TINJAUAN PUSTAKA
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau
kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat : pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi : pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama
kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan
kalsium (susu dan produk susu).
Keadaan menurunnya besi hingga tahap deplesi besi ditandai oleh penurunan kadar
feritin serum dan peningkatan absorbsi besi dalam usus. Apabila cadangan besi sudah
tidak ada atau kosong, maka akan terjadi gangguan pada proses eritropoiesis. Gangguan
tersebut menyebabkan pembentukan eritrosit terganggu sehingga dapat menyebabkan
Anemia. Keadaan dimana pembentukan eritrosit ini terganggu disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Kelainan pertama yang dijumpai pada fase ini adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit,
saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity =
TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Penurunan jumlah
besi ysng terus terjadi tersebut akan menyebabkan eritropoesis semakin terganggu
sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2). Keadaan hemoglobin yang
menurun tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk eritrosit sehingga eritrosit akan
terlihat lebih pucat dan lebih kecil. Akibatnya timbul
2.1.2 Etiologi
Deplesi zat besi dapat dipilah menjadi tiga tahap dengan derajat keparahan yang berbeda
dan berkisar dari ringan hingga berat.
namun keadaan ini menggambarkan adanya peningkatan kerentanan dari keseimbangan besi
yang marjinal untuk jangka waktu lama. Sehingga dapat terjadi defisiensi besi yang berat.
2. Tahap kedua, ditandai oleh perubahan biokimia yang mencerminkan kurangnya zat besi
bagi produksi hemoglobin yang normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan kejenuhan
transferin atau peningkatan protoporfirin eritrosit, dan peningkatan jumlah reseptor
transferin serum.
3. Tahap ketiga, defisiensi zat besi berupa anemia. Pada anemia karena defisiensi yang berat,
kadar hemoglobinnya kurang dari 7 g/dl (vijayaraghavan, 2004).
2-3
330 3
0
100 6
0
5-10
115 5
0
35 15
1
330-360
<25
10-15
<120
30
0-1
360
20
10-15
115
30
0
390
10
10-20
<60
<15
30
Normal
30
Norm
al
100
Normal
0
410
<10
10-20
<40
<15
200
Hipokromi
k
Norma
Keseimbang
si besi is negatif
besi
Plasma 30
Normal(g/dl) Norma
tinggi
Tinggi
Saturasi
l
tinggi
transferin
(%) Norma
Protoporpir l
in eritrosit (g/dl)
Eritrosit
Reseptor transferin
serum
Deple Eritropoies
defisiensi
Sangat
tinggi
mikrositik
Sangat
Benz., 2008). Besi dalam tubuh manusia terbagi dalam 3 bagian yaitu senyawa besi
fungsional, besi cadangan dan besi transport. Besi fungsional yaitu besi yang
membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh terdiri dari hemoglobin, mioglobin dan
berbagai jenis enzim. Bagian kedua adalah besi transportasi yaitu transferin, besi yang
berikatan dengan protein tertentu untuk mengangkut besi dari satu bagian ke bagian
lainya. Bagian ketiga adalah besi cadangan yaitu feritin dan hemosiderin, senyawa besi
ini dipersiapkan bila masukan besi diet berkurang (Gambar 2.1). Untuk dapat berfungsi
bagi tubuh manusia, besi membutuhkan protein transferin, reseptor transferin dan feritin
yang berperan sebagai penyedia dan penyimpan besi dalam tubuh dan iron Regulatory
Proteins (IRPs) untuk mengatur suplai besi. Transferin merupakan protein pembawa
yang mengangkut besi plasma dan cairan ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan tubuh
(Hoffman, 2000).
Zat besi dalam tubuh didapatkan dalam dua golongan yaitu besi heme dan non
heme. Zat besi heme didapatkan dari makanan hewani dan non heme dari makanan
nabati. Sebagian besar zat besi terikat dalam hemoglobin yang mempunyai fungsi
menghantar oksigen ke jaringan. Sedangkan zat besi yang terikat dalam jaringan
termasuk enzim mempunyai tugas vital yang akan berubah dengan menurunnya jumlah
zat besi dalam tubuh (Almatsier, 2004). Konsentrasi besi tubuh normal adalah 40-50 mg
Fe/Kg BB dimana laki-laki lebih besar dari perempuan. Kebanyakan besi yang ada
berupa senyawa dengan berikatan pada protein tertentu, bukan dalam bentuk logam
bebas. Besi ditransport dalam bentuk ikatan dengan transferin plasma dan transferin
cairan ekstrasel. Jumlah besi sekitar 5-6 mg Fe/Kg pada wanita, 10-12 mg Fe/Kg pada
laki-laki disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin, dalam hepatosit, makrofag
dihati, sumsum tulang, limpa dan otot sebagai persiapan saat kehilangan darah (Bakta,
2007). Besi diet yang diserap usus kemudian diikat oleh transferin plasma. Pada laki-laki
dewasa dengan berat badan 70 kg, jumlah besi-transferin dalam plasma sekitar 3 mg,
meskipun besi harian yang ditransport melalui cara ini lebih dari 30 mg. Sebagian besar
besi 24 mg/hari berada di prekursor erithroid sumsum tulang, dan sebagian besar dari
jumlah ini yaitu sekitar 17 mg/hari menjadi hemoglobin di dalam eritrosit disirkulasi
yang nantinya akan dikatabolisme oleh makrofag dalam sumsum tulang, limpa dan hati.
Besi kemudian dilepaskan dari hemoglobin dan kembali ke transferin plasma. Beberapa
dari besi dalam erithroid sumsum tulang sekitar 7 mg Fe/hari dikatabolisme langsung
oleh makrofag karena fagositosis pada prekursor erithroid yang terganggu atau
perpindahan dari feritin eritrosit menyebabkan makrofag mengembalikan besi ke
transferin plasma 22 mg Fe/hari.
Absorbsi besi bergantung tidak hanya pada jumlah besi pada makanan, namun juga
pada bioavailibilitas besi itu sendiri, dan kebutuhan tubuh akan besi. Absorbsi besi dapat
dipengaruhi beberapa fase yang berbeda ( Worwood dan Hoffbrand, 2005). Fase
luminal, besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di
duodenum. Fase mucosal, proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu
proses aktif. Fase corporal, meliputi transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh
sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh (Bakta et al, 2006).
Saat ini, dengan telah diidentifikasikannya hepsidin, maka komponen molekuler
yang terlibat dalam proses ini dapat dijelaskan (Leong and Lonnerdal, 2004). Dalam
kurun 7 tahun terakhir, didapatkan banyak bukti bahwa regulator fisiologis utama
simpanan dan ketersediaan besi adalah hormon hepsidin (Gambar 2.2) (Fleming, 2008).
Zat besi
Energi
- Frekuensi makan
Protein
Vitamin C
ANEMIA
Kehilangan Darah
(Perdarahan
)
- Infeksi
- Investasi cacing
- Investasi parasit
Status Gizi
Sosial Ekonomi
- Pendapatan ayah/ibu
- Pendidikan ayah/ibu
- Pekerjaan ayah/ibu