Anda di halaman 1dari 28

REFERAT ILEUS

Pembimbing :
Dr. Aunurrafieq Sp.B
Disusun oleh :
NABIL HARIZ
1102010196
Kepaniteraan Bedah RSUD Pasar Rebo

RSUD PASAR REBO JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus yang
segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan
oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya
membutuhkan tindakan operatif.
Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 60-70% dari
seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki mortalitas tinggi jika
tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderitaileus setiap tahunnya (Jeekel,
2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileusparalitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen Kesehatan Indonesia).
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat,dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang tepat.
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama. Maingot
melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di
RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan
usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya
memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus
yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis,
perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada
dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.
Obstruksi usus besar sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti
volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks
karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk
menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan
letak anatominya.
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 ANATOMI
Usus halus
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan
usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke
hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus
halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum). 1
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz.Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan.Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan. 1,2
2. Jejunum
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia

dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari
kata sifat jejune yang berarti lapar dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari
bahasa Laton, jejunus, yang berarti kosong. 1
3. Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. 1

Usus Besar (Kolon)


Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5
m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin
kecil. 1,2

Usus

besar

dibagi

menjadi

sekum, kolon dan rektum. Pada


sekum terdapat katup ileocaecal dan
appendiks yang melekat pada ujung
sekum. Sekum menempati dekitar
dua atau tiga inci pertama dari usus
besar. Katup ileocaecal mengontrol
aliran kimus dari ileum ke sekum.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon
ascendens,

transversum,

descendens dan sigmoid. Kolon


ascendens berjalan ke atas dari
sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan.
Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra
(fleksura hepatik). 1
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra
sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke
bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon
descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan
kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga
pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai
anus dalam perineum. 1
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan cabangnya yaitu a.
ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a. pancreaticoduodenalis inferior dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis,
a. hemoroidalis superior. 1

Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici mesenterikus dan akhirnya
mencapai nodi limphatici mesenterikus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan
cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk
kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesenterikus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum
dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus inferior. 1
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter
eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens
dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf
mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus superior
dan inferior. 1
Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum,
sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon
descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai
efek berlawanan. 1
2.2 FISIOLOGI
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret
pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan
zat zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik
5

mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung


lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Absorbsi

adalah

pemindahan

hasil

akhir

pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui


dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk
digunakan oleh sel sel tubuh. Selain itu, air,
elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh
aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2
lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan
otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada
kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami
distensi oleh makanan, dinding usus halus akan
berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini
melibatkan segmen usus halus sekitar 1 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang
berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian
seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini
berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan
hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbs (Price, 2002).
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi
berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum.
Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan
kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian
distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar
3 sampai 5 cm
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik
yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan

insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon
menghambat pergerakan usus halus.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam
caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat
dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila
terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami
spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

2.3 ILEUS
Definisi
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya makanan) di
usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terutama dibagi dua berdasarkan
penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik .
Epidemiologi
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya
(Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen Kesehatan
Indonesia). Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat,dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang tepat.
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama. Maingot
melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di
RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan
usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.
Klasifikasi
a. Ileus mekanik
1) Berdasarkan lokasi obstruksi
Letak tinggi

: bila mengenai usus halus (gaster-ileum terminal)

Letak rendah

: bila mengenai usus besar (ileum terminal-anus)

2) Berdasarkan sifat sumbatan


7

Partial obstruction

: terjadi sumbatan sebagian lumen

Simple obstruction

: terjadi sumbatan total yang tidak disertai terjepitnya

pembuluh darah. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh tumor
atau askariasis.
Strangulated obstruction: terjadi penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan
gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Biasanya
terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan
volvulus.
3) Berdasarkan kecepatan timbul
Akut

: dalam hitungan jam

Kronik : dalam hitungan minggu


Kronik dengan serangan akut
b. Ileus neurogenik
1) Adinamik/ileus paralitik

: ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit, peritonitis

umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik.


2) Dinamik/ileus spastika

: ileus terjadi karena rangsangan saraf, keracunan, histeri,

neurasteni, sehingga timbul kenaikan rangsang terlalu kuat, saraf parasimpatik di


tunika muskularis yang berkotraksi bersamaan dimana normalnya bergantian yang
berakibat spasme dan makanan tidak bisa menuju distal.
c. Ileus vascular
Ileus yang berhubungan dengan penyakit jantung, karena adanya trombus/embolus
pada pembuluh darah sehingga timbul iskemik, gangren, nekrosis, bisa juga perforasi.
2.3.1 Ileus Paralitik
2.3.1.1 Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya (Sjamsuhidajat, 2003). Ileus paralitik
ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan
(operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat
8

mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi dimana terjadi
kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik. (Badash,
2005)
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai saraf otonom
mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson (Sjamsuhidajat, 2003)
2.3.1.2 Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti
pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis,
perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi,
sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit
(hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang
mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus
halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam)
dan kolon (48-72 jam). (Badash, 2005)
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya
tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang
paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan
dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah
operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi
setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon.
Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi
kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus merasa tidak
nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan

katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya perawatan medis
karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit (Badash, 2005).
Beberapa penyebab terjadinya ileus:

Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
Hipokalemia
Hiponatremia
Hipomagnesemia
Hipermagensemia
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum

Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2.

Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
10

3.

Diltiazem atau verapamil

4.

Clozapine

5.

Obat Anticholinergic

2.3.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf
simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem
simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui
pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin
pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis
dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal (Badash, 2005).
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa
neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor,
kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur
refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort refleks
terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks
panjang melibatkan sumsum tulang belakang. (Nobie, 2003)
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga
mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang
tercantum dibawah ini:

Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.
Hormonal

11

Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum


terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus
halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan
substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi
pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki
fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari
getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap

asam lemak dan asam amino.


Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat
gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos
usus.

2.3.1.4 Manifestasi Klinik


Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan
oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum,
terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil 24
jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention),
anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut
kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus
obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik
abdomen yang paroksismal.
12

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan
bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi,
pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.
2.3.1.5 Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan
dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa
tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
-

Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,

hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan,
yang mencakup defence muscular involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa

yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.


Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.
Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level
13

ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada
ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan
pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan
mempergunakan kontras.
2.3.1.6 Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer
dan pemberiaan nutrisi yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003) Prognosis biasanya baik,
keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang (Levine,
1992). Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik
pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa
nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit
dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip
pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat
untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin
dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. (Sjamsuhidajat, 2003)
1. Konservatif

Penderita dirawat di rumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.

Dekompresi dengan nasogastric tube.

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

Analgesik apabila nyeri.

14

Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

Reseksi usus dengan anastomosis

Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

2.3.1.7 Diagnosis Banding


Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom
Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruction (Pseudo-obstruksi)
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari usus
besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik. Beberapa
teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua
kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja,
sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam
klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat tidur
dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma. Agen farmakologis,
aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi untuk kondisi ini.Kondisi
kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular,
miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik

15

dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik yang
berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa sakit, namun
pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos abdomen
mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang membesar, seperti
yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi
mekanik.
Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum
melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien berkembang
menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas usus.
Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi.
Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi dalam
waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit
dengan pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin
harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan jalan
terakhir.
Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia, intususepsi ,
benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat yang paroksismal.
Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang kurus,
gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada
tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal
kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien mengalami
strangulasi dan perforasi.Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan
obstruksi mekanis.
Ileus

Pseudo-obstruksi

Mekanikal Obstruksi

16

Sakit perut, kembung,

Nyeri kram perut,

Nyeri kram perut,

mual, muntah,

konstipasi, obstipasi,

konstipasi, obstipasi,

konstipasi

mual, muntah,

mual, muntah,

Temuan Pemeriksaan Silent abdomen,

anoreksia
Borborygmi, timpani,

anoreksia
Borborygmi, timpani,

Fisik

gelombang peristaltik,

gelombang peristaltik,

bising usus hiperaktif

bising usus hiperaktif

atau hipoaktif, distensi,

ayau hipoaktif,

nyeri terlokalisasi

distensi, nyeri

Gejala

kembung, timpani

Gambaran

dilatasi usus kecil dan

dilatasi usus besar

terlokalisasi
Bow-shaped loops in

Radiografi

besar, diafragma

yang terlokalisir,

ladder pattern,

meninggi

diafragma meninggi

berkurangnya gas
kolon di distal,
diafragma agak tinggi,
air fluid level.

Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (Fiedberg, 2004)


Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.
Macam

Nyeri Usus

ileus
Obstruksi

++

simple

(kolik)

tinggi
Obstruksi

+++

simple

(Kolik)

rendah
Obstruksi

++++

Distensi Muntah
+

abdomen
-

+++

Meningkat

Tak tentu

Lambat, fekal
++

+++

biasanya

menerus,
terlokalisir)
+
+++++

Ketegangan

borborigmi
+++
Meningkat

strangulasi (terus-

Paralitik
Oklusi

Bising usus

meningkat
++++
+++

+
+++

Menurun
Menurun

+
17

vaskuler
2.3.1.8 Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus hasil
dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam.
Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi
menjadi perlu untuk membuang jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat
tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
2.3.2 Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)
2.3.2.1 Definisi
Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau
gangguan peristalsis usus. Secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus
Paralitik. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka
kejadian tersering.
2.3.2.2 Klasifikasi
Lokasi Obstruksi

Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

Letak Tengah : Ileum Terminal

Letak

Rendah

Colon-Sigmoid-

rectum
Stadium

Parsial : menyumbat lumen sebagian

Simple/Komplit: menyumbat lumen


total

Strangulasi: Simple dengan jepitan


vasa

2.3.2.3 Etiologi
i. Penyempitan lumen usus

Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.

18

Dinding Usus : stenosis (radang kronik),


keganasan.

Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.

ii. Adhesi
iii. Invaginasi
iv. Volvulus
v. Malformasi Usus

A. Hernia
inkarserata
B. Invaginasi
C. Adesi
D. Volvulus
E. Tumor usus
F. Askaris

2.3.2.4Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah
19

yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps.
Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema
dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko
dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian. (Purnawan, 2009)
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan hernia
inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari
obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat pada
dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.
2.3.2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis.
Nyeri (Kolik)
Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus
Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan
adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar
berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus
serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset
yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
2. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :

Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti :

20

Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya suara usus
local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.

Adanya obstruksi ditandai dengan :

Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan
skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen
berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat
membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap
awal,

ditemukan

hasil

laboratorium

yang

normal.

Selanjutnya

ditemukan

adanya

hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan
21

adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik
bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada foto
polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada
obstruksi kolon.
Foto Polos Abdomen
Dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada obstruksi
bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka
akan terlihat gambaran berupa hilangnya mucosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding
usus. Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan airfluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium
enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

Gambar 2.4 Radiolagi dari Ileus obstruktif (American Gastroenterological Association,


2003)
2.3.2.6 Diagnosis banding
Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
1. Carcinoid gastrointestinal.
2. Penyakit Crohn.
3. Intussuscepsi pada anak.
22

4. Divertikulum Meckel.
5. Ileus meconium.
6. Volvulus.
7. Infark Myocardial Akut.
8. Malignansi, Tumor Ovarium.
9. TBC Usus.
2.3.2.7 Penatalaksanaan
Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera setelah
keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi
tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit dan dekompresi pipa lambung.
Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata dan
tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif. (Purnawan,2009)
1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa obstruksi ileus
secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya berkurang
atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :
Balance Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.
2. Operatif
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan
oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
23

b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada
Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi
strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus
dan anastomosis.
3. Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih
ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus
tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahanbahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus
kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah.
Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam basa
darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut,
apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai
selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis.
Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian
antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
(Purnawan, 2009)
2.3.2.8 Komplikasi

Nekrosis usus

Perforasi usus

Sepsis

Syok-dehidrasi
24

Abses

Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

Pneumonia aspirasi dari proses muntah

Gangguan elektrolit

2.3.2.9 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat
2.3.3 Ileus Vaskuler
Etiologi
Terjadi akibat adanya sumbatan pada cabang-cabang arteri vena mesentrika superior, arteri vena
mesentrika inferior oleh thrombus dan embolus sehingga terjadi : gangren hekrose
nekroseis perforasi cepat terjadi toksemia. Terjadinya ileus vaskuler juga dihubungkan
dengan penderita infark miokard dan atrium fibrilasi.
Komplikasi
1. Trombus yang hebat vasa yang tersumbat pecah perdarahan
2. Keluarnya lendir, darah per anus
Penanganan
1. Tidak ada tindakan konservatif (karena terjadinya lambat maka diagnose ditegakkan
setelah muncul gejala hebat)
2. Tindakan operatif : Dilakukan laparotomi, bila ada perdarahan diatasi dengan reseksi
segmen usus dengan mesentriumnya lalu dilakukan end to end anastomose.

BAB III
PENUTUP

25

3.1 Kesimpulan
Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik dan ileus
vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Penyebab
terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan
Volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri abdomen (kolik
abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia,
demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi perut. Salah satu pemeriksaan
penunjang pada illeus adalah pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan
gas dalam lumen usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran
heering bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila penyebab
primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik. Prognosis ileus baik bila
diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA
American Gastroenterological Association. 2003. Reviews : Postoperatives Ileus : Etiologies and
Interventions. University of California San Fransisco : California.
Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction).
EBSCO Publishing, 2005.
26

Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz,
J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com. Accessed july
9, 2012.
Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li,
B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29,
2004.
Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus, apendiks,
kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan
De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.
Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar Bedah Sabistons
essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor
bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
Manaf
M,
Niko
dan
Kartadinata,

H.

Obstruksi

Ileus.

2003.

Available

at://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.html. Accessed
juli 20, 2012
Nobie BA. Obstruction, small bowel. 2007. Available at: http//www.emedicine.com. Accessed
juni 20, 2012.
Purnawan, Iwan. 2009. Ileus. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L.,
Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181192.

27

Anda mungkin juga menyukai