stroop A yang berasal dari masakan A akan dimasak kembali di masakan B dimana
proses masakan ini menghasilkan kristal gula B dan stroop B . Pada masakan B terdapat satu
buah fan masakan yang dapat mengkristalkan 62 % dari nira kental yang masuk. Yang kemudian
stroop B akan diproses kembali pada masakan D
3) Masakan D
Stroop B yang berasal dari masakan B akan dimasak kembali di masakan D dimana
proses masakan ini menghasilkan kristal gula D dan klare D dengan menggunakan bahan dasar
stroop A, stroop B dan klare D. Pada masakan D terdapat dua buah fan masakan yang dapat
mengkristalkan 58 % dari nira kental yang masuk.
7. Stasiun Putaran
Fungsi dari stasiun pemutaran adalah untuk memisahkan kristal gula dari stroop dan tetes
yang terdapat dalam masakan. Hasil dari proses pengkristalan dalam pemasakan adalah campuran
antara kristal gula, stroop dan tetes, alat ini bekerja berdasarkan gaya centrifugal. Untuk
mendapatkan kristal dalam bentuk murni, maka campuran ini harus dipisahkan, pemisahan
dilakukan dengan penyaringan. Saringan yang digunakan untuk masa campuran ini dengan
menggunakan kekuatan gaya centrifugal. Sistem pemutaran di PGKM terdapat 5 jenis putaran
yaitu:
1. Putaran A sebanyak 4 unit
2. Putaran B sebanyak 2 unit
3. Putaran D1 sebanyak 5 unit
4. Putaran D2 sebanyak 3 unit
5. Putaran SHS sebanyak 3 unit
1. Putaran A dan B
Nira kental yang berasal dari masakan dialirkan ke stasiun pemutaran dan diputar untuk
mendapatkan kristal gula, dimana pada putaran ini juga terdapat saringan yang memisahkan
antara stroop A dan kristal gula A pada putaran A dan stroop B dan kristal gula B pada putaran B
2. Putaran D1 dan D2
Nira kental yang berasal dari putaran B dialirkan ke stasiun pemutaran D 1 dan D2 diputar
untuk mendapatkan kristal gula sebagai pembibitan gula pada masakan A, dimana pada putaran
ini juga terdapat saringan yang memisahkan tetes dan kristal gula D.
3. Putaran SHS
Kristal gula yang dihasilkan dari putaran A dan B dibawa oleh scew conveyer ke magma
mingler. Larutan gula yang ada pada putaran tangki A dan B akan terpisah tetapi masih larutan
yang menempel pada kristal, untuk menghilangkan larutan tersebut maka dibantu dengan
mencampurkan dengan air panas selanjutnya diputar pada SHS sehingga memperoleh keristal
gula yang berkualitas.
8. Stasiun Penyelesaian
Kristal gula yang berasal dari stasiun putaran dibawa ke sugar elevator dimana kondisi
gula SHS masih dalam keadaan basah. Hal ini perlu dilakukan pengeringan dan pendingin untuk
mendapatkan gula SHS yang standar. Gula SHS tersebut dimasukkan kedalam sugar dryer dan
cooler dimana sistem pemanasan dan pengeringan di lakukan dengan cara mekanis dan
memberikan udara panas suhu kira-kira 80 0C-900C yang dialirkan melalui air dryer langsung ke
dryer cooler, kemudian gula tersebut di masukkan ke Bucket Elevator dan diteruskan ke
Vibrating screen. Pada Vibrating screen kristal gula SHS telah mencapai kekeringan dan
pendinginan yang cukup. Didalam sugar dryer dan cooler di lengkapi suatu alat pemompa yang
berfungsi untuk menarik gula halus yang terkandung dalam proses pembuatan gula SHS. Gula
halus dialirkan melalui pipa rangkap dan secara otomatis di injeksikan dengan imbibisi oleh
pemisahan nozel untuk menangkap partikel-partikel gula halus.
Kemudian gula tersebut di masukkan ke dalam bak penampung dan di alirkan ke stasiun
masakan untuk proses gumpalan-gumpalan gula yang dimasukkan kedalam tangki peleburan gula
selajutnya dikirim ke stasiun masakan untuk diproses selanjutnya. Gula standar di masukkan ke
alat pembawa gula penyadap logam yang mana penyadap logam ini berfungsi untuk menangkap
partikel-partikel logam yang terbawa atau tercampur dengan gula produksi.
9. Pengemasan dan Penggudangan Gula Produksi
Penampungan kristal gula pada Pabrik Gula Kwala Madu dilengkapi dengan dua alat
pengisi gula secara otomatis dimana setiap alat pengisi mempunyai timbangan yang telah di
tentukan oleh badan meteorologi dan bekerja sama dengan bulog untuk menjamin keamanan dan
keselamatan produksi terbuat dengan ketentuan 50 kg/karung. Untuk menjaga keselamatan
produksi gula SHS ditetapkan oleh pihak direksi dengan standar yang telah ditentukan.
Penggudangan gula produksi SHS yang telah dikemas dikirim ke gedung untuk penyimpanan
sementara dimana gula produksi ini di simpan dengan suhu gudang 30-35C, dengan kelembaban
udara dalam ruang sekitar 72-82%. Kapasitas desain gudang 12.740 ton, namun kapasitas
optimum yang dipakai adalah 10.056 ton. Untuk pendistribusian dan pemasaran gula produksi
SHS ketentuannya diatur oleh pihak direksi dan bagian pemasaran PTP. Nusantara II.
2.5. Mesin dan Peralatan
2.5.1. Mesin Produksi
Adapun spesifikasi mesin produksi yang ada di PTPN II Pabrik Gula Kwala Madu dapat
dilihat pada Lampiran 2
2.5.2. Peralatan Produksi
Adapun spesifikasi perlatan produksi yang ada di PTPN II Pabrik Gula Kwala Madu
dapat dilihat pada Lampiran 3
Susu Kapur
Gas SO2
Floculant
Ampas 30-40%
2.5.3. Utilitas
Mengeringkan dan
mendinginkan gula
Utilitas adalah pendukung kelancaran proses produksi disuatu pabrik. Kebutuhan akan utilitas di
menggunakan gula shs yang
1. Tenaga Uap
Tenaga Uap merupakan hal yang paling penting untuk menggerakkan turbin uap generator listrik,
penggerak turbin penggilingan, penggerak turbin uap cane cutter dan keperluan lainnya. Tenaga
uap yang terdapat di Pabrik Gula Kwala Madu berasal dari dua unit boiler jenis ketel pipa air
dengan kapasitas masing-masing 60 ton uap/jam dengan tipe H-1600S.
2. Work Shop
Work shop berfungsi untuk pelayanan teknis, produksi dan pelayanan jasa. PTP. Nusantara II
Pabrik Gula Kwala Madu memiliki work shop yang bertugas melayani perbaikan dan perawatan
peralatan. Dalam pengoperasian, operator biasanya mendatangi tempat-tempat dimana terjadinya
kerusakan peralatan ataupun diperbaiki di work shop yang ada antara lain BPT ( bagian
pelayanan teknis). Bagian ini berfungsi untuk melayani pekerjaan-pekerjaan dipabrik yang tidak
biasa dilayani oleh work shop.
2.5.4. Safety and Fire Protection
Keselamatan pekerja adalah hal yang harus diperhatikan. Keselamatan kerja merupakan sarana
utama untuk pencegahan kecelakaan kerja, cacat dan kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan
kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi dapat mengakibatkan hambatan-hambatan yang sekaligus
juga merupakan kerugian baik secara tidak langsung seperti kerusakan mesin dan peralatan kerja,
terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, hal ini akan mengakibatkan tingginya biaya
produksi. Jadi salah satu usaha untuk menekan biaya produksi adalah dengan menggunakan
mesin-mesin yang dilengkapi dengan alat pelindung yang aman guna memperkecil akibat yang
ditimbulkan mesin tersebut jika terjadi kecelakaan. Keselamatan kerja harus benar-benar
diperhatikan pada saat perancangan dan bukan baru dipikirkan kemudian setelah pabrik didirikan.
Namun sekalipun pabrik sudah beroperasi, pengawasan tetap penting untuk mencapai standar
keselamatan kerja yang tinggi.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dalam bekerja sebaiknya pekerja mengunakan peralatan
pelindung yang sesuai pada jenis pekerjaan dilapangan. Alat-alat pelindung diri meliputi :
a. Untuk melindungi badan pekerja dari panas sebaiknya menggunakan pakaian kerja khusus
yang tahan panas.
b. Bagi pekerja yang berada di mesin penggiling sebaiknya menggunakan pelindung telinga.
c. Untuk melindungi pekerja dari kecelakaan yang disebabkan oleh benda berat yang menimpa
kaki, benda tajam yang mungkin terinjak oleh kaki pekerja harus menggunakan sepatu pengaman.
d. Untuk melindungi kepala pekerja dari benda yang jatuh dari atas menggunakan topi/helm.
e. Untuk melindungi tangan dari tusukan, sayatan dan aliran listrik menggunakan sarung tangan.
Untuk pengamanan arus listrik maka saklar-saklar harus ditempatkan pada posisi yang mudah
dijangkau dan tertutup, sekring-sekring harus pada panel tertutup, kabel listrik harus terpasang
bagus agar tidak terjadi aliran listrik bila terjadi hal-hal yang membahayakan keselamatan
pekerja. Disamping alat pelindung diri juga merupakan perlengkapan pelindung mekanis
terutama mesin-mesin penggerak, bagian-bagian yang berputar, penghubung gerak roda gigi.
3. Kolam Aerasi
Pada kolam ini dilakukan penambahan oksigen dalam air dengan alat aerator dan suplayer,
serta penambahan kapur tohor untuk menaikkan pH. Kolam ini memiliki pH 6,0-7,0, dan
dengan ukuran 30m x 90m x 3m.
4. Kolam Aerob
Pada kolam ini berkembang biak bakteri aerob, yang akhirnya dapat menumbuhkan biota
seperti ganggang dan lumut. Kolam ini memiliki pH 7,0-7,2, temperatur 280C-300C, dan
dengan ukuran 30m x 25m x 3m.
5. Segmentasi (pengendapan)
Proses pengendapan berfungsi untuk mengendapkan kotoran yang terkandung pada air
limbah. Pada proses pengendepan ini dilakukan penyaringan dengan menggunakan ijo, pasir,
dan batu. Kolam ini memiliki pH 7,0-7,2, dan dengan ukuran 30m x 25m x 3m. Setelah
melalui proses ini air dapat dipakai untuk irigasi persawahan.
b. Pada penanggulangan limbah padat adalah:
1. Pemanfaatan blotong untuk bahan pupuk kompos
2. Pemanfaatan ampas tebu untuk bahan bakar di boiler dan pupuk kompos
c. Pengolahan limbah gas.
1. Penanganan abu cerobong ketel yang mengandung abu ketel (dengan pemasangan wet
scrubber pada gas duck boiler)
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Pengukuran Waktu Kerja
Pengukuran waktu didefinisikan sebagai analisa tentang penentuan elemen kerja beserta urutanurutannya, serta waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut secara efektif.
Umumnya penelitian waktu dilakukan untuk mendapatkan waktu standar. Waktu standar adalah
waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator untuk menyelesaikan satu siklus kegiatan yang
dilakukan menurut metode tertentu, pada kecepatan normal dengan mempertimbangkan faktorfaktor keletihan, kelonggaran untuk kepentingan pribadi.
Pada umumnya teknik-teknik pengukuran waktu terdiri dari dua bagian, pertama teknik
pengukuran secara langsung, dan kedua secara tidak langsung. Teknik pengukuran secara
langsung dilakukan langsung pada tempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan. Sedangkan
teknik pengukuran tidak langsung yaitu melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada
ditempat pekerjaan, dengan membaca tabel-tabel yang tersedia dan mengetahui jalannya
pekerjaan melelui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan.
Cara jam henti dan sampling pekerjaan adalah pengukuran kerja secara langsung. Keduanya
umum diaplikasikan untuk menetapkan waktu standar ataupun mengukur kondisi-kondisi kerja
yang tidak produktif. Dengan salah satu dari cara ini, akan didapat waktu standar dari suatu
pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
3.2. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti Kerja (Stop Watch Time Study)
Aktifitas pengukuran kerja dengan jam henti umumnya diaplikasikan pada industri manufactur
yang memiliki karakteristik kerja yang berulang-ulang, terspesifikasi jelas dan menghasilkan
output yang relatif sama. Meskipun demikian, aktifitas ini dapat pula diaplikasikan untuk
pekerjaan-pekerjaan non manufakturing seperti yang biasa dijumpai dalam aktifitas kantor
gudang atau jasa lainnya asalkan memenuhi kriteria; pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara
berulang-ulang dan seragam, jenis pekerjaan harus homogen, output harus dapat dihitung secara
nyata, pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya sehingga memadai
untuk diukur dan dihitung waktu bakunya.
3.3. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Waktu
Ada beberapa aturan pegukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik.
Aturan-aturan tersebut akan dijelaskan dalam langkah-langkah berikut:
1. Penetapan tujuan pengukuran.
Dalam melakukan pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah
untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang
diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. Misalnya jika waktu standar yang akan diperoleh
dimaksudkan untuk dipakai sabagai dasar upah perangsang, maka ketelitian dan keyakinan
tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan buruh
disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Dalam penelitian pendahuluan dilakukan pengumpulan dan pencatatan semua keterangan yang
dapat diperoleh mengenai kondisi pekerjaan, pekerja dan keadaan lingkungan yang dapat
mempengaruhi keadaan pekerjaan.
Dari hasil pengukuran waktu akan diperoleh waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang pantas merupakan waktu kerja yang didapat
dari kondisi kerja yang baik. Untuk itu perlu ditetapkan secara tertulis kondisi kerja dan metode
kerja yang baik.
4. Memilih operator
Operator yang melakukan pekerjaan harus memenuhi persyaratan tertentu agar pengukuran dapat
berjalan baik. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat bekerja sama.
Operator yang dipilih adalah pekerja yang pada saat pengukuran dilakukan dapat bekerja secara
wajar dan operator mampu bekerja sama dengan pengamat. Hal ini dimaksud karena operator
mungkin akan mencurigai maksud-maksud dari pengukuran tersebut, sehingga operator bekerja
tidak wajar. Operator harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya sedang
diukur dan pengukur berada di dekatnya.
5. Melatih operator
Walaupun operator yang telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan latihan bagi operator
tersebut, terutama jika kondisi dan cara kerja yang digunakan tidak sama dengan yang biasa
dijalankan operator.
Hal ini terjadi jika pada saat penelitian kondisi kerja atau cara kerja sudah mengalami perubahan.
Dalam hal ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur harus terbiasa dengan
kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan.
6. Menguraikan pekerjaan atas elemen pekerjaan
Untuk memudahkan pengamatan, pengukuran, dan analisa dapat dilakukan pemecahan siklus
kerja atau operasi menjadi bagian-bagian yang terperinci, yang dalam hal ini disebut dengan
elemen-elemen kerja. Elemen-elemen kerja ini akan diukur masing-masing waktunya.
Selanjutnya akan diperoleh jumlah dari waktu setiap elemen yang disebut sebagai waktu siklus.
7. Menyiapkan alat-alat pengukuran
Setelah langkah-langkah diatas dijalankan, maka pada langkah terakhir sebelum melakukan
pengukuran dilakukan menyiapkan alat-alat yang diperlukan.
Alat-alat tersebut adalah:
a. Stop watch
b. Lembar-lembar pengamatan
c. Papan pengamatan
d. Pena atau pensil dan alat tulis
3.4. Tahapan Pengukuran Waktu Kerja
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu-waktu kerjanya baik
setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang disiapkan di atas.
Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran
pendahuluan ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkattingkat ketelitian dan keyakinan yang telah ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan
tujuan.
Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan beberapa buah pengukuran yang banyaknya
ditentukan olah pengukur. Setelah pengukuran tahap pertama dilakukan, maka dilakukan uji
keseragaman data, menghitung jumlah pengamatan yang diperlukan dan bila pengukuran
pendahuluan belum mencukupi jumlahnya, maka akan dilakukan pengukuran pendahuluan tahap
kedua. Setelah pengukuran tahap kedua ini selesai, maka akan diikuti lagi dengan ketiga seperti
hal di atas bila perlu dilanjutkan dengan pengukuran tahap ketiga. Begitu seterusnya sampai
jumlah keseluruhan mencukupi untuk tingkat kepercayaan dan ketelitian yang dikehendaki.
1. Menguji keseragaman data
Secara teoritis, menguji keseragaman data adalah pekerjaan yang berdasarkan teori-teori statistik
tentang peta kontrol yang biasanya digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas dipabrikpabrik atau tempat kerja lain. Pengukuran waktu kerja dilakukan terhadap sistem kerja yang
dipandang telah baik. Namun sering kali operator atau pekerja tidak mengetahui terjadinya
perubahan-perubahan dalam sistem kerja. Memang perubahan merupakan suatu yang wajar,
karena bagaimanapun juga suatu sistem tidak dapat dipertahankan tetap terus-menerus pada
keadaan yang tetap sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan
perubahannya memang sepantasnya terjadi. Akibat perubahan sistem kerja ini, waktu
penyelesaian yang dihasilkan sistem selalu berubah-ubah, namun harus dalam batas kewajaran.
Dengan kata lain harus seragam.
Mendapatkan data yang seragam adalah yang menjadi tugas pengukur. Ketidakseragaman data
dapat terjadi tanpa disadari, sehingga dibutuhkan suatu alat yang dapat mendeteksi
ketidakseragaman. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam
tidaknya data. Data dikatakan seragam bila berada diantara kedua batas kontrol, dimana data
berasal dari sistem sebab yang sama, dan data dikatakan tidak seragam bila berasal dari sistem
sebab yang berbeda yaitu jika berada di luar batas kontrol.
c. Cara Westinghouse
Dengan cara Westinghouse ini, rating performance ditentukan berdasarkan penilaian pada empat
factor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu:
1. Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan untuk mengikuti cara kerja yang ditetapkan.
2. Usaha
Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan oleh pekerja atau operator ketika melakukan
pekerjaannya.
3. Kondisi Kerja
Kondisi kerja adalah kondisi lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan
kebisingan ruangan.
4. Konsistensi
Faktor ini perlu diperhatikan karena angka-angka yang dicatat pada setiap pengukuran waktu
tidak pernah semuanya sama.
Besar nilai rating performance secara terperinci menurut cara Westinghouse dapat dilihat pad
Tabel 3.2.
d. Cara Objektif
Cara objektif adalah cara menentukan rating performance yang memperhatikan dua faktor, yaitu
faktor kecepatan dan faktor tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang
secara bersama-sama menentukan berapa besarnya harga P untuk mendapatkan waktu normal.
Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini
pengukur melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukkan oleh
operator.
3.9. Perbaikan Metode Kerja dengan Menggunakan Peta Tangan Kiri Tangan Kanan
Untuk mendapatkan gerakan-gerakan yang terperinci dalam penyelesaian suatu pekerjaan,
terutama untuk mengurangi gerakan-gerakan yang tidak perlu dan untuk mengatur gerakan
sehingga diperoleh urutan yang terbaik, maka dilakukan studi gerakan. Dengan studi gerakan ini,
kita bisa menganalisa gerakan-gerakan yang dilakukan seorang pekerja selama melaksanakan
pekerjaannya. Berdasarkan studi ini, maka kita bisa membuat peta tangan kiri tangan kanan.
Dengan kata lain peta tangan kiri tangan kanan merupakan suatu alat dari studi gerakan untuk
menentukan gerakan-gerakan yang efisien, yaitu gerakan-gerakan yang memang diperlukan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu menganggur yang
dilakukan oleh tangan kiri tangan kanan, juga menunjukkan pebandingan antara tugas yang
dibebankan pada tangan kiri dan tangan kanan ketika melakukan suatu pekerjaan. Melalui peta ini
kita bisa melihat semua operasi secara cukup lengkap, yang berarti mempermudah perbaikan
operasi tersebut. Peta ini sangat praktis untuk memperbaiki suatu pekerjaan manual dimana tiap
siklus dari pekerja terjadi dengan cepat dan terus berulang, sedangkan keadaan lain, peta ini
kurang praktis untuk dipakai sebagai alat penganalisa. Inilah sebabnya dengan menggunakan peta
ini kita bisa melihat dengan jelas pola-pola gerakan yang tidak efisien, atau bisa melihat adanya
pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang terjadi pada saat pekerja manual
tersebut berlangsung.
3.9.1. Kegunaan Peta Tangan Kiri Tangan Kanan
Pada dasarnya peta tangan kiri tangan kanan berguna untuk memperbaiki suatu stasiun kerja.
Sebagaimana peta-peta yang lain peta inipun mempunyai kegunaan yang lebih khusus,
diantaranya:
1. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan.
Dengan batuan studi gerakan dan prinsip-prinsip ekonomi gerakan maka kita bisa menguraikan
suatu pekerjaan lengkap menjadi elemen-elemen gerakan yang terperinci. Setiap elemen gerakan
dari pekerjaan ini dibebankan ke setiap tangan sedemikian rupa sehingga seimbang dan
memenuhi prinsip ekonomi gerakan. Dimana suatu pekerjaan yang sudah bisa memenuhi prinsip
ekonomi gerakan, berarti mengurangi kelelahan.
2. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan tidak produktif,
sehingga akan mempersingkat waktu kerja. Keadaan ini juga bisa dicapai dengan bantuan studi
gerakan dan prinsip-prinsip ekonomi gerakan. Kemahiran untuk menguraikan suatu pekerjaan
menjadi elemen-elemen gerakan dan kemudian memilih elemen-elemen mana saja yang efektif
dan tidak efektif, tentu akan mempengaruhi efisien dan produktifitas kerja. Jika suatu pekerjaan
sudah bisa dilaksanakan dengan efisien dan produktif, maka otomatis waktu penyelesaian
pekerjaan tersebut merupakan waktu tersingkat saat itu.
3. Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja. Tata letak tempat kerja juga merupakan
faktor yang mempengaruhi lamanya waktu penyelesaian. Percobaan dengan merubah-rubah tata
letak peralatan selain dapat menentukan tata letak yang baik ditinjau dari waktu dan jarak, juga
kita bisa menemukan urutan-urutan pengerjaan yang baik dengan prinsip ekonomi gerakan.
4. Sebagai alat untuk melatih pekerjaan baru, dengan cara kerja yang ideal. Kiranya sudah jelas,
bahwa peta tangan kiri tangan kanan menunjukkan urutan-urutan pengerjaan yang terbaik untuk
saat itu. Peta ini bisa berfungsi sebagai penuntun terutama bagi pekerja-pekerja baru, sehingga
akan mempercepat proses belajar.
3.9.2. Prinsip-prinsip Pembuatan Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Seperti peta-peta yang terdahulu, untuk membuat peta tangan kiri dan tangan kanan inipun
terdapat beberapa prinsip yang perlu dilaksanakan, agar diperoleh peta yang baik dalam arti kata
lengkap mengemukakan semua informasi tentang pekerjaan yang dipetakan. Prinsip-prinsip
tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Berbeda dengan peta-peta yang lain, untuk membuat peta tangan kiri tangan kanan, lembaran
kertas dibagi dalam tiga bagian kepala , yaitu: bagian yang membuat bagan tentang stasiun
kerja, dan bagian-bagian badan.
2. Pada bagian Kepala, di baris paling atas ditulis PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN
KANAN. Setelah itu, menyatakan identifikasi-identifikasi lainnya, seperti nama pekerjaan,
nama departemen, nomor peta, cara sekarang atau usulan, nama pembuat peta, dan tanggal
dipetakan.
3. Pada bagian yang membuat bagan, digambarkan sketsa dari stasiun kerja yang memperlihatkan
tempat alat-alat dan bahan. Sketsa ini digambarkan dengan memperhatikan skala, sesuai dengan
tempat kerja sebenarnya. Sketsa ini penting untuk menunjukkan kondisi saat dilakukan studi
terhadap pekerjaan tersebut.
4. Bagian badan, dibagi dalam dua pihak. Sebelah kiri kertas digunakan untuk menggambarkan
kegiatan yang dilakukan tangan kiri dan sebaliknya, sebelah kanan kertas digunakan untuk
menggambarkan kegiatan yang dilakukan tangan kanan pekerja.
5. langkah selanjutnya, kita perhatikan urutan-urutan gerakan yang dilaksanakan operator.
Kemudian operasi tersebut diuraikan menjadi elemen-elemen gerakan yang biasanya dibagi
kedalam delapan buah elemen sebagai berikut:
1. Elemen menjangkau diberi lambang Re
2. Elemen memeganf diberi lambang G
3. Elemen membawa diberi lambang M
4. Elemen mengarahkan diberi lambang P
5. Elemen Menggunakan diberi lambang U
6. Elemen Melepas diberi lambang Rl
7. Elemen menganggur diberi lambang D
8. Elemen memegang untuk memakai diberi lambang H
Kedelapan elemen ini merupakan sebagian dari 17 elemen gerakan yang dikemukakan oleh Frnk
Lilian Gilberth, tapi yang dimaksud menganggur disini sudah termasuk elemen-elemen
kelambatan yang tidak dapat dihindari (UD), kalambatan yang dapat dihindarkan (AD), istirahat
untuk menghilangkan kelelahan (R).
3.9.3. Analisa Suatu Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan.
Setelah peta tangan kiri tangan kanan yang menunjukkan cara kerja yang ada sudah dibuat,
langkah berikutnya, sipenganalisa harus memikirkan bagaimana agar perbaikan cara tersebut bisa
diperoleh. Untuk itu biasanya elemen gerakan menganggur dan memegang untuk memakai
merupakan titik yang baik untuk memulai penganalisaan
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan
sitematika guna mendapat jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu. Teori atau hasil
penelitian yang telah ada merupaka landasan untuk melakukan penelitian dan menjadi dasar bagi
setiap tahap dalam proses penelitian yang dilakukan.
Metode penelitian menurut Hadibroto adalah suatu usaha yang sistematis dan obyektif dengan
maksud untuk memperoleh dan mengumpulkan keterangan-keterangan yang teliti secara efisien.
Sedangkan menurut Webstar adalah suatu metode penyelidikan yang hati-hati dalam mencari
fakta dan prinsip-prinsip suatu penyelidikan yang sangat cerdik untuk menetapkan sesuatu.
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Pabrik Gula Kwala Madu PTP. Nusantara II, jalan Kwala Begumit,
Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, berjarak 36 Km dari kota Medan. Berdasarkan surat izin
yang dikeluarkan oleh pihak Pabrik Gula Kwala Madu PTPN II No II.10/X/429/X2008 penelitian
dapat dilakukan pada tanggal 24 Oktober s/d 23 Nopember 2008. Namun jika diperlukan
penambahan ataupun peninjauan ulang terhadap data yang diambil maka pihak pabrik akan
memberikan izin demi kelancaran penelitian ini.
Selanjutnya data yang telah diperoleh akan diolah, sehingga mendapatkan waktu siklus dan
jumlah mesin sugar weighter sesuai dengan keadaan dan kondisi perusahaan. Dimana langkahlangkah dalam melakukan pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Tentukan pekerjaan yang akan diamati dan beri tahu pekerja yang dipilih tentang tujuan studi
2. Tentukan jumlah siklus kerja yang akan diamati.
3. Catat seluruh hasil pengamatan dan hitung rata-rata yang diamati sebagai waktu siklus
4. Hitung standar deviasi yang sebenarnya dari waktu penyesuaian.
5. Tentukan kecukupan data.
6. Tetapkan peringkat kinerja (PR, performance rating) pekerja yang bersangkutan, lalu hitung
waktu normal (WN, Normal Time)
7. Tetapkan faktor kelonggaran (AF, Allowance Factor) lalu tentukan waktu standar.
8. Tentukan waktu standar pada proses pengemasan.
9. Nilai efisiensi dari masing-masing mesin.
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
sementara. Pada bagian ini terdapat satu orang operator, dimana waktu siklus operator dapat
dilihat pada Tabel 5.1.
5.1.2. Penentuan Rating Factor
Menentukan besarnya rating factor operator dapat dicari dengan menggunakan metode
Westinghouse, dimana rating factor operator dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Keterangan:
Keterampilan dinyatakan good (C2), dengan nilai + 0,03 dengan kriteria:
1. Kwalitas hasil baik
2. Bekerja seperti kebanyakan pekerja pada umumnya.
3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah.
4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.
5. Tidak memerlukan banyak pengawasan.
6. Tiada keragu-raguan.
7. Bekerja kurang stabil.
8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.
9. Gerakan-gerakannya cepat.
Usaha dinyatakan good (C1) dengan nilai + 0,05 dengan kriteria:
1. Bekerja berirama.
2. Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
5.2. Pengolahan Data 5.2.1. Pengujian Keseragaman Data dan Kecukupan Data
Pengujian keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil berada dalam
batas kontrol. Sedangkan kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil
sudah mencukupi dan dapat mewakili populasi yang ada. Adapun uji keseragaman data dan
kecukupan data dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Uji keseragaman dan kecukupan data dilakukan pada tingkat ketelitian 5% dan tingkat
kepercayaan 95%. Pengujian keseragaman data dan kecukupan data untuk operator dapat dilihat
pada Tabel 5.5.