Anda di halaman 1dari 7

Deteksi Dini Psikopat

Ternyata tidak semua pembunuh adalah psikopat dan tidak semua psikopat
pembunuh. Sebenarnya lebih banyak lagi psikopat yang berkeliaran dan hidup di
tengah-tengah masyarakat, bukan sebagai pelaku kriminal. Selama ini mungkin
tidak disadari psikopat ada di sekitar kita. Apakah dia tetangga, teman kerja atau
bahkan pasangan serta anggota keluarga. Penyimpangan perilaku itu adalah sikap
egois, tidak pernah mengakui kesalahan bahkan selalu mengulangi kesalahan, tidak
memiliki empati, dan tidak punya hati nurani. Bila itu semua ada, kecurigaan
adanya psikopat layak diberikan.

Penelitian menunjukkan bahwa psikopat berkaitan dengan genetik, gangguan


fungsi otak, dan lingkungan. Mengingat dampak yang terjadi sangat besar dan
berbahaya, maka harus diupayakan tindakan pencegahannya. Namun, pencegahan
lebih sulit dilakukan karena faktor penyebab psikopat sendiri hingga saat ini masih
belum dapat diungkapkan secara jelas. Karenanya, tindak pencegahan optimal
yang dapat dilakukan sejauh ini adalah sebatas mengenali faktor risiko sejak dini.

PRIBADI DISSOSIAL

Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti
penyakit. Maksudnya, psikopat adalah suatu gejala kelainan yang sejak dulu
dianggap berbahaya dan mengganggu masyarakat. Namun, istilah psikopat yang
sudah sangat dikenal masyarakat justru tidak ditemukan dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) IV. Artinya, psikopat tidak tercantum
dalam daftar penyakit, gangguan atau kelainan jiwa di lingkungan ahli kedokteran
jiwa Amerika Serikat. Psikopat dalam kedokteran jiwa masuk dalam klasifikasi
gangguan kepribadian dissosial. Selain psikopatik, ada gangguan antisosial, asosial,
dan amoral yang masuk dalam klasifikasi gangguan kepribadian dissosial tadi.

Psikopat tak sama dengan skizofrenia, karena seorang psikopat sadar penuh atas
perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya
sering kali disebut "orang gila tanpa gangguan mental". Menurut penelitian, sekitar
1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena
80%-nya lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di penjara atau
di rumah sakit jiwa. Pengidapnya juga sukar disembuhkan. Dalam kasus kriminal,
psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, pelaku kekerasan dalam rumah
tangga, pelaku bunuh diri, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20% dari total
jumlah psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai
bertutur kata, memesona, punya daya tarik luar biasa dan menyenangkan.

TEORI PENYEBAB
Berbagai teori dikemukakan oleh para peneliti untuk menjelaskan kemungkinan
penyebab kepribadian psikopat. Di antaranya teori kelainan struktural otak seperti
penurunan intensitas bagian otak di daerah prefrontal grey matter dan penurunan
volume otak di bagian posterior hippocampal dan peningkatan intensitas otak
bagian callosal white matter. Teori lain adalah gangguan metabolisme serotonin,
gangguan fungsi otak dan genetik yang diduga ikut menciptakan karakter monster
seorang psikopat.

Mungkin saja tidak ditemukan kerusakan otak pada seorang yang menunjukkan
gejala psikopatik, melainkan terdapat anomali dalam caranya memproses
informasi. Hal ini pernah dibuktikan dalam penelitian menggunakan MRI melalui
pengenalan gambar-gambar kasus bunuh diri yang tidak menyeramkan. Pada orang
nonpsikopat terlihat banyak sekali aktivasi di amigdala (suatu area di otak),
sedangkan pada psikopat tidak tampak perbedaan sama sekali. Peningkatan
aktivitas otak psikopat terjadi di area lain pada otak yaitu area ekstra-limbik.
Tampaknya psikopat menganalisis materi emosional di area otak tersebut.

Tidak mudah mendiagnosis psikopat. Namun, ada tiga ciri utama yang biasanya
melekat pada seorang psikopat, yakni egosentris, tidak punya empati, dan tidak
pernah menyesal. Lebih jauh, ada sepuluh karakter spesifik psikopat. Di antaranya,
tidak memiliki empati, emosi dangkal, manipulatif, pembohong, egosentris, pintar
bicara, toleransi yang rendah pada rasa frustrasi, membangun relasi yang singkat
dan episodik, gaya hidup parasitik, dan melanggar norma sosial yang persisten.

DETEKSI DINI

Selain ada anomali di otak, faktor genetik dan lingkungan juga berperan besar
melahirkan karakter psikopat. Ciri psikopat sebenarnya bisa dideteksi sejak kanak-
kanak melalui berbagai perilaku yang tidak biasa. Perilaku antisosial pada anak-
anak ternyata merupakan warisan genetik.

Bila faktor genetik berpengaruh, maka gangguan perilaku psikopat dapat


diminimalkan sejak usia anak. Langkah awal yang mungkin dilakukan adalah
melakukan deteksi dini faktor risiko dan gangguan perilaku pada anak. Karena
faktor genetik adalah faktor yang diturunkan, maka faktor orangtua juga harus
menjadi perhatian. Artinya, jika salah satu orangtua menunjukkan gejala psikopat,
maka anak akan berpotensi mempunyai risiko yang mengalami hal yang sama.
Beberapa gejala psikopat itu adalah:
1. Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Bagi psikopat tidak ada waktu untuk
menimbang baik-buruknya tindakan yang akan mereka lakukan. Mereka juga tidak
peduli pada apa yang telah diperbuatnya atau memikirkan tentang masa depan.
Pengidap juga mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi
terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya
karena hal sepele.

2. Sering berbohong, fasih dan dangkal. Psikopat sering kali pandai melucu dan
pintar bicara, secara khas berusaha tampil dengan pengetahuan di bidang sosiologi,
psikiatri, kedokteran, psikologi, filsafat, puisi, sastra, dan lain-lain. Sering kali pandai
mengarang cerita yang membuatnya positif, dan bila ketahuan berbohong mereka
tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya dan
mengolahnya seakan-akan itu fakta.

3. Manipulatif dan curang. Psikopat juga sering menunjukkan emosi dramatis


walaupun sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh. Mereka juga tidak memiliki
respons fisiologis yang secara normal diasosiasikan dengan rasa takut seperti
tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar. Karena itu
psikopat sering kali disebut dengan istilah "dingin".

4. Egosentris dan menganggap dirinya hebat.

5. Tidak punya rasa sesal, rasa berdosa, dan rasa bersalah. Meski kadang psikopat
mengakui perbuatannya, ia sangat meremehkan atau menyangkal akibat
tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.

6. Senang melakukan pelanggaran dan bermasalah perilaku di masa kecil.

7. Kurang empati. Bagi psikopat, memotong kepala ayam dan memotong kepala
orang, tidak ada bedanya.

8. Psikopat juga teguh dalam bertindak agresif, menantang nyali dan perkelahian,
jam tidur larut dan sering keluar rumah.

9. Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan


belaka.

10. Tidak bertanggung jawab atas kewajiban.

11. Tidak bertanggung jawab atas tindakan sendiri.

12. Hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan dan
kepuasan dirinya.

13. Sikap antisosial di usia dewasa.

14. Persuasif dan memesona di permukaan.

15. Butuh stimulasi atau gampang bosan. .

16. Emosi dangkal.

17. Buruknya pengendalian perilaku.

18. Longgarnya perilaku seksual.

19. Masalah perilaku dini (sebelum usia 13 tahun).

20. Tidak punya tujuan jangka panjang yang realistis.

21. Pernikahan jangka pendek yang berulang.

22. Terlibat kenakalan di masa remaja.

23. Melanggar norma.


24. Terlibat keragaman kriminal.

Memang, diagnosis gejala psikopat pada anak sampai saat ini masih sangat sulit
ditegakkan karena belum ada alat diagnosis yang dapat digunakan. Namun,
pengamatan terhadap anak-anak dalam rentang usia 6–13 tahun bisa mulai
dilakukan, sebab beberapa penyimpangan perilaku pada mereka harus diketahui
dan dikenali orangtua sejak dini. Beberapa faktor risiko yang harus dicermati,
adalah sebagai berikut:

1. Sering berbohong. Jika ketahuan berbohong, ia tak peduli dan akan menutupinya
dengan mengarang kebohongan lainnya dan mengolahnya seakan-akan itu fakta.

2. Impulsif dan sulit mengendalikan diri; emosi tinggi, tantrum, dan agresif. Mudah
terpicu amarahnya oleh hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan,
kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.

3. Tidak memiliki respons fisiologis yang normal seperti rasa takut yang ditandai
tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar bila
melakukan kesalahan yang besar dan fatal.

4. Emosi dangkal; saat sedih dan gembira ekspresinya tidak terlalu kelihatan.

5. Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah, sering menyangkal akibat tindakannya
dan tidak memiliki alasan untuk peduli.

6. Senang melakukan pelanggaran dan peraturan keluarga atau sekolah.

7. Kurang empati terhadap perasaan keluarga dan teman sepermainan.

8. Agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar
rumah.

PENCEGAHAN DINI

Mengingat faktor penyebab psikopat masih belum terungkap jelas, maka


penanganan yang dilakukan memang tidak bisa optimal. Pengobatan dan
rehabilitasi psikopat saat ini baru dalam tahap kompleksitas pemahaman gejala.
Terapi yang paling mungkin adalah tanpa obat seperti konseling. Namun melihat
kompleksitas masalahnya, terapi psikopat bisa dikatakan sulit bahkan tidak
mungkin. Seorang psikopat tidak merasa ada yang salah dengan dirinya sehingga
memintanya datang teratur untuk terapi adalah hal yang mustahil. Yang bisa
dilakukan manusia adalah menghindari orang-orang psikopat, memberikan terapi
pada korbannya, mencegah timbul korban lebih banyak dan mencegah psikopat
agar tidak menjadi pelaku kriminal.

Beberapa penelitian menyebutkan faktor lingkungan juga sangat berpengaruh.


Lingkungan tersebut bisa berupa fisik, biologis, dan sosial. Faktor lingkungan fisik
dan sosial yang berisiko mengembangkan seorang psikopat menjadi kriminal adalah
tekanan ekonomi yang buruk, perlakuan kasar dan keras sejak usia anak,
penelantaran anak, perceraian orangtua, kesibukan orangtua, faktor pemberian
nutrisi tertentu, dan kehidupan keluarga yang tidak mematuhi etika hukum, agama
dan sosial. Lingkungan yang berisiko lainnya adalah hidup di tengah masyarakat
yang dekat dengan perbuatan kriminal seperti pembunuhan, penyiksaan,
kekerasan, dan lain sebagainya.

Sedangkan lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap tindak kriminal yang


saat ini banyak diteliti adalah pola makan. Penelitian yang dilakukan Peter C., dan
kawan-kawan pada 1997 mendapatkan hasil yang cukup mengejutkan. Ternyata
terdapat kaitan antara diet, alergi makanan, intoleransi makanan dan perilaku
kriminal di usia muda. Hal ini akan menjadi informasi dan fakta ilmiah yang menarik
dan sangat penting. Meskipun demikian masih belum dapat dijelaskan mengapa
beberapa faktor tersebut berkaitan. Yang jelas, terdapat beberapa faktor risiko
untuk terjadi tindak kekerasan dan kriminal yang berawal dari agresivitas, emosi,
impulsivitas, hiperaktivitas, gangguan tidur, dan sebagainya. Ternyata banyak
faktor risiko tersebut juga terjadi pada penderita alergi dan intoleransi makanan.
Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup
berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita
termasuk gangguan fungsi otak.

Akibat gangguan fungsi otak itulah maka timbul gangguan perkembangan dan
perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan tidur,
impulsivitas, hingga memperberat gejala autisma dan ADHD (Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder). Penelitan lanjutan dari riset ini sangat dibutuhkan dan akan
menjadi sangat penting, khususnya bagi penderita psikopat yang berisiko menjadi
pelaku kriminal.

Seandainya pada anak terdapat faktor genetik dan terdapat beberapa perilaku
tersebut, orangtua harus waspada. Karena itu, yang paling penting adalah
lingkungan keluarga yang sehat dan harmonis. Sebaliknya, keluarga yang dibangun
penuh kekerasan, anak yang ditolak orangtuanya dan diperlakukan kejam adalah
lingkungan yang memicu terbentuknya seorang "monster manusia" atau psikopat
lainnya. Meskipun hanya sebagian kecil saja kelompok psikopat yang berurusan
dengan kriminalitas, tetapi tetap saja mereka merupakan racun dan sampah
masyarakat.

Jika deteksi dini gangguan perilaku dilakukan dengan baik, ditunjang kehidupan
keluarga yang baik dan harmonis maka idealnya seorang psikopat tidak akan
berubah menjadi pelaku kriminal. Hal ini sangat penting diupayakan agar tak
sampai mengakibatkan kehidupan yang kelam bagi masa depan anak. Ingat, faktor
genetik, gangguan fungsi otak, dan lingkungan dapat saling memengaruhi.

Anda mungkin juga menyukai