Anda di halaman 1dari 16

A.

DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak
dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut
insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan
peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes,
(Andyagreeni, 2010).
B. KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistic
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)


a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTT
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada
awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi
pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-

kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori
nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang
dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada
dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene
yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
a) Adanya hormone aterogenik
b) Merokok
c) Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
o Kaki dingin
o Nyeri nocturnal
o Tidak terabanya denyut nadi
o Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
o Kulit mengkilap
o Hilangnya rambut dari jari kaki
o Penebalan kuku
o Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa

terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri
abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika
kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada


pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis
dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area
kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar
ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia\
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)

b.
c.
d.
e.

Paleness (kepucatan)
Paresthesia (kesemutan)
Pulselessness (denyut nadi hilang)
Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a.
b.
c.
d.

Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).


Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

E. DIAGNOSA
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. PK: Hipo / Hiperglikemi
8. PK : Infeksi
F. RENCANA KEPERAWATAN
No
1

Diagnosa
NOC
NIC
Nyeri akut b/d Setelah
dilakukan Manajemen nyeri :
agen injuri fisik

asuhan

keperawatan,

Lakukan

tingkat

kenyamanan komprehensif

pegkajian

nyeri

termasuk

secara
lokasi,

klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas


dibuktikan dengan level dan ontro presipitasi.
nyeri:

2.

Observasi

reaksi

nonverbal

dari

klien dapat melaporkan ketidaknyamanan.


nyeri

pada

petugas,3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik

frekuensi
ekspresi

nyeri, untuk mengetahui pengalaman nyeri klien


wajah,

menyatakan

dan sebelumnya.
4.

Kontrol

ontro

lingkungan

yang

kenyamanan fisik dan mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,


psikologis, TD 120/80 pencahayaan, kebisingan.
mmHg,

N:

60-1005. Kurangi ontro presipitasi nyeri.

x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6.


Control

nyeri

Pilih dan lakukan penanganan nyeri


(farmakologis/non farmakologis)..

dibuktikan dengan klien7.

Ajarkan

teknik

non

farmakologis

melaporkan gejala nyeri (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi


dan control nyeri.

nyeri..
8.

Berikan analgetik untuk mengurangi


nyeri.

9.

Evaluasi

tindakan

pengurang

nyeri/kontrol nyeri.
10.

Kolaborasi dengan dokter bila ada

komplain tentang pemberian analgetik


tidak berhasil.
11.

Monitor penerimaan klien tentang

manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3.

Tentukan

analgetik

pilihan,

rute

pemberian dan dosis optimal.


4.

Monitor TTV sebelum dan sesudah


pemberian analgetik.

5. Berikan analgetik tepat waktu terutama


saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

2.

Ketidakseimba

Setelah

dilakukan Manajemen Nutrisi

ngan nutrisi

asuhan

keperawatan,1. kaji pola makan klien

kurang dari

klien

kebutuhan

status nutrisi adekuat3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

tubuh bd

dibuktikan dengan BB4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan

menunjukan2. Kaji adanya alergi makanan.

ketidakmampua stabil tidak terjadi mal nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
n tubuh

nutrisi, tingkat energi klien.

mengabsorbsi

adekuat,

zat-zat gizi

nutrisi adekuat

masukan5. Anjurkan klien untuk meningkatkan

berhubungan

asupan nutrisinya.
6.

Yakinkan

diet

yang

dikonsumsi

dengan faktor

mengandung cukup serat untuk mencegah

biologis.

konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1.

Monitor

BB

setiap

hari

jika

memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input

makanan

misalnya

perdarahan, bengkak dsb.


7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3.

Kerusakan

Setelah dilakukan

integritas

asuhan keperawatan, 1.

jaringan

bd Wound healing

Wound care
Catat karakteristik luka:tentukan ukuran
dan kedalaman luka, dan klasifikasi

faktor mekanik: meningkat

pengaruh ulcers

perubahan

dengan criteria:

2.

sirkulasi,

Luka mengecil dalam

Catat karakteristik cairan secret yang


keluar

imobilitas

dan ukuran dan peningkatan3.

penurunan

granulasi jaringan

Bersihkan dengan cairan anti bakteri

4.

Bilas dengan cairan NaCl 0,9%

sensabilitas

5.

Lakukan nekrotomi K/P

(neuropati)

6.

Lakukan tampon yang sesuai

7.

Dressing dengan kasa steril sesuai


kebutuhan

8.

Lakukan pembalutan

9.

Pertahankan tehnik dressing steril ketika


melakukan perawatan luka

10. Amati setiap perubahan pada balutan


11. Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
4..

Kerusakan

Setelah

dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi

mobilitas fisik Asuhan

keperawatan,
1.

bd

teridentifikasi dialami

tidak dapat

nyaman nyeri, Mobility level

2.

intoleransi

Joint movement: aktif. 3.

aktifitas,

Self care:ADLs

penurunan

Dengan criteria hasil: 4.

kekuatan otot

1.

Aktivitas
meningkat

bergerak

Pastikan

motivasi

klien

untuk

Pastikan klien untuk mempertahankan

fisik pergerakan sendi


5.

Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum


diberikan latihan

3. Melaporkan perasaan
6.
kemampuan

Kolaborasi dengan fisioterapi


mempertahankan pergerakan sendi

2. ROM normal
peningkatan

Pastikan keterbatasan gerak sendi yang

Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;

kekuatan keteraturan, Latih ROM pasif.


dalam Exercise promotion
1.

Bantu identifikasi program latihan yang

4. Klien bisa melakukan sesuai


aktivitas

2.

Diskusikan dan instruksikan pada klien

5. Kebersihan diri klien mengenai latihan yang tepat


terpenuhi

walaupun Exercise terapi ambulasi

dibantu oleh perawat


1.
atau keluarga

Anjurkan dan Bantu klien duduk di


tempat tidur sesuai toleransi

2.

Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai


toleransi

3.

Fasilitasi penggunaan alat Bantu


Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and
toileting.

1.

Dorong keluarga untuk berpartisipasi


untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan toileting klien

2.

Berikan bantuan kebutuhan sehari hari


sampai

klien

dapat

merawat

secara

mandiri
3.

Monitor
berpakaian

kebersihan
,

kuku,

kulit,

dan

pola

dietnya

eliminasinya.
4.

Monitor kemampuan perawatan diri klien


dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

5.

Dorong klien melakukan aktivitas normal


keseharian sesuai kemampuan

6.

Promosi aktivitas sesuai usia

5.

Kurang

Setelah dilakukan

pengetahuan

asuhan keperawatan, 1.

tentang

pengetahuan klien

penyakit

Teaching : Dissease Process


tingkat pengetahuan klien dan

keluarga tentang proses penyakit

dan meningkat.

perawatan nya

Kaji

2.

Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,

Knowledge : Illness tanda dan gejala serta penyebab yang


Care dg kriteria :

mungkin

1 Tahu Diitnya

3.

Sediakan informasi tentang kondisi klien

2 Proses penyakit

4.

Siapkan keluarga atau orang-orang yang

3 Konservasi energi

berarti

4 Kontrol infeksi

perkembangan klien

5 Pengobatan
6

Aktivitas

5.

informasi

tentang

Sediakan informasi tentang diagnosa

yang klien

dianjurkan

6.

7 Prosedur pengobatan
8

dengan

Diskusikan perubahan gaya hidup yang


mungkin diperlukan

untuk mencegah

Regimen/aturan komplikasi di masa yang akan datang dan


pengobatan

atau kontrol proses penyakit

Sumber-sumber
7.
kesehatan

10

Diskusikan tentang pilihan tentang terapi


atau pengobatan

8.

Manajemen penyakit

Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan


atau terapi

9.

Dorong klien untuk menggali pilihanpilihan atau memperoleh alternatif pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin


terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang
ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan

14. kolaborasi dg tim yang lain.

6.

Defisit self care

Setelah
asuhan

dilakukan Bantuan perawatan diri


keperawatan,1. Monitor kemampuan pasien terhadap

klien mampu Perawatan perawatan diri


diri

2.

Monitor

kebutuhan

akan

personal

Self care :Activity Daly hygiene, berpakaian, toileting dan makan


Living (ADL) dengan3. Beri bantuan sampai klien mempunyai
indicator :

Pasien

kemapuan untuk merawat diri


dapat4.

Bantu

klien

dalam

memenuhi

melakukan

aktivitas kebutuhannya.

sehari-hari

(makan,5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas

berpakaian, kebersihan, sehari-hari sesuai kemampuannya


toileting, ambulasi)

6. Pertahankan aktivitas perawatan diri

Kebersihan diri pasien secara rutin


terpenuhi

7.

Evaluasi

kemampuan

klien

dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari.


8. Berikan reinforcement atas usaha yang
dilakukan dalam melakukan perawatan
7.

PK:

Hipo

Hiperglikemi

/ Setelah
asuhan
diharapkan
akan

diri sehari hari.


dilakukan Managemen Hipoglikemia:
keperawatan,
1.

Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi

perawat
2.

Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ;

menangani

dan kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin,

meminimalkan episode lembab pucat, tachikardi, peka rangsang,


hipo / hiperglikemia

gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.


3.

Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk


/ sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar
gula darah > 69 mg/dl

4.

Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai


protokol

5.

K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk


dietnya.
Managemen Hiperglikemia

1.
2.

Monitor GDR sesuai indikasi


Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,

keletihan,

pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4


menurun.
3.

Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi

4.

Berikan insulin sesuai order

5.

Pertahankan akses IV

6.

Berikan IV fluids sesuai kebutuhan

7.

Konsultasi dengan dokter jika tanda dan


gejala

Hiperglikemia

menetap

atau

memburuk
8.

Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi


hipotensi

9.

Batasi latihan ketika gula darah >250


mg/dl khususnya adanya keton pada urine

10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &


irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor
8.

PK : Infeksi

Setelah dilakukan

cairan

I/O

sesuai

kebutuhan
1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer &

asuhan keperawatan,
perawat akan

status

sekunder
2.

menangani /

Bersihkan lingkungan setelah dipakai


pasien lain.

mengurangi komplikasi 3. Batasi pengunjung bila perlu.


defesiensi imun

4.

Intruksikan kepada keluarga untuk


mencuci

tangan

saat

kontak

dan

sesudahnya.
5.

Gunakan sabun anti miroba untuk


mencuci tangan.

6.

Lakukan cuci tangan sebelum dan


sesudah tindakan keperawatan.

7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai


alat pelindung.
8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
9.

Lakukan perawatan luka dan dresing

infus setiap hari.


10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari
tanda tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila
hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.

PATHWAY

Anda mungkin juga menyukai