Referat TB Usu
Referat TB Usu
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Patogenesis
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius
yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang
sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh
penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi
kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada
dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.6,13
meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis
tetapi bisa juga meluas dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).3
2.6. Komplikasi
a. Pleuritis dan Empiema
Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru dan
melapisi rongga dinding rongga dada bagian dalam (pleura).15,16 Empiema adalah
berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ berongga
yaitu paru-paru.15,16
Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat
dipengaruhi melalui tiga cara yang berbeda:
i. Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi
primer.
ii. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih
lanjut. Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema)walaupun jarang
terjadi.
iii. Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura.
Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan
dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah
(empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.6
b. Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam
paru dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga
jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas.15,16 Pneumotoraks spontan dapat
terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas
tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba
bersamaan dengan sesak napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema
tuberkulosis.6
c. Laringitis Tuberkulosis
Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejala
serak, perubahan suara dan gatal pada kerongkongan.15,16 Keganasan pada laring
jarang menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi diagnosis mungkin
perlu diitegakkan dengan biopsi pada kasus-kasus yang sulit. Tuberkulosis laring
memberikan respon yang sangat baik terhadap kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat
yang tidak cepat hilang dengan pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3
minggu.6
d. Kor Pulmonale
Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses
paru).15,16 Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru dapat
terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas. Keadaan ini dapat terjadi
walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, dimana banyak meninggalkan
jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat
mengurangi komplikasi ini.6
e. Apergilomata
Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan
sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A. fumigatus yaitu spesies
jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara dengan
dihirup secara terus menerus.6,16
Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada
dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk darah)
yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena tuberkolosis
lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.6
penderita TB
penduduk, sementara di Asia 110 per 100.000 penduduk. Di Asia jumlah penduduk
lebih banyak dari Afrika sehingga insiden per tahunnya di benua Asia lebih banyak
3,7 kali dari Afrika.12 Pada tahun 2000 di kawasan Asia Tenggara lebih dari 3,9 juta
insiden TB Paru dan lebih dari 1,3 juta kematian. WHO memperkirakan bahwa CFR
TB Paru di Indonesia setiap tahunnya sebesar 39% (175.000 jumlah kematian akibat
tuberkulosis dari 445.000 kasus).7,12
Menurut jenis kelamin penderita TB Paru pada pria selalu lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita.6 Data Profil Kesehatan 2005 menyatakan bahwa di
Indonesia jumlah TB Paru BTA positif pada laki-laki lebih tinggi 58,70% (93.114
kasus) dari wanita 41,30% (65.526 kasus).8
2.7.2. Determinan Tuberkulosis
a. Umur
Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika
dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring
dengan peningkatan usia.6 Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka
sebagian besar masyarakat pada usia produktif telah tertular.12 Penelitian Umar
dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005
melaporkan bahwa usia produtif ( 55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh dari
pada usia yang non produktif pada penderita TB Paru.17
b. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB
Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan
mengkonsumsi alkohol dan rokok.8 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif
observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5
kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru.17
c. Gizi
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan
timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk
keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit
infeksi.18 Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis
karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif
observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi
buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB
Paru.17
d. Merokok
Merokok sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Di dalam rokok terdapat 45
jenis bahan kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru-paru yang sakit sehingga
mempersulit untuk menormalkan kembali keadaannya.19
Pada perokok banyak dijumpai gejala berupa batuk kronis, berdahak dan
gangguan pernapasan. Apabila dilakukan uji fungsi paru-paru maka pada perokok
jauh lebih buruk dibandingkan dengan yang bukan perokok.20 Penelitian Umar
dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005
melaporkan bahwa penderita yang mempunyai kebiasaan merokok 7,7 kali lebih sulit
untuk sembuh dari pada yang tidak merokok pada penderita TB Paru.17
e. Kemiskinan
Kemiskinan menghalangi manusia mendapatkan kebutuhan dasar untuk hidup
dan mengurangi kemampuannya untuk mengatasi stres dan infeksi.21 Hal ini dapat
dilihat dari perumahan yang terlalu padat atau kondisi kerja yang buruk menyebabkan
daya tahan tubuh turun yang memudahkan terjadinya penyakit infeksi. Orang yang
hidup dengan kondisi ini juga sering menderita gizi buruk yang memudahkan
tuberkulosis
berkembang.6
Penelitian
Umar
dengan
penelitian
prospektif
Diabetes
Melitus).
Penelitian
Umar
dengan
penelitian
prospektif
mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis yang
sudah sembuh karena robekan jaringan paru atau darah berasal dari bronkiektasis
yang merupakan salah satu penyulit tuberkulosis paru. Pada saat seperti ini dahak
tidak mengandung basil tahan asam (negatif).4
c. Nyeri Dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila
nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah
aksila, di ujung skapula atau tempat-tempat lain).4
d. Sesak Napas
Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada paru
atau oleh
Penderita yang sesak napas sering mengalami demam dan berat badan turun.6
e. Demam
Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali
panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat
atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga
penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.4
f. Menggigil
Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti
pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu
reaksi umum yang lebih erat.4
g. Keringat Malam
Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada
orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea,
takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.4
h. Gangguan Menstruasi
Hasil penelitian Indra di Kabupaten Purbalingga tahun 2001 dengan
menggunakan penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional menyatakan
bahwa status gizi yang tidak normal merupakan salah satu penyebab terjadinya
gangguan siklus menstruasi.22 Status gizi yang buruk menyebabkan meningkatnya
kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Oleh sebab itu
gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah lanjut.4
i. Anoreksia
Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan
manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses
progresif.4,23 Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia,
menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh.
Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang
berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya
penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh.24
j. Lemah Badan
Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan
sehari-hari yang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu harus dianalisa dengan baik
apabila dijumpai perubahan sikap dan tempramen, perhatian penderita berkurang atau
menurun pada pekerjaan, penderita yang kelihatan neurotik.4,23
2.9. Diagnosis
Diagnosis
tuberkulosis
dapat
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinis,
pemeriksaan
teknik
yang
lebih
terbaru
yang
dapat
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.3
2.9.5. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar
dan sesuai dengan standar internasional.3
Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara bronkogen,
sehingga penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak disarankan. Sebaliknya bila
sampel yang diperiksa merupakan dahak dari penderita yang dicurigai menderita
tuberkulosis paru, masih ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum
menggunakan PCR sebagai sarana diagnosis tuberkulosis paru.25
2.9.6. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan dengan beberapa metode seperti:
a. Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons
humoral berupa proses antigen antibodi yang terjadi.3 Kelemahan utama dari teknik
ELISA ini adalah pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk
mencegah ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik.25
b. ICT (Immun Chromatografic Tuberculosis)
Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam
serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen
spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis.3
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk
sisir plastik.3
d. Uji peroksidase anti peroksidase
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi.3
e. Uji serologi yang baru/ IgG TB
Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar
negeri metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi
kurang baik untuk diagnosa TB pada anak.3
2.9.7. Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan
diagnosis.3
2.9.8. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan
ini
dilakukan
untuk
membantu
menegakkan
diagnosis
2.10. Pencegahan
2.10.1. Pencegahan Primer
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:
i. Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna
ii. Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur
iii. Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar.
iv. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.4
b. Kebersihan Lingkungan
i. Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup
ii. Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan
pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini
iii. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang meningkatkan risiko
terjadinya infeksi, misalnya kepadatan hunian4, 26
2.10.2. Pencegahan Sekunder
a. Case finding
i.
yang baru
didiagnosa, diberikan
Obat Anti
b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH diberi obat
etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH. Streptomisin dapat
dipakai pada populasi tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan.3,5
c. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka
waktu 9-12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah
pengobatan).3,4,12
2.11. Pengobatan
Paduan obat TB Paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:3
1. Kategori I:
Kasus: TB paru BTA +, BTA -, lesi luas
Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3.
2. Kategori II:
Kasus: Kambuh
Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/ 1RHZE/
5RHE
Kasus: Gagal pengobatan
Pengobatan: kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE
Kasus: TB Paru putus berobat
Pengobatan: 2RHZES/ !RHZE/ 5R3H3E3
3. Kategori III:
Kasus: TB paru BTA lesi minimal
Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3
4. Kategori IV:
Kasus: Kronik
Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) +
obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).
Kasus: MDR TB
Pengobatan: Sesuai uji resistensi+ OAT lini 2 atau H seumur hidup.