Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KONSEP DASAR

1.

Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne
(2001), Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat.

Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi


infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen
yang paling sering terjadi.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium

disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang


muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan
adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

B.

Anatomi
1. Anatomi Usus Besar

Gambar 1.1 anatomi usus besar

Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter,
adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka,
yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan
terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau
pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang

sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun
dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang.
Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak
memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam
usus dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela cangkir.

Usus besar terdiri dari :


1. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area
katup ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu
yang sempit, berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.

2. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum.
Kolon memiliki tiga bagian, yaitu :
1. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah
kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.

2. Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung
sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah
pada flkesura splenik.

3. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon
sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum
Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan
panjang 12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan
membuka ke eksterior di anus.

2. Anatomi

Apendiks

Gambar 2.1 anatomi letak apendiks


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah
katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan
posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah
1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan
dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan

melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk


kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus
vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
3. Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat

disepanjang

saluran

cerna

termasuk

apendiks

ialah

IgA.

Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi.


Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.

Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur


kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya
cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan
terutama rentan terhadap infeksi ( Sjamsuhidayat, 2005).

C. Etiologi dan Predisposisi


Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah
erosi

mukosa

apendiks

karena

parasit

seperti

E.histolytica.

Penelitian

epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan


pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya

pertumbuhan

kuman

flora

kolon

biasa.

Semuanya

ini

mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).

4.

Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus
tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.


Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

E.

Manifestasi Klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri


kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot
dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi
dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi
menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih
menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda
rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila
apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat
ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus
atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia

mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

F.

Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik
dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan
untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum
atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang
merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka,
insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

7.

Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat


berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi
secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam
dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri
tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).

H.

Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama
kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh
penderita akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama

Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.


b. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat operasi sebelumnya pada


kolon. c. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,
keadaan apa yang memperberat dan memperingan.
4. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.

2. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut
kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila
tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di
perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
3. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak
apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan

ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah


pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.

4. Uji psoas dan uji obturator


Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor
lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan
pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,
maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan
pada apendisitis pelvika (Akhyar Yayan, 2008 ).

5.

Perubahan pola fungsi


Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000)
adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise.

2. Sirkulasi
Tanda :
Takikardi. c.
Eliminasi

Gejala : Konstipasi pada awitan awal.


Diare (kadang-kadang).

Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan.


1:

Penurunan atau tidak ada bising usus.

4. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia.
1:

Mual/muntah.

5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney
(setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan),
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark
pada apendiks).
Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungan
dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah ureter).

Tanda : Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau telentang


dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan
bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.

1:
Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi
peritoneal.
6. Pernapasan

Tanda : Takipnea, pernapasan


dangkal. g. Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah).

6. Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein


reaktif

(CRP).

Pada

pemeriksaan

darah

lengkap

ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml


(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang
pada

tempat

yang

terjadi

inflamasi

pada

apendiks.

Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian


menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks
yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.

9. Pathways Keperawatan
Hiperplasia Folikel Limfoit,fekalit,benda asing, cacing, peradangan
Obstruksi lumen apendiks

Pembengkakan jaringan limfoid


Peningkatan produksi mukus
Bendungan pada dinding apendiks
Peningkatan tekanan intraluminal sehingga
Menghambat saluran limfe yang mengeluarkan mukus
Edema dan alserasi apendiks

Apendiksitis akut
Piatalaksanaan
Apendiktomi
Luka post operasi
Insisi bedah

Nyeri

Terputusnya kontinuitas
jaringan Penurunan pertahanan primer tubuh

10.Diagnosa dan Fokus Intervensi


1.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan utama, perforasi/ ruptur pada apendiks, pembentukan


abses ; prosedur invasif insisi bedah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi berkurang.
KH : Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda
infeksi/ inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam.
Intervensi :
a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat,

perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.


Rasional : Dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses, peritonitis.

2. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/ drein


(bila dimasukkan), adanya eritema.
Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi,
dan/ atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang
telah ada sebelumnya.
3. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka
aseptik. Berikan perawatan paripurna.
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran infeksi.

4. Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien/


orang terdekat.
Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan
dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.
5.

Ambil contoh drainase bila diindikasikan.


Rasional : Kultur pewarnaan Gram dan sensitivitas berguna untuk
mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan terapi.

6.

Berikan antibiotik sesuai indikasi.


Rasional

Mungkin

diberikan

secara

profilaktik

atau

menurunkan jumlah mikroorganisme (pada infeksi yang


telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran
dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.
7.

Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.


Rasional : Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan


dengan pengeluaran cairan berlebih, pembatasan pascaoperasi,
status hipermetaabolik, inflamasi peritonium dengan cairan asing.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
keseimbangan cairan dan elektrolit menjadi kuat.
KH : kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil
dan secara individual haluaran urine adekuat.

Intervensi :
Awasi TD dan nadi.

1.

Rasional : Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi


volume intravaskuler.
b. Lihat membran mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian

kapiler.
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler. c. Awasi masukan dan haluaran : catat catat warna urine/
konsentrasi, berat jenis.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat
jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan.
d. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan

usus. Rasional : Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk


pemasukkan oral.
5.

Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukkan

peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.


Rasional

Menurunkan

iritasi

gaster/

muntah

untuk

meminimalkan kehilangan cairan.


6.

Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian

khusus pada perlindung bibir.

Rasional : Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan


pecah-pecah.
Pertahankan penghisapan gaster/ usus.

7.

Rasional : Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi


dan dipertahankan pada fase segera pascaoperasi
untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus,
mencegah muntah.
Berikan cairan IV dan elektrolit.

8.

Rasional : Peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan


menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan
volume

sirkulasi

darah,

mengakibatkan

hipovolemia.

Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan distensi


jaringan usus oleh inflamasi ; adanya insisi bedah.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
KH : Klien melaporkan nyeri berkurang/ hilang, klien rileks, mampu
istirahat/ tidur dengan tepat..
Intervensi :
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki
dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan


penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri
menunjukkan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan
upaya evaluasi medik dan intervensi.
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.

Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam


abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.
c.

Dorong dan ajarkan ambulasi dini.


Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh :
merangsang

peristaltik

dan

kelancaran

flatus,

menurunkan ketidaknyamanan abdomen.


d. Berikan aktivitas hiburan.

Rasional : Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi,


dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
e. Pertahankan puasa/ penghisapan NG pada awal.

Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus


dini dan iritasi gaster/ muntah.
6. Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain seperti ambulasi, batuk.

g. Berikan kantong es pada abdomen.


Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan
rasa ujung saraf. Catatan : jangan lakukan kompres panas
karena dapat menyebabkan kompresi jaringan.

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,


dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal
sumber informasi dan salah interpretasi informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan
potensial komplikasi.
KH

: Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi :
1. Kaji

ulang

pembatasan

aktivitas

pascaoperasi,

contoh

mengangkat berat, olahraga, seks, latihan, menyetir.


Rasional : Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan
kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.

2. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh :


peningkatan nyeri, edema/ eritema luka, adanya drainase, demam.
Rasional : Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius,
contohnya : peritonitis, lambatnya proses penyembuhan.

3. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.

Rasional : Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan

perasaan sehat, mempermudah kembali ke aktivitas normal.


4. Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan, pembatasan
mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/ pengikat.
Rasional : Pemahaman maningkatkannkerjasama dengan program
terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.

5. Berikan laksatif/ pelembek feses jika diindikasikan dan hindari


enema. Rasional : Membantu kembali ke fungsi usus semula,
mencegah mengejan saat defekasi. (Doenges, 2000).

Anda mungkin juga menyukai