Anda di halaman 1dari 41

7

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik


1.

Pengertian
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DBD sejenis virus yang tergolong
arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DBD adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya
dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Demam Berdarah Dengue

(DBD) adalah suatu penyakit akut yang

disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty


(Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita

8
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam.
2.

Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi


a.

Sel-sel darah merah


Sel-sel darah merah merupakan 99% bagian dari sel-sel darah. Darah
memperoleh warna merah dari protein hemoglobin yang terdapat didalam
sel-sel darah merah. Hemoglobin memungkinkan sel-sel darah merah
mentransport oksigen keseluruh tubuh. Bila hemoglobin berikatan dengan
oksigen, akan terbentuk senyawaan yang berwarna merah terang yang
disebut oksihemoglobin. Bila oksigen dilepaskan, maka akan terbentuk
deoksihemoglobin yang berwarna merah gelap. Jumlah sel darah merah
pada orang dewasa sehat sekita 4,2 sampai 6,2 juta sel per mm kubik.

Gambar 1. Anatomi sel darah merah


Sumber : (Seoparman, 1996)

9
b.

Sel-sel darah putih


Sel-sel darah putih atau leukosit bagaikan pasukan infanteri bagi
pertahanan tubuh melawan infeksi. Mereka melindungi tubuh dari
penyakit melalui mekanisme fagosit (memakan) bakteri atau memproduksi
zat-zat yang dapat merusak partikel-partikel bakteri yang menginfeksi
tubuh. Walaupun kebanyakan aktivitas sel-sel darah putih terjadi diluar
sistem sirkulasi darah, namun sel-sel ini menggunakan darah untuk
mencapai lokasi infeksi.
Jumlah sel darah putih rata-rata pada orang dewasa normal adalah
antara 5 sampai 10 ribu per mm kubik darah. Perubahan jumlah ini dapat
merupakan tanda dari suatu infeksi atau penyakit tertentu.

Gambar 2. Anatomi sel darah putih


Sumber : (Seoparman, 1996)

10
c.

Trombosit
Trombosit berperan penting dalam homeostasis normal. Pada saat
dalam darah, trombosit merupakan cakram halus dilapisi membrane yang
mengeluarkan sejumlah reseptor glikoprotein kelompok integrin.
Trombosit mengandung dua tipe granula yang spesifik. Granula
mengeluarkan

molekul adhesi selektin-P pada membrannya

dan

mengandung fibrinogen, fibronektin. Granula lain merupakan bendah


padat atau granula , yang mengandung nukleotida, kalsium terionisasi,
histamine, serotonin dan epinefrin, (Robbins, 2007)

Gambar 3. Anatomi trombosit


Sumber : (Seoparman, 1996)

11
3.

Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3,
DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun
1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotype
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat.
a.

Virus dengue sejenis arbovirus.

b.

Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4


serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang
dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat

12
termoragil, sensitif terhadap inaktivitas oleh natrium diaksikolat, stabil
pada suhu 70 oC.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan
serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.
4.

Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida
yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat
sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya trobositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin
dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat ,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DBD yang menentukan
beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi, trombositopenia
dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.

13
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi Virus

Anamnestic antibody response


Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen
Komplemen
Anafilatoksin(c3a,c5a)
Histamin dala m
Permeabilitas kapiler meningkat

urine meningkat
Ht meningkat

>30 % pada kasus

Perembesan plasma

Syok 24-28 jam

Natrium menurun
Cairan dalam

Hipovolemik

Rongga Serosa

Syok
Anoksia

Asidosis
Meninggal

Gambar 4. Patogenesis terjadinya syok pada DBD


Sumber : (Suvatte, 1977)
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien
mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian.

14
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi Virus

Anamnestic antibody

Kompleks virus-antibody

Aqreqasi trombosit

Aktivasi koagulasi

Aktivasi Komplemen

Penghancuran

Pengeluaran

Plasma

Trombosit oleh RES

Platelet factor III

Aktivasi Faktor
Hageman

Trombosittopenia

Koaqualapati
Konsumtif

Sistem Kinin

Anafilatoksi

Kinin
Peningkatan

Penurunan factor

FDP meningkat

Pembekuan

Gangguan

Perdarahan massif

permeabilitas
Kapiler

Syok

Fungsi Trombosit

Gambar 5. Patogenesis terjadinya perdarahan pada DBD


Sumber : (Suvatte, 1977)

15
5.

Gambaran Klinik
Gambaran klinik sangat bervariasi dari yang amat ringan, sedang dan berat.
a. Masa inkubasi antara 3 15 hari.
b. Suhu tubuh meningkat tiba-tiba disertai dengan sakit kepala selama 5 - 7,
nyeri yang hebat pada otot dan tulang, sendi, abdomen, ulu hati, mual,
muntah, tidak ada nafsu makan , diare, konstipasi, kadangkala batuk yang
ringan, pembengkakan di sekitar mata, Pembesaran hati, limpa, dan
kelenjar getah bening.
c. Perdarahan di bawah kulit seperti petechi, echimosis, epitaksis, hematoma
sampai perdarahan hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, dan dapat ditemukan melena, hematuri
d. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan
lemah).

6.

Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a.

Perdarahan luas.

b.

Shock atau renjatan.

c.

Effuse pleura

d.

Penurunan kesadaran.

16
7.

Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket
positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di
bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi
kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi
dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan
manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi
tak teraba.

8.

Pemeriksaan penunjang
a.

Darah
1)

Trombosit menurun. (trombositopenia)

2)

Hb meningkat lebih 20 %

3)

HT meningkat lebih 20 %

4)

Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5)

Protein darah rendah

17

b.

9.

6)

Masa perdarahan dan prothrombin memanjang

7)

Ureum pH bisa meningkat

8)

NA dan CL rendah

Serology : HI (hemaglutination inhibition test).


1)

Rontgen thorax : Efusi pleura.

2)

Uji test tourniket (+)

Penatalaksanaan
a.

Tirah baring

b.

Pemberian makanan lunak .

c.

Pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan intra vena (biasanya


ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling
sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter,
korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.

d.

Pemberian obat-obatan : antibiotik, antipiretik,

e.

Anti konvulsi jika terjadi kejang

f.

Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).

g.

Monitor adanya tanda-tanda renjatan

h.

Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

i.

Periksa Hb,HT, dan Trombosit setiap hari.

10. Alur Tatalaksana Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)


Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler

18
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan
pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD
dengan

baik,

diperlukan

dokter

danperawat

yang

terampil,

sarana

laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dankoloid, serta bank darah


yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan memberikan nasehat
untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting
untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD
sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak
baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci
keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter
untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan
suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
a.

Demam Dengue (DD)


Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien dianjurkan
1)

Tirah baring, selama masih demam.

2)

Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

3)

Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian


parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh
karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.

19
4)

Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop,


susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2
hari.

5)

Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase


konvalesen.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan
tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus
diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari
setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita
sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan
akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa
disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati
bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat
perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,
apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda
kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit.
Penerangan untuk orang tua tertera pada Lampiran 1. Pada pasien yang
tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu
lagi diobservasi. Tatalaksana DD tertera pada Bagan 2 (Tatalaksana
tersangka DBD).

20
b.

Demam Berdarah Dengue (DBD)


1)

Ketentuan Umum
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan
penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyebabkan

perembesan

plasma

dan

gangguan

hemostasis.

Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi


mendadak,

diastesis

hemoragik,

hepatomegali,

dan

kegagalan

sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian


mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of
defervescence) yang merupakan Fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak
pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat
diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada
umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunanjumlah
trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb
(rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit

dansebelum

terjadi

penurunan

suhu.

Peningkatan

hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma


danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam
isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume
plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian

21
khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus
danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien
DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D,
C danpads ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.
2)

Fase Demam
Tatalaksana

DBD

fase

demam

tidak

berbeda

dengan

tatalaksana DD, bersifat simtomatik dansuportif yaitu pemberian


cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat
diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik
kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti
tertera pada Tabel 1.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat
demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan
adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien
perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100
ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap
harus diberikan di samping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam,
di samping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.

22
Tabel 1.
Dosis paracetamol menurut kelompok umur
Parasetamol tiap kali pemberian

Umur dalam

Dosis (mg)

tahun

Tabelt (1 tabelt =500 mg)

<1

60

1/8

13

60 125

1/8

46

125 250

7 12
250 500
Sumber : Depkes (2002)

-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang


mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu
turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar
hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan
derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila
sarana

pemeriksaan

hematokrit

tidak

tersedia,

pemeriksaan

hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak


terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht,

23
dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb
3)

Penggantian Volume Plasma


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang
terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok)
maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang
hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan
dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung
untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih
sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus
selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah
volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal
mungkin mencukupi kebocoran plasma.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus
muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin
diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan
cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat
asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan.

24
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan +
defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2
Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (deficit cairan 5 8%)

Berat badan waktu

Jumlah cairan ml/kgBB per hari

masuk rumah sakit


(7

220

7 11

165

12 18

132

> 18
Sumber : Depkes (2002)

88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung


dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma,
yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk,
kebutuhan cairan disesuaikan

Tabel 2 Kebutuhan Cairan pada

Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 8 % ) dengan berat badan ideal


untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat
diperhitungan dari tabel 3 berikut
Tabel 3

25
Kebutuhan cairan rumatan
Berat badan (kg)

Jumlah cairan ml

10

100/kgBB

10 20

1000+ 50 x kg ( diatas 10 kg)

> 20
Sumber : Depkes (2002)

1500 + 20 x kg ( di atas 20 kg)

Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan


adalah

1500+(20x20)

=1900

ml.

Jumlah

cairan

rumatan

diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak konstan


(perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka
volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan
dankehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar
hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan dan terus menerus
setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma
berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi
cairan ekstravaskular kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada
saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan
distres pernafasan.Pasien harus dirawat dansegera diobati bila
dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas
dingin, bibir sianosis, oliguri, dannadi lemah, tekanan nadi menyempit
(20mmHg atau kurang) atau hipotensi, danpeningkatan mendadak dari

26
kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus
walaupun telah diberi cairan intravena.
4)

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)


a) Kristaloid.
(1) Larutan ringer laktat (RL)
(2) Larutan ringer asetat (RA)
(3) Larutan garam faali (GF)
(4) Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
(5) Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
(6) Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau
RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)
b) Koloid.
(1) Dextran 40
(2) Plasma
(3) Albumin

c.

Sindrom Syok Dengue


Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah
pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan
volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syek dansembuh
kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan
tensi tak terukur dantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan

27
kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi
turunkan menjadi 10 ml/kg BB.
1)

Penggantian Volume Plasma Segera


Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.
Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak
dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur
10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan
kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi
setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam
bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan
koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian
koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih
menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi
perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila
kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume
kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infuse dikurangi bertahap
sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit. Pemeriksaan Hematokrit
untuk Memantau Penggantian Volume Plasma Pemberian cairan harus
tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar

28
hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg
BB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma
yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala
pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena
dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht
sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi
bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu
diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap
diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi
plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar
hematokrit

setelah

pemberian

cairan

rumatan),

maka

akan

menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal


jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan
dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi.
Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital
baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.
2)

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan
memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma

29
diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan.
a)

Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien

syok.

Dianjurkan

pemberian

oksigen

dengan

mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak


seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.
b)

Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada
setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan
(prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit
untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage)
apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya
dari 50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah
diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya
perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi
pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah
dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif.
KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan

30
perdarahan

masif

sehingga

dapat

menimbulkan

kematian.

Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial,


waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus
diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat
ringannya

KID.

Pemeriksaan

hematologis

tersebut

juga

menentukan prognosis.
c)

Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah
(1)

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat


setiap 15 30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat
teratasi.

(2)

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai


keadaan klinis pasien stabil

(3)

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan,


mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan
apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi

(4)

Jumlah dan frekuensi diuresis. Pada pengobatan syok, kita


harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler
telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis
belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah

31
melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara
lain

edema,

pernapasan

meningkat,

maka

selanjutnya

furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah


diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan.
Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada
umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka
pemberian dopamia perlu dipertimbangkan.
(5)

Ruang Rawat Khusus Untuk DBD


Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka
pasien DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang
dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang
perawatan

khusus

laboratorium

tersebut

untuk

dilengkapi

memeriksa

dengan

kadar

fasilitas

hemoglobin,

hematokrit,dan trombosit yang tersedia selama 24 jam.


Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang
perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh orang tua
pasien untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum
maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung
urin serta mencatat jumlahnya.

(6)

Kreteria Memulangkan Pasien

32
Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan di
bawah ini :
(a)

Tampak perbaikan secara klinis

(b)

Tidak demam selain 24 jam tanpa antipiretik

(c)

Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi


pleura atau asidosis)

(d)

Hematokrit stabil

(e)

Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl

(f)

Tiga hari setelah syok teratasi

(g)

Nafsu makan membaik

33
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan .
Pengkajian pada pasien dengan DBD dapat dilakukan dengan teknik
wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik.
Pada pengkajian anak dengan DBD ditemukan adanya peningkatan
suhu yang mendadak disertai menggigil, adanya perdarahan kulit seperti
peteckie, ekimosis, hematom, epistaksis, hematemesis bahkan hematemesis
melena. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri otot, sakit kepala,
nyeri uluhati, pembengkakan sekitar mata. Dan pada pemeriksaan
laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi.
Pada DBD apabila ditemukan gejala klinis seperti perdarahan spontan dengan
uji tourniket (+), trombositopenia, hemokonsentrasi, maka termasuk DBD
derajat ringan (I). apabila disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau
tempat lain termasuk derajat sedang (II); apabila terjadi kegagalan sirkulasi
seperti denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah adanya
sianosis termasuk derajat berat (III) dan apabila terjadi kegagalan sirkulasi
dan nadi tidak teraba dan tekanan darah tak terukur maka termasuk derajat
sangat berat (IV). (Hidayat A. 2006).
Adapun secara lengkap pengkajian keperawatan klien dengan DBD ,
tahapan-tahapannya meliputi :

34
a.

Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari


berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim
kesehatan lainnya).

b.

Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk


memenuhi kebutuhan pasien.

c.

Kaji riwayat keperawatan.


Riwayat tumbuh kembang pada usia 6 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ

fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau
dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 - 4 Kg / tahun dan pada anak
wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan
fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a.

Motorik kasar
1)

Loncat tali

2)

Badminton

3)

Memukul

4)

Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara


bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.

b.

Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

35
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan
bermain alat musik.
c.

Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan
masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali
sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d.

Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata
keterangan, kata penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

e.

Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual,


muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tandatanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan
lembab

terutama

pada

ekstrimitas,

kesadaran).
f.

Aktifitas dan Istirahat


Lemah, lelah, pegal seluruh tubuh

sianosis,

gelisah,

penurunan

36
g.

h.

Sirkulasi
1)

Tekanan darah menurun

2)

Nadi cepat

3)

Wajah tampak merah

4)

Demam

5)

Epiteksis

6)

Hematemesis/melena

Makanan / Cairan
Mual, nyeri ulu hati, tidak nafsu makan

i.

1)

Sakit menelan

2)

Rasa haus

Pernapasan
Pernapasan cepat karena demam

j.

Nyeri / Rasa nyaman


Sakit pada ulu hati / nyeri tekan pada ulu hati

k.

l.

Integritas Kulit
1)

Ruam di kulit lengan dan kaki

2)

Selaput mukosa mulut kering

3)

Kulit rasa panas

Hyperemia tenggorokan

37
m. Hepar / Limfa

n.

1)

Pembesaran hati dan nyeri tekan

2)

Pembesaran limpa

Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan
menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress
tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit
dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ;
1)

Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan
perubahan peran

2)

Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

3)

Lingkungan asing

4)

Kebiasaan sehari-hari berubah

5)

Pemberian obat kimia


a)

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12


tahun)

b)

Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman


sebayanya

6)

Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap


rasa nyeri

38
7)

Selalu ingin tahu alasan tindakan

8)

Berusaha independen dan produktif

9)

Reaksi orang tua


a)

Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit,


prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak

b)

Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan


pengobatan serta tidak familiernya peraturan rumah sakit.

2.

Diagnosa keperawatan.
Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan,
kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul
sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DBD
diantaranya :
a.

Kekurangan

volume

cairan

berhubungan

dengan

peningkatan

permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.


b.

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus


dengue.

c.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

d.

Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan


dengan kurangnya informasi

e.

Risiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

f.

Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

39

3.

Intervensi Keperawatan
Perumusan rencana perawatan pada kasus DBD hendaknya mengacu
pada masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa
tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan
kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan
keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan :
a.

Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan ,
muntah dan demam.
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil : Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
1)

Kaji Keadaan umum dan kondisi pasien


Rasional : Keadaan umum atau kondisi pasien yang mengalami
gangguan keseimbangan cairan akan memperlihatkan kondisi lemah.

2)

Observasi tanda-tanda vital ( S, N, RR )


Rasional : perubahan tanda-tanda vital merupakan indikator adanya
perubahan metabolisme di dalam tubuh

3)

Observasi tanda-tanda dehidrasi

40
Rasional : Kulit pucat, turgor kulit buruk, fontanel yang melesak ke
dalam , penurunan tingkat kesadaran, peningkatan waktu pengisian
ulang kapiler, dan membrane mukosa kering mengindikasikan
dehidrasi
4)

Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus


Rasional : Area pemasangan infus yang tepat akan meminimalkan
terjadinya plebitis.

5)

Balance cairan (input dan out put cairan)


Rasional : Input dan output cairan menentukan status hidrasi anak dan
menjadi pedoman dalam terapi penggantian cairan.

6)

Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum


banyak
Rasional : mengkonsumsi air yang banyak untuk mengganti cairan
yang hilang secara berlebihan dari tubuh.

7)

Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang


basah oleh keringat.
Rasional : Pakaian yang basah oleh keringat akan menyebabkan
permukaan kulit di area-area tersembunyi menjadi lecet dan iritasi.

b.

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus


dengue.
Tujuan : Tubuh klien tidak panas lagi
Kriteria hasil : Suhu tubuh kembali normal

41
Intervensi :
1)

Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh


Rasional : perubahan tanda-tanda vital merupakan indikator adanya
perubahan metabolisme di dalam tubuh

2)

Berikan kompres hangat (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
Rasional : efek kompres hangat akan melebarkan pembuluh darah
sehingga panas tubuh akan cepat keluar.

3)

Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat


Rasional : Pakaian yang basah oleh keringat akan menyebabkan
permukaan kulit di area-area tersembunyi menjadi lecet dan iritasi.

4)

Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap


keringat seperti terbuat dari katun.
Rasional : agar proses evaporasi dapat berjalan dengan baik untuk
menurunkan demam

5)

Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih


1500 - 2000 cc per hari
Rasional : Intake yang banyak untuk mengimbangi pengeluaran panas
pada penderita sehingga tidak terjadi peningkatan demam secara
berlebihan.

6)

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun


panas.

42
Rasional : Obat ini berkhasiat untuk menurunkan demam pada kondisi
tertentu.
c.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi :
1)

Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi


Rasional : intake cairan dan makanan yang kurang memperlihatkan
adanya tanda-tanda hidrasi yang menurun.

2)

Timbang berat badan klien tiap hari


Rasional : pemantauan berat badan secara langsung mengukur status
hidrasi anak dan menjadi pedoman dalam terapi penggantian cairan

3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit
tapi sering
Rasional : untuk menghindari rasa bosan terhadap menu makanan
yang diberikan kepada pasien
4)

Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual


Rasional : air hangat merupakan berperan sebagai katalisator untuk
menetralkan konsentrasi asam di saluran cerna khususnya di lambung.

5)

Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan


palpasi).

43
Rasional : Untuk memastikan adanya kelainan atau tidak berkaitan
dengan penyakit yang dialami oleh klien.
6)

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.


Rasional

obat

ini

mempunyai

efek

farmakokinetik

dan

farmakodinamik mencegah terjadinya mual dan muntah.


7)

Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.


Rasional : Anak membutuhkan perencanaan diet yang cermat untuk
memastikan bahwa ia menerima nutrisi yang adekuat, walaupun ia
muntah.

d.

Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan


dengan kurangnya informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat
Kriteria hasil : Klien mengerti tentang proses penyakit DBD
Intervensi :
1)

Kaji tingkat pendidikan klien.


Rasional : Untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman keluarga
terhadap penyuluhan kesehatan yang diberikan.

2)

Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DBD


Rasional : Apabila keluarga mengetahui proses penyakit anaknya
maka keluarga akan kooperatif dalam setiap pelaksanaan tindakan
yang akan diberikan ke anaknya.

44
3)

Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DBD melalui


Penkes.
Rasional : Pemahaman tentang penyakit DBD sangat diperlukan agar
masyarakat dapat berpartisipasi dalam upaya pencegahan DBD.

4)

Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum


dimengerti atau diketahuinya.
Rasional : Ungkapan perasaan keluarga menjadi pedoman untuk
mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit
anaknya.

5)

Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien


Rasional : akan memudahkan dan mempercepat proses kesembuhan
anak.

e.

Risiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.


Tujuan : Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil : Trombosit dalam batas normal
Intervensi :
1)

Kaji adanya perdarahan


Rasional : Adanya perdarahan di bawah kulit pada penderita DBD
menunjukkan pasien dalam kondisi kritis

2)

Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)


Rasional : perubahan tanda-tanda vital merupakan indikator adanya
perubahan metabolisme di dalam tubuh

45
3)

Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.


Rasional : adanya perlukaan / perdarahan pada penderita DBD
menunjukkan tanda kritis.

4)

Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien


Rasional : untuk meminimalkan energi yang dipakai dalam
beraktivitas sehingga focus energi akan mengarah ke penyembuhan
pasien.

5)

Monitor hasil darah, Trombosit


Rasional : trombosit pada pasien DBD merupakan patokan mutlak
yang dipakai oleh petugas dalam menila berat ringannya penyakit
tersebut.

6)

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian


cairan intra vena.
Rasional : Anak membutuhkan cairan IV jika mengalami dehidrasi.

f.

Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan


Tujuan : Shock hipovolemik dapat teratasi
Kriteria hasil : Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos
mentis.
Intervensi :
1)

Observasi tingkat kesadaran klien


Rasional : Kesadaran seseorang klien / anak mengindikasikan bahwa
fungsi mental/ status serebral masih berfungsi baik.

46
2)

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).


Rasional : perubahan tanda-tanda vital merupakan indikator adanya
perubahan metabolisme di dalam tubuh

3)

Observasi out put dan input cairan (balance cairan)


Rasional : Input dan output cairan menentukan status hidrasi anak dan
menjadi pedoman dalam terapi penggantian cairan.

4)

Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi


Rasional : Kulit pucat, turgor kulit jelek, penurunan tingkat kesadaran,
peningkatan waktu pengisian ulang kapiler, dan membrane mukosa
kering mengindikasikan dehidrasi

5)

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.


Rasional : Rasional : Anak membutuhkan cairan IV jika mengalami
dehidrasi atau berisiko mengalami dehidrasi.

4.

Implementasi keperawatan
a.

Tirah baring, selama masih demam.

b.

Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

c.

Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian


parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh
karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.

d.

Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

e.

Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen.

47

5.

Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu
perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini
meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai
melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif /
evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria
hasil yang diharapkan. :
a.

Suhu tubuh dalam batas normal.

b.

Intake dan out put kembali normal / seimbang.

c.

Pemenuhan nutrisi yang adekuat.

d.

Perdarahan tidak terjadi / teratasi.

e.

Pengetahuan keluarga bertambah.

f.

Shock hopovolemik teratasi.

Anda mungkin juga menyukai