Anda di halaman 1dari 38

BAB III

TRANSFORMASI LAPLACE
3.1

Pendahuluan
Penggunaan Transformasi Laplace dalam pengendalian proses bertujuan untuk

memberikan metode yang sederhana dan mudah untuk menyelesaikan persamaanpersamaan deferensial linier atau persamaan hasil linierisasi sebagai hasil pemodelan
proses kimia secara matematis.
Dengan Transformasi Laplace memungkinkan dilakukan :
1. Pengembangan model hubungan Input-Output secara sederhana, yang sangat
berguna untuk tujuan pengendalian proses
2. Analisa kuantitatif secara langsung tentang bagaimana suatu proses kimia
bereaksi (tanggapan) terhadap berbagai gangguan eksternal.

3.2

Definisi Transformasi Laplace


Transformasi Laplace F(s) dari fungsi f(t) dapat didefinisikan sebagai :

(3.1)
Catatan :
1. Definisi yang lebih mendasar dari Transformasi Laplace adalah seperti ditunjukkan
pada persamaan berikut :

(3.1.a)
Jika fungsi f(t) kontinnyu dan terdifinisi untuk setiap nilai t dalam rentang t=0
Sampai t =, maka definisi pada persamaan 3.1.a. akan dapat direduksi menjadi
persamaan 3.1.
2. Dari definisi 3.1 dan 3.1.a terlihat bahwa Tansformasi Laplace merupakan
pengubahan/tramsformasi dari suatu domain waktu (waktu sebagai variabel bebas) ke

Bab III. Transformasi Laplace

33

domain s (dengan s sebagai variabel bebas), s adalah variabel yang didefinisikan


sebagai bidang kompleks (contoh : a = a + jb)

3. Dari definisi 7.1 dan 7.1.a terlihat bahwa Tansformasi Laplace f(t) hanya akan ada
bila integral
fungsi

f ( t ) e st dt memiliki nilai tertentu yang terhingga (bounded). Untuk

f ( t ) = e at dengan a > 0, maka :


(3.2)

4. Transformasi Laplace adalah suatu operator yang linier :

(3.3)
dengan a1 dan a2 adalah parameter yang nilainya kontan (konstanta). Pembuktian
hubungan ini sebagai berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

34

3.2.1

Transformasi Laplace Beberapa Fungsi Utama


Transformasi Laplace untuk berbagai fungsi utama adalah sebagai berikut:

Bab III. Transformasi Laplace

35

Bab III. Transformasi Laplace

36

3.2.2

Transformasi Laplace Fungsi Diferensial Turunan


Transformasi Laplace fungsi diferensial/turunan pertama dapat dinyatakan

sebagai berikut :

(3.4)

dan Transformasi Laplace fungsi diferensial/turunan kedua sebagai berikut :

(3.5)
Transformasi Laplace untuk persamaan diferensial dapat didefinisikan secara umum
sebagai berikut :

(3.6)
3.2.3

Transformasi Laplace Fungsi Integral


Transformasi Laplace fungsi integral dapat dinyatakan sebagai berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

37

(3.7)

3.2.4

Teorema Nilai Akhir (Final Value Theorem)


Transformasi Laplace dari teorama nilai akhir dapat dinyatakan sebagai berikut :

(3.8)
3.2.5

Teorema Nilai Awal (Initial Value Theorem)

Transformasi Laplace dari teorama nilai awal dapat dinayatakan sebagai berikut :

(3.9)
3.3

Penyelesaian Persamaan Deffensial dengan Tranformasi Laplace


Prosedur penyelesaian persamaan deferensial dengan menggunakan Transformasi

Laplace dikembangkan oleh seorang insinyur Inggris, Oliver Heaviside. Sebagai contoh
dapat diambil suatu sistem Tangki Pemanas Berpengaduk.

Contoh 3.1:
Sintem Input-Output untuk Tangki Pemanas Berpengaduk

Bab III. Transformasi Laplace

38

Neraca massa sistem :


Akumulasi Massa

Total

waktu

atau,

MassaTotal

Masuk
=
waktu


MassaTotal
Keluar

waktu


d ( Ah)
= Fi F ; Massa Total = Ah = V
dt

jika konstan, maka :

dh
= Fi F
dt

atau

dV
= Fi F
dt

dimana : Fi = Laju alir volumetrik masuk tangki


F = Laju alir volumetrik keluar tangk

Neraca energi sistem :


Akumulas Energi

Total

waktu

Energi Total

Masuk
=
waktu


Energi Total

Keluar

waktu


Energi dari

steam
+
waktu


Atau,

d AhC p (T T ref )
dt

= Fi C p (T i T ref ) FC p (T T ref ) + Q

dimana Q adalah jumlah energi yang dipasok oleh steam per satuan waktu.
Bila Tref = 0, maka :

d ( hT )
Q
= F i T i FT +
dt
C p

Ah

dT
dh
Q
+ AT
= F i T i FT +
dt
dt
C p

Ah

dT
Q
+ T ( Fi F ) = Fi T i FT +
dt
C p

Bab III. Transformasi Laplace

, dimana :

dh
= Fi F
dt

39

Ah

dT
Q
= F i (T i T ) +
dt
C p

Dengan asumsi bahwa Fi = F (ketinggian cairan dalam tangki tetap), maka akan
menghasilkan dV/dt = 0, sehingga persamaan yang tertinggal hanya neraca energi berikut
:

Jumlah energi/panas yang dipasok oleh steam, Q dapat diperoleh dari hubungan :

dimana,
U

= koefisien perpindahan panas keseluruhan

At

= luas perpindahan panas

Tst

= temperatur steam

Substitusi kedua persamaan diatas akan diperoleh hubungan berikut :

atau,

(3.10)
dengan,

Persamaan 3.10. merupakan model Matematika untuk tangki pemanas berpengaduk


dengan variabel keadaan T dari variabel-variabel masukan (input) Ti dan Tst. Pada
keadaaan steady state (mantap) menjadi :

Bab III. Transformasi Laplace

40

Dengan Ts, Ti.s dan Tst.s adalah nilai-nilai steady-state dari variabel-variabel terkait.
Hasil pengurangan persamaan kondisi steady diatas dengan persamaan asal 3.10.
diperoleh :

atau,

(3.10.a)
dimana, .

adalah variabel-variabel penyimpangan dari keadaan steady-nya Ts, Ti,s dan Tst..
Penyelesaian persamaannya dengan Transformasi Laplace
Persamaan 3.10.a. di atas dapat dijabarkan dalam bentuk variabel penyimpangan berikut
:

(3.11)
Jika pemanas mula-mula dalam keadaan tunak/steady [T(0) = 0], kemudian pada
t = 0 temperatur aliran masuk nail 10 oF dari nilai steadynya menurut fungsi step dan
tetap berada pada tingkat tersebut [Ti(t) = 10 oF] pada t > 0, temperatur cairan dalam
tangki akan naik. Perubahan temperatur cairan dalam tangki terhadap waktu dapat
dipelajari dengan menyelesaikan persamaan 3.11.
Persamaan 3.11 adalah persamaan deferinsial linier orde satu dengan koefisien
yang konstan, sehingga persamaan tersebut dapat diselesaikan

menggunakan

Transformasi Laplace. Prosedur penggunaan Transformasi Laplace untuk menyelesaikan


persamaan diferensial tersebut adalah sebagai berikut:

Bab III. Transformasi Laplace

41

1. Mula-mula ruas kanan dan ruas kiri persamaan 3.11 ditransformasikan sebagai
berikut :

atau,

(3.12)

sehingga :

(3.13)

2. Solusi dari persamaan deferensial ini adalah fungsi T(t) yang hasil Transformasi
Laplace-nya adalah ruas kanan dari persamaan T(s) di atas. Manipulasi terhadap
persamaan 3.13 akan menghasilkan bentuk :

(3.14)
Dari tabel pada subBab 3.2.1 dapat ditentukan bahwa :
Fungsi dengan Transformasi Laplace 1/s adalah fungsi step satuan
Fungsi dengan Transformasi Laplace 1/(s+a) adalah fungsi e-at

Dengan demikian, fungsi T(t) dapat dijabarkan sebagai berikut :

(3.15)
Fungsi T(t) pada persamaan 3.15 adalah solusi persamaan diferensial 3.11. di atas.
Penentuan fungsi waktu dari suatu Transformasi Laplace disebut inversi Transformasi

Bab III. Transformasi Laplace

42

Laplace, dan merupakan langkah yang paling kritis dalam menyelesaikan persamaan
diferensial linier menggunakan Transformasi Laplace.

Berdasarkan contoh kasus di atas teknik penyelesaian persamaan menggunakan


Transformasi Laplace dapat dijabarkan dalam beberapa langkah berikut :
Langkah 1 : Melakukan Tranformasi Laplace terhadap kedua ruas persamaan
deferensial. Transformasi Laplace berbagai turunan dapat ditemukan
menggunakan

persamaan 3.4, 3.5, 3.6 dan syarat-syarat awal untuk

persamaan deferensial tersebut.


Langkah 2 : Menyelesaikan persamaan aljabar yang dihasilkan dalam bentuk
Transformasi Laplace dari fungsi solusi persamaan yang tidak diketahui.
Langkah 3 : Menemukan fungsi waktu dari Transformasi Laplacenya (inversi) yang
didapatkan dari langkah 2. Fungsi waktu ini merupakan solusi yang
diharapkan dari persamaan diferensial pada langkah 1 di atas.

3.4 Inversi Transformasi Laplace


Seperti telah dijelaskan di atas, bagian yang paling kritis dalam menyelesaikan
suatu persamaan menggunakan Transformasi Laplace adalah inversi dari Transformasi
Laplace yang dihasilkan. Penyelesaian fungsi Transformasi Laplace dapat dilakukan
menggunakan metode Ekspansi Heaviside atau ekspansi persamaan menjadi fraksi-fraksi
parsial.
Hasil Transformasi Laplace suatu fungsi x(t) dapat dituliskan sebagai berikut :

(3.16)
dengan Q(s) dan P(s) adalah polinomial dalam s dengan orde m dan n
Inversi hasil Transformasi Laplace dengan metode ekspansi fraksi parsial dapat
dilakukan dalam tiga tahap berikut :
(1) Ekspansikan Q(s)/P(s) menjadi fraksi dalam deret :

Bab III. Transformasi Laplace

43

(3.17)
dengan, r1(s), r2(s), rn(s) adalah polinomial dengan orde yang lebih rendah
dari n, yaitu orde 1,2 dan seterusnya.
(2) Hitung harga masing-masing konstanta C1, C2 , ..., Cn
(3) Tentukan inversi Transformasi Laplace dari masing-masing fraksi parsial.
Fungsi x(t) yang dicari dapat dituliskan sebagai berikut :

(3.18)
Inversi terhadap masing-masing suku dapat dilakukan lebih mudah dengan
menggunakan Tabel Inversi Transformasi Laplace untuk fungsi-fungsi umum sebagai
berikut :

Tabel 3.1. Inversi Transformasi Laplace untuk Beberapa Fungsi

Bab III. Transformasi Laplace

44

Ekspansi fungsi x(t) yang merupakan perbandingan dua polinomial Q(s) dan P(s)
(persamaan 3.16) ke dalam deretan fraksi ditentukan oleh bentuk dan akar polinomial
penyebut P(s). Secara umum, dalam inversi Transformasi Laplace akan ditemui dua
kasus berikut :
1. Polinomial P(s) yang memiliki n akan (semua berbeda), nyata atau kompleks.
2. Polinomial P(s) yang memiliki akar-akar ganda.

Kedua kasus di atas diterangkan lebih lanjut dalam contoh-contoh kasus berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

45

1. Polinomial P(s) yang memiliki akar-akar nyata dan berbeda


Transformasi Laplace dari suatu fungsi x(t) adalah sebagai berikut :

(3.19)
Polinomial penyebut P(s) adalah persamaan orde 3 berikut :

yang memiliki 3 akar berikut :

sehingga :

Jadi persamaan 3.19. dapat dituliskan sebagai berikut ;

(3.20)
Ekspansikan persamaan 3.20 menjadi deretan fraksi-fraksi parsial akan menghasilkan
bentuk persamaan sebagai berikut ;

(3.21)
dengan C1, C2, dan C3,, adalah konstanta-konstanta yang belum diketahui dan harus
ditentukan nilainya.
Untuk mendapatkan penyelesaian dalam domain waktu, f(t) dapat dilakukan dengan
invers hasil Transformasi Laplace, berikut :

dengan menggunakan Tabel 3.1. akan didapatkan :


(3.22)
yang merupakan hasil inversi dari Transformasi Laplace persamaan 3.20.
Cara perhitungan untuk menentukan konstanta C1, C2, dan C3,, adalah sebagai berikut :
Perhitungan C1:

Bab III. Transformasi Laplace

46

Kalikan kedua ruas kanan dan ruas kiri persamaan 3.21. dengan (s-1) :

Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s-1=0, [s=1] ke dalam persamaan di atas,
akan mengakibatkan kedua suku terakhir pada ruas kanan persamaan tersebut menjadi
nol, sehingga :

Perhitungan C2:
Kalikan kedua ruas persamaan 3.21 dengan (s+1) :

Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s+1=0, [s=1] ke dalam persamaan diatas
akan memberikan hasil berikut :

Perhitungan C3 :
Kalikan ruas kanan dan ruas kiri persamaan 3.21. dengan (s-2) :

Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s-2=0, [s=2], ke dalam persamaan di atas
akan memberikan hasil berikut :

Dengan demikian, inversi Transformasi Laplace dari persamaan 3.22. akan menghasilkan
persamaan dalam domain waktu sebagai berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

47

2. Polinomial P(s) yang memiliki akar-akar berupa bilangan kompleks


Transformasi Laplace dari suatu fungsi x(t) adalah sebagai berikut :

(3.23)
Polinomial penyebut P(s) adalah persamaan orde dua yang memiliki 2 akar berbeda
dalam bentuk bilangan kompleks berikut :
sehingga ;

dan persamaan 2.23. dapat ditulis ulang dan diekspansikan dalam bentuk deretan fraksifraksi parsial berikut :

(3.24)
Dengan menggunakan Tabel pada sub bab 3.2.1., didapatkan :

Perhitungan nilai C1 dan C2 pada kasus ini dilakukan dengan cara yang sama seperti pada
kasus polinomial P(s) yang memiliki akar-akar nyata.
Perhitungan C1:
Kalikan ruas kanan dan ruas kiri persamaan 3.24. dengan [s-(1+2j)] :

Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s-(1+2j)=0 ,sehingga [s=1+2j] ke dalam


persamaan di atas akan memberikan hasil berikut :

Perhitungan C2:
Kalikan kedua ruas persamaan 3.24. dengan [s-(1-2j)] :

Bab III. Transformasi Laplace

48

Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s-(-+2j)=0 ,sehingga [s=1-2j] ke dalam


persamaan di atas akan memberikan hasil berikut :

Dengan demikian, inversi Transformasi Laplace dari persamaan 3.24. akan menghasilkan
persamaan dalam domain waktu sebagai berikut :

atau,

(3.26)
dari hubungan berikut :
akan didapatkan bahwa :

Substitusi hubungan di atas ke dalam variabel e2t dan e-2t dalam persamaan 3.26. akan
menghasilkan :

(3.27)
Penggunaan Indentitas Trigonometri :

Akan menghasilkan bentuk persamaan x(t) yang baru sebagai berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

49

(3.28)
Berdasarkan contoh di atas diambil beberapa kesimpulan mengenai inversi Transformasi
Laplace dari suatu persamaan dengan penyebut yang memiliki akar-akar kompleks :
1. Akar-akar kompleks tersebut akan selalu terdapat dalam bentuk pasangan
konjugat.
2. Koefisien suku ekspansi parsial terkait juga akan berupa pasangan konjugat
kompleks
3. Fungsi dalam domain waktu x(t) hasil inversi akan berbentuk periodik
(sinusoidal).

3. Polinomial P(s) yang memiliki akar-akar ganda


Metode untuk melakukan ekspansi fraksi parsial dan perhitungan koefisien-koefisien
hasil inversi pada Transformasi Laplace yang memiliki penyebut dengan akar-akar ganda
berbeda dengan cara ekspansi dan perhitungan koefisien untuk kasus-kasus yang telah
dibahas sebelumnya.
Contoh penyelasaian fungsi dengan akar-akar penyebut ganda adalah pada hasil
Transformasi Laplace berikut :

(3.29)
Fungsi hasil Transformasi Laplace pada persamaan 3.29 tersebut memiliki 3 (tiga) akar
yang sama dan akar keempat yang berbeda, yaitu :

Ekspansi dari persamaan 3.29 tersebut ke dalam fraksi parsial akan menghasilkan bentuk
berikut :

(3.30)
Dari tabel sub Bab 3.2.1 dan Tabel 3.1 didapatkan bahwa :

Bab III. Transformasi Laplace

50

Sehingga inversi Transformasi Laplace persamaan 3.29 dapat dinyatakan dalam bentuk
berikut :

(3.31)
Perhitungan konstanta C1, C2, C3, dan C4 pada persamaan di atas dapat dilakukan sebagai
berikut :

Perhitungan C4 :
Konstanta C4 terkait dengan akar nyata dari penyebut x(t), sehingga dapat
dihitung menggunakan cara yang telah diterangkan sebelumnya. Dengan mengalikan
kedua ruas persamaan 3.30 dengan (s+2) dan mensubstitusikan

nilai s yang

mengakibatkan (s+2)=0, jadi s=-2 ke dalam persamaan akan didapatkan nilai C4 = -1

Perhitungan C3:
Perhitungan C3 juga dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur yang umum
dilakukan pada kasus-kasus sebelumnya, yaitu dengan mengalikan kedua ruas persamaan
dengan (s+1)2 untuk menghasilkan bentuk persamaan berikut :
(3.32)
3

Substitusi nilai s yang mengakibatkan (S+1) =0, jadi s= -1, akan memberikan nilai C3
=+1.

Perhitungan C2:
Cara perhitungan yang umum untuk kasus-kasus sebelumnya tidak dapat
diterapkan untuk menghitung C2, karena jika kedua ruas dikalikan dengan (s+1)2akan
dihasilkan bentuk berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

51

Substitusi nilai s yang mengakibatkan (S+1)=0 akan mengakibatkan suku yang terkait
dengan C3 akan memiliki nilai yang tak terhingga, sehingga cara ini tidak dapat
digunakan. Masalah yang sama juga akan terjadi pada perhitungan C1, sehingga untuk
menghitung C1 dan C2 diperlukan cara lain. Cara alternatif yang dapat ditempuh untuk
menghitung C2 adalah dengan melakukan pendeferensial kedua ruas persamaan 3.32
terhadap s untuk menghasilkan bentuk berikut :

(3.33)
Substitusi nilai s =-1 ke salam persamaan di atas akan diperoleh nilai C2 = -1.

Perhitungan C1:
Perhitungan nilai C1 dapat dilakukan dengan mendeferensialkan persamaan 3.33.
satu kali terhadap s sehingg menjadi :

Substitusi nilai s = -1 ke dalam persamaan di atas akan diperoleh nilai C1 = +1.


Hasil ekspansi dan perhitungan koefisien di atas akan memberikan persamaan hasil
inversi Transformasi Laplace dalam domain waktu sebagai solusi dari persamaan 3.29
adalah sebagai berikut :

(3.34)

3.5

Contoh-Contoh

Penyelesaian

Persamaan

Diferensial

Linier

dengan

Transformasi Laplace

Contoh 3.2:
Transformasi Laplace dari Persamaan Diferensial Linier
Transformasikan persamaan diferensial berikut, dan tuliskan hubungan outputinput-nya dalam variabel Laplace, Y(s)/X(s) :

Bab III. Transformasi Laplace

52

(3.35)
Jika nilai awalnya adalah, yo = 0, dan yo = 0, dihasilkan :

Fungsi Transfer adalah ratio Y(s)/X(s), adalah :

Contoh 3.3:
Penyelesaian Persamaan Diferensial Menggunakan Transformasi Laplace
Selesaikan persamaaan diferensial berikut ini, dengan Transformasi Laplace dan
Invers Laplace, sehingga diperoleh solusi dalam domain waktu x(t).

(3.36)
Transformasi Laplace dari persamaan diatas dihasilkan :

Inversi Laplace diperoleh hubungan :

(3.37)

Bab III. Transformasi Laplace

53

Dengan menggunakan Tabel 3.1 dapat diperoleh solusi persamaan tersebut sebagai
berikut :

Penyelesaian persamaan 3.37. dapat juga dilakukan dengan cara pemecahan parsiel
sebagai berikut :
Ekspansi persamaan ke dalam fraksi-fraksi parsial :

Perhitungan C1:
Kalikan ruas kanan dan ruas kiri persamaan s :

C2
1
= C1 +
2
(25s + 1)
(25s 2 + 1)
Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s=0 ,sehingga, diperoleh C1 = 1.

Perhitungan C2:
Substitusikan nilai C1 ke dalam persamaan akan diperoleh, C2 = -25s.
Dengan invers Transformasi Laplace dan menggunakan Tabel 3.1. dihasilkan :

Contoh 3.4:
Penyelesaian Persamaaan Orde 2 Menggunakan Transformasi Laplace.
Selesaikanlah persamaaan diferensial linier orde 2 berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

54

(3.38)

dengan x(t) sebagai variabel penyimpangan. Persamaan orde dua tersebut memiliki
syarat awal :

Tranformasi Laplace terhadap persamaan di atas akan menghasilkan bentuk sebagai


berikut :

atau,

(3.39)
Jika masukan f(t) adalah fungsi step satuan, sehingga f(s) = 1/s, maka persamaan 3.39
akan menjadi :

(3.40)
Polinomial P*(s) = a2s2 + a1s + ao disebut polinomial karakteristik untuk persamaan
orde kedua tersebut.
Langkah pertama untuk mencari inversi ruas kanan persamaan 3.40 adalah
dengan menentukan terlebih dahulu akar-akar persamaan P*(s). Berdasarkan nilai-nilai
konstanta ao, a1, dan a2, penyelesaian persamaan tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
kasus khusus.
Kasus 1 : Apabila a12 4a2ao > 0
Pada kasus ini P*(s) memiliki dua akar nyata yang berbeda, yaitu :

Bab III. Transformasi Laplace

55

Contoh :
Apabila persamaaan dengan nilai a1 = 4, a2 = 1, dan ao = 3, a12 4a2ao = 16 12 = 4
berarti > 0, dengan s1 = -1 dan s2 = -3.

(3.41)
Perhitungan C1 :
Jika kedua ruas persamaan di atas dikalikan dengan s, kemudian ke dalam persamaan
yang dihasilkan disubstitusikan nilai s = 0, akan didapatkan C1 = 1/3.
Perhitungan C2 :
Jika kedua ruas persamaan di atas dikalikan dengan (s+3), kemudian ke dalam persamaan
yang dihasilkan disubstitusikan nilai s = 3, akan didapatkan C2 = 1/6.
Perhitungan C3 :
Jika kedua ruas persamaan di atas dikalikan dengan (s+1), kemudian ke dalam persamaan
yang dihasilkan disubstitusikan nilai s = -1, akan didapatkan C3 = -1/2.
Sunstitusikan masing-masing koefisien tersebut ke dalam persamaan 3.41 akan diperoleh
solusi dari persamaan deferensial tersebut, sebagai berikut :

Kasus 2 : Apabila a12 4a2ao = 0


Pada kasus ini P*(s) memiliki dua akar ganda, yaitu :

Bab III. Transformasi Laplace

56

Contoh :
Apabila persamaaan dengan nilai a1 = 2, a2 = 1, dan ao = 1, a12 4a2ao = 4 4.1.1 = 0,
dengan s1 = s2 = -1.

(3.42)

Perhitungan C1 :
Jika kedua ruas persamaan di atas dikalikan dengan s, kemudian ke dalam persamaan
yang dihasilkan disubstitusikan nilai s = 0, akan didapatkan C1 = 1.
Perhitungan C3 :
Jika kedua ruas persamaan 3.42 dikalikan dengan (s+1)2 akan dihasilkan bentuk
persamaan berikut :

Substitusi nilai s = -1 ke dalam persamaan akan diperoleh C3 = 1.


Perhitungan C2 :
Jika kedua ruas persamaan yang digunakan untuk menentukan C3 di atas didiferensialkan
terhadap s, akan dihasilkan bentuk persamaan berikut :

Substitusi nilai s =-1 ke dalam persamaan tersebut akan memberikan harga C2 =-1.
Selanjutnya dengan mensubstitusikan masing-masing koefisien tersebut ke dalam
persamaan 3.42 akan menghasilkan solusi persamaan diferensial tersebut sebagai berikut
:

Bab III. Transformasi Laplace

57

Kasus 3 : Apabila a12 4a2ao < 0


Pada kasus ini P*(s) memiliki dua akar kompleks yang berpasangan.

Contoh :
Apabila persamaaan dengan nilai a1 = 2, a2 = 2, dan ao = 1, a12 4a2ao = 4 4.2.1 = - 4 ,
jadi < 0. Nilai akar-akar persamaan tersebut adalah akar kompleks yang berpasangan,
adalah :

sehingga,

(3.43)
Perhitungan C1 :
Jika kedua ruas persamaan 3.43, dikalikan dengan s, kemudian ke dalam persamaan yang
dihasilkan disubstitusikan nilai s = 0, akan diperoleh C1 = 1.
Perhitungan C2 :
1 +
Jika kedua ruas persamaan 3.43. dikalikan dengan s
2

j
, kemudian ke dalam

1 + j
persamaan yang dihasilkan disubstitusikan nilai
, akan didapatkan,
2

Perhitungan C3 :

Bab III. Transformasi Laplace

58

1
Jika kedua ruas persamaan 3.43. dikalikan dengan s
2

j
, kemudian ke dalam

1 j
persamaan yang dihasilkan disubstitusikan nilai
, akan didapatkan,
2

Substitusi masing-masing koefisien tersebut ke dalam persamaan 3.43. akan


menghasilkan solusi persamaan diferensial tersebut sebagai berikut :

`
atau,
(3.44)
Dengan menggunakan indentitas Euler :

Persamaan 3.44. dapat diubah menjadi :

atau,
(3.45)
Dengan

Persamaan 3.45. dapat dituliskan kembali menjadi :

Bab III. Transformasi Laplace

59

dengan,

3.6

Fungsi Transfer dan Model Hubungan Input-Output

3.6.1. Fungsi Transfer dengan Input Tunggal, f(t)


Pada suatu sistem proses dengan satu input dan satu output seperti pada Gambar
9.1. Kelakuan dinamis proses dapat dijelaskan menggunakan persamaan diferensial linier
atau hasil linierisasi orde n.

(3.46)
dengan f(t) dan y(t) adalah input dan output dari proses.

Gambar 3.1. a. Proses dengan satu input, satu output


b. Diagram balok proses

Jika pada awalnya sistem berada pada kondisi steady state (tunak), maka :

(3.47)
Untuk fungsi f(t) yang menghasilkan Transformasi Laplace berikut :

(3.48)
dengan syarat awal seperti pada 3.47., akan didapatkan :

Bab III. Transformasi Laplace

60

(3.49)
G(s) disebut sebagai Fungsi Transfer dari sistem di atas, yang menghubungkan output
terhadap input suatu proses (seperti pada Gambar 3.1). Gambar 3.1.b. juga dikenal
sebagai diagram balok dari sistem yang ditinjau.

3.6.1. Fungsi Transfer dengan Dua Input, f1(t) dan f2(t)


Model dinamik untuk suatu proses dengan dua input f1(t) dan f2(t) dengan satu
output seperti digambarkan dalam Gambar 3.2 dapat diuraikan sebagai berikut :

(3.50)

Gambar 3.2.

a. Proses dua input, satu output


b. Diagram balok sistem

Dengan syarat yang sama seperti pada 3.47. Persamaan 3.50. dapat diuraikan
lebih lanjut menjadi :

atau bentuk yang setara dengan hubungan berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

61

dengan,

G1(s) dan G2(s) adalah dua fungsi transfer yang menghubungkan output proses
dengan masing-masing inputnya. Fungsi G1(s) menghubungkan y(s) dengan input
pertama f1(s), dan G2(s) menghubungkan y(s) dengan input kedua f2(s). Hubungan antara
fungsi-fungsi ini ditunjukka dalam diagram balok pada Gambar 3.2. Prosedur yang sama
untuk mencari hubungan output dengan input suatu proses dapat diterapkan sistem
manapun yang memiliki satu output dan beberapa input. Diagram balok untuk sistemsistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Diagram balok suatu proses dengan beberapa input dan satu output.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi transfer antara output
dan input sebagai berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

62

Catatan :
1.

Penggunaan Fungsi Transfer memungkinkan pengembangan Model InputOutput yang lebih sederhana.

2.

Fungsi Transfer dapat menjelaskan secara lengkap kelakuan dinamik output


jika perubahan pada fungsi input diketahui. Untuk suatu perubahan tertentu
pada input sistem f(t), respons sistem dapat diketahui dari inversi.

3.

Untuk sistem-sistem non-linier, fungsi transfer baru bisa didapatkan setelah


sistem tersebut dilinierisasikan di sekitar kondisi steady state,, dan dinyatakan
dalam bentuk variabel penyimpangan.

Contoh Soal 3.5:


Fungsi Transfer untuk Tangki Pemanas Berpengaduk
Hasil manipulasi penyusunan neraca energi dari tangki pemanas berpengaduk
seperti pada Contoh Soal 3.1. dapat diperoleh model hubungan matematika dalam
bentuk variabel deviasi sebagai berikut :

dimana, T = T Ts

Ti = Ti Tis

Tst = Tst T st,s

adalah variabel-variabel penyimpangan dari keadaan steady Ts , Tis, dan Tst.


Transformasi Laplace terhadap kedua ruas persamaaan neraca energi diatas akan
diperoleh :

,atau

Bab III. Transformasi Laplace

63

Dengan mendefinisikan dua buah fungsi transfer berikut :

Maka persamaan di atas dapat ditulis ulang menjadi ;

Fungsi Transfer G1(s) menghubungkan temperatur cairan dalam tangki terhadap


temperatur aliran masuk, sedangkan Fungsi Transfer G2(s) menghubungkan temperatur
cairan dalam tangki terhadap perubahan temperatur steam. Diagram balok untuk sistem
tangki pemanas berpengaduk di atas dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Diagarn Balok untuk Sistem Tangki Pemanas Berpengaduk

3.7 Linierisasi Sistem Satu Variabel


Linierisasi adalah salah satu cara untuk mendekati sistem non-linier dengan sistem
yang linier. Linierisasi digunakan secara luas untuk mempelajari dinamika proses dan
perancangan sistem pengendali karena alasan-alasan berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

64

1.

Dengan linierisasi akan didapatkan sistem linier yang dapat diselesaikan secara
analitis dan memberikan gambaran kelakuan proses secara lengkap untuk
berbagai nilai parameter proses dan variabel input.

2.

Perkembangan yang banyak dibahas dalam buku-buku teks untuk sistem


pengendali yang efektif sebatas untuk proses-proses linier.

Persaman non-linier umum yang digunakan untuk memodelkan proses adalah persamaan
ordiner linier diferensial sebagai berikut :\

(3.51)
Fungsi f(x) pada persamaan tersebut dapat diekspansikan dalam bentuk deret Taylor di
sekitar titik xo sebagai berikut :

(3.52)
Jika suku orde kedua dan selebihnya dari Deret Taylor tersebut diabaikan, maka f(x)
tersebut dapat didekati menjadi :

(3.53)
Kesalahan (galat) yang dapat diabaikan karena pendekatan di atas adalah sebagai berikut
:

(3.54)
Dari persamaan di atas terlihat bahwa hasil linierisasi 3.53. hanya akan cocok digunakan
apabila nilai x sangat dekat dengan xo, sehingga nilai suku I menjadi sangat kecil.

Bab III. Transformasi Laplace

65

Gambar 3.5. Pendekatan linierisasi untuk suatu sistem non-linier


Pada Gambar 3.5. diatas dapat dilihat secara jelas perbandingan antara fungsi
non-linier f(x) dan fungsi hasil linierisasi di sekitar titik xo. Dari gambar tersebut juga
terlihat bahwa hasil pendekatan linierisasi sangat tergantung pada nilai titik xo yang
disekitarnya dilakukan ekspansi Taylor. Pada gambar terlihat jelas perbedaan hasil
linierisasi pada dua titik yang letaknya berbeda (linierisasi f(x) pada titik xo dan x1).
Pendekatan sistem non-linier dengan linierisasi hanya akan memiliki nilai yang tepat
pada titik linierisasi.

Contoh Soal 3.6:


Linierisasi untuk Suatu Sistem Tangki
Suatu sistem tangki dengan aliran masuk (Fi) dan aliran keluar (Fo) sebagai berikut :

Gambar 3.6.

Bab III. Transformasi Laplace

a. Sistem Tangki pada contoh 3.6


b. Pendekatan terhadap respon ketinggian cairan

66

Pada sistem tangki dalam Gambar 3.6. Neraca massa total dari sistem akan dihasilkan
bentuk persamaan berikut :

(3.55)
dimana : A = luas penampang cairan
h = ketinggian cairan
Jika laju aliran keluar, Fo adalah fungsi linier dari ketinggian cairan, atau Fo = h,
dengan adalah suatu konstanta, maka persamaan 3.55. akan menjadi :

Jika Fo berubah terhadap ketinggian cairan menurut fungsi , Fo = h , maka neraca


massa total yang diperoleh akan memberikan model dinamik yang non-linier sebagi
berikut :

Suku yang tidak linier pada persamaan tersebut hanya h , Ekspansi Deret Taylor pada
suku di sekitar titik ho, akan menghasilkan linierisasi berikut :

Pengabaian terhadap suku-suku orde kedua dan seterusnya akan diperoleh bentuk,

Jika hubungan di atas diterapkan pada sistem dinamik non-linier awal akan memberikan
model pendekatan linierisasi sebagai berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

67

(3.56)
Perbandingan model pendekatan linierisasi dengan bentuk non-liniernya dapat dilihat
pada Gambar 3.6. Pada proses yang digambarkan tersebut, mula-mula tangki dalam
keadaan steady dengan ketinggian cairan ho dan pada waktu t=0 pasokan cairan ke tangki
dihentikan, sedangkan cairan dibiarkan terus mengalir keluar. Kurva A pada Gambar 3.6
adalah solusi dari persamaan hasil linierisasi, sedangkan kurva B adalah solusi dari
bentuk persamaan non-linier. Dari gambar terlihat bahwa kedua kurva berhimpit pada
periode waktu tertentu di awal proses. Hal ini menunjukkan bahwa model hasil linierisasi
sangat cocok dengan model non-linier pada awal periode. Dengan bertambahnya waktu
dan berkurangnya ketinggian cairan, nilai h akan semakin jauh menyimpang dari
kenyataan dibandingkan dengan nilai h pada awal proses yang sangat dekat dengan titik
linierisasi ho.

3.8 Variabel Penyimpangan (Deviation Variable)


Konsep variabel penyimpangaan (deviation variabel) akansangat membantu dalam
mempelajari bagian-bagian selanjutnya mengenai pengendalian sistem proses kimia.
Jika x(s) adalah nilai x pada keadaaan mantap (steady) yang menggambarkan keadaan
dinamik awal dari sistem, maka :

(3.57)
Jika xs adalah titik linierisasi dari persamaan 3.51 . (xo = xs), maka persamaan 3.51. akan
menghasilkan model linier sebagai berikut :

(3.58)
Pengurangan 3.57. dari 3.58. akan menghasikan persamaan berikut :

(3.59)

Bab III. Transformasi Laplace

68

Jika variabel penyimpangan x didefinisikan sebagai : x = xxs maka persamaan 3.59.


dapat ditulis kembali sebagai berikut :

(3.60)
Persamaan 3.60. merupakan pendekatan linierisasi sistem dinamik non-linier, yang
dinyatakan dalam bentuk variabel penyimpangan x.
Penggunaan variabel penyimpangan dalam pengendalian proses memiliki arti
yang penting. Dalam pengendalian proses, seringkali nilai-nilai variabel proses tertentu
(temperatur, konsentrasi, tekanan, laju alir, volume, dan lain-lain) harus dipertahankan
pada nilai mantap (steady) tertentu. Sehingga nilai mantap adalah titik kandidat alami
untuk pengembangan model linierisasi. Pada kasus-kasus ini variabel penyimpangan
akan menggambarkan secara langsung besarnya penyimpangan sistem dari nilai operasi
yang diharapkan. Jika perangkat pengendali untuk sistem proses terkait telah dirancang
dengan baik, variabel proses tidak akan bergeser terlalu jauh dari nilai steady. Dengan
demikian, penggunaan, variabel penyimpangan dalam model linierisasi akan sangat
cocok digunakan untuk menggambarkan kelakuan dinamik proses di dekat keadaan
mantap (steady).

Contoh Soal 3.7:


Penggunaan Variabel Penyimpangan untuk Sistem Tangki
Pada model hasil linierisasi sistem tangki seperti pada contoh soal 3.6. di atas
(persamaan 3.56) . Jika nilai steady ketinggian cairan untuk laju alir mauk tertentu Fi,s
adalah ho , maka linierisasi di sekitar titik hs akan menghasilkan persamaan model
sebagai berikut :

(3.61)
Pada keadaan mantap (steady), juga akan didapatkan persamaan keadaan sistem sebagai
berikut :

Bab III. Transformasi Laplace

69

(3.62)
Pengurangan persamaan 3.62. dari 3.61. akan menghasilkan :

(3.63)
Dengan mendefinisikan variabel penyimpangan : h = h-hs dan Fi = Fi-Fi,s ,akan
didapatkan model hasil linierisasi dalam variabel penyimpangan sebagai berikut :

(3.64)

Bab III. Transformasi Laplace

70

Anda mungkin juga menyukai