Anda di halaman 1dari 21

SIFILIS

I.

PENDAHULUAN
Sifilis ialah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh Treponema pallidum sangat kronik

dan bersifat sistemik, pada perjalannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat
menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat di tularkan dari ibu ke janin.
Menurut sejarahnya terdapat banyak sinonim sifilis yang tak lazim dipakai. Sinonim yang
umum ialah, lues venerea, atau biasanya disebut luwes saja. Dalam istilah Indonesia disebut
raja singa1
Meskipun insiden sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan, karena
merupakan penyakit yang berat, hampir semua alat tubuh dapat diserang, termasuk system
kardiovaskular dan saraf. Wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya
ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan
dan kematian, penularan juga dapat terjadi melalui transfusi dengan darah yang
terkontaminasi, atau melalui inokulasi yang tidak disengaja. Rute penularan yang paling
penting adalah melalui kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi.1,2
II.

EPIDEMIOLOGI
Asal penyakit ini tidak jelas, sebelum tahun 1492 belum di kenal di eropa. Ada yang

menganggap penyakit ini berasal dari penduduk insian yang dibawa oleh anak buah colombus
waktu mereka kembali ke spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemic di
Napoli. Pada abad ke 18 baru di ketahui bahwa penularan sifilis dan gonorrea disebabkan
oleh senggama dan keduanya dianggap sisebabkan oleh infeksi yang sama. Di Indonesia
insidennya 0.61% dengan penderita yang terbanyak adalah stadium laten disusul stadium 1
yang jarang dan stadium 2 yang langka.1
Penyebaran sifilis didunia telah menjadi masalah kesehatan yang besar dan umum,
dengan jumlah kasus 12 juta per-tahun.4 Hasil penelitian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan HAM, 24 lapas dan rutan di Indonesia dari 900 narapidana laki-laki
dan 402 narapidana perempuan di tahun 2010, didapatkan prevalensi sifilis 8,5% pada
responden perempuan dan 5,1% pada responden laki-laki.3
Dari data WHO tahun 2008, asia tenggara yang terdiri 11 negara dengan estimasi total
populasi penduduk dewasa dengan usia 15 49 tahun sebesar 945. 2 juta jiwa, dari data
tersebut 78.5 juta, jiwa teridentifikasi terkena penyakit menular seksual. Dari data tersebut
1

diperoleh angka insidensi 3 juta jiwa terkena sifilis dan tidak ada perbandingan antara laki
laki maupun perempuan. 4
III.

ETIOLOGI
Schaudin dan Hoffman pada tahun 1905 berhasil mengidentifikasi Spirochaeta

pallida sebagai bakteri penyebab sifilis. Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies
Treponema tidak dapat dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu
T. pallidum yang menyebabkan sifilis, T. pertenue yang menyebabkan frambusia, T.
endemicum yang menyebabkan bejel, dan T. carateum yang menyebabkan pinta.15-17
Spirochaeta sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti coiled hair.5
Treponema pallidum subspesies pallidum merupakan agen penyebab sifilis.
Organisme tersebut merupakan parasit obligat bagi manusia. Treponema pallidum berbentuk
spiral, negatif-Gram dengan panjang antara 6-20 m dan diameter antara 0,09-0,18 m. Pada
umumnya dijumpai 16-18 busur, yang terdiri atas membran luar (outer sheath), ruang
periplasma dengan flagel periplasma, dan lapisan peptidoglikan. Terdapat 3 macam gerakan
yaitu rotasi cepat sepanjang aksis panjang heliks, fleksi sel, dan maju seperti gerakan
pembuka tutup botol. Flagel periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan
didalam ruang periplasmik, antara dua membran. Organel ini yang menyebabkan gerakan
tersendiri bagi Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup botol (Corkscrew). Filamen
flagel memiliki sarung/ selubung dan struktur inti yang terdiri dari sedikitnya empat
polipeptida utama. Genus Treponema juga memiliki filamen sitoplasmik, disebut juga dengan
fibril sitoplasmik. Filamen bentuknya seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel protein
intramembran membran bagian luar Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang
rendah ini diduga menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari respons imun
pejamu.3,5
Treponema pallidum dapat berenang dalam lingkungan viscous (contohnya rongga
mulut, traktus intestinal), tetapi hanya dapat berputar dalam air karena gesekan minimal.
Kontak dengan udara, antiseptik, atau cahaya matahari akan membunuh mikroba tersebut.
Jika diletakkan di luar tubuh dalam lingkungan gelap dan lembab hanya bertahan tidak lebih
dari 2 jam. Replikasi terbatas T. pallidum didapatkan pada kultur sel epitel kelinci, dengan
waktu untuk memperbanyak 2 kali lipat adalah 30 jam, tetapi replikasi terjadi lambat dan
hanya dapat dipertahankan beberapa generasi.18 Genom lengkap dari T. pallidum terdiri atas

satu kromosom sirkular yang terdiri dari 1.138.006 pasang basa dan diperkirakan mengkode
1.041 gen.5
Kebanyakan kasus infeksi didapat dari kontak seksual langsung dengan orang yang
menderita sifilis aktif baik primer ataupun sekunder. Penelitian mengenai penyakit ini
mengatakan bahwa lebih dari 50% penularan sifilis melalui kontak seksual. Biasanya hanya
sedikit penularan melalui kontak nongenital (contohnya bibir), pemakaian jarum suntik
intravena, atau penularan melalui transplasenta dari ibu yang mengidap sifilis tiga tahun
pertama ke janinnya.3
Transmisi seksual sifilis dimungkinkan karena inokulasi pada abrasi akibat trauma
seksual yang menyebabkan respons lokal sehingga terjadi erosi, lalu ulkus. Kejadian tersebut
diikuti dengan penyebaran treponema ke kelenjar getah bening regional dan penyebaran
hematogen pada bagian lain tubuh. Hingga kini belum sepenuhnya dimengerti bagaimana
mekanisme kuman menyerang jaringan.5

Gambar 1 dan 2 : Treponema Pallidum.6


IV.

PATOGENESIS
Treponema dapat masuk (porte dentre) ke tubuh calon penderita melalui selaput

lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke peredaran darah dari semua
organ dalam tubuh. Penularan terjadi setelah kontak langsung dengan lesi yang mengandung
treponema. 34 minggu terjadi infeksi, Lesi primer muncul di tempat kuman pertama kali
masuk, biasa-nya bertahan selama 4-6 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada
tempat masuknya, kuman mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya
3

infiltrat yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat
sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya kuman tetapi
juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar
jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen
kapiler (endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada
daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut
chancre. Tes serologik klasik positif setelah 14 minggu. Kurang lebih 6minggu (2 6
minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir dankulit yang pada awalnya
menyeluruh kemudian mengadakan konfluensi danberbentuk khas.3,7
Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 26 minggu. Keadaantidak timbul
kelainan kulit dan selaput dengan tes serologik sifilis positifdisebut Sifilis Laten. Pada
seperempat kasus sifilis akanrelaps. Penderita tanpa pengobatan akan mengalami sifilis
stadium lanjut (Sifilis III 17%,kordiovaskular 10%, Neurosipilis 8%). Banyak orang
terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama bertahun - tahun,namun tetap berisiko untuk
terjadinya komplikasi akhir jikatidak dirawat. Gejala-gejala yang timbul jika terkena penyakit
ini adalahbenjolan-benjolan di sekitar alat kelamin. Timbulnya benjolan sering puladisertai
pusing-pusing dan rasa nyeri pada tulang, mirip seperti gejala flu.Anehnya, gejala-gejala
yang timbul ini dapat menghilang dengan sendirinyatanpa pengobatan.7
Sifilis dapat dikatakan sebagai musuh dalam selimut karena selamajangka waktu 2-3
tahun pertama tidak akan menampakkan gejala mengkhawatirkan. Namun, setelah 5-10,
sifilis baru akan memperlihatkankeganasannya dengan menyerang sistem saraf, pembuluh
darah, dan jantung.7
Masa inkubasi dari saat infeksi sampai munculnya penyakit primer bervariasi antara
10-90 hari (rata-rata 21 hari). Tanpa pengobatan, chancre akan sembuhdalam waktu 3-6
minggu. Penyebaran asimptomatik berlangsung padaperiode ini. Lesi sekunder berkembang
antara 3-6 minggu rata-rata 6 minggusetelah munculnya chancre. Lesi berakhir setelah 2-10
minggu.Setelah stadium sekunder berakhir, pasien memasuki fase laten dan sembuh spontan
atau terjadi relaps dan kemudian manifest stadium sekunder (ditemukan pada 24% pasien).
Sifilis tersier dapat muncul bertahun-tahun kemudian yaitu berupa terbentuknya granuloma
sistemik (disebut gumma) didalam jaringan lunak (pada 15% pasien), penyakit
kardiovaskuler (10%), lesi pada susunan syaraf (8%).7
Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum dipahami selengkapnya,
tidak ada tanda-tanda bahwa kuman ini bersifat toksigenik karena didalam dinding selnya
tidak ditemukan eksotoksin ataupun endotoksin. Meskipun didalam lesi primer dijumpai
4

banyak kuman namun tidak ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas karena
kebanyakan kuman yang berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah
kecil Treponema yang dapat tetap dapat bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel
lainya yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat menjadi
petunjuk mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka
waktu yang lama, yaitu selama masa asimtomatik yang merupakan ciri khas dari penyakit
sifilis. Sifat invasif Treponema sangat membantu memperpanjang daya tahan kuman di dalam
tubuh manusia.3
V.

GEJALA KLINIS
A. Sifilis dini
1. Sifilis primer
Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi
infeksi.

Lesi

pertama

berupa

makula

atau

papula

merah

yang

kemudianmenjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya


merah dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai denganpembengkakan
kelenjar getah bening regional.Lokalisasi chancre sering pada genitalia tetapi
bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting
susu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa
chancre serta ditemui Treponema pallidum pada pemeriksaan stadium
langsung dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari pertama hasil
pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus diulangi lagi selama
tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatif, diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala klinis dan serologis. Selama dalam pemeriksaan sebaiknya ulkus
dibersihkan atau dikompres denganlarutan garam faal fisiologis.7

Gambar 3 dan 4 : siflis primer (chancre) pada penis dan multiple


chancre pada vagina.8
2. Sifilis sekunder (S II)
Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S II
ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi
seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stadium ini kelainan pada
kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening dan alat
dalam. Kelainan pada kulit yang kita jumpai pada S II ini sering disebut the
Greatest Imitator of all the skin diseases karena hampir menyerupai penyakit
kulit yang lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa,
papulokrustosa dan pustula. Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang
khas pada telapak tangan dan kaki. Kelainan selaput lendir berupa plakula atau
plak merah yang banyak mengandung treponema pallidum (mucouspatch)
yang disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifiliticaeritematosa).
Pada genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah
yang disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut
setempat disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku
rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia sifilitaka).
Kelaianan mata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi hepatitis
dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan selaput otak berupa
meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan pada pemeriksaan cairan
serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk
menegakkan diagnosis, disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan
serologis.7

Gambar Gambar 5 dan 6 : Sifilis stadium II pada punggung badan serat


telapak tangan dan kaki8
3. Sifilis laten dini
Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi untuk
sifilis positif. Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.7
B. Sifilis lanjut
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I padagenitalia atau
makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tesserologi sifilis positif.
1. Sifilis tersier (S III).
Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang
sirkumskrip. Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen
dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus.
Gumma ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ dalam terutama hati.
Dapat pula dijumpai kelainan pada tulang dengan keluhan, nyeri pada malam
hari. Pada pemeriksaan radiologi terlihat kelainan pada tibia, fibula, humerus,
dan tengkorak berupa periostitis atau osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS
positif.7

Gambar 7 dan 8 : Sifilis stadium III.8


2. Neurosifilis
Neurosifilis merupakan infeksi pada system saraf pusat oleh Treponema Pallidum,
pada umumnya dianggap sebagai manifestasi dari sifilis tersier, meskipun neurosifilis
dapat terjadi di tiap stadium infeksi. Neuroinvasi dimana T. Pallidum menyebar ke
cairan serebrospinal dan meninges terjadi pada awal sifilis, neurosifilis dapat bersifat
sementara apabila tubuh dapat mengatasi infeksi, atau bisa saja berkelanjutan. Dalam
hal ini disebut neurosifilis asimptomatik yang ditandai dengan kelainan cairan
cerebrospinal. Neurosifilis asimptomatik jika terdiagnosis biasanya diterapi untuk
mencegah progresifitas penyakit menuju neurosifilis simptomatik. Namun, manfaat
pengobatan neurosifilis asimptomatik tidak terdata dengan baik.9
Berikut klasifikasi untuk neurosifilis
a. Neurosifilis dini
Neurosifilis dini pada umumnya bersifat meningeal, terjadi pada tahun
pertama infeksi, dan kelainan cairan cerebrospinal menjadi penanda utama.
Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal menunjukkan serologi positif dan
keadaan

pleositosis

dengan

lymphositosis.

Meningeal

neurosifilis

bermanifestasi sebagai meningitis dengan sakit kepala, kaku kuduk, gangguan


nervus kranial (gangguan pendengaran, kelemahan otot wajah, dan gangguan
pengliharan), kejang, dan delirium.disertai peningkatan tekanan intra kranial
yang ditandai dengan papilledema.8
b. Meningiovascular Neurosifilis
Meningiovascular neurosifilis pada umumnya terjadi 4 7 tahun setelah
infeksi, hal ini disebabkan, oleh thrombosis pembuluh darah pada system saraf
pusat dan gejala yang timbul menyerupai iskemik system saraf pusat.
Hemiplegia, afasia, heminoafasia, transverse myelitis, dan atrofi muscular
8

progresif dapat terjadi. Cranial nerve palsies juga dapat terjadi, selerti ketulian
c.

akibat gangguan N.8 gangguan pada mata.8,10


Sifilis parenkim
Tabes dorsalis (8-12 tahun sejak infeksi primer). Keluhan berupa
gangguan motorik (ataksia, arefleksia), gangguan visus, retensi dan
inkoninensia urin serta gangguan sensibilitas (nyeri pada kulit dan organ
dalam).
Demensia paralitika (8-10 tahun sejak infeksi primer). Keluhan diawali
dengan kemunduran intelektual, kehilangan dekorum, apatis, euphoria hingga
waham megaloman atau depresif. Selain itu, keluhan dapat berupa kejang,
lemah dan gejala pyramidal hingga akhirnya meninggal. 8,10

d. Guma
Guma umumnya terdapat pada meningen akibat perluasan dari tulang
tengkorak. Keluhan berupa nyeri kepala, muntah dan dapat terjadi konvulsi
serta gangguan visus. Pada pemeriksaan terdapat edema papil karena
peningkatan tekanan intrakranial, paralisis nervus kranialis atau hemiplegi.10
3. Sifilis kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar
10% kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu
lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada jantung,
pada pembuluh darah besar, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada
jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau
guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul diaorta,
arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta.
Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada aorta
torakalis dan abdominalis. Pembuluh darah sedang, misalnya aorta serebralis
dan aorta medulla spinalis paling sering terkena. Selain itu aorta hepatitis dan
aorta femoralis juga dapat diserang.7
4. Sifilis kongenital dini
Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan
menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah
maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak
9

sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan
sudah sejak lahir.7
Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa:
a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
b. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di
bibir,mulut, farings, larings dan mukosa genital. Rinitis
sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan
hidung yang mula-mula encer kemudian menjadi bertambah
pekat, purulen dan hemoragik.
c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula
dapatsudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama
pada telapak tangan dan kaki, makula, papula atau papulo
skuamosa tersebar secara generalisata dan simetris.
d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada
tulang tulang panjang merupakan gambaran yang khas.
e. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata.
f. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis.
g. Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta.7
5. Sifilis Kongenital lanjut
Sifilis kongenital lanjut sangat jarang dan terjadi 40 % pada anak yang
tidak diobati umumnya muncul setelah 7 20 tahun. Vaskulitis sifilis pada
awal kelahiran dapat menyebabkan kelainan gigi yang terjadi pada gigi yang
mengalami kalsifikasi selama tahun pertama kehidupan. Keratitis intertisial
adalah manifestasi okular yang khas. Biasanya didiagnosis antara 5 dan 20
tahun. Hal ini dapat menyebabkan glaukoma sekunder atau kornea berkabut.
Ketulian nervus delapan terjadi pada 3 % kasus, keterlibatan nervus delapan
dapat unilateral atau bilateral, dan hal tersebut

dapat berespon terhadap

kortikosteroid. Manifestasi neurologi pada sifilis kongenital lanjut dapat


berupa retardasi mental, hydrocephalus, kelainan konvulsi, kelainan nervus
cranial (termasuk kebutaan dan ketulian) dan juvenile general paresis.
Cluttons joints merupakan kelainan sendi dengan gejala sinovitis yang tidak
nyeri, steril, dan biasanya terlokalisasi pada daerah lutut dan ditandai dengan
locak tenderness dan keterbatasan pergerakan.7,11
6. Stigmata
Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan parut
dan deformitas yang karakteristik yaitu:
10

a. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan


septum nasidan tulang-tulang hidung. Buldog jawakibat
maksila tidak berkembangsecara normal sedangkan mandibula
tidak terkena.
b. Gigi: pada gigi seri bagian tengah lebih pendek dari pada
bagian tepi dan jarak antara gigi lebih besar (Hutchinsons
teeth).
c. Regade: terdapat disekitar mulut
d. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan
kelainan klinis dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan
pada daerah frontal berupa frontal bossing.
e. Tuli: kerusakan N.VIII akibat labirintitis progresif
f. Mata: keratitis interstisialis.7
VI.

DIAGNOSIS
Secara garis besar uji diagnostic sifilis terbagi menjadi tiga kategori berdasar biologi

molekuler. Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (dark field) merupakan
metode paling spesifik dan sensitif untuk memastikan diagnosis sifilis primer adalah
menemukan treponema dengan gambaran karakteristik yang terlihat pada pemeriksaan
mikroskop lapangan gelap dari cairan yang diambil pada permukaan chancre. Ruam sifilis
primer dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau
dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian diperiksa
dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak emersi. Treponema pallidum
berbentuk ramping, gerakan aktif. Sensitivitas bervariasi mulai dari 74 86 % bahkan dapat
mencapai 97% bergantung dari kemampuan pemeriksa.12
Uji serologis sifilis pada sifilis meliputi Uji serologis non treponema seperti
pemeriksaan Rapid Plasma Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL), dan pemeriksaan Automated Reagin Test (ART), ketiganya merupakan
pemeriksaan untuk mendeteksi reagin terhadap antibodi dimana antigennya disebut
cardiolipin. Antibodicardiolipin dapat dideteksi pada serum pasien dengan sifilis aktif dan
dibeberapa kondisi lain. Namun, pada beberapa individu yang memiliki riwayat sifilis dengan
kesuksesan terapi mempertahankan kadar antibodi cardiopilin rendah untuk waktu yang lama,
dengan demikian individu tersebut tergolong serofast. Uji serologis non treponema

11

berfungsi untuk mengidentifikasi sifilis kasus baru, untuk memantau progresifitas dari sifilis,
dan memantau respon dari terapi antibiotik. 12
Uji serologis treponema meliputi Enzym Immunioassay (EIA), Chemiluminescence
Immunoassay (CIA), Flurescent Treponema Antibody AbsorbedAssay (FTA-ABS),
Treponema Palidum Particle Agglutination Assay (TP-PA) dan Treponema Palidum
Hemaglinination Assay(MHA-TPA). Uji serologis treponema adalah pemeriksaan terhadap
antigen antibody yang spesifik terhadap treponema. Digunakan untuk identifikasi sifilis dan
monitoring terhadap terapi antibiotik. Uji serologik Anti-T.Palidum IgM antibodi spesifik
seperti EIA atau IgM, 19SIgM-FTA-abs test, IgM-immunoblot untuk T.Palidum. Sensivitas
dari uji tersebut rendah pada sifilis aktif. IgM tidak efektif dalam mengetahui stadium dari
sifilis maupun montitoring terapi. Uji serologis tersebut digunakan pada penilaian sifilis pada
bayi baru lahir dan CSF. Many rapid Point of Care (POC) digunakan untuk mendeteksi
antigen treponemal pada individu dengan riwayat sifilis 20 tahun sebelumnya. Namun uji
serologis ini tidak untuk mendeteksi antibodi cardiopilin (pada pasien dengan sifilis aktif).12
Pemeriksaan radiologi pada sifilis dilakukan utamanya pada kasus sifilis kongenital.
Pemeriksaan X-ray pada tulang panjang dapat menunjang diagnosis, gambaran yang paling
sering dijumpai ialah osteochondritis, periostitis dan osteomyelitis. Pada beberapa kasus,
gambaran tersebut hanya dapat dijumpai pada bayi yang baru lahir.13
VII.

PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi herbal maupun obat yang dijual bebas yang dapat menyembuhkan
sifilis, namun sifilis dapat dengan mudah di sembuhkan pada fase awal. Injeksi tunggal
intravascular benzathine penicillin G (2.4 juta unit, IM) dapat menyembuhkan seseorang
dengan sifilis pada tahap primer, sekunder, atau early laten. Tiga dosis dari long acting
Benzathine penicillin G (2.4 juta unit, IM) dengan intervar per minggu direkomendasikan
untuk individu dengan late latent ssifilis, atau latent sifilis dengan durasi yang tidak di
ketahui. Penatalaksanaan akan membunuh bakteri sifilis dan mencegah kerusakan lebih
lanjut, namun tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.14
Pemilihan preparat penicillin yang tepat penting untuk mengobati dan menyembuhkan
sifilis secara tepat. Kombinasi dari beberapa preparat penicillin, contohnya Bicilin C R,
yakni kombinasi dari benzathine penicillin dan procaine penicillin merupakan terapi yang
kurang tepat untuk sifilis. Karena kombinasi tersebut meberikan dosis penicillin yang tidak
adekuat.14

12

Meskipun data yang mendukung penggunaan penicillin alternative terbatas, pilihan


untuk pasien tidak hamil yang allergi terhadap penicillin termasuk diantaranya, doxycycline,
tetracycline, dan untuk neurosyphilis, probenesid terapi tersebut hanya dapat diberikan
dengan pengawasan ketat baik secara klinik dan laboratorium untuk mengawasi respon
serologi dan penyembuhan yang tepat.14
Seseorang yang sedang menjalani pengobatan sifilis tidak boleh melakukan hubungan
seksual dengan pasangan sampai penyakitnya benar benar sembuh. Mereka dengan sifilis
harus memberitakan pasangannya untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan
pengobatan jika perlu.14
Berdasarkan pedoman nasional penanganan infeksi menular tahun 2011 yang di
keluarkan oleh departemen kesehatan Indonesia, obat yang dianjurkan pada sifilis stadium 1
dan 2 adalah benzatin penicillin 2.4 juta, dosis tunggal, injeksi intramuscular. Kemudian Obat
pilihan lain yaitu Penisilin-prokain injeksi IM 600.000 U/hari selama 10 hari. Alergi penisilin
dan tidak hamil Doksisiklin 2X100mg/hari per oral, selama 30 hari atau Eritromisin 4 x500
mg/hari selama 30 hari.14
Berikut merupakan terapi sifilis yang direkomendasikan berdasarkan European
syphilis guideline tahun 2014 :
A. Sifilis Dini
Termasuk didalamnya sifilis primer, sifilis sekunder, dan sifilis laten dini,
diperoleh < 1 tahun sebelumnya
1. Terapi lini pertama
Benzathine penicillin G (BPG) 2.4 juta unit secara intramuscular (IM) (dosis
2.4 juta unit sekali injeksi atau 1.2 juta unit di tiap gluteus) pada hari pertama
Mengganti sebagian (misalnya 0.5 menjadi 1 cc) dari pelarut dengan cairan
lidocaine 1 % tanpa epinefrin dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang
diasosiasikan dengan injeksi. Hal ini tidak dapat diaplikasikan pada BPG yang
telah dikemas dalam betuk suntikan sebelumnya. Pasien harus diawasi selama
30 menit setelah injeksi.
2. Terapi lini kedua
Procaine penicillin 600.000 unit IM per hari selama 10 14 hari, misalnya jika
BPG tidak tersedia
3. Gangguan perdarahan
Ceftriaxone 500 mg 1 g subcutan atau IV per hari selama 10 hari
Doxycyline 200 mg per hari (dapat 100 mg 2 kali per hari, atau dosis
tunggal 200 mg) per oral selam 14 hari
Azithromycin 2 g oral dosis tunggal
4. Alergi penicillin atau menolak terapi parenteral
13

Doxycyline 200 mg per hari (dapat 100 mg 2 kali per hari, atau dosis

tunggal 200 mg) per oral selama 14 hari


Azithromycin 2 g oral dosis tunggal15
B. Late latent syphilis
Misalnya didapatkan > 1 tahun sebelumnya atau pada durasi yang tidak diketahui,
sifilis cardiovascular, dan sifilis dengan gumma
1. Terapi lini pertama
Benzathine penicillin G (BPG) 2.4 juta unit secara intramuscular (IM) (dosis
2.4 juta unit sekali injeksi atau 1.2 juta unit di tiap gluteus) per minggu pada
hari 1, 8 dan 15
Mengganti sebagian (misalnya 0.5 menjadi 1 cc) dari pelarut dengan cairan
lidocaine 1 % tanpa epinefrin dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang
diasosiasikan dengan injeksi. Hal ini tidak dapat diaplikasikan pada BPG yang
telah dikemas dalam betuk suntikan sebelumnya. Pasien harus diawasi selama
30 menit setelah injeksi.
2. Terapi lini kedua
Procaine penicillin 600.000 unit IM per hari selama 17 21 hari, misalnya jika
BPG tidak tersedia.
3. Alergi penicillin atau menolak terapi parenteral
Beberapa spesialis merekomendasikan desensitisasi penisilin sebagai dasar
bukti bahwa penggunaan regimen non penisilin lemah
Doxycyline 200 mg per hari (dapat 100 mg 2 kali per hari, atau dosis
tunggal 200 mg) per oral selama 21 28 hari15
C. Neurosifilis, ocular dan auricular sifilis
Regimen yang mencapai antibiotic tingkat treponemicidal pada cairan
serebrospinal, harus menjadi terapi pilihan : terapi IV merupakan opsi

yang terbaik
Regimen lain dengan bukti yang lebih lemah yang dapat mencapai
tingkat treponemicidal pada cairan cerebrospinal contohnya kombinasi
procaine penicillin / probenecid dan ceftriaxone (IV atau IM).

Ketersediaan probenesid mungkin juga menjadi masalah.


Sifilis ocular dini seperti uveitis syphilitica pada durasi pendek dapat
berhasil diobati dengan BPG tetapi opsi ini tidak dianjurkan.
1. Terapi lini pertama
Benzyl Penicilin 18 24 juta unit IV per hari, 3 - 4 juta unit per 4
jam selama 10 -14 hari
2. Terapi lini kedua
Jika hospitalisasi dan Benzyl Penicilin IV tidak memungkinkan
Ceftriaxone 1 2 g IV per hari selama 10 14 hari

14

Procaine penicillin 1.2 2.4 juta unit IM per hari dan


Probenecid 500 mg 4 kali per hari, keduanya selama 10

14 hari.
3. Allergi penicilin
Desensitisasi terhadap penisilin diikuti oleh regimen lini pertama15
D. Kehamilan
Pada wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, 70 100 % akan
menginfeksi janin. Sebagian besar transmisi kepada janin terjadi setelah 20
minggu dan penanganan sebelum periode ini biasanya mencegah pengaruh
kongenital.
1. Terapi lini pertama untuk sifilis dini (diperoleh < 1 tahun sebelumnya)
Benzathine penicillin G (BPG) 2.4 juta unit secara intramuscular (IM) (dosis
2.4 juta unit sekali injeksi atau 1.2 juta unit di tiap gluteus)
Beberapa spesialis merekomendasikan 2 dosis BPG 2.4 juta unit (hari 1 dan 8)
namun hal ini tidak sepenuhnya evidence based,
Pasien harus diawasi 30 menit setelah injeksi
2. Terapi lini kedua
Procaine penicillin 600.000 unit IM per hari selam 10 14 hari, jika BPG
tidak tersedia15
E. Sifilis congenital
Terapi lini pertama :
Benzyl penicilin 150.000 unit / kg IV per hari (masukkan 6 dosis per 4

jam) selama 10 14 hari.


Jika cairan serebrospinal normal : cek umur
1. Terapi lini pertama : BPG 50.000 unit / kg IM (Dosis tunggal) hingga
dosis dewasa 2.4 juta unit
2. Terapi lini kedua : Procaine Penicilin 50.000 unit/ kg berat badan IM

selama 10 -14, jika BPG tidak tersedia.15


VIII. FOLLOW UP
Evaluasi klinis dan serologis harus dilakukan 6 12 bulan setelah pengobatan.
Semakin seing evaluasi semakin baik jika dikhawatirkan terjadi infeksi berulang atau hasil
follow up menunjukkan hasil yang meragukan. Respon serologic (titer) harus dibandingkan
dengan titer pada saat pengobatan. Namun, menilai respon serologis terhadap pengobatan dan
kriteria definitif penyembuhan atau kegagalan belum mapan. Selain itu, titer tes
nontreponemal mungkin menurun lebih lambat bagi orang-orang yang sebelumnya dirawat
dengan syphilis16

15

Individu dengan tanda-tanda atau gejala yang menetap atau kambuh, atau yang
memiliki peningkatan empat kali lipat pada uji titer nontreponemal (yaitu, peningkatan empat
kali lipat atau lebih, pda uji titer yang berkelanjutan selama lebih dari 2 minggu), mungkin
gagal pengobatan atau terjadi infeksi berulang. Orang-orang ini harus diobati kembali dan
dievaluasi untuk infeksi HIV. Karena kegagalan pengobatan biasanya tidak dapat dibedakan
dengan reinfeksi T. pallidum, analisis CSF juga harus dilakukan, dan pengobatan harus
didasarkan pada temuan CSF.16
Kegagalan titer tes nontreponemal menurun empat kali lipat dalam waktu 6-12 bulan
setelah terapi untuk sifilis primer atau sekunder mungkin menjadi indikasi kegagalan
pengobatan. Namun, uji data klinis telah menunjukkan bahwa 15-20% dari orang dengan
sifilis primer dan sekunder diobati dengan terapi yang direkomendasikan tidak akan
mencapai penurunan empat kali lipat titer nontreponemal digunakan untuk menentukan
respon pada 6 bulan setelah pengobatan. Respon serologis terhadap pengobatan tampaknya
terkait dengan beberapa faktor termasuk tingkat sifilis individu (tahap awal lebih mungkin
menurun empat kali lipat dan menjadi negatif) dan titer antibodi non-treponemal awal (titer
rendah cenderung menurun empat kali lipat dari titer tinggi). manajemen Optimal terhadap
individu yang memiliki penurunan kurang empat kali lipat dalam titer setelah pengobatan
sifilis tidak jelas. Minimal, orang-orang ini harus menerima tambahan tindak lanjut klinis dan
serologi. Jika tambahan tindak lanjut tidak dapat dipastikan, pengobatan ulang dianjurkan.
Karena kegagalan pengobatan mungkin akibat dari infeksi SSP yang tidak diketahui,
pemeriksaan CSF dapat dipertimbangkan dalam situasi seperti tersebut16
IX.

PENCEGAHAN
Tujuan utama dalam pencegahan adalah untuk membatasi penyebaran sifilis. Hal ini

memerlukan konseling pada pasien untuk melakukan sex yang aman dan menganjurkan pada
pasien dengan penyalahgunaan obat suntik untuk menggunakan jarum suntik yang bersih dan
tidak berbagi jarum suntik dengan orang lain. Pemberitahuan dan pengobatan pasangan sex
dan mitra obat yang terpajan merupakan hal yang terpenting. Pencegahan juga mencakup
edukasi pada pekerja kesehatan untuk menggunakan kewaspadaan universal saat merawat
semua pasien.17
Studi skrining primer untuk sifilis di klinik dan unit gawat darurat menguntungkan
untuk penyaringan populasi beresiko tinggi. Skrining rutin dianjurkan bagi semua ibu dengan
resiko sifilis. 17

16

Semua wanita hamil harus diskrining untuk sifilis saat kehamilan. Screening harus
dilakukan :

Trimester pertama dan pada saat melahirkan bagi semua wanita hamil dan
Lebih seing pada wanita dengan resiko tinggi terinfeksi sifilis. Termasuk
wanita dengan :
o Kontak dengan kasus sifilis yang tidak diketahui
o Pekerja seks komersial
o Tuna wisma
o Pengguna obat suntik
o Etnis aborigin
o Pasangan seksual yang berganti ganti
o Riwayat sifilis
o Terindeksi HIV dan atau penyakit menular seksual lainnya
o Berasal dari atau berhubungan seksual dengan individu yang berasal
dari Negara dengan prevalensi sifilis yang tinggi.
o tinggal di daerah yang mengalami wabah sifilis heteroseksual
o memiliki pasangan seksual bersama individu dengan karakteristik
diatas
o korban kekerasan seksual18

Dua laporan dari tahun 2009 menunjukkan bahwa sirkumsisi tidak berpengaruh dalam
pencegahan penularan sifilis, meskipun sirkumsisi dapat membantu mencegah penularan
penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus.17
X.

DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding bergantung pada stadium apa pasien tersebut terdiagnosis

Stadium 1:
1. Herpes simpleks
2. Ulkus piogenik
3. Skabies
4. Balanitis
5. Limfogranuloma venereum
6. Karsinoma sel skuamosa
7. Penyakit Behcet
8. Ulkus mole
Stadium II
1. Erupsi alergi obat
17

2. Morbili
3. Pitiriasis rosea
4. Psoriasis
5. Dermatitis seboroik
6. Kondiloma akuminata
7. Alopesia aerate
Stadium III
1. Tuberkulosis
2. Frambusia
3. Mikosis profunda 2, 19
XI.

PROGNOSIS
Prognosis umumnya dubia ad bonam. Prognosis dari penatalaksanaan sifilis

bergantung dari stadium penyakit dan derajat kerusakan jaringan pada sifilis karidovascular
dan neurosifilis. Pengobatan yang adekuat dari sifilis primer, sekunder dan latent akan
menghambat progresivitas penyakit. Prognosis pada neurosifilis bervariasu. Meskipun secara
umum proses inflamasi dapat di hambat oleh pengobatan yang adekuat, tapi kerusakan pada
jaringan timbul tertalu berat untuk diatasi. Pada penyakit cardiovascular, onset dari gejala
biasanya mengindikasikan terjadinya nekrosis arteri medial yang irreversible dengan terapi.
Pada pasien dengan sifilis dini, survey kontak perlu dilakukan pada semua kontak
seksual pada 3 6 bulan terakhir, pada sifilis lanjut, pasien tidak lagi infeksius, pemeriksaan
serologis dapat dilakukan pada partner seks pasien. Jika sifilis lanjut didiagnosa pada seorang
ibu, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada anaknya.19,20
XII.

KESIMPULAN
Definisi dari penyakit sifilis adalah penyakit infeksi sistemik yang bersifat kronik dan
disebabkan oleh Treponema pallidum (ssp.pallidum). penularan sifilis ini bisa melalui

Acquired infection dan Congenital acquired.


Etiologi : penyebab sifilis adalah T.pallidum, pertama kali di temukan oleh Schaudinn
dan Hoffman pada tahun 1905. Motil, berbentuk seperti pembuka botol, bakteri

prokariotik yang fleksibel, dengan dinding sel yang berbentuk spiral melingkar.
Patomekanisme : Treponema pallidum masuk melalui kontak seksual ke membran
mukosa yang lembab atau melalui lesi kulit, kemudian melekat ke sel host dan mulai
18

memperbanyak diri. Perlekatan Treponema ke berbagai jenis sel diduga karena


interaksi dengan fibronectin atau sel host lainnya. Dengan adanya motilitas CorkScrew organisme ini dapat memberi jalannya melalui jaringan, dan menembus sel

epitel-endotel juga jaringan konektif dan lapisan otot.


Gejala Klinis: terbagi atas beberapa stadium yakni Stadium I atau sifilis primer,
Stadium II atau sifilis sekunder, Stadium III atau sifilis Tersier, Sifilis laten dan sifilis

stadium lanjut antara lain sifilis kardio dan neurosifilis.


Pemeriksaan penunjang: Pada pemeriksaan mikroskop akan tampak bakteri
Treponema pallidum berwarna putih pada latar belakang gelap. Ergerakannya
memutar terhadap sumbunya. Tes VDRL bertujuan untuk mendeteksi antibodi IgM
dan IgG pada serum penderita. Tes TPHA( Treponema Pallidum Haemogglutination
Assay) tes untuk mengukur antibodi serum penderita yang spesifik dengan protein

permukaan Treponema pallidums


DD: Sifilis primer: ulkus molle, limfogranuloma venerum. Sifilis sekunder:

kondiloma akumiata, ptiriasis rosea, erupsi obat alergik, Morbili


Pengobatan: penggunaan Penisilin Benzain G dapat digunakan pada semua stadium
sifilis dan azitromisin. Pada pengobatan jangan lupa agar mitra seksualnya diobati

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015.
2. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 3 rd ed. USA: Blackwell Publishing;
2002.
3. Efrida, Elvinawaty. Immunopatogenesis Treponema pallidum dan Pemeriksaan
Serologi. Padang: Jurnal Kesehatan Andalas; 2014;3(3).
4. World Health Organization. Global incidence and prevalence of selected curable
sexually transmitted infected. Geneva : WHO Press ; 2008
5. Agustina F, Legiawati L, Rihatmadja R, Daili SF. Sifilis pada Infeksi Human
Immunodeficiency Virus. Jakarta: Dermato-venerologica Indonesiana; 2009:36(7)
6. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's Textbook of Dermatology. Volume
1 8th ed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010
7. Hartanti A. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Infeksi Sifilis pada Populasi
Transgender Waria di 15 Kota Besar di Indonesia. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia; 2012.
8. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrews Diseases of the Skin: Clinical
Dermatology. 10th Ed. Canada: Saunders Elsevier. 2006.
9. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. 8th ed. United State: Mc Graw Hill; 2012
10. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer. Jakarta: 2013
11. Santis MD, Luca CD, Mappa I. Syphilis Infection During Pregnancy : Fetal Risk and
Clinical Management. Infectious Diseases in Obsteric and Gynecology. 2012.
12. Suryani DPA, Sibero HT. Syphilis. Medical Journal of Lampung University.
2014;3(7).
13. Avelleira JCR, Bottino G. Syphilis : Diagnosis, Treatment, and Control. An Bras
Dermatol. 2006;81(2).
14. CDC.
2014.
Syphilis-CDC

Fact

Sheet.

Available

from:

http://www.cdc.gov/std/syphilis/stdfact-syphilis-detailed.htm [Accesed 24 Agustus


2015]
15. Janier M, Hegyi V, Dupin N. 2014 European Guideline on the Management of
Syphilis. 2014.
16. Workowski KA, Bolan G. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines 2014.
2014
20

17. Euerle B, MD, FACEP. 2014. Syphilis Treatment & Management. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/229461-treatment#d9 [Accesed 27 Agustus
2015]
18. Alberta Health. Congenital Syphilis. Public Health Notifiable Disease Management
Guidelines. 2012.
19. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011. Jakarta:
2011.
20. Adler M, Cowan F, French P,et al. ABC of Sexually Transmitted Infections. 5 th ed.

London: BMJ; 2004.

21

Anda mungkin juga menyukai