Anda di halaman 1dari 14

CASE BASED DISCUSSION

Osteomielitis
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Bedah
Di RSUD RAA Soewondo Pati

Disusun oleh:
Indah Dwi Ambarsari (012116415)
Wimbi Kartika Ratnasari (012116552)

Pembimbing :
dr. Khozin Hasan, SpOT.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
1

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
Nama

: Tn. S.

Umur

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Tegalombo 3/1 Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah

Agama

: Islam

Tgl masuk RS

: 23 Oktober 2015

Bangsal

: Bougenville

No.CM

: 030207

II.

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama

: plate keluar ke kulit

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Onset

: Patah tulang sejak 1 tahun 3 bulan yang lalu

Lokasi

: Cruris dextra

Kronologis

Pasien mengalami kecelakaan 1 tahun 3 bulan yang lalu kemudian mengalami


patah pada tulang tibia dan fibula dekxtra, kemudian dilakukan ORIF pada os.
tibia dextra. Pasien kemudian datang ke RSUD R.A.A. Pati pada tanggal 23
November 2015 untuk kontrol dan berencana aff plate, dan ternyata setelah
dilakukan foto X-ray didapatkan kelainan pada os tibia dextra (terdapat
sequestrum)
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan

: disangkal
2

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat penyakit lain

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga :

E.

Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi


Setelah mengalami kecelakaan, pasien tidak bekerja dan menjadi pengangguran di
rumah. Pasien berobat menggunakan BPJS PBI.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: E4V5M6 = GCS 15 Compos Mentis.

Tanda vital

: 130/80 mmHg

: 76 x/menit

RR

: 20 x/menit

: 36 C (per axiller)

Status generalis
1. Kulit

: sawo matang, turgor kulit (N)

2. Kepala

: bentuk mesocephal, luka (-)

3. Mata

: konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (+/+),

4. Telinga

: Discharge (-/-)

5. Hidung

: septum deviasi (-), discharge (-/-).

6. Mulut

: Normal, sianosis (-).

7. Leher

: simetris, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar getah


3

bening(-), pembesaran kelenjar tiroid (-),


8. Thoraks

: normochest, simetris, pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-)

COR
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm ke medial linea


midclavicularissinistra, pulsus para sternal (-),
pulsusepigastrium (-)

Perkusi

: batas jantung

kiri bawah : SIC V, 2 cm medial linea midclavicularissinistra


kiri atas

: SIC II linea sternalis sinistra

kanan atas : SIC II linea sternalis dextra


pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan

: konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, bising (-)


PULMO
Depan
Belakang
I : Statis : normochest (+/+), simetris I : Statis : normochest (+/+), simetris
kanan kiri, retraksi (-/-)
Dinamis

pergerakan

kanan kiri, retraksi (-/-)


paru

simetris, retraksi (-/-)

Dinamis

pergerakan

paru

simetris, retraksi (-/-)

Pa : Statis : simetris, sela iga tidak Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang tertinggal,

melebar,

retraksi (-/-)

tertinggal, retraksi (-/-)

Dinamis

pergerakan

paru

Dinamis

tidak
:

ada

pergerakan

yang
paru

simetris, sela iga tidak melebar,

simetris, sela iga tidak melebar,

tidak ada yang tertinggal, retraksi

tidak ada yang tertinggal, retraksi

(-/-)

(-/-)

Stem fremitus kanan=kiri

Stem fremitus kanan=kiri

Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru

Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru

Aus: Suara dasar vesikuler (+/+), Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
4

ronki (-/-), wheezing (-/-)

ronki (-/-), wheezing (-/-)

9. Punggung : skoliosis, kifosis dan lordosis (-)


10. Abdomen
Inspeksi

: tampak datar, tak tampak massa/benjolan, tak ada bekas luka/

bekas operasi.
Palpasi

: Nyeri tekan (-), hepar/ lien tak teraba pembesaran

Perkusi

: 4 kuadran timpani, nyeri ketok costovertebra -/-.

Auskultasi

: Bising usus (+), normal

11. Ekstremitas

IV.

Kelemahan

Superior
(-/-)

Inferior
(-/-)

Akral dingin

(-/-)

(-/-)

Edema

(-/-)

(-/-)

Capilary refill

<2

<2

Jejas

(-/-)

(-/-)

STATUS LOKALIS
Status lokalis cruris dextra
Look :
o Deformitas (-), Oedem (-), Tanda peradangan (+), terlihat sekrup yang keluar dari
kulit
Feel :
o Nyeri tekan (-), Suhu lebih hangat dari sekitarnya, krepitasi (-), sensibiltas (+)
Move :
o Nyeri mobilitas (-)

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 23 November 2015)
Hematologi
Golongan darah

:B

WBC

: 9,59 10^3/uL

(4,8 10.8)

RBC

: 4,86 10^3/uL

(4,2 5,4)

HGB

: 12,3 g/dL

(12 16)

HCT

: 37,4 %

(37 47)

MCV

: 77,0 fL

(79 99)

MCH

: 25,3 pg

(27 31)

MCHC

: 32,9 g/dL

(33 37)

PLT

: 278 10^3/uL

(150 450)

RDW-CV

: 16,3 %

(11,5 14,5)

RDW-SD

: 43,8 fL

(35 47)

PDW

: 12,4 fL

(9 13)

MPV

: 10,0 fL

(7,2 11,1)

P-LCR

: 26,3 %

(15 25)

Neutrofil

: 75,3 %

(50 70)

Limfosit

: 18,7 %

(25 40)

Monosit

: 4,4 %

(2 8)

Eosinofil

: 1,5 %

(2 4)

Basofil

: 0,1 %

(1 0)

Glukosa

: 131 mg/dl

(75-160)

SGOT

: 23,5 U/l

(0 31)

SGPT

: 29,0 U/l

(0 34)

Ureum

: 15,7 mg/dl

(10 50)

Creatinin

: 0, 63 mg/dl

(0,6 1,2)

Total Protein

: 7,51 gr/dl

(6 8)

Kimia Klinik

Albumin

: 4,33 gr/dl

(3,5 5.3)

Globulin

: 3,18 gr/dl

(2,4 3)

Rontgen (23 November 2015)

VI.

ASSESMENT
Dx klinis
Osteomielitis kronis tibia dextra

VII.

INITIAL PLAN
a. Ip Diagnostik
-

Rontgen Cruris dex

b. Ip Terapeutik
Medikamentosa :
-

Analgetik

Antibiotik

c. Ip Operatif
d. Ip Monitoring
Keadaan umum, tanda vital, hasil pemeriksaan penunjang
e. Ip Edukatif

VIII.

Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya kepada keluarga

Menjelaskan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi kepada keluarga


PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Defenisi
Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur

sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik.

2.2

Patofisiologi
Infeksi pada osteomielitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui periosteum,

korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi berdasarkan pada umur
pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri.
Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:
-

Hematogenous osteomyelitis
Infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute hematogenous
osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari
sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang
sering terkena infeksi adalah bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian
yang kaya akan vaskularisasi dari metaphysis. Pembuluh darah yang membelok
dengan sudut yang tajam pada distal metaphysis membuat aliran darah
melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan
mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi tempat berkembang biaknya
bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi
hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka
tekanan dalam tulang ini menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.
Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan
menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis.
Infeksi juga dapat pecah kebagian tulang diafisis melalui kanalis medularis.
Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah
yang kearah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut
sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang baru
9

yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang yang sering terkena adalah


tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh tibia, humerus ,radius , ulna, dan
fibula.
-

Direct or contigous inoculation osteomyelitis


Disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang dengan bakteri,
biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya
terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis.

Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis


sekunder yang disebabkan oleh penyakit vaskular perifer.

Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell
disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan,
immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu
faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka. Rasio antara pria
dan wanita 2 :1.

2.3

Riwayat Penyakit Sekarang


Gejala hematogenous osteomyelitis biasanya berajalan lambat namun progresif. Direct

ostoemyelitis umumnya lebih terlokalisasi dan jelas.


Gejala pada hematogenous osteomyelitis pada tulang panjang umumnya adalah:
-

Demam tinggi mendadak.

Kelelahan.

Iritabilitas.

Malaise.

Terbatasnya gerakan.

Edem lokal yang disertai dengan erytem dan nyeri pada penekanan.

Pada Hematogenous osteomyelitis pada tulang belakang:


-

Onsetnya bertahap.

Riwayat episode bekteriemi akut.


10

Kemungkinan berhubungan dengan insufisiensi vaskular.

Edem lokal, eritem, dan nyeri pada penekanan.

Pada Kronik osteomyelitis :


-

Ulkus yang tidak kunjung sembuh.

Drainase saluran sinus.

Kelelahan yang berkepanjangan.

Malaise.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :


-

Demam ( timbul hanya pada 50 % neonatus ).

Edem.

Terasa hangat.

Berfluktuasi.

Nyeri pada palpasi.

Terbatanya gerakan ekstremitas.

Drainase saluran sinus.

Penyebab: bakteri pada kasus direct osteomyelitis , Akut hematogenous osteonyelitis.


-

Pada bayi baru lahir : S. aureus, Enterobacter Sp, dan Stretococcus Sp group A dan
B.

Pada anak umur 4 bulan sampai 4 tahun : S. aureus, Enterobacter Sp, Stretococcus
Sp group A dan B dan H influenza.

Pada anak-anak dan remaja muda : S. aureus ( 80 % ), Enterobacter Sp,


Stretococcus Sp group A dan B dan H influenzae.

Pada orang dewasa S. aureus, dan kadang-kadang Enterobacter Sp atau


Stretococcus Sp group A dan B.

2.4

Differensial Diagnosis
-

Selulitis.

Gangren gas.
11

2.5

Gout dan Pseudogout.

Neoplasma, pada tulang belakang.

Kelumpuhan pada masa anak-anak.

Osteosarkoma.

Tumor Ewing.

Infeksi pada saraf spinal.

Labolatorium
-

Terjadi pergeseran shif kekiri.

CRP meningkat

Pada kultur hasil aspirasi dari tempat yang terinfeksi ditemukan normal pada 25
kasus, dan 50 % positif pada hematogenous osteomyelitis.

Peningkatan laju endap darah.

Untuk menentukan diagnosis dapat ndigunakan aspirasi, pemeriksaan sintigrafi, biakan


darah dan pemeriksaa pencitraan. Aspirasi dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutis,
subperiost, atau lokus radang dimetafisis. Untuk punksi tersebut digunakan jarum khusus
untuk membor tulang.
Pada sintigrafi dipakai Thenectium 99. sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada
minggu pertama, dan sama sekali tidak spesifik. Pada minggu kedua gambaran radiologi logis
mulai menunjukkan dekstrusi tulang dan reaktif periostal pembentukkan tulang baru.

2.6

Terapi
Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena diistirahatkan dan

segera berikan antibiotik. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati perbaikan,
dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena. Bila ada cairan yang keluar perlu dibor
dibeberapa tampat untuk mengurang tekanan intraostal. Cairan tersbut perlu dibiakkan untuk
menentuka jenis kuman dan resistensinya. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral
diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diteruskan secara oral paling sedikit empat minggu.
12

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi sendi,
gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomyelitis kronik.
Pada dasarnya penanganan yang dilakukan adalah :
1. Perawatan dirumah sakit.
2. pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika.
3. Pemeriksaan biakan darah.
4. antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif diberikan
langsung tanpa menunggu hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral
selama 3-6 minggu.
5. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.
6. Tindakan pembedahan.

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :


1. Adanaya sequester.
2. Adanya abses.
3. Rasa sakit yang hebat.
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).

2.7

Prognosis
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan melakukan

penanganan.

13

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan
Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.

2.

Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2.
Penerbit EGC; Jakarta.

3.

Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C;


Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu
Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.

4.

Reksoprojo.S:

Editor;

Pusponegoro.AD; Kartono.D;

Hutagalung.EU;

Sumardi.R;

Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit
Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.1995.

14

Anda mungkin juga menyukai