Hayooo siapa yang tidak kenal gadis manis bernama minmie? Yup! Pasti
semuanya kenal minmie,ya?Nah,Minmie mau cerita nih, Minmie punya sebuah
pengalaman yang tak bias di lupakannya. Dimulai,nih, ceritanya.Hehehe,simak
baik baik, ya!
Pagi yang cerah, Minmie pergi ke sekolah dengan hati secerah mentari di
langit.Dia masuk ke gerbang sekolah sambil menyapa Pak Habib, penjaga gerbang
sekolah yang bertubuh kekar.Pak Habib,pun membalas sapaan Minmie sambil
tersenyum.
Hai,Friends! sapa Minmie kepada sahabat sahabatnya.
Haolo, Minmie! Balas beberapa sahabat sahabatnya
Minmie menaruh tasnya di samping salah satu sahabat sejatinya,yaitu Cally.
Lalu, dia mendekati sekumpulan gadis-gadis tersebut Ada berita apa,nih, di hari
yang sangat cerah ini ? tanyanya
itu Tini angkat bicara. Soal Maerie. Lagi-Lagi, dia bersikap sombomg
kepada kita. Masa kami sapa, dia malah lari ke kantin.Kan, enggak sopan!
Maerie,yaa gumam Minmie sambil duduk di samping Tini Sudahlah, jangan
dibahas lagi.Ganti topik, yuk!ajak Minmie. Semuanya setuju. Mereka pun tertawa
bersama.Maerie adalah teman sekelas Minmie. Menurut teman teman, dia itu
sombong,cuek,dan blablabla
Tapi, menurut Minmie, dia itu cukup pintar.
Semua pertanyaan guru dapat di jawabnya, apalagi Matematika.Kalau menurut
Minmie, Matematika agak memusingkan kepala. Maerie pun cukup cantik. Dia
blasteran Turki dengan Indonesia. Dia tidak pernah bersuara kecuali menjawab
pertanyaan dari guru atau bacaan yang di suruh guru. Apakah Maerie mempunyai
sahabat? Tidak!Dia duduk sendirian. Sebenarnya, Minmie kasihan melihat Maerie
yang tidak mempunyai teman satu pun. Dia ingin sekali bersahabat dengan Maerie.
Tapi, kalau diajak bicara, dia lari. Cara yang bagus bagaimana?
Hm, mungkin saja ada sesuatu yang membuat Maerie enggan bicara dan
malas bergaul. Baiklah, Minmie akan menyelidikinya. Dia menjuluki dirinya
1
Tanyalah sama orangnya sendiri.Masa kamu Tanya sama aku? Aku sendiri
enggak tahu dan enggak Tanya sama orangnya,jawab Cally lembut. Aha, sahabat
Minmie yang penyabar.
Kenapa enggak Tanya sama Maerie? Atau coba cek-FB-nya,blognya,atau twitternya,saran Tini.
Wah, semua kebanyakan bilang,Tanya saja sama Maerie langsung!
Gimana,nih? Tapi, saran Tini cukup bagus. Kenapa enggak terpikirkan oleh
Minmie sadari tadi? Duh duh dih baiklah, sepulag sekolah, langsung cari di
internet! Selama pelajaran berlangsung, Minmie asyik saja melirik kearah
Maerie.Terlihat,Maerie sesekali tersenyum,dia tambah cantik. Minmie bengong
melihat Maerie.
Minmie! panggil Bu Meisa.
Tapi, Minmie tidak mendengar.
Minmie! kali ini Bu Meisa sedikit berteriak.
Ups, bulu kuduk Minmie merinding. Perlahan,dia menoleh kearah Bu Meisa. Dia
cengengesan sendiri.Bu Meisa menatap tajam Minmie.
Karena kamu bengong,kamu harus jawab beberapa pertanyaan dari ibu!
Kalau tidak, silahkan berdiri selama satu jam! kata Bu Meisa.
Hah! Minmie kaget mendengar perkataan Bu Meisa. Apalagi,sekarang
pelajaran pelajaran oh, no! Matematika! Kyaa ingin rasanya Minmie kabur
ke rumah, nangis menjerit-jerit sambil peluk boneka kesayangannya.
matematika saat kamu di pergoki oleh Bu Meisa waktu itu. Minmie menatap
lembut Maerie. Terima kasih, ya. Kalau tidak,aku bisa sejam berdiri di koridor
Maerie tertawa. Minmie melanjutkan, Tetapi,suaramu bagus,lho!
Ah,masa? Maerie sangat senang mendapatkan teman baru. Diaterlihat nyaman
berada di dekat Minmie. Teman-temannya senyum-senyum melihat tingkah
Maerie.
TENG!TENG!TENG!
Waktunya istirahat!Maerie meminta izin kepada Minmie pergi ke kantin karena dia
tidak membawa bekal.Kesempatan!Minmie dan teman-teman lainnya bergabung
untuk membicarakan kejutan di rumah Maerie. Aku izin dulu sam orangtuaku.
Kebanyakan, semua bicara begitu.Almana lalu berujar, Gitu saja repot! Telepon
saja orangtua kalian sekarang.Kebetulan aku dapat bonus pulsa telepon gratis.
Nih! Almana menyodorkan ponselnya. Gimana waktu kita sedang menghias
ruangan,Maerie datang?
Kembali, semuanya berbicara dengan riuh.
Tenang,dong! Dengarin aku dulu! teriak Minmie.Semuanya terdiam. Begini
nanti,sepulang sekolah,Maerie ada les gitar. Jadi,masih ada waktu!
Oh,iya juga !
Lega! Masalah terselesaikan.Tinggal tunggu waktu pulang sekolah.
Saat bel pulang sekolah berbunyi,Minmie dan teman-temanya pergi ke
rumah Maerie yang letaknya dekat dengan sekolah mereka. Bunda Maerie terlihat
senang menyambut kehadiran Minmie dan teman-teman.Minmie lalu menjelasakn
maksud kedatangan mereka ke rumah Maerie.
Oh, sangat boleh! silahkan,silahkan! Mulai bekerja!
Minmie mengambil kertas karton cukup besar dan menulis KAMI MAU
MENJADI SAHABATMU,MAERIE!.Lalu dia menempelkannya di dinding
ruang tamu karena kejutannya berada di sana. Di meja ruang tamu,ditaruh kue
stroberidan beberapa pembelian mereka.Karena banyak orang yang bekerja,maka
menghias ruangan untuk kejutan jadi selesai. Minmie mematikan lampu.lalu dia
5
GAMBAR !!!!
Pagi ini sangat cerah, semua siswa kelas IV-C sudah datang. Kami semua
berkumpul di halaman untuk senam pagi. Gerakan demi gerakan senam membuat
anak-anak berkeringat. Senam pagi pun selesai dan semua siswa menuju kelas
masing-masing dan baris di depan kelas.
Aku mulai menyiapkan barisan. Baris demi baris pun masuk ke ruang kelas. Siswa
yang paling akhir masuk adalah aku. Kok, Sasa belum masuk,ya? Apa dia masih
sakit? Batinku.
Keesokan harinya ternyata Sasa juga belum masuk sekolah.Aku berinisiatif
untuk mengemukakan hal tersebut kepada sahabatnya ,yaitu Dila,Nita,Shela,dan
Sinta. Aku mengajak merekan menjenguk Sasa sepulang sekolah nanti. Kami
berempat menuju rumah Sasa. Kami bertanya dari satu orang ke orang berikutnya.
Ternyata banyak yang belum tahu rumah Sasa karena dia baru pindah ke kampong
itu. Kami pun berhenti di bawah pohon dekat perempatan.Sambil berteduh, kami
terus bertanya kepada pengguna jalan yang lewat. Tak begitu lama, suara nyaring
yang tidak asing lagi kudengar. Ya, itu suara Pak Jono. Tukang sate langgananku,
yang tidak lain yaitu adalah Sasa.
Selamat sore, Pak Jono !
Pak Jono pun menoleh ke arah kami. Lho, Non Caca, kok, ada di sini? Mau ke
mana,Non?
Kami mau menjenguk Sasa,Pak. Sasa ada, kan, Pak ? Boleh,kan, kami tahu
alamat rumah Bapak, yang tak lain adalah rumah Sasa, kata Pak Jono.
Oh, begitu Boleh-boleh,Non, Kalian nanti lurus, terus 100 meterdari sini ada
gang kecil, belok ke kiri. Ada rumah paling ujung,kanan jalan,itu rumah
Bapak,yang tak lain adalah rumah Sasa, kat Pak Jono.
Baik, Pak. Terima kasih. Semoga satenya laris,ya, Pak, doaku.
Terima kasih, ya, Non. Maaf, bapak tidak bias mengantar, kata Pak Jono sambil
berlalu
Kami mengayuh sepeda menuju tempat yang ditunjukkan ole Pak Jono. Dina yang
mempunyai tabiat agak sombong sudah mulai berceloteh. Wah, rumahnya kaya
kandang, ya. Reyot.
Din,jangan begitu. Apapun dan bagaimanapun juga, Sasa itu teman kita,
tegurku.
Assalamu alaikum.., ucap kami bersama-sama. Sayup terdengar jawaban
dari dalam. Seorang perempuan membukakan pintu. Perempuan ini sangat
sederhana dan apa adanya. Dengan baju daster yang sudah lusu dan sedikit
tambalan di bagian lengan. Beliau mempersilahkan kami untuk masuk
setelah bertanya siapa kami. Kami sempat gelisah mengapa Sasa tidak mau
menemui kami. Kami mendengar sedikit keributan di dalam.
Sepertinya,Sasa tidak mau bertemu kami, padahal biasanya dia anak yang
ramah dan baik kepada semua orang. Tak begitu lama,Sasa pun keluar
dengan tertunduk. Sore itu, dia menggunakan baju berwarna kuning yang
sudah agak pudar warnanya.
Sa, bagaimana keadaanmu ? tanyaku. Sasa tidak menjawab sama sekali. Dia
masih tertunduk, bahkan tetap berdiri walaupun kami semua duduk. Aku
mendekati Sasa. Sa, kemarin aku bertemu dengan ayahmu. Aku bertanya kepada
beliau, katanya kamu sakit. Makanya,kami ke sini untuk mengetahui keadaanmu.
Kamu sehat, kan, Sa ?
Ya,jawab Sasa singkat.
Sa,kita semua adalah sahabatmu. Tidak ada yang beda di anatara kita. Kita
di lahirkan untuk saling menyayangi dan mengasihi. Andai kamu merasakan
sakit.Jika kamu sedih, kami pun ikut sedih. Kamu jangan merasa sendiri. Tidak ada
hal yang tidak bias di selesaikan. Semua pasti bias dicari jalan keluarnya. Kami
dan teman-teman sekelas menginginkan kamu sekolah lagi, kataku panjang lebar.
Pengennya begitu, Ca. Tapi, apa yang akan ku pakai untuk biaya? Aku
malu karena sudah tiga bulan tidak membayar uang SPP. Sementara tugas sangat
banyak yang semuanya membutuhkan dana untuk mengerjakannya. Aku malu
pada teman-teman karena sering tidak ikut iuran.
Kamu tidak boleh terus menyelesali dirimu, Sa. Aku yakin ini bukan
kehendakmu dan bukan juga kehendak orangtuamu. Tapi, semua ini adalah ujian
dari Allah. Sasa harus sabar. JUstru, kita harus bersyukur karena kita masih punya
orangtua, kata Shella.
9
Mendengar ucapan Shella, Sasa langsung berlari ke dalam dan tidak kembali
sampai cukup lama. Akhirnya, kami pun berpamitan kepada ibu Sasa dam meminta
maaf bila kehadiran kami justru malah membuat Sasa sedih. Azan magrib
berkumandang di masjid saat aku baru masuk ke halaman rumah sekembali dari
rumah Sasa. Ibuku memintaku untuk shalat di masjid. Sepulangnya,aku makan,
kemudian melihat televisi. Berita televise hari ini sangat membosankan karena di
bahas masalah korupsi saja. Agak jengkel juga karena banyak anak-anak putus
sekolah yang tak punya biaya, tapi di lain sisi justru banayk para pejabat yang
korupsi. Makanya banyaj rakyat yang terlantar karena pejabatnya tidak bermoral.
Aku pindah ke sat channel ke channel yang lain. Akhirnya, aku berhenti untuk
menyaksikan berita bahwa masih banyak anak-anak yang tidak bias sekolah karena
faktor ekonomi. Tiba-tiba, Aku mempunyai ide untuk mengadakan sumbangan
sukarela nerupa uang untuk membayar uang SPP Sasa.
Keesokan harinya, aku berangkat lebih pagi dari pada biasanya. Aku mengamati
teman-teman yang datang satu demi satu. Tapi seperti hari hari kemarin, Sasa
masih belum masuk sekolah. Kulihat jam tanganku paling besar yang
menunjukkan pukul 06.30. Teman- teman sekelasku sudah lengkap, kecuali Sasa.
Masih ada waktu sekitar 30 menit. Kusampaikan ideku kepada teman teman. Ada
yang setuju ,tetapi ada juga yang tidak. Mereka yang tidak setuju menyampaikan
alas an kalau hal itu BUKAN URUSAN KITA ? Alhamdullilah yang setuju cukup
banyak, sekitar 65 % , jadi uang yang terkumpul cukup banyak. Setelah dihitung,
terkumpul uang sebanyak Rp 123.500. Jumlah itu masih kurang , tapi ternyata Pak
Tio mendengar pembicaraan kami. Akhirnya, Pak Tio ikut berpartisipasi bersama
sama kami untuk meringankan beban Sasa dan keluarganya. Terima kasih, ya,
Pak, kata teman- teman serentak kecuali yang tidak mau menyumbang.
Usai sekolah, aku dan Dina yang ditunjuk sebagai perwakilan kelas
langsung pergi kerumah Pak Jono, ayah Sasa.
Permisi, apa ada orang didalam? seruku.
Ih, kotor banget, sih, rumah Sasa. Apa tidak pernah dibersihin, sih. Mana
genteng udah bolong-bolong, lagi. Gimana kalau hujan, ya? gerutu Dina.
Din, Jangan gitu, dong, kasihan Sasa, tegurku.
10
11