Anda di halaman 1dari 14

PEMBAHASAN

Pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik
berupa kaedah-kaedah nasioal maupun kaedah yang berasal dari traktat
antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh Negara-negara di dunia,
untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur
asing, baik mengenai subjek maupun mengenai objeknya.
Setiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional
sendiri-sendiri atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing
peraturan perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum
yang berbeda dengan Negara-negara lainnya.
Dalam rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu
Negara menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik
kepentingan. Sebagai contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan,
yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebut world wide
income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak
mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan
tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut.
Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan
bagi Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk
Usaha Tetap. Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam
pengenaan pajak dengan Negara lainyang menganut asas pemajakan berbeda
dengan Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas pemajakan kebangsaan
(kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak
mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang
tetap diwajibkan membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.
Untuk mengurangi resiko kemungkinan pengenaan pajak berganda sebagai akibat
timbulnya konflik tersebut, maka ada beberapa metode yang biasa dilakukan, di
antaranya:
a.
Metode perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain
dapat dilakukan dengan:
Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh
beberapa Negara dalam suatu perjanjian
Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua
Negara.
b.

Metode unilateral atau sepihak

Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melauli yurisdiksi nasionalnya, yakni
dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat
menimbulkan pengenaan pajak berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya

Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan tentang kredit pajak luar negeri. Tata
cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu:
Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar
jumlah yang dibayarkan di luar negeri; dan
Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar di luar
negeri menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di luar negeri
dengan jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di Indonesia, sebagaimana
dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.
c.

Metode Pembebasan

Metode ini adalah dengan cara memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua cara pembebasan yang dapat
ditempuh, yaitu:
Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima
atau diperoleh dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber tidak
dimasukkan dalam perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga sering
disebut dengan pembebasan penuh atau full exemption.
Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif
rata-rata atas seluruh penghasilan, baik dari dalam negeri atau dari luar negeri,
atau disebut juga pembebasan dengan progresi atau exemption with progression.

Konsep Dasar Perpajakan Internasional


Indonesia merupakan bagian dari dunia internasional yang sudah pasti dalam
menjalankan roda pemerintahannya melakukan hubungan internasional. Indonesia
sebagai negara berdaulat memiliki hak untuk membuat ketentuan tentang
perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh pemerintah ini utamanya adalah
untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam rangka menyediakan barang dan
jasa publik yang diperlukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, pajak
juga berfungsi untuk mengatur perilaku warga negara untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
Hubungan internasional dapat berupa kerjasama di bidang keamanan pertahanan,
kerjasama di bidang sosial, ekonomi, budaya dan lainnya, namun pembahasan ini
terbatas pada kegiatan ekspor maupun impor (Transaksi Perdagangan Internasional)
yang terkait dengan pajak internasional.
Setiap kerjasama yang dilakukan oleh setiap negara tentunya harus disepakati
terlebih dahulu oleh para pihak guna mencapai komitmen bersama yang termuat
dalam suatu perjanjian internasional, tidak terkecuali perjanjian dalam bidang
perpajakan. Transaksi antar ke dua negara atau beberapa negara dapat
menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh kedua

negara atau seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan


kedua negara, agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing akibat
pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak yang berkedudukan di kedua
negara yang mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu perlu adanya kebijakan perpajakan internasional dalam hal mengatur hak
pengenaan pajak yang berlaku disuatu negara, dengan asumsi bahwa disetiap
negara dapat dipastikan sudah mengatur ketentuan pajak dalam wilayah yang
menjadi kedaulatannya. Namun setiap negara tidak bebas mengatur pengenaan
pajak terhadap badan atau warga negara asing, pajak internasional merupakan
salah satu bentuk hukum internasional, dimana setiap negara harus tunduk pada
kesepakatan dunia internasional yang dikenal dengan istilah konvensi wina.
Latar belakang terjadinya perpajakan internasional dikarenakan semakin
meningkatnya arus investasi, perdagangan, dan mobilitas sumber daya manusia
yang tidak lagi mengenal batas Negara. Hal ini berdampak adanya permasalahan
disisi perpajakan sebab setiap Negara mempunyai peraturan sendiri untuk aturan
perpajakannya (atas penduduk atau bukan pendduk), prinsip ini berpengaruh
terhadap subjek dan objek pajak luar negeri.
Asas pemajakan :
-

Asas domisili

Subjek pajak dikenakan pajak di Negara tempat subjek pajak berdomisili. Indonesia
menganut asas ini.
-

Asas sumber

Pajak dikenakan berdasarkan tempat sumber penghasilan berasal.


-

Asas kewarganegaraan

Pengenaan pajak dikenakan atas status kewarganegaraannya walaupun


penghasilan diterima dari Negara lain. Amerika menganut asas ini.
-

Asas campuran

Campuran dari kedua asas di atas.


-

Asas territorial

Pajak dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dalam wilayah suatu Negara
sehingga jika atas penghasilan yang diperoleh diluar Negara tersebut tidak
dikenakan pajak.

Prinsip-prinsip pemajakan berbeda yang dianut masing-masing Negara merpakan


penyebab mnculnya pajak berganda internasional. Penghindaran pajak berganda di
suatu Negara dapat dilakukan dengan menerapkan metode kredit pajak dan metode
pengecualian.

Pada dasarnya, pajak internasional berlandaskan pada ketentuan pemajakan


domestic yang berlaku terhadap wajib pajak dalam negeri yang memperoleh
penghasilan dari Indonesia. Selain pada ketentuan domestic, pajak internasional
juga berlandaskan pada perjanjian perpajakan dan praktik perpajakan global
(Gunadi, 1997)
Dimensi pajak internasional meliputi aturan pajak internasional yang ada dalam UU
Pajak Indonesia, atran perpajakan yang ada di UU Pajak Negara lain yang
bersinggungan serta persetujuan penghindaran pajak (tax treaty) yang telah dibuat
Indonesia dengan Negara lain.

Domisili Fiskal
Domisili fiskal adalah status kependudukan yang digunakan ntk tujuan pemajakan.
Pemajakan untuk penduduk umumnya dikenakan dengan prinsip world wide income
(pajak akan dikenakan dinegara domisili, baik penghasilan yang diterima/diperoleh
dari dalam negeri maupn yang diterima/diperoleh dari luar negeri. Sesuai dengan
pasal 4 ayat (1) UU PPh).
Pemajakan bukan penduduk umumnya dikenakan di Negara sumber hanya atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Negara tersebut.
UU PPh tidak melihat stats subjek pajak orang pribadi berdasarkan
kewarganegaraan, namun lebih kepada :
Tempat tinggal
Berapa lama berada di Indonesia, dan
Adanya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia

Subjek Pajak Dalam Negri


Sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh, criteria dari subjek pajak dalam negeri adalah
sebagai berikut:
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP. Orang
pribadi bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, orang pribadi yang dalam sat tahun pajak berada di Indonesia, dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
Subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan atau
bertempatkedudukan di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negri

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, berada di indonesia tidak
lebih darai 183 hari selama jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan
di Indonesia yang dapat menerima atau memeroleh penghasilan dari Indonesia
tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan sekaligus merpakan
wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia melalui nbentk usaha tetap di Indonesia.
Wajib pajak lar negeri hanaya akan dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima
tau diperoleh bersumber dari Indonesia saja. Pasal 26 UU PPh mengatur tentang
potongan pajak sebesar 20% atas oenghasilan wajib pajak luar negeri.

Perbedaan SPDN dan SPLN


WPDN dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh di
Indonesia maupun dari luar Indonesia, WPLN dikenai pajak hanya atas penghasilan
yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
WPDN dikenai pajak berdasarkan tarif neto dengan tarif umum, WPLN dikenai
pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif sepadan.
WPDN wajib menyampaikan SPT PPh, WPLN tidak wajib menyampaikan SPT
PPh karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat
final.

Tidak Termasuk Objek Pajak


Orang pribadi ata instansi yang tidak termask objek pajak menurut ketentuan UU
PPh adalah:
-

Kantor perwakilan Negara asing

Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau penjabat-penjabat


yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat
bkan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan diluar jabatan atau kerjaannya tersebut serta Negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik .
1.

Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :


Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut

2.
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan untuk memperoleh penghasilan dari
indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran anggota.

Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan


WNI dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

Pengertian Pajak Internasional


Definisi Pajak Internasional dalam Undang-undang Pajak Penghasilan sampai detik
ini belum ada. Bapak Sriadi Kepala Seksi Perjanjian Perpajakan Eropa, Kantor Pusat
Direktorat Jendral Pajak, memberanikan diri untuk mendefinisikan tentang
pengertian Pajak Internasional berdasarkan uraian sebelumnya.
Pajak Internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara
yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan
pelaksanaanya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta
Sunt Servanda).
Dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku di negara Indonesia terhadap
badan atau orang asing menjadi tidak berlaku bilamana terdapat perjanjian bilateral
(dua negara) tentang Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan negara
asal atau penduduk asing tersebut.

Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional


Setiap kebijakan tentu mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, begitu juga
dengan kebijakan perpajakan internasional juga mempunyai tujuan yang ingin
dicapai yaitu memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di
masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang
menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk
meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan Pajak
Berganda Internasional.
Tujuan P3B antara lain:
a. Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim usaha dunia
b. Peningkatan investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri
c. Peningkatan sumber daya manusia
d. Pertukaran informasi untuk mencegah penghindaran pajak
e. Keadilan dalam hal pemajakan penduduk dari negara yang terlibat dalam
perjanjian.

Prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam pemajakan internasional


Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam
kebijakan pemajakan internasional:

Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik) artinya kemanapun kita


berinvestasi, beban pajak yang dibayar adalah sama. Sehingga tidak ada
perbedaan apabila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Oleh karena itu, hal
yang perlu dihindari apabila berinvestasi di luar negeri adalah beban pajak yang
lebih besar. Hal ini disebabkan karena adanya beban pajak di dua negara tersebut.
Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional artinya darimanapun
investasi yang kita lakukan berasal, akan dikenakan pajak yang sama. Sehingga
apabila berinvestasi di suatu negara, investor dari dalam negeri atau luar negeri
akan dikenakan tarif pajak yang sama.
National Neutrality artinya setiap negara, mempunyai bagian pajak atas
penghasilan yang sama. Sehingga apabila terdapat pajak luar negeri yang tidak
bisa dikreditkan dapat dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

Aspek Perpajakan Internasional Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan


Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat ketentuan
tentang perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh pemerintah ini utamanya
adalah untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam rangka menyediakan
barang dan jasa publik yang diperlukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Di samping
itu, pajak juga berfungsi untuk mengatur perilaku warga Negara untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu.
Salah satu jenis pajak yang berlaku di Indonesia dan memiliki peranan penting
dalam penerimaan negara adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang pertama kali
diberlakukan pada tahun 1984 berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983.
Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif di mana jenis pajak ini bisa dikenakan
apabila syarat subjektif dan objektif terpenuhi bagi orang atau badan. Pada
umumnya hampir semua orang atau badan di Indonesia akan memenihi syarat
subjektif dan jika orang atau badan ini memperoleh penghasilan maka syarat
objektif juga terpenuhi.
Jika subjek pajak yang dikenakan PPh adalah WNI yang penghasilannya berasal dari
Indonesia juga, maka tidak ada aspek pajak internasional dalam kasus ini. Namun
demikian, karena definisi subjek pajak tidak dikaitkan dengan kewarganegaraan
maka terdapat kemungkinan ada warga Negara asing atau badan asing yang
dikenakan kewajiban Pajak Penghasilan di Indonesia. Dalam kasus seperti ini, Pajak
Penghasilan sudah menyentuh aspek pajak internasional.
Aspek pajak internasional juga akan terjadi bila seorang WNI atau badan Indonesia
menerima atau memperoleh penghasilan dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena
Pajak Penghasilan Indonesia menerapkan prinsip worldwide income sehingga
penghasilan dari luar negeri di atas juga merupakan objek Pajak Penghasilan
Indonesia.

Dalam paragra-paragraf berikut saya coba untuk menjelaskan ketentuan-ketentuan


dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008).

Subjek Pajak Luar Negeri


Dalam pengenaan Pajak Penghasilan, dikenal dua jenis subjek pajak yaitu subjek
pajak dalam negeri (disingkat SPDN) dan subjek pajak luar negeri (SPLN). SPDN
terdiri dari SPDN Orang Pribadi dan SPDN Badan.
SPDN Orang Pribadi adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia. Sementara itu SPDN Badan adalah badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
SPLN adalah kebalikan dari SPDN dalam arti orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, tidak berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan suatu tahun pajak tidak
berada di Indonesia dan tidak mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
SPLN yang berbentuk badan adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia.
Kedua kelompok di atas (SPLN Orang Pribadi dan SPLN Badan) baru bias disebut
SPLN jika memdapatkan penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Nah, dilihat
dari cara mendapatkan penghasilannya dari Indonesia, SPLN ini terbagi menjadi dua
jenis. Pertama adalah SPLN yang mendapatkan penghasilan dengan memiliki
tempat usaha tetap di Indonesia. Tempat usaha tetap ini biasa disebut Bentuk
Usaha Tetap (BUT). Kedua, SPLN yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia
tidak melalui BUT di Indonesia. Kedua bentuk SPLN ini selanjutnya disebut SPLN BUT
dan SPLN Non BUT.

Bentuk Usaha Tetap


Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh SPLN (baik
orang pribdai atau badan) untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia.
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha
(place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk
juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau
peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui
internet.

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Perwujudan BUT dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang, kantor
perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber
alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, perikanan, peternakan,
pertanian, perkebunan, atau kehutanan, gudang, ruang untuk promosi dan
penjualan, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, pemberian jasa
dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari
60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, orang atau badan
yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, agen atau pegawai
dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.

Penghasilan BUT
Penghasilan yang menjadi objek pajak bagi BUT, sebagaimana di dalam Pasal 5 ayat
(1) UU PPh, terdiri dari tiga jenis yaitu ;
Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta
yang dimiliki atau dikuasai.
Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh
kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Penghasilan BUT yang pertama adalah penghasilan sebenarnya BUT dari harta yang
dimiliki atau dikuasainya di Inonesia. Penghasilan yang kedua merupakan
penerapan force of attraction rule di mana walaupun penghasilan ini adalah
penghasilan kantor pusat BUT di luar negeri, tetapi karena berasal dari penjualan
atau pemberian jasa yang sejenis dengan yang dilakukan BUT, maka penghasilan ini
ditarik sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia. Penghasilan yang ketiga
merupakan penerapan atribusi karena hubungan efektif di mana jika kantor pusat
BUT menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga, dividend dan royalty
dari suatu perusahaan di Indonesia dan perusahaan ini mempunya hubungan efektif
dengan BUT, maka penghasilan ini akan diatribusi juga kepada BUT di Inonesia.
Tidak ada definisi kelas tentang hubungan efektif ini namun demikian, hubungan
yang efektif ini bisa digambarkan sebagai hubungan ketergantungan atau
hubungan yang saling menguntungkan antara BUT dan perusahaan yang
memberikan dividen, bunga atau royalty kepada kantor pusat BUT.

Biaya BUT
Selain tunduk kepada ketentuan umum tentang pengurang sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh, biaya bagi BUT juga diatur dalam Pasal 5 ayat (2)
dan Pasal 5 ayat (3) UU PPh.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UU PPh, biaya-biaya yang terkait dengan penerapan
force of attraction rule dan atribusi hubungan efektif dapat dibiayakan oleh BUT.
Sementara itu berdasarkan Pasal 5 ayat (3) biaya administrasi kantor pusat yang
diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau
kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.

Witholding Tax PPh Pasal 26


Penghasilan yang diterima atau diperoleh SPLN yang tanpa melalui BUT di Indonesia
merupakan objek pemotongan PPh Pasal 26. Dilihat dari cara pemotongannya, jenis
penghasilan yang menjadi objek withholding tax PPh Pasal 26 ini adalah :
Penghasilan Dengan Tarif 20% dari bruto. Penghasilan yang termasuk kelompok ini
adalah dividen, bunga, sewa, royalty, imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa
dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, uang pension, premi swap dan keuntungan
pembebasan hutang.
Penghasilan Dengan Tarif 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto. Termasuk dalam
kelompok ini adalah capital gain atas penjualan atau pengalihan harta di Indonesia
dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Termasuk dalam kelompok ini adalah penghasilan dari penjualan atau pengalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU PPh.
Penghasilan Branch Profit Tax dari BUT. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi
pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia
Prinsip Worlwide Income
Prinsip worldwide income pada UU PPh biss kita temui pada Pasal 4 ayat (1) UU PPh
di mana ditegaskan bahwa penghasilan yang menjadi objek PPh ini bisa berasal dari
Indonesia maupun berasal dari luar Indonesia. Kata-kata dari luar Indonesia inilah
yang menjadikan prinsip pengenaan PPh kepada SPDN menjadi berdimensi
internasional.

Kredit Pajak Luar Negeri PPh Pasal 24


Terkait dengan prinsip worldwide income di atas, SPDN yang memperoleh
penghasilan dari luar negeri akan dikenakan PPh di Indonesia. Negara tempat

sumber penghasilan di atas juga kemungkinan besar akan mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber dari negaranya. Dengan demikian, besar
kemungkinan akan terjadi pengenaan pajak berganda di mana dua yurisdiksi
perpajakan yang berbeda mengenakan pajak kepada penghasilan yang sama yang
diperoleh subjek pajak yang sama.
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda ini, UU PPh secara unilateral
memberikan solusi dengan adanya Pasal 24 UU PPh. Pasal ini mengatur bahwa atas
pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak
dalam negeri.Namun demikian, besarnya pajak yang bisa dikreditkan dibatasi tidak
boleh melebihi penghitungan pajak terutang berdasarkan UU PPh.
Dalam menghitung besarnya maksmum kredit pajak PPh Pasal 24 ini, UU PPh
menerapkan metode pembatasan tiap negara (per country limitation). Untuk itu
maka penentuan Negara sumber penghasilan menjadi penting. Masalah ini diatur
dalam Pasal 24 ayat (3) UU PPh di mana penentuan Negara sumber penghasilan
ditentukan sebagai berikut : penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta
keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat
badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan.
Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,
royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada. Penghasilan berupa
sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta
tersebut terletak. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan
tersebut bertempat kedudukan atau berada. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah
negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan
atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


Dengan tujuan untuk menghilangkan pengenaan pajak berganda internasional dan
juga untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance), diperlukan
suatu perjanjian perpajakan dengan Negara lain.
Undang-undang PPh, telah memberikan mandat kepada pemerintah untuk
melakukan perjanjian dengan Negara lain.
Dalam penjelasan Pasal 32A UU PPh yang mengatur hal ini dijelaskan bahwa
perjanjian perpajakan berlaku sebagai perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-

spesialis). Dengan demikian, ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan tidak berlaku


jika di dalam perjanjian perpajakan diatur lain.
Masing-masing negara berhak untuk menentukan pajak dalam batas
kenegaraannya yang mengakibatkan perbedaan perpajakan di tiap-tiap negara,
selain juga disebabkan perbedaan budaya dan pemaksaan pajak. Perbedaan
tersebut meliputi perbedaan dalam penentuan pajak dan penentuan biaya.

Keseimbangan dan netralitas


Prinsip equity menyatakan dalam kondisi sama pembayar pajak hendaknya
dibebankan pajak yang sama sedang netrality menyatakan pengaruh pajak
hendaknya tidak memiliki imbas dalam pengambilan keputusan bisnis.

Sumber pendapatan
Sumber pendapatan dikelompokkan dalam dua kelas yaitu sumber pendapatan
dalam negeri dan luar negeri. Sumber pendapatan luar negeri adalah hasil ekspor
barang dan jasa termasuk dari cabang di luar negeri dan dikenai pajak pada saat
pendapatan diakui. Pajak cabang LN dapat dikenakan dengan menggunakan dua
metode yaitu pendekatan teritorial dan worldwide. Pendekatan teritorial berprinsip
pajak dikenakan di negara asal di mana pendapatan di dapat. Pendekatan
worldwide dikenakan baik pada penghasilan dalam maupun luar negeri (pajak
berganda).

Penentuan biaya
Penentuan biaya berpengaruh pada besar pajak. Jika R dan D dikapitalisasi maka
pajak penghasilan akan berlangsung selama masa pengakuan nilai sampai habis
dalam penghapusannya. Jika diperlakukan sebagai biaya hanya berpengaruh pada
periode tertentu sehingga berdampak pada pajak langsung. Perbedaan penentuan
umur aset akan menentukan besar biaya. Aset didepresiasi lebih pendek berakibat
pada biaya menjadi lebih besar dan pajak lebih kecil.

Tipe-tipe pajak
1.
Corporate Income Tax, dua pendekatan yang digunakan sistem klasik yaitu
pajak dikenakan jika penghasilan sudah diterima dan dicatat subyek pajak. Dan
sistem integral yaitu mengeliminasi pajak berganda lewat dua metode yakni split
rate dan imputansi.

2.
With Holding Tax, penghasilan yang dihasilkan perusahaan anak di LN
dikenakan pajak negara itu, sedang dividen yang dikirim ke perusahaan dikenakan
pajak negara tempat perusahaan induk berada.
3.
Indirect Tax, pajak tidak langsung dikenal sebagai pajak pertambahan nilai.
Konsep mendasari adalah bahwa pajak dikenakan pada tiap tahap produksi.
Pertambahan nilai didapat dari penghasilan barang dikurang nilai input, tetapi PPn
bukan pajak penjualan.

Penghindaran pajak berganda


Permasalahan pengenaan pajak terhadap anak perusahaan di LN adalah
kemungkinan terjadi pengenaan pajak ganda yaitu saat penghasilan diakui dikenai
pajak nnegara tersebut dan dikenai pajak negara perusahaan induk saat
penghasillan diakui oleh perusahaan induk.penghindaran pajak dapat menggunakan
metode :
Kredit pajak, perusahaan dapat mengurangi beban pajak dengan dollar for dollar
basis.
Traktat pajak, perbedaan filosofi pembebanan pajak menimbulkan treaty untuk
meminimisasi pajak berganda, melindungi hak amsing-masing negara dalam
memungut pajak dan menyediakan acuan untuk memutuskan suatu masalah.
Perpajakan USA untuk sumber pendapatan luar negeri
Pendapatan dibagi dua :
Pendapatan dari impor dan ekspor barang jasa perusahaan induk
Pendapatan dari cabang di luar negeri
Prinsip terkait adalah prinsip penangguhan dan prinsip kredit pajak.
Konsep Tax Haven, ialah tempat orang asing menerima pendapatan atau aset tanpa
membayar tarif pajak tinggi.
Controlled Foreign Corporation, perusahaan USA dapat memilih untuk
memproduksi, menjual melalui perusahaan anak di LN.
Pendapatan Cabang, hukum pajak di USA memiliki qualified business unit yang
dibagi dua bagian yaitu penghasilan didistribusikan ke kantor pusat dan
penghasilan ditahan di LN tempat QBU berada.
Insentif Pajak
Insentif untuk menarik eksportir agar ekspor dapat bersaing di LN
Insentif bagi investor asing agar menanamkan modal karena ada keringanan pajak.
Insentif lain adalah zero rate namun bukan berarti tak dikenai pajak. Jika sektor
telah kompetitif maka tarif dinaikkan.

Perusahaan penjualan luar negeri


Foreign sales corporation harus memenuhi tuntutan :
1. Berbentuk korporasi dan memiliki kantor pusat di LN
2. Perusahaan secara substantif ekonomis bukan hanya legal
3. Memiliki min.25 pemegang saham
4. Ekspor dilakukan di luar USA

Perencanaan pajak internasional


Ekspor, FSC memberi kesempatan dan menyediakan keuntungan pajak. Jika
perusahaan menentukan lisesnsi untuk teknologi LN harus memperhatikan with
holding tax dan tax treaty.
Cabang, kerugian umum terjadi pada tahun pertama dan digunakan perusahaan
induk untuk mengurangi beban pajak.
Perusahaan anak, keuntungan anak perusahaan belum dikenakan pajak sebelum
dibagikan dalam bentuk pendapatan ke perusahaan induk tapi kerugian tak dapat
dikompensasi ke perusahaan induk.
Lokasi untuk operasi LN, berhubungan dengan insentif pajak, tarif pajak, dan tax
treaty.

Anda mungkin juga menyukai