Anda di halaman 1dari 11

1

PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR DAN AGENSIA HAYATI

2 TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum


3

gloeosporioides (Penz.) Sacc.) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO

(Theobroma cacao L.)

5
6

Rani Mahleni*) & Zulnayati 1

Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

9
10

ABSTRAK

11Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pupuk Organik Cair dan
12Agensia Hayati Terhadap Pencegahan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum
13gloeosporioides (Penz.) Sacc.) Pada Pembibitan Tanaman Kakao (Theobroma
14cacao L.) Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
15dua faktor yang terdiri dari, faktor pertama Pupuk Organik Cairyang terdiri dari 3
16taraf perlakuan yaitu P0 (kontrol/tanpa perlakuan), P1 (2 cc/liter), P2 (4 cc/liter).
17Faktor kedua dengan 3 taraf perlakuan yaitu A0(kontrol/tanpa perlakuan), A1
18(0,0005 gr/bibit), A2 (0,001 gr/bibit). Parameter yang diamati adalah intensitas
19serangan Colletotrichum gloeosporioides. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
20pemberian pupuk organik cair memberikan pengaruh yang nyata terhadap
21penyakit Antraknosa Colletotrichum gloeosporioides2-5 minggu setelah tanam.
22Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 sebesar 8,81% dan terendah pada
23perlakuan P2 sebesar 0,55%. Pemberian agensia hayati memberikan pengaruh
21 Departemen Ilmu Hama dan Penyakit, Jl.Dr.T.Mansoer 9, Kampus USU Sumatera Utara, Kode
3Pos 16680

4
5

24yang nyata terhadap penyakit Colletotrichum gloeosporioidespada pengamatan 2255 minggu setelah tanam. Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar
265,96% dan terendah pada perlakuan A2 sebesar 1,78%. Hasil pe penelitian
27menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dan agensia hayati
28berpengaruh nyata pada pengamatan 2-5 minggu setelah tanam terhadap intensitas
29serangan Colletotrichum gloeosporioides. Rataan intensitas serangan tertinggi
30pada perlakuan P0A0 sebesar 8,91 % dan terendah pada perlakuan P2A2 sebesar
310,15%.
32Kata kunci: B.subtilis, kitosan, penyakit karat, Streptomyces sp., T.harzianum.

33

ABSTRACT

34The aim of the research is to know about the influences of Organic Liquid
35Fertilizer and Biological Agents for

preventing of Antracnosa disease

36(Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc.) for seedling of cocoa (Theobroma


37cacao L.) Tise research use completely randomized design factorial by two
38factors. First factor is organic liquid fertilizer with 3 responses, they are P0
39(control), P1 (2 cc/liter), P2 (4 cc/liter). The second factor isbiological agents with
403 responses, they are A0 (control), A1 (0,0005 gr/seed), A2 (0,001 gr/seed). The
41parameter that is perceived is intensity of attack of Colletotrichum
42gloeosporioides (%). The result of research shows that the giving of organic liquid
43fertilizer is significant to 2-5 weeks after planting to intensity of attack
44Colletotrichum gloeosporioides. The highest average to respons of P0 is 8,81 %
45and the lowest is to respons of P2 is 0,55 %. The giving of biological agents is
46significant to 2-5 weeks after planting to intensity of attack Colletotrichum

6
7

47gloeosporioides. The highest averagetorespons of A0 is 5,96 % and the lowest is


48to respons of A2 is 1,78 %. The result of research shows that the giving of organic
49liquid fertilizer and biological agents is significantly to 2-5 weeks after planting to
50intensity of attack Colletotrichum gloeosporioides. The highest average to respons
51of P0A0 is 8,91 % and the lowest is to respons of A2P2 is 0,15%
52Keywords: B.subtilis, chitosan, rust disease, Streptomyces sp., T.harzianum.
53
54
55

PENDAHULUAN
Saat sekarang ini komoditas non-migas mempunyai arti penting dalam

56ekspor Indonesia terutama tanaman perkebunan. Tanaman kakao merupakan salah


57satu komoditas ekspor yang mempunyai arti penting dalam perekonomian
58Indonesia, karena merupakan salah satu bidang usaha yang dapat memberikan
59sumber penghidupan bagi rakyat (Siswoputranto, 1978).
60

Tanaman kakao termasuk tanaman tropis. dikenal masyarakat Indonesia

61pertama kali pada tahun 1780. Semula nilai komersialnya belum begitu
62diutamakan bagi penanamnya. Dan untuk mengembangkanekspor non-migas,
63komoditas pertanian yang mempunyai prospek baik terus ditingkatkan. Salah satu
64yang diharapkan dapat membantu meningkatkandevisa negara adalah kakao.
65Lahan penanamannya setiap tahun, terus ditingkatkan. Sebab biji coklat
66mengandung lemak mencapai 50 - 60% dari berat biji, bisa dibuat berbagai
67macam produk makanan, bahkan juga bisa dimanfaatkan untuk pembuatan sabun,
68parfum, obat-obatan, dan bahan dasar pembuatan kosmetik (Spilane, 1995).
69

OPT pada bibit kakao yang sangat merugikan salah satunya adalah

70penyakit Antraknosa(Colletotrichum gloeosporioides). Jamur ini menyerang daun

8
9

71muda dengan gejala terjadinya bintik-bintik nekrosis berwarnacoklat. Jika


72penyakit ini menyebar keseluruh daun muda dan terjadi berulangkali, maka bibit
73terserang akan mengalami kematian karena bibit tidak mampu memproduksi
74asimilat yang cukup untuk pertumbuahan. Salah satu pengendalian yang dapat
75dilakukan pada pembibitan kakao adalah pengendalian secara biologi. Teknologi
76pertanian yang tergantung pada bahan kimia berdasarkan pertimbangan fisik dan
77ekonomi dianggap berhasil menanggulangi kerawanan pangan, tetapi ternyata
78harus dibayar mahal dengan meningkatnya kerusakan yang terjadi dimuka bumi
79ini (Sutanto, 2002).
80

Tanaman yang tumbuh ditanah yang kaya akan bahan organik dinyatakan

81lebih sehat dari gangguan penyakit meskipun patogen/parasit fakultatif terdeteksi


82keberadaannya. Hal ini disebabkan karena penambahan bahan organik kedalam
83tanah juga meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba tanah yang mungkin juga
84berperan sebagai mikroorganisme antagonis yang dapat berfungsi sebagai
85antagonis bagi patogen penyakit tanaman (Yulianti dan Nidar, 1999).
86
87

BAHAN DAN METODE

88Persiapan Media Tanam


89Tanah terlebih dahulu dibersihkan dari akar, rumput-rumputan, batu dan kerikil.
90Kemudian tanah diberikan campuran pasir dan kompos dengan perbandingan 1 : 1
91: 1. Campuran tanah, pasir dan kompos tersebut kemudian disterilkan dengan cara
92dipanaskan didalam tong pengukus selama 1 2 jam. Setelah itu tanah
93dikeringanginkan selama 1 hari. Kemudian tanah dimasukkan kedalam masing94masing polibag yang berukuran 12 x 17 cm yang diisi bagian dari polibag.

10
11

95Perlakuan Benih
96Terlebih dahulu dilakukan pengujian kesehatan benih dengan menggunakan Most
97Chamber Technique (teknik dengan ruangan lembab). Biji yang akan diuji
98kesehatannya ditempatkan dalam kotak tray diatas kertas filter yang dasarnya
99didukung oleh kawat kassa sebagai penyangga Lalu diberi air/aquadest untuk
100mendapatkan kelembaban yang tinggi. Dan kemudian dilihat apakah ada patogen
101lain yang tumbuh selain Colletotrichum gloeosporioides, dan jika ada maka
102sebelum pananaman dilakukan pencegahan dengan merendam biji dalam air panas
103(Hot water treatment). Caranya yaitu : biji-biji yang akan digunakan pertama104tama harus didesinfeksi dahulu dengan larutan Clorox 0,1%, guna menghilangkan
105kontaminasi yang mungkin terdapat pada permukan biji. Kemudian biji-biji ini
106direndam dengan air panas 45 0C dalam beaker glass selama 10-15 menit.
107Dengan demikian diharapkan patogen benih akan mati. (Zulnayati, 1999).
108Penanaman Benih
109Selanjutnya benih kakao ditanam kedalam polibag, masing-masing berisi 1 benih
110kakao. Benih kakao akan segera berkecambah dalam waktu 3 4 hari (Anonim,
1111995). Selain itu dipersiapkan pula tanaman sisipan sebanyak 6 tanaman tiap
112perlakuan untuk menggantikan benih yang tidak tumbuh.
113Pengamatan Pesentase Perkecambahan
114Setelah

benih

kakao

berkecambah,

dilakukan

pengamatan

persentase

115perkecambahan benih kakao, diamati berapa jumlah benih yang tumbuh dan yang
116tidak tumbuh. Dan jika terdapat benih yang tidak tumbuh, maka akan disisip
117sesuai dengan masing-masing perlakuan. Diamati pula apakah benih tersebut tidak
118berkecambah karena terserang penyakit atau karena mutu benih yang kurang baik.

12
13

119Persentase perkecambahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :


120Persentase Perkecambahan = Jumlah benih berkecambah x 100%
121

Jumlah benih seluruhnya

122Persiapan Inokulum
123Inokulum jamur dibiakkan dan dimurnikan pada media PDA. Kemudian biakan
124murni tersebut dilihat terlebih dahulu dimikroskop apakah inokulum tersebut
125benar C.gloeosporioides. Selanjutnya biakan yang telah murni dikulturkan
126kembali. Untuk lebih jelasnya, konidia jamur C.gloeosporioides Konidia
127C.gloeosporioidesyang terbentuk diambil dengan cara sebagai berikut : biakan
128murni ditetesi dengan aquadest sterilsebanyak 10 ml kemudian dikikis dengan
129jarum kait sehingga konidia yang ada terlepas dalam aquadest steril. Campuran ini
130disaring dengan kain muslin sehingga potongan-potongan miselium dan bagian
131yang kasar dari media akan tertinggal dan hanya konidia saja yang dapat lewat.
132Filtrat selanjutnya disentrifuge untuk mendapatkan suspensi konidia yang
133konsentrat. Kerapatan konidia dalam suspensi dihitung dengan menggunakan
134haemacytometer. Suspensi konidia ini diencerkan dengan menggunakan aqudest
135steril sehingga mencapai kerapatan 2 x 105 konidia per ml.
136Persiapan Inokulasi
137Daun-daun yang baru berumur 3 - 5 hst dan telah tumbuh 2 3 helai daun
138sempurna, diinokulasi dengan suspensi konidia. Suspensi disemprotkan dengan
139menggunakan hansprayer ke permukaan atas dan bawah daun secara merata.
140Inokulasi dilaksanakan pada sore hari pukul 17.00 WIB.
141Perlakuan Pemupukan

14
15

142Pemupukan dilakukan pada saat penanaman benih dengan menggunakan pupuk


143organik cair yang terlebihdahulu dicampur air dengan 3 taraf perlakuan yaitu
144kontrol, 2 cc/liter air, dan 4 cc/liter air. Pemberian awal pupuk organik cair pada
145saat penanaman benih dilakukan dengan menyemprotkannya ke tanah.
146Selanjutnya, jika helaian daun telah membuka sempurna, maka pemberian pupuk
147organik tersebut akan disemprotkan kebagian daun. Perlakuan pemupukan
148dilakukan lagi hingga 5 kali perlakuan dengan interval 1 minggu.
149 Pemberian Agensia Hayati
150Pemberian agensia hayati dilakukan pada saat penanaman benih dengan
151menaburkan Natural Glio ke media tanah di polibag dengan 3 taraf yaitu kontrol,
1520,5 mg per tanaman dan 1 mg per tanaman. Pemberian agensia hayati tersebut
153dilakukan lagi dengan interval 1 minggu hingga 5 kali perlakuan.
154Pemeliharaan Tanaman
155Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma, dan pengendalian
156hama. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Volume
157penyiraman disesuaikan dengan kondisi tanaman. Penyiangan dilakukan terhadap
158gulma yang tumbuh baik didalam polibag. Interval penyiangan dilakukan
159disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Untuk mencegah serangan hama, cukup
160dilakukan tindakan mekanis dengan menyingkirkan/membuang hama-hama yang
161menyerang pembibitan.
162Parameter Penelitian Intensitas serangan penyakit Anthraknosa
163Untuk pengamatan Intensitas serangan penyakit Antraknose dilakukan pada 1
164minggu setelah tanam (mst), kemudian diamati setiap selang waktu 7 hari sampai
1655 kali pengamatan dengan rumus :

16
17

166 IS = (n x v)

167

x 100 %

NXZ

168
169
170

HASIL

171Pengaruh

Pupuk

Organik

Cair (P)

terhadap

Intensitas

Serangan

172Colletotrichum gloeosporioides (%)


173Hasil analisa data Intensitas Serangan dapat dilihat pada lampiran 2-5. Dari daftar
174sidik ragam pada pengamatan 3,4 dan 5 minggu setelah tanam (MST) diketahui
175terdapat perbedaanyang nyata antara Kontrol dengan perlakuan Pupuk Organik
176Cair dosis 2 cc/ltr (P1) dan dosis 4 cc/ltr (P2) .
177Pengaruh Pupuk Organik Cair (P) terhadap Intensitas Serangan
178Colletotrichum gloeosporioides (%)
179

Hasil analisa data Intensitas Serangan dapat dilihat pada lampiran 2-5.

180Dari daftar sidik ragam pada pengamatan 3,4 dan 5 minggu setelah tanam (MST)
181diketahui terdapat perbedaanyang nyata antara Kontrol dengan perlakuan Pupuk
182Organik Cair dosis 2 cc/ltr (P1) dan dosis 4 cc/ltr (P2) . Dari tabel 1. dapat dilihat
183bahwa pada pengamatan 2 MST perlakuan Kontrol tidak berbeda nyata dengan
184perlakuan lainnyayaitu dosis pupuk organik 2 cc/ltr (P1) dan dosis 4 cc/ltr (P2).
185Hal ini disebabkan karena pada minggu kedua setelah tanam, gejala serangan
186belum tampak pada kedua perlakuan dosis tersebut.
187Pengaruh Interaksi Pupuk Organik Cair (P) dan Agensia Hayati (A)
188terhadap Intensitas Serangan Colletotrichum gloeosporioides (%)

18
19
189Dari

9
hasil

pengamatan

intensitas

serangan

penyakit

Antraknosa

190C.gloeosporioidespada pembibitan tanaman kakao dan dari daftar sidik ragam


191yang telah dilakukan, diketahui bahwa interaksi pupuk organik cair dan agensia
192hayati memberikan pengaruh yang nyata pada beberapa waktu pengamatan.
193

PEMBAHASAN

194

Perlakuan dosis pupuk organik 2 cc/ltr berbeda nyata dengan Kontrol tetapi

195tidak berbeda nyata dengan dosis 4 cc/ltr. Hal ini dapat disebabkan karena
196perbedaan dosis yang diberikan tidak terlalu besar yaitu hanya berbeda 2 cc tiap
197perlakuan. Akan tetapi pemberian pupuk organik cair terbukti efektif untuk
198mencegah timbulnya infeksi serangan patogen C. gloeosporioides jika
199dibandingkan dengan Kontrol yang tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan karena
200pupuk organik dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan OPT,
201yang juga sesuai dengan literatur Musnamar (2003) yang menyatakan bahwa
202pemberian pupuk organik menjadikan vigor akar dan batang tanaman lebih kokoh
203sehingga mengurangi serangan beberapa OPT. Ini dapat dilihat dari observasi
204visual yang diperoleh pada tanaman yang diberi pupuk organik cair. Tanaman
205menjadi lebih subur dan memiliki jumlah daun yang lebih lebar dan banyak jika
206dibandingkan pada tanaman yang tidak diberikan pupuk organik cair. Unsur C
207organik sebesar 4.6 % (Anonim 2005) yang terkandung dalam pupuk tersebut
208mampumembantu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik jika dibandingkan
209tanpa pemberian pupu
210
211Persentase intensitas serangan tertinggi terdapat pada minggu kelima perlakuan
212Kontrol yaitu sebesar 5,96 % dan terendah pada perlakuan dengan dosis 1
213mg/bibit yaitu 1,78 %. Hal ini disebabkan karena agensia hayati pada perlakuan

20
21

10

214tersebut terbukti efektif dalam aktifitasnya yang antagonis terhadap kehidupan


215patogen. Agensia hayati yang digunakan mangandung bahan aktif Trichoderma
216yang mampu menjadi pengendali biologis terhadap penyakit. Dengan adanya
217pemberian agensia hayati, maka tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan
218penyakit jika dibandingkan tanpa pemberian agensia. Hal ini sesuai dengan
219literatur Abadi (2003) yang berisi bahwa mikroba antagonis aktivitasnya
220berdampak negatif terhadapkehidupan patogen. Dengan pemberian agensia
221tersebut, maka tanaman mampu berkembang lebih baik lagi karena penyakit tidak
222mampu menginfeksi tanaman sehingga pertumbuhannya juga lebih optimal.
223pemberian pupuk organik cair dan agensia hayati cukup berpengaruh pada
224perkembangan penyakit C. gloeosporioidespada pembibitan tanaman kakao.
225Pemberian pupuk organik cair dan agensia hayati dapat menambah ketahanan
226tanaman terhadap penyakit. Selain itu juga dapat menambah kesuburan tanaman
227karena dapat menambah unsur hara bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur
228Abadi (2003), selain penggunaan organisme antagonis,penggunaan bahan organik
229yang diberikan pada tanah dapat menurunkan keparahan penyakit. Hal ini
230dimungkinkan karena bahan organik dapat membawa berbagai macam organisme
231antagonis yang memang rata-rata adalah organisme saproba, sehingga
232penambahan bahan organik kedalam tanah dapat membuat organisme antagonis
233berkembang lebih banyak. Selain itu, bahan organik dapat meningkatkan
234ketahanan tanaman karena tanaman akan tumbuh lebih baik pada tanah yang kaya
235akan bahan organik. Selain itu pada pupuk organik cair terdapat unsur Kalium
236yang diketahui dapat menambah ketahanan tanaman dalam menghadapi
237kekeringan dan penyakit. Hal ini dapat dilihat

22
23

11

238pada efektifitasnya pemberian pupuk tersebut dalam meningkatkan ketahanan


239tanaman terhadap penyakit antraknosa yang menyerang bibit kakao. Tanaman
240kakao tampak lebih subur jika dibandingkan tanpa pemberian pupuk organik cair
241dan agensia hayat
242
243
244
245

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai