Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari
tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan unit
pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia
(Sulastomo, 2007).
Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai
tdengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah
satu kecamatan. Tetapi apabila disatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas,
maka tanggung jawab wilayah keja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, RW), dan masing-masing puskesmas
tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan
kabupaten/ kota (Sulastomo, 2007).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan sehat
adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui
penbangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup didalam lingkungan dengan
perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang

Universitas Sumatera Utara

bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya (Sulastomo, 2007).
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional, yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan puskesmas.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan per orangan, keluarga, dan masyarakat,
serta lingkungannya (Depkes RI, 2003).

2.2. Persepsi
Persepsi merupakan proses akal manusia yang sadar yang meliputi proses
fisik, fisiologis, dan psikologi yang menyebabkan berbagai macam input, lalu diolah
menjadi suatu penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan yang
melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar,
alami atau dibaca, sehingga persepsi bisa mempengaruhi tingkah laku, percakapan,
serta perasaan seseorang (Ahmadi, 1992).
Persepsi juga dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menampilkan
pesan. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda meskipun objeknya sama.
Studi tentang persepsi sangat berkaitan dengan studi kognitif, seperti ingatan dan

Universitas Sumatera Utara

berfikir, disamping itu praktik dan pengalaman juga mempengaruhi persepsi


(Ahmadi, 2002).
Persepsi diyakini sebagai proses dan hasil. Dua hal ini biasa dikenal dengan
sebutan penghayatan dan pemahaman berturut-turut. Penghayatan didasarkan pada
kondisi tertentu, merupakan proses kognitif, seperti ingatan, pernyataan berfikir
(Ahmadi, 1992). Pada dasarnya persepsi merupakan pemahaman terhadap apa yang
terjadi di lingkungan masyarakat.
Menurut Rahmat (1992), persepsi merupakan pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dengan menafsirkan pesan. Proses terbentuknya persepsi melalui tiga tahap, yaitu
fisik, fisiologik, dan psikologik. Adanya objek menimbulkan stimulus lalu stimulus
mengenai alat indra. Stimulus yang diterima alat indra, dilanjutkan oleh alat sensoris
ke otak sehingga terjadi suatu proses di otak mengakibatkan individu dapat
menyadari apa yang diterimanya. Proses ini disebut proses pengamatan. Setelah
terjadi proses pengamatan, maka akan terbentuklah persepsi tentang objek (Ahmadi,
1992).

2.3. Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Persepsi


Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tetapi ada faktor yang
mempengaruhinya. Persepsi seseorang ada kaitannya dengan pengambilan keputusan
untuk bertindak. Menurut Siagian (1995), ada 3 faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Diri orang yang bersangkutan


Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang
apa yang dilihatnya, orang tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individual yang
turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan
harapan.
2. Sasaran persepsi tersebut
Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang
melihatnya.
3. Faktor situasi
Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi
seseorang.
Menurut Sarwono (1993), yang mengutip pendapat Jordan dan sudarti
menyebutkan bahwa persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit sangat dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial dan budaya. Sebaliknya, petugas
kesehatan sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan
simtom untuk mendiagnosa pasien. Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan
sesuai dengan pengalamannya atau dari informasi yang diperoleh dari orang lain
karena disadari atas kepercayaan dan keyakinan akan kemajuan sarana kesehatan
tersebut.

2.4. Mutu Pelayanan Kesehatan


Mutu pelayanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian
baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud serta ciri-ciri pelayanan kesehatan,

Universitas Sumatera Utara

dan ataupun terhadap kepatuhan standar pelayanan. Menurut Donabedian yang


dikutip oleh Azwar (1996), mutu pelayanan kesehatan merupakan produk akhir dari
interaksi dan ketergantungan yang rumit antara komponen dan aspek rumah sakit
sebagai suatu sistem. Masalah mutu akan muncul apabila unsur masukan, proses,
lingkungan, dan keluaran menyimpang dari standar yang telah ditetapkan. Standar itu
sendiri mengacu pada tingkatan ideal yang diinginkan yang belum dicapai, dan
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan
kesehatan, standar dalam menjaga program mutu pelayanan secara umum dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Standar persyaratan minimal
Yang dimaksud dengan standar persyaratan minimal disini adalah yang menunjuk
pada

keadaan

minimal

yang

harus

dipenuhi

untuk

dapat

menjamin

terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar persyaratan


minimal ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu yang pertama standar masukan,
yang

mengacu

pada

unsur

masukan

yang

diperlukan

untuk

dapat

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu yakni jenis, jumlah dan


kualifikasi tenaga pelaksana, jenis, jumlah dan spesifikasi sarana, serta jumlah
dana (modal). Yang kedua adalah standar lingkungan, yang mengacu pada unsur
lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bemutu, yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem
manajemen yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan. Yang
ketiga adalah standar proses, yang mengacu pada unsur proses yang diperlukan

Universitas Sumatera Utara

untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu, yakni tindakan


medis dan tindakan non medis pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).
2. Standar Penampilan Minimal
Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjukkan
pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini
menunjuk pada unsur keluaran (standar keluaran). Untuk mengetahui apakah
mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas yang
wajar atau tidak, perlulah ditetapkan standar keluaran (Azwar, 1996).

2.4.1. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan


Menurut Azwar (1996), yang mengutip pendapat Robert dan Prevost
mengatakan bahwa dimensi mutu pelayanan kesehatan adalah :
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,
keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau
kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi mutakhir dan atau
otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien.

Universitas Sumatera Utara

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan


Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber
dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan
kesehatan mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.
Menurut Azwar (1996) yang mengutip penelitian Smith dan Metzner (1970),
juga melakukan penelitian yang sama. Untuk para dokter sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan, dimensi mutu pelayanan kesehatan yang dipandang paling
penting adalah pengetahuan yang dimiliki oleh dokter (80%), kemudian baru
menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (60%), keterampilan yang
dimiliki ole dokter (50%), efisiensi pelayanan kesehatan (45%), serta kenyamanan
pelayanan yang dirasakan oleh pasien ( 8%). Sedangkan untuk pasien sebagai
pengguna jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu pelayanan kesehatan yang
dianggap paling penting adalah efisiensi pelayanan kesehatan (45%), kemudian baru
menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (40%), pengetahuan ilmiah
yang dimiliki dokter (40%), keterampilan yang dimiliki dokter (35%), serta
kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien (35%).
Untuk mengatasi perbedaan ini, disepakati bahwa mutu pelayanan kesehatan
dikaitkan dengan aspek kepuasan, sehingga disepakati bahwa mutu pelayanan
kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan,
yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraaannya
sesuai dengan kode etik dan standar profesi yang ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Lupyoadi (2001) yang mengutip pendapat Parasuraman (1988), untuk


dapat mengukur mutu pelayanan kesehatan, ada lima dimensi SERVQUAL (service
quality) yaitu :
1. Bukti langsung (tangible) yang meliputi keadaan fisik, misalnya kebersihan
ruangan tunggu, kamar periksa, kamar mandi, peralatan medis dan non medis, dan
kerapian petugas kesehatan.
2. Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk memberi pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan, misalnya kecekatan dalam memberikan
pelayanan, ketersediaan petugas pelayanan dan ketepatan waktu pelayanan.
3. Ketanggapan (responsiveness) yaitu keinginan para petugas dalam memberikan
pelayanan kepada pasien dengan tanggap, cepat dan tepat, misalnya menanggapi
keluhan pasien, membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
4. Jaminan (assurance) yaitu jaminan yang mencakup kemampuan, keterampilan,
kesopanan, dan sifat yang dipercaya (kejujuran), bebas dari bahaya, resiko atau
keragu-raguan dalam bertindak
5. Empati (empathy) yaitu kemudahan dalam melakukan komunikasi, perhatian,
keramahan, dan memahami kebutuhan pasien.
Keberhasilan pelayanan kesehatan di Puskesmas sangat dipengaruhi oleh mutu
pelayanan. Peningkatan mutu pelayanan merupakan faktor yang sangat penting
karena mutu pelayanan berakaitan langsung dengan kepuasan pasien dan minat
pasien untuk berkunjung kembali ke Puskesmas. Mutu pelayanan yang baik adalah
sarana pelayanan penting untuk menarik pasien (Adikoesoemo, 1994).

Universitas Sumatera Utara

2.5. Kepuasan
Menurut Azwar (1996), yang mengutip pendapat Kotler mengatakan bahwa
kepuasan adalah perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja dengan harapan
atau hasil yang diberikan dengan harapannya. Kepuasan pasien dapat dilihat dari sisi
persepsi pasien atau keluarganya terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diberikan.
Tingkat kepuasan ini berorientasi pada individual, sehingga yang digunakan adalah
kepuasan rata-rata pasien (Soedjadi, 1996).
Kepuasan adalah sesuatu yang bersifat relatif dan subjektif sehingga sulit diukur.
Tidak mungkin untuk memberi kepuasan pada pasien harus mengabaikan
pertimbangan kode etik dan standar pelayanan profesi, karena pelayanan yang
demikian itu akan merugikan pasien pada akhirnya.

2.5.1. Dimensi Kepuasan Pasien


Dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Menurut Azwar, (1996),
dimensi kepuasan pasien dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode etik profesi.
Ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan
standar serta kode etik profesi yang baik saja, yaitu mengenai :
a. Hubungan Dokter dengan Pasien (Doctor-patient relation), yaitu terbinanya
hubungan dokter dengan pasien yang baik adalah salah satu dari kewajiban
etik. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
hubungan dokter dengan pasien yang baik ini harus dapat dipertahankan.
Setiap dokter diharapkan dapat memberikan perhatian yang cukup kepada

Universitas Sumatera Utara

pasien secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta


menjawab dan memberikan keterangan yang jelas tentang segala hal yang
ingin diketahui pasien.
b. Kenyamanan (Amenities), yaitu mengupayakan terselenggaranya pelayanan
yang nyaman. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
bermutu, suasana yang nyaman tersebut harus dapat dipertahankan.
Kenyamanan tersebut menyangkut fasilitas yang disediakan, sikap dan
tindakan para pelaksana ketika menyelenggarkan pelayanan kesehatan.
c. Kebebasan Melakukan Pilihan (Choice), yaitu memberikan kebebasan pada
pasien untuk memilih serta menentukan pelayanan kesehatan, dan apabila
kebebasan memilih ini diberikan, maka harus dapat dilaksanakan oleh setiap
penyelenggara pelayanan kesehatan.
d. Pengetahuan dan Kompetensi Teknis (Scientific Knowledge and Technical
Skill), yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan harus didukung oleh
pengetahuan dan kompetisi teknis bukan saja merupakan bagian dari
kewajiban etik, tetapi juga merupakan prinsip pokok penerapan standar
pelayanan profesi. Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis
tersebut, maka makin tingi pula mutu pelayanan kesehatan.
e. Efektifitas Pelayanan (Effectiveness), yaitu efektifitas pelayanan juga
merupakan bagian dari kewajiban etik serta prinsip pokok penerapan standar
pelayanan profesi. Secara umum disebutkan makin tinggi pelayanan kesehatan
tersebut, makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

f. Keamanan Tindakan (Safety), yaitu untuk dapat menyelenggarakan pelayanan


kesehatan yang bermutu, aspek keamanan tindakan ini harus diperhatikan.
Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan
kesehatan yang baik, dan karena itu tidak boleh dilakukan.
3.

Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan


kesehatan.
Ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan semua

persyaratan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan dikatakan bermutu


apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien,
sehingga mudahlah dipahami bahwa ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih
bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasien
mengenai :
a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Available)
b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)
c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue)
d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable)
e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (Accesiblle)
f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable)
g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Eficient)
h. Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality)

Universitas Sumatera Utara

2.6. Cara Pengukuran Kepuasan


Penyelenggara pelayanan kesehatan menggunakan berbagai metode untuk
mengukur kepuasan konsumen berdasarkan pelayanan yang sudah diberikan.
Menurut Health Care Organisation cara pengukurannya sebagai berikut :
1.

Sales related methode, yaitu pengukuran kepuasan berdasarkan aktivitas


penjualan. Apabila penjualan meningkat pihak manajemen mengambil
kesimpulan bahwa penyelenggara kesehatan telah memuaskan konsumen. Cara
pengukuran ini tidaklah cukup. Konsumen tetap menggunakan sebuah jasa
pelayanan walaupun tidak merasa puas kemungkinan karena tiga alasan yaitu :
a. Konsumen tetap menggunakan pelayanan tersebut karena tidak ada alternatif
lain atau tidak ada pesaing.
b. Pelayanan yang tidak memuaskan dapat bertahan dalam jangka pendek,
karena tidak mampu mempertahankan pelayanan yang memuaskan akan
segera ditinggalkan. Tapi ada kecendrungan konsumen untuk melihat
apakah pelayanan yang diberikan bisa kembali seperti semula sebelum
akhirnya memutuskan untuk mencari alternatif pelayanan yang lain.
c. Penyelenggara pelayanan kesehatan merupakan tempat rujukan. Selalu ada
kemungkinan pasien merasa tidak puas tetapi tetap memanfaatkan
pelayanan tersebut karena merupakan tempat rujukan. Tetapi hal ini tidak
akan menjadi masalah selama pelayanannya memuaskan, dan pelayanan
tesebut akan terus digunakan oleh konsumen.

2.

Complaint and Sugestion System, yaitu pengukuran kepuasan menggunakan


sistem kritik dan saran jika konsumen merasa tidak puas atau kecewa dengan

Universitas Sumatera Utara

pelayanan yang diberikan. Tapi metode ini memiliki kelemahan seperti


konsumen yang chronic complainers yang memberikan kritik dan saran terlalu
berlebihan, atau konsumen yang acuh. Bagi sebagian konsumen lebih memilih
mengganti pelayanan yang digunakan dari pada memberi kritik dan saran jika
mereka tidak puas dengan pelayanan.
3.

Consumers Panels, yaitu cara pengukuran kepuasan dengan memberikan


pelayanan call center dengan layanan bebas pulsa agar konsumen dapat
menyampaikan rasa tidak puas atau rasa kecewa terhadap pelayanan yang
diterimanya.

4.

Consumers Satisfaction Survey.


Kepuasan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seseorang melalui pengalaman

yang dapat memenuhi harapannya. Kepuasan mempunyai tingkatan yang berbeda


pada setiap orang. Jika performa sebuah pelayanan kesehatan melebihi apa yang
diharapkannya, maka performa tersebut sangat memuaskan. (fully satisfied). Apabila
performa sebuah pelayanan kesehatan sama dengan harapan pasien, maka performa
tersebut memuaskan (satisfied). Tetapi apabila performa sebuah pelayanan kesehatan
dibawah

harapan

pasien,

maka

performa

tersebut

tidak

memuaskan

(dissatisfied).Untuk memahami tingkat kepuasan terhadap pelayanan kesehatan,


terlebih dulu kita harus memahami apa harapannya terhadap sebuah pelayanan
kesehatan. Harapan dibuat berdasarkan pengalaman sebelumnya atau situasi yang
sama, pernyataan yang dibuat oleh orang lain, dan pernyataan yang dibuat oleh
penyedia jasa pelayanan kesehatan (Health Care Organization).

Universitas Sumatera Utara

Cara mengukur kepuasan dengan metode ini adalah dengan menghitung


selisih antara nilai kenyataan yang diterimanya dikurang dengan nilai harapannya.
Sebagai contoh :
Kualitas pelayanan yang diberikan perawat :
a.

Bagaimana penilaian anda?


(min) 1

(max)

(max)

b. Bagaimana dengan harapan anda?


(min) 1

Jika responden menjawab 2 dari pertanyaan (a), dan 5 dari pertanyaan (b),
maka kita akan menemukan kesenjangan antara kenyataan dengan harapan (need
deficiency) sebesar (-3), maka responden tidak puas (dissatisfied).

2.7. Minat Berkunjung Kembali


Dalam menentukan tingkat kepuasan pasien terdapat faktor-faktor yang harus
diperhatikan, yaitu (a) kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan, (b)
harga, produk jasa yang sama kualitasnya tetapi mempunyai harga yang lebih murah
akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pasien, (c) biaya, pasien tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan
suatu pelayanan cenderung puas terhadap pelayanan tersebut (Lupyoadi, 2007)
Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pasien atas mutu pelayanan
kesehatan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya. Hal ini ditunjukkan pasien
setelah berkunjung ke pelayanan kesehatan (Kottler, 1997). Apabila pasien merasa

Universitas Sumatera Utara

puas, maka pasien tersebut akan menunjukkan besarnya kemungkinan untuk kembali
berkunjung ke pelayanan kesehatan. Pasien yang puas, cenderung memberikan
referensi yang baik terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya kepada orang
lain. Tetapi, tidak demikian oleh pasien yang tidak puas (disatisfied). Pasien yang
tidak puas dapat melakukan tindakan tidak akan memanfaatkan lagi pelayanan
kesehatan tersebut.
Kepuasan dan ketidakpuasan pasien akan suatu pelayanan kesehatan,
merupakan akhir dari proses pemberian pelayanan kesehatan yang memberikan
dampak tersendiri kepada perilaku pasien akan pelayanan yang diterimanya.
Pembentukan sikap dan perilaku pasien terhadap pelayanan yang diterimanya
berdasarkan hasil pengalaman sebelumnya. Pasien yang merasa puas akan pelayanan
mungkin akan mengembangkan sikap yang mendukung, misalnya akan berkata
positif tentang pelayanan kesehatan yang diterimanya. Sebaliknya, pemberi
pelayanan kesehatan gagal memenuhi fungsinya sebagaimana yang diharapkan, dan
pasien merasa tidak puas, maka pasien dapat menimbulkan sikap negatif dengan
mudah, seperti berkata negatif tentang pelayanan yang diterimanya, pindah ke
pelayanan kesehatan lain, dsb (Lupiyoadi, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.8. Kerangka Konsep


Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka konsep dalam
penelitian ini adalah :
Variabel Independen

Variabel Dependen

Persepsi dimensi mutu


pelayanan
Kepuasan pasien

1.
2.
3.
4.

Bukti fisik
Keandalan
Ketanggapan
Jaminan dan
Kepastian
5. Empati

Minat berkunjung
kembali pasien

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian


1. Persepsi mutu pelayanan adalah penilaian atau pandangan pasien atau keluarga
pasien yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, serta
pengalaman yang dirasakan atau yang sedang dialami pasien.
2. Bukti fisik adalah kemampuan suatu pelayanan kesehatan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada masyarakat melalui bukti fisik, seperti fasilitas fisik,
perlengkapan dan peralatan yang digunakan, dan penampilan petugasnya.
3 Keandalan adalah kemampuan pelayanan kesehatan untuk memberikan pelayanan
dengan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan harapan pasien yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sesuai
dengan pasien tanpa kesalahan, dan sikap yang simpatik.
4. Ketanggapan adalah suatu kemauan untuk membantu untuk memberikan
pelayanan yang cepat dan tepat kepada pasien, dengan penyampaian informasi
yang jelas. Membiarkan pasien menunggu tanpa adanya alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
5. Jaminan dan Kepastian adalah pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan
para petugas untuk menumbuhkan rasa percaya pada pasien.
6. Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pasien dengan berusaha memahami
keinginannya.
7. Kepuasan pasien adalah penilaian pasien rawat inap terhadap pelayanan yang
diterimanya dan dibandingkan dengan harapannya. Sesuai dengan perhitungan
need deficiency total, jika penilaian responden tidak puas dan kurang puas maka
dikategorikan

disatisfied.

Jika

penilaian

responden

cukup

puas

maka

dikategorikan satisfied. Jika penilaian responden puas dan sangat puas, maka
dikategorikan fully satisfied.
8. Minat berkunjung kembali adalah kemauan pasien untuk kembali memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

2.9. Hipotesis Penelitian


Ada pengaruh persepsi dimensi mutu pelayanan yaitu pelayanan bukti
fisik, keandalan, ketanggapan, jaminan dan kepastian, empati terhadap kepuasan
dan minat berkunjung kembali pasien rawat inap di wilayah kerja Puskesmas
Bromo Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2009.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai