TRANSFORMASI LAPLACE
3.1
Pendahuluan
Penggunaan Transformasi Laplace dalam pengendalian proses bertujuan untuk
memberikan metode yang sederhana dan mudah untuk menyelesaikan persamaanpersamaan deferensial linier atau persamaan hasil linierisasi sebagai hasil pemodelan
proses kimia secara matematis.
Dengan Transformasi Laplace memungkinkan dilakukan :
1. Pengembangan model hubungan Input-Output secara sederhana, yang sangat
berguna untuk tujuan pengendalian proses
2. Analisa kuantitatif secara langsung tentang bagaimana suatu proses kimia
bereaksi (tanggapan) terhadap berbagai gangguan eksternal.
3.2
(3.1)
Catatan :
1. Definisi yang lebih mendasar dari Transformasi Laplace adalah seperti ditunjukkan
pada persamaan berikut :
(3.1.a)
Jika fungsi f(t) kontinnyu dan terdifinisi untuk setiap nilai t dalam rentang t=0
Sampai t =, maka definisi pada persamaan 3.1.a. akan dapat direduksi menjadi
persamaan 3.1.
2. Dari definisi 3.1 dan 3.1.a terlihat bahwa Tansformasi Laplace merupakan
pengubahan/tramsformasi dari suatu domain waktu (waktu sebagai variabel bebas) ke
33
3. Dari definisi 7.1 dan 7.1.a terlihat bahwa Tansformasi Laplace f(t) hanya akan ada
bila integral
fungsi
(3.3)
dengan a1 dan a2 adalah parameter yang nilainya kontan (konstanta). Pembuktian
hubungan ini sebagai berikut :
34
3.2.1
35
36
3.2.2
sebagai berikut :
(3.4)
(3.5)
Transformasi Laplace untuk persamaan diferensial dapat didefinisikan secara umum
sebagai berikut :
(3.6)
3.2.3
37
(3.7)
3.2.4
(3.8)
3.2.5
Transformasi Laplace dari teorama nilai awal dapat dinayatakan sebagai berikut :
(3.9)
3.3
Laplace dikembangkan oleh seorang insinyur Inggris, Oliver Heaviside. Sebagai contoh
dapat diambil suatu sistem Tangki Pemanas Berpengaduk.
Contoh 3.1:
Sintem Input-Output untuk Tangki Pemanas Berpengaduk
38
Total
waktu
atau,
MassaTotal
Masuk
=
waktu
MassaTotal
Keluar
waktu
d ( Ah)
= Fi F ; Massa Total = Ah = V
dt
dh
= Fi F
dt
atau
dV
= Fi F
dt
Total
waktu
Energi Total
Masuk
=
waktu
Energi Total
Keluar
waktu
Energi dari
steam
+
waktu
Atau,
d AhC p (T T ref )
dt
= Fi C p (T i T ref ) FC p (T T ref ) + Q
dimana Q adalah jumlah energi yang dipasok oleh steam per satuan waktu.
Bila Tref = 0, maka :
d ( hT )
Q
= F i T i FT +
dt
C p
Ah
dT
dh
Q
+ AT
= F i T i FT +
dt
dt
C p
Ah
dT
Q
+ T ( Fi F ) = Fi T i FT +
dt
C p
, dimana :
dh
= Fi F
dt
39
Ah
dT
Q
= F i (T i T ) +
dt
C p
Dengan asumsi bahwa Fi = F (ketinggian cairan dalam tangki tetap), maka akan
menghasilkan dV/dt = 0, sehingga persamaan yang tertinggal hanya neraca energi berikut
:
Jumlah energi/panas yang dipasok oleh steam, Q dapat diperoleh dari hubungan :
dimana,
U
At
Tst
= temperatur steam
atau,
(3.10)
dengan,
40
Dengan Ts, Ti.s dan Tst.s adalah nilai-nilai steady-state dari variabel-variabel terkait.
Hasil pengurangan persamaan kondisi steady diatas dengan persamaan asal 3.10.
diperoleh :
atau,
(3.10.a)
dimana, .
adalah variabel-variabel penyimpangan dari keadaan steady-nya Ts, Ti,s dan Tst..
Penyelesaian persamaannya dengan Transformasi Laplace
Persamaan 3.10.a. di atas dapat dijabarkan dalam bentuk variabel penyimpangan berikut
:
(3.11)
Jika pemanas mula-mula dalam keadaan tunak/steady [T(0) = 0], kemudian pada
t = 0 temperatur aliran masuk nail 10 oF dari nilai steadynya menurut fungsi step dan
tetap berada pada tingkat tersebut [Ti(t) = 10 oF] pada t > 0, temperatur cairan dalam
tangki akan naik. Perubahan temperatur cairan dalam tangki terhadap waktu dapat
dipelajari dengan menyelesaikan persamaan 3.11.
Persamaan 3.11 adalah persamaan deferinsial linier orde satu dengan koefisien
yang konstan, sehingga persamaan tersebut dapat diselesaikan
menggunakan
41
1. Mula-mula ruas kanan dan ruas kiri persamaan 3.11 ditransformasikan sebagai
berikut :
atau,
(3.12)
sehingga :
(3.13)
2. Solusi dari persamaan deferensial ini adalah fungsi T(t) yang hasil Transformasi
Laplace-nya adalah ruas kanan dari persamaan T(s) di atas. Manipulasi terhadap
persamaan 3.13 akan menghasilkan bentuk :
(3.14)
Dari tabel pada subBab 3.2.1 dapat ditentukan bahwa :
Fungsi dengan Transformasi Laplace 1/s adalah fungsi step satuan
Fungsi dengan Transformasi Laplace 1/(s+a) adalah fungsi e-at
(3.15)
Fungsi T(t) pada persamaan 3.15 adalah solusi persamaan diferensial 3.11. di atas.
Penentuan fungsi waktu dari suatu Transformasi Laplace disebut inversi Transformasi
42
Laplace, dan merupakan langkah yang paling kritis dalam menyelesaikan persamaan
diferensial linier menggunakan Transformasi Laplace.
(3.16)
dengan Q(s) dan P(s) adalah polinomial dalam s dengan orde m dan n
Inversi hasil Transformasi Laplace dengan metode ekspansi fraksi parsial dapat
dilakukan dalam tiga tahap berikut :
(1) Ekspansikan Q(s)/P(s) menjadi fraksi dalam deret :
43
(3.17)
dengan, r1(s), r2(s), rn(s) adalah polinomial dengan orde yang lebih rendah
dari n, yaitu orde 1,2 dan seterusnya.
(2) Hitung harga masing-masing konstanta C1, C2 , ..., Cn
(3) Tentukan inversi Transformasi Laplace dari masing-masing fraksi parsial.
Fungsi x(t) yang dicari dapat dituliskan sebagai berikut :
(3.18)
Inversi terhadap masing-masing suku dapat dilakukan lebih mudah dengan
menggunakan Tabel Inversi Transformasi Laplace untuk fungsi-fungsi umum sebagai
berikut :
44
Ekspansi fungsi x(t) yang merupakan perbandingan dua polinomial Q(s) dan P(s)
(persamaan 3.16) ke dalam deretan fraksi ditentukan oleh bentuk dan akar polinomial
penyebut P(s). Secara umum, dalam inversi Transformasi Laplace akan ditemui dua
kasus berikut :
1. Polinomial P(s) yang memiliki n akan (semua berbeda), nyata atau kompleks.
2. Polinomial P(s) yang memiliki akar-akar ganda.
Kedua kasus di atas diterangkan lebih lanjut dalam contoh-contoh kasus berikut :
45
(3.19)
Polinomial penyebut P(s) adalah persamaan orde 3 berikut :
sehingga :
(3.20)
Ekspansikan persamaan 3.20 menjadi deretan fraksi-fraksi parsial akan menghasilkan
bentuk persamaan sebagai berikut ;
(3.21)
dengan C1, C2, dan C3,, adalah konstanta-konstanta yang belum diketahui dan harus
ditentukan nilainya.
Untuk mendapatkan penyelesaian dalam domain waktu, f(t) dapat dilakukan dengan
invers hasil Transformasi Laplace, berikut :
46
Kalikan kedua ruas kanan dan ruas kiri persamaan 3.21. dengan (s-1) :
Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s-1=0, [s=1] ke dalam persamaan di atas,
akan mengakibatkan kedua suku terakhir pada ruas kanan persamaan tersebut menjadi
nol, sehingga :
Perhitungan C2:
Kalikan kedua ruas persamaan 3.21 dengan (s+1) :
Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s+1=0, [s=1] ke dalam persamaan diatas
akan memberikan hasil berikut :
Perhitungan C3 :
Kalikan ruas kanan dan ruas kiri persamaan 3.21. dengan (s-2) :
Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s-2=0, [s=2], ke dalam persamaan di atas
akan memberikan hasil berikut :
Dengan demikian, inversi Transformasi Laplace dari persamaan 3.22. akan menghasilkan
persamaan dalam domain waktu sebagai berikut :
47
(3.23)
Polinomial penyebut P(s) adalah persamaan orde dua yang memiliki 2 akar berbeda
dalam bentuk bilangan kompleks berikut :
sehingga ;
dan persamaan 2.23. dapat ditulis ulang dan diekspansikan dalam bentuk deretan fraksifraksi parsial berikut :
(3.24)
Dengan menggunakan Tabel pada sub bab 3.2.1., didapatkan :
Perhitungan nilai C1 dan C2 pada kasus ini dilakukan dengan cara yang sama seperti pada
kasus polinomial P(s) yang memiliki akar-akar nyata.
Perhitungan C1:
Kalikan ruas kanan dan ruas kiri persamaan 3.24. dengan [s-(1+2j)] :
Perhitungan C2:
Kalikan kedua ruas persamaan 3.24. dengan [s-(1-2j)] :
48
Dengan demikian, inversi Transformasi Laplace dari persamaan 3.24. akan menghasilkan
persamaan dalam domain waktu sebagai berikut :
atau,
(3.26)
dari hubungan berikut :
akan didapatkan bahwa :
Substitusi hubungan di atas ke dalam variabel e2t dan e-2t dalam persamaan 3.26. akan
menghasilkan :
(3.27)
Penggunaan Indentitas Trigonometri :
49
(3.28)
Berdasarkan contoh di atas diambil beberapa kesimpulan mengenai inversi Transformasi
Laplace dari suatu persamaan dengan penyebut yang memiliki akar-akar kompleks :
1. Akar-akar kompleks tersebut akan selalu terdapat dalam bentuk pasangan
konjugat.
2. Koefisien suku ekspansi parsial terkait juga akan berupa pasangan konjugat
kompleks
3. Fungsi dalam domain waktu x(t) hasil inversi akan berbentuk periodik
(sinusoidal).
(3.29)
Fungsi hasil Transformasi Laplace pada persamaan 3.29 tersebut memiliki 3 (tiga) akar
yang sama dan akar keempat yang berbeda, yaitu :
Ekspansi dari persamaan 3.29 tersebut ke dalam fraksi parsial akan menghasilkan bentuk
berikut :
(3.30)
Dari tabel sub Bab 3.2.1 dan Tabel 3.1 didapatkan bahwa :
50
Sehingga inversi Transformasi Laplace persamaan 3.29 dapat dinyatakan dalam bentuk
berikut :
(3.31)
Perhitungan konstanta C1, C2, C3, dan C4 pada persamaan di atas dapat dilakukan sebagai
berikut :
Perhitungan C4 :
Konstanta C4 terkait dengan akar nyata dari penyebut x(t), sehingga dapat
dihitung menggunakan cara yang telah diterangkan sebelumnya. Dengan mengalikan
kedua ruas persamaan 3.30 dengan (s+2) dan mensubstitusikan
nilai s yang
Perhitungan C3:
Perhitungan C3 juga dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur yang umum
dilakukan pada kasus-kasus sebelumnya, yaitu dengan mengalikan kedua ruas persamaan
dengan (s+1)2 untuk menghasilkan bentuk persamaan berikut :
(3.32)
3
Substitusi nilai s yang mengakibatkan (S+1) =0, jadi s= -1, akan memberikan nilai C3
=+1.
Perhitungan C2:
Cara perhitungan yang umum untuk kasus-kasus sebelumnya tidak dapat
diterapkan untuk menghitung C2, karena jika kedua ruas dikalikan dengan (s+1)2akan
dihasilkan bentuk berikut :
51
Substitusi nilai s yang mengakibatkan (S+1)=0 akan mengakibatkan suku yang terkait
dengan C3 akan memiliki nilai yang tak terhingga, sehingga cara ini tidak dapat
digunakan. Masalah yang sama juga akan terjadi pada perhitungan C1, sehingga untuk
menghitung C1 dan C2 diperlukan cara lain. Cara alternatif yang dapat ditempuh untuk
menghitung C2 adalah dengan melakukan pendeferensial kedua ruas persamaan 3.32
terhadap s untuk menghasilkan bentuk berikut :
(3.33)
Substitusi nilai s =-1 ke salam persamaan di atas akan diperoleh nilai C2 = -1.
Perhitungan C1:
Perhitungan nilai C1 dapat dilakukan dengan mendeferensialkan persamaan 3.33.
satu kali terhadap s sehingg menjadi :
(3.34)
3.5
Contoh-Contoh
Penyelesaian
Persamaan
Diferensial
Linier
dengan
Transformasi Laplace
Contoh 3.2:
Transformasi Laplace dari Persamaan Diferensial Linier
Transformasikan persamaan diferensial berikut, dan tuliskan hubungan outputinput-nya dalam variabel Laplace, Y(s)/X(s) :
52
(3.35)
Jika nilai awalnya adalah, yo = 0, dan yo = 0, dihasilkan :
Contoh 3.3:
Penyelesaian Persamaan Diferensial Menggunakan Transformasi Laplace
Selesaikan persamaaan diferensial berikut ini, dengan Transformasi Laplace dan
Invers Laplace, sehingga diperoleh solusi dalam domain waktu x(t).
(3.36)
Transformasi Laplace dari persamaan diatas dihasilkan :
(3.37)
53
Dengan menggunakan Tabel 3.1 dapat diperoleh solusi persamaan tersebut sebagai
berikut :
Penyelesaian persamaan 3.37. dapat juga dilakukan dengan cara pemecahan parsiel
sebagai berikut :
Ekspansi persamaan ke dalam fraksi-fraksi parsial :
Perhitungan C1:
Kalikan ruas kanan dan ruas kiri persamaan s :
C2
1
= C1 +
2
(25s + 1)
(25s 2 + 1)
Substitusikan nilai s yang akan menyebabkan s=0 ,sehingga, diperoleh C1 = 1.
Perhitungan C2:
Substitusikan nilai C1 ke dalam persamaan akan diperoleh, C2 = -25s.
Dengan invers Transformasi Laplace dan menggunakan Tabel 3.1. dihasilkan :
Contoh 3.4:
Penyelesaian Persamaaan Orde 2 Menggunakan Transformasi Laplace.
Selesaikanlah persamaaan diferensial linier orde 2 berikut :
54
(3.38)
dengan x(t) sebagai variabel penyimpangan. Persamaan orde dua tersebut memiliki
syarat awal :
atau,
(3.39)
Jika masukan f(t) adalah fungsi step satuan, sehingga f(s) = 1/s, maka persamaan 3.39
akan menjadi :
(3.40)
Polinomial P*(s) = a2s2 + a1s + ao disebut polinomial karakteristik untuk persamaan
orde kedua tersebut.
Langkah pertama untuk mencari inversi ruas kanan persamaan 3.40 adalah
dengan menentukan terlebih dahulu akar-akar persamaan P*(s). Berdasarkan nilai-nilai
konstanta ao, a1, dan a2, penyelesaian persamaan tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
kasus khusus.
Kasus 1 : Apabila a12 4a2ao > 0
Pada kasus ini P*(s) memiliki dua akar nyata yang berbeda, yaitu :
55
Contoh :
Apabila persamaaan dengan nilai a1 = 4, a2 = 1, dan ao = 3, a12 4a2ao = 16 12 = 4
berarti > 0, dengan s1 = -1 dan s2 = -3.
(3.41)
Perhitungan C1 :
Jika kedua ruas persamaan di atas dikalikan dengan s, kemudian ke dalam persamaan
yang dihasilkan disubstitusikan nilai s = 0, akan didapatkan C1 = 1/3.
Perhitungan C2 :
Jika kedua ruas persamaan di atas dikalikan dengan (s+3), kemudian ke dalam persamaan
yang dihasilkan disubstitusikan nilai s = 3, akan didapatkan C2 = 1/6.
Perhitungan C3 :
Jika kedua ruas persamaan di atas dikalikan dengan (s+1), kemudian ke dalam persamaan
yang dihasilkan disubstitusikan nilai s = -1, akan didapatkan C3 = -1/2.
Sunstitusikan masing-masing koefisien tersebut ke dalam persamaan 3.41 akan diperoleh
solusi dari persamaan deferensial tersebut, sebagai berikut :
56
Contoh :
Apabila persamaaan dengan nilai a1 = 2, a2 = 1, dan ao = 1, a12 4a2ao = 4 4.1.1 = 0,
dengan s1 = s2 = -1.
(3.42)
Perhitungan C1 :
Jika kedua ruas persamaan di atas dikalikan dengan s, kemudian ke dalam persamaan
yang dihasilkan disubstitusikan nilai s = 0, akan didapatkan C1 = 1.
Perhitungan C3 :
Jika kedua ruas persamaan 3.42 dikalikan dengan (s+1)2 akan dihasilkan bentuk
persamaan berikut :
Substitusi nilai s =-1 ke dalam persamaan tersebut akan memberikan harga C2 =-1.
Selanjutnya dengan mensubstitusikan masing-masing koefisien tersebut ke dalam
persamaan 3.42 akan menghasilkan solusi persamaan diferensial tersebut sebagai berikut
:
57
Contoh :
Apabila persamaaan dengan nilai a1 = 2, a2 = 2, dan ao = 1, a12 4a2ao = 4 4.2.1 = - 4 ,
jadi < 0. Nilai akar-akar persamaan tersebut adalah akar kompleks yang berpasangan,
adalah :
sehingga,
(3.43)
Perhitungan C1 :
Jika kedua ruas persamaan 3.43, dikalikan dengan s, kemudian ke dalam persamaan yang
dihasilkan disubstitusikan nilai s = 0, akan diperoleh C1 = 1.
Perhitungan C2 :
1 +
Jika kedua ruas persamaan 3.43. dikalikan dengan s
2
j
, kemudian ke dalam
1 + j
persamaan yang dihasilkan disubstitusikan nilai
, akan didapatkan,
2
Perhitungan C3 :
58
1
Jika kedua ruas persamaan 3.43. dikalikan dengan s
2
j
, kemudian ke dalam
1 j
persamaan yang dihasilkan disubstitusikan nilai
, akan didapatkan,
2
`
atau,
(3.44)
Dengan menggunakan indentitas Euler :
atau,
(3.45)
Dengan
59
dengan,
3.6
(3.46)
dengan f(t) dan y(t) adalah input dan output dari proses.
Jika pada awalnya sistem berada pada kondisi steady state (tunak), maka :
(3.47)
Untuk fungsi f(t) yang menghasilkan Transformasi Laplace berikut :
(3.48)
dengan syarat awal seperti pada 3.47., akan didapatkan :
60
(3.49)
G(s) disebut sebagai Fungsi Transfer dari sistem di atas, yang menghubungkan output
terhadap input suatu proses (seperti pada Gambar 3.1). Gambar 3.1.b. juga dikenal
sebagai diagram balok dari sistem yang ditinjau.
(3.50)
Gambar 3.2.
Dengan syarat yang sama seperti pada 3.47. Persamaan 3.50. dapat diuraikan
lebih lanjut menjadi :
61
dengan,
G1(s) dan G2(s) adalah dua fungsi transfer yang menghubungkan output proses
dengan masing-masing inputnya. Fungsi G1(s) menghubungkan y(s) dengan input
pertama f1(s), dan G2(s) menghubungkan y(s) dengan input kedua f2(s). Hubungan antara
fungsi-fungsi ini ditunjukka dalam diagram balok pada Gambar 3.2. Prosedur yang sama
untuk mencari hubungan output dengan input suatu proses dapat diterapkan sistem
manapun yang memiliki satu output dan beberapa input. Diagram balok untuk sistemsistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Diagram balok suatu proses dengan beberapa input dan satu output.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi transfer antara output
dan input sebagai berikut :
62
Catatan :
1.
Penggunaan Fungsi Transfer memungkinkan pengembangan Model InputOutput yang lebih sederhana.
2.
3.
dimana, T = T Ts
Ti = Ti Tis
,atau
63
64
1.
Dengan linierisasi akan didapatkan sistem linier yang dapat diselesaikan secara
analitis dan memberikan gambaran kelakuan proses secara lengkap untuk
berbagai nilai parameter proses dan variabel input.
2.
Persaman non-linier umum yang digunakan untuk memodelkan proses adalah persamaan
ordiner linier diferensial sebagai berikut :\
(3.51)
Fungsi f(x) pada persamaan tersebut dapat diekspansikan dalam bentuk deret Taylor di
sekitar titik xo sebagai berikut :
(3.52)
Jika suku orde kedua dan selebihnya dari Deret Taylor tersebut diabaikan, maka f(x)
tersebut dapat didekati menjadi :
(3.53)
Kesalahan (galat) yang dapat diabaikan karena pendekatan di atas adalah sebagai berikut
:
(3.54)
Dari persamaan di atas terlihat bahwa hasil linierisasi 3.53. hanya akan cocok digunakan
apabila nilai x sangat dekat dengan xo, sehingga nilai suku I menjadi sangat kecil.
65
Gambar 3.6.
66
Pada sistem tangki dalam Gambar 3.6. Neraca massa total dari sistem akan dihasilkan
bentuk persamaan berikut :
(3.55)
dimana : A = luas penampang cairan
h = ketinggian cairan
Jika laju aliran keluar, Fo adalah fungsi linier dari ketinggian cairan, atau Fo = h,
dengan adalah suatu konstanta, maka persamaan 3.55. akan menjadi :
Suku yang tidak linier pada persamaan tersebut hanya h , Ekspansi Deret Taylor pada
suku di sekitar titik ho, akan menghasilkan linierisasi berikut :
Pengabaian terhadap suku-suku orde kedua dan seterusnya akan diperoleh bentuk,
Jika hubungan di atas diterapkan pada sistem dinamik non-linier awal akan memberikan
model pendekatan linierisasi sebagai berikut :
67
(3.56)
Perbandingan model pendekatan linierisasi dengan bentuk non-liniernya dapat dilihat
pada Gambar 3.6. Pada proses yang digambarkan tersebut, mula-mula tangki dalam
keadaan steady dengan ketinggian cairan ho dan pada waktu t=0 pasokan cairan ke tangki
dihentikan, sedangkan cairan dibiarkan terus mengalir keluar. Kurva A pada Gambar 3.6
adalah solusi dari persamaan hasil linierisasi, sedangkan kurva B adalah solusi dari
bentuk persamaan non-linier. Dari gambar terlihat bahwa kedua kurva berhimpit pada
periode waktu tertentu di awal proses. Hal ini menunjukkan bahwa model hasil linierisasi
sangat cocok dengan model non-linier pada awal periode. Dengan bertambahnya waktu
dan berkurangnya ketinggian cairan, nilai h akan semakin jauh menyimpang dari
kenyataan dibandingkan dengan nilai h pada awal proses yang sangat dekat dengan titik
linierisasi ho.
(3.57)
Jika xs adalah titik linierisasi dari persamaan 3.51 . (xo = xs), maka persamaan 3.51. akan
menghasilkan model linier sebagai berikut :
(3.58)
Pengurangan 3.57. dari 3.58. akan menghasikan persamaan berikut :
(3.59)
68
(3.60)
Persamaan 3.60. merupakan pendekatan linierisasi sistem dinamik non-linier, yang
dinyatakan dalam bentuk variabel penyimpangan x.
Penggunaan variabel penyimpangan dalam pengendalian proses memiliki arti
yang penting. Dalam pengendalian proses, seringkali nilai-nilai variabel proses tertentu
(temperatur, konsentrasi, tekanan, laju alir, volume, dan lain-lain) harus dipertahankan
pada nilai mantap (steady) tertentu. Sehingga nilai mantap adalah titik kandidat alami
untuk pengembangan model linierisasi. Pada kasus-kasus ini variabel penyimpangan
akan menggambarkan secara langsung besarnya penyimpangan sistem dari nilai operasi
yang diharapkan. Jika perangkat pengendali untuk sistem proses terkait telah dirancang
dengan baik, variabel proses tidak akan bergeser terlalu jauh dari nilai steady. Dengan
demikian, penggunaan, variabel penyimpangan dalam model linierisasi akan sangat
cocok digunakan untuk menggambarkan kelakuan dinamik proses di dekat keadaan
mantap (steady).
(3.61)
Pada keadaan mantap (steady), juga akan didapatkan persamaan keadaan sistem sebagai
berikut :
69
(3.62)
Pengurangan persamaan 3.62. dari 3.61. akan menghasilkan :
(3.63)
Dengan mendefinisikan variabel penyimpangan : h = h-hs dan Fi = Fi-Fi,s ,akan
didapatkan model hasil linierisasi dalam variabel penyimpangan sebagai berikut :
(3.64)
70