5
6
9
10
ABSTRAK
11Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pupuk Organik Cair dan
12Agensia Hayati Terhadap Pencegahan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum
13gloeosporioides (Penz.) Sacc.) Pada Pembibitan Tanaman Kakao (Theobroma
14cacao L.) Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
15dua faktor yang terdiri dari, faktor pertama Pupuk Organik Cairyang terdiri dari 3
16taraf perlakuan yaitu P0 (kontrol/tanpa perlakuan), P1 (2 cc/liter), P2 (4 cc/liter).
17Faktor kedua dengan 3 taraf perlakuan yaitu A0(kontrol/tanpa perlakuan), A1
18(0,0005 gr/bibit), A2 (0,001 gr/bibit). Parameter yang diamati adalah intensitas
19serangan Colletotrichum gloeosporioides. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
20pemberian pupuk organik cair memberikan pengaruh yang nyata terhadap
21penyakit Antraknosa Colletotrichum gloeosporioides2-5 minggu setelah tanam.
22Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 sebesar 8,81% dan terendah pada
23perlakuan P2 sebesar 0,55%. Pemberian agensia hayati memberikan pengaruh
21 Departemen Ilmu Hama dan Penyakit, Jl.Dr.T.Mansoer 9, Kampus USU Sumatera Utara, Kode
3Pos 16680
4
5
24yang nyata terhadap penyakit Colletotrichum gloeosporioidespada pengamatan 2255 minggu setelah tanam. Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar
265,96% dan terendah pada perlakuan A2 sebesar 1,78%. Hasil pe penelitian
27menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dan agensia hayati
28berpengaruh nyata pada pengamatan 2-5 minggu setelah tanam terhadap intensitas
29serangan Colletotrichum gloeosporioides. Rataan intensitas serangan tertinggi
30pada perlakuan P0A0 sebesar 8,91 % dan terendah pada perlakuan P2A2 sebesar
310,15%.
32Kata kunci: B.subtilis, kitosan, penyakit karat, Streptomyces sp., T.harzianum.
33
ABSTRACT
34The aim of the research is to know about the influences of Organic Liquid
35Fertilizer and Biological Agents for
6
7
PENDAHULUAN
Saat sekarang ini komoditas non-migas mempunyai arti penting dalam
61pertama kali pada tahun 1780. Semula nilai komersialnya belum begitu
62diutamakan bagi penanamnya. Dan untuk mengembangkanekspor non-migas,
63komoditas pertanian yang mempunyai prospek baik terus ditingkatkan. Salah satu
64yang diharapkan dapat membantu meningkatkandevisa negara adalah kakao.
65Lahan penanamannya setiap tahun, terus ditingkatkan. Sebab biji coklat
66mengandung lemak mencapai 50 - 60% dari berat biji, bisa dibuat berbagai
67macam produk makanan, bahkan juga bisa dimanfaatkan untuk pembuatan sabun,
68parfum, obat-obatan, dan bahan dasar pembuatan kosmetik (Spilane, 1995).
69
OPT pada bibit kakao yang sangat merugikan salah satunya adalah
8
9
Tanaman yang tumbuh ditanah yang kaya akan bahan organik dinyatakan
10
11
95Perlakuan Benih
96Terlebih dahulu dilakukan pengujian kesehatan benih dengan menggunakan Most
97Chamber Technique (teknik dengan ruangan lembab). Biji yang akan diuji
98kesehatannya ditempatkan dalam kotak tray diatas kertas filter yang dasarnya
99didukung oleh kawat kassa sebagai penyangga Lalu diberi air/aquadest untuk
100mendapatkan kelembaban yang tinggi. Dan kemudian dilihat apakah ada patogen
101lain yang tumbuh selain Colletotrichum gloeosporioides, dan jika ada maka
102sebelum pananaman dilakukan pencegahan dengan merendam biji dalam air panas
103(Hot water treatment). Caranya yaitu : biji-biji yang akan digunakan pertama104tama harus didesinfeksi dahulu dengan larutan Clorox 0,1%, guna menghilangkan
105kontaminasi yang mungkin terdapat pada permukan biji. Kemudian biji-biji ini
106direndam dengan air panas 45 0C dalam beaker glass selama 10-15 menit.
107Dengan demikian diharapkan patogen benih akan mati. (Zulnayati, 1999).
108Penanaman Benih
109Selanjutnya benih kakao ditanam kedalam polibag, masing-masing berisi 1 benih
110kakao. Benih kakao akan segera berkecambah dalam waktu 3 4 hari (Anonim,
1111995). Selain itu dipersiapkan pula tanaman sisipan sebanyak 6 tanaman tiap
112perlakuan untuk menggantikan benih yang tidak tumbuh.
113Pengamatan Pesentase Perkecambahan
114Setelah
benih
kakao
berkecambah,
dilakukan
pengamatan
persentase
115perkecambahan benih kakao, diamati berapa jumlah benih yang tumbuh dan yang
116tidak tumbuh. Dan jika terdapat benih yang tidak tumbuh, maka akan disisip
117sesuai dengan masing-masing perlakuan. Diamati pula apakah benih tersebut tidak
118berkecambah karena terserang penyakit atau karena mutu benih yang kurang baik.
12
13
122Persiapan Inokulum
123Inokulum jamur dibiakkan dan dimurnikan pada media PDA. Kemudian biakan
124murni tersebut dilihat terlebih dahulu dimikroskop apakah inokulum tersebut
125benar C.gloeosporioides. Selanjutnya biakan yang telah murni dikulturkan
126kembali. Untuk lebih jelasnya, konidia jamur C.gloeosporioides Konidia
127C.gloeosporioidesyang terbentuk diambil dengan cara sebagai berikut : biakan
128murni ditetesi dengan aquadest sterilsebanyak 10 ml kemudian dikikis dengan
129jarum kait sehingga konidia yang ada terlepas dalam aquadest steril. Campuran ini
130disaring dengan kain muslin sehingga potongan-potongan miselium dan bagian
131yang kasar dari media akan tertinggal dan hanya konidia saja yang dapat lewat.
132Filtrat selanjutnya disentrifuge untuk mendapatkan suspensi konidia yang
133konsentrat. Kerapatan konidia dalam suspensi dihitung dengan menggunakan
134haemacytometer. Suspensi konidia ini diencerkan dengan menggunakan aqudest
135steril sehingga mencapai kerapatan 2 x 105 konidia per ml.
136Persiapan Inokulasi
137Daun-daun yang baru berumur 3 - 5 hst dan telah tumbuh 2 3 helai daun
138sempurna, diinokulasi dengan suspensi konidia. Suspensi disemprotkan dengan
139menggunakan hansprayer ke permukaan atas dan bawah daun secara merata.
140Inokulasi dilaksanakan pada sore hari pukul 17.00 WIB.
141Perlakuan Pemupukan
14
15
16
17
166 IS = (n x v)
167
x 100 %
NXZ
168
169
170
HASIL
171Pengaruh
Pupuk
Organik
Cair (P)
terhadap
Intensitas
Serangan
Hasil analisa data Intensitas Serangan dapat dilihat pada lampiran 2-5.
180Dari daftar sidik ragam pada pengamatan 3,4 dan 5 minggu setelah tanam (MST)
181diketahui terdapat perbedaanyang nyata antara Kontrol dengan perlakuan Pupuk
182Organik Cair dosis 2 cc/ltr (P1) dan dosis 4 cc/ltr (P2) . Dari tabel 1. dapat dilihat
183bahwa pada pengamatan 2 MST perlakuan Kontrol tidak berbeda nyata dengan
184perlakuan lainnyayaitu dosis pupuk organik 2 cc/ltr (P1) dan dosis 4 cc/ltr (P2).
185Hal ini disebabkan karena pada minggu kedua setelah tanam, gejala serangan
186belum tampak pada kedua perlakuan dosis tersebut.
187Pengaruh Interaksi Pupuk Organik Cair (P) dan Agensia Hayati (A)
188terhadap Intensitas Serangan Colletotrichum gloeosporioides (%)
18
19
189Dari
9
hasil
pengamatan
intensitas
serangan
penyakit
Antraknosa
PEMBAHASAN
194
Perlakuan dosis pupuk organik 2 cc/ltr berbeda nyata dengan Kontrol tetapi
195tidak berbeda nyata dengan dosis 4 cc/ltr. Hal ini dapat disebabkan karena
196perbedaan dosis yang diberikan tidak terlalu besar yaitu hanya berbeda 2 cc tiap
197perlakuan. Akan tetapi pemberian pupuk organik cair terbukti efektif untuk
198mencegah timbulnya infeksi serangan patogen C. gloeosporioides jika
199dibandingkan dengan Kontrol yang tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan karena
200pupuk organik dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan OPT,
201yang juga sesuai dengan literatur Musnamar (2003) yang menyatakan bahwa
202pemberian pupuk organik menjadikan vigor akar dan batang tanaman lebih kokoh
203sehingga mengurangi serangan beberapa OPT. Ini dapat dilihat dari observasi
204visual yang diperoleh pada tanaman yang diberi pupuk organik cair. Tanaman
205menjadi lebih subur dan memiliki jumlah daun yang lebih lebar dan banyak jika
206dibandingkan pada tanaman yang tidak diberikan pupuk organik cair. Unsur C
207organik sebesar 4.6 % (Anonim 2005) yang terkandung dalam pupuk tersebut
208mampumembantu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik jika dibandingkan
209tanpa pemberian pupu
210
211Persentase intensitas serangan tertinggi terdapat pada minggu kelima perlakuan
212Kontrol yaitu sebesar 5,96 % dan terendah pada perlakuan dengan dosis 1
213mg/bibit yaitu 1,78 %. Hal ini disebabkan karena agensia hayati pada perlakuan
20
21
10
22
23
11
DAFTAR PUSTAKA