Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Cedera kepala meliputi luka pada kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Cedera kepala dapat menimbulkan berbagai kondisi, dari gegar otak
ringan, koma, sampai kematian kondisi paling serius disebut dengan
istilah cedera otak traumatik (traumatic brain injury). (Brunner &
Suddarth, 2013 : 277).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Andra Saferi W, dkk, 2013 : 60).
Trauma atau Cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Difisit neurologis terjadi karena robeknya substansia, alba,
iskemia, dapan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral
disekitar jaringan otak. (Batticaca, B Francisca, 2012 : 96).
Berdasarkan definisi diatas, cedera kepala adalah suatu gangguan
dan fungsi otak yang diakibatkan oleh trauma tumpul maupun trauma
tajam.
2. Klasifikasi
Menurut Andra dkk (2013 : 61) klasifikasi cedera kepala dapat
dijabarkan berdasarkan beberapa hal yaitu:
a. Berdasarkan keparahan cedera kepala :
1) Cedera kepala ringan (CKR)

a) Tidak ada fraktur tengkorak


b) Tidak ada kontusio cerebri, hematom
c) GCS 13-15
d) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30 menit
2) Cedera kepala sedang (CKS)
a) Kehilangan kesadaran (amnesia) >30 menit tapi <24 jam
b) Muntah
c) GCS 9-12
d) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung)
3) Cedera kepala berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Hilang kesadaran lebih dari 24 jam
c) Adanya kontusio cerebri, laserasi atau hematoma, intrakranial
b.
Berdasarkan jenis cedera :
1) Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang
tengkorak dan jaringan otak.
2) Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan geger otak
ringan dan oedam sereberal yang luas.
Tabel 2.1.
Skala Koma Glasgow Dewasa dan Anak
Dewasa
Buka mata (Eye)
Spontan
Berdasarkan
perintah verbal
Berdasarkan
rangsangan nyeri
Tidak
memberi
respon
Respon verbal
Orientasi baik

Re
sp
on

Bayi
anak

4
3

Spontan
Berdasarkan suara

Berdasarkan
rangsangan nyeri
Tidak
memberi
respon

1
5

Percakapan kacau

Kata-kata kacau

Mengerang

dan Anak-

Senyum, orientasi
terhadap objek
Menangis
tetapi
dapat ditenangkan
Menangis
dan
tidak
dapat
ditenangkan
Mengerang
dan
agitatif

Tidak
memberi
respon
Respon motorik
Menurut perintah
Melokalisir
rangsangan nyeri
Menjauhi
rangsangan nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak
memberi
respons
Skor
14-15
10
<5
Kondisi
Compos mentis
Stupor
Koma
(Sumber : Nurarif, 2015 : 142)

(Sumber : Nurarif, 2015 : 142)

3. Anatomi Fisiologi

Tidak
respon

6
5

Aktif
Melokalisir
rangsangan nyeri
Menjauhi
rangsangan nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak
memberi
respons
11-12
8-

4
3
2
1
12-13
Apatis

memberi

Somnolent

10

Gambar 2.1. Lapisan Pelindung Otak


Sumber : http://www.ahliwasir.com/page.php?ilustrasi_otak di akses 4 Mei 2015

Gambar 2.2. Anatomi Otak


Sumber : http://www.lapisan_pelindung_otak.anatomiotak.com di akses 4 Mei 2015

a. Tengkorak

11

Tulang merupakan struktur tulang yang menutupi dan melindungi


otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang cranium
terdiri dari 3 lapisan : lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan
luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid
merupakan

struktur

yang

menyerupai

busa.

Lapisan

dalam

membentuk rongga/fosa : fosa anterior di dalamnya terdapat lobus


frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis,
fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum.
b. Meningen
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningia yang
melindungi struktur saraf yang halus itu, membawa pembuluh darah
dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu : cairan serebrospinal yang
memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi
tiga lapisan yaitu :
1) Duramatrer
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu
endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput
yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat pada
arachnoid di bawah, maka terdapat suatu potensial ruang subdural
yang terletak antara duramater dan arachnoid, di mana sering di
jumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluhpembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan

12

sinus

sigmoideus.

Laserasi

dari

sinus-sinus

ini

dapat

mengakibatkan perdarahan hebat. Hematoma subdural yang


membesar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya
dikeluarkan

melalui

pembedahan.

Petunjuk

dilakukannya

perdarahan ini adalah


a) Sakit kepala yang menetap
b) Rasa mengantuk yang hilang timbul
c) Linglung
d) Perubahan ingatan
e) Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan
Arteri-arteri meningen terletak antara duramater

dan

perukaan dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari


tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural. Paling sering mengalami cedera
epidural adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
media fosa temporalis.hematoma epidural di atasi segera mungkin
dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk
mengalirkan kelebihan darah juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.
2) Selaput arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam
dan duramater oleh ruang potensial di sebut spatium subdural dan
pia mater oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis.
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia
mater adalah membran vascular yang dengan erat membungkus

13

otak, meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam.
Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.
c. Otak
Cerebrum atau otak besar terdiri dari dua bagian, hemispherium
serebri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan parietal yang
masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda yaitu :
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan
keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau
mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah
dan isyarat tangan, daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggung
jawab terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang
berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalsi bervariasi
tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi.
Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya
tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun
kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apatis, ceroboh,
lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian depan atau samping lobus frotalis menyebabkan perhatian
penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan yang
berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
2) Lobus parietalis

14

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan


dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum.
Sejumlah kecil kemampuan matematika dan bahasa berasal dari
daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi
pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian
tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian kepala lobus parietalis
menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kerusakan

yang

agak

luas

bisa

menyebabkan

hilangnya

kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini di


sebut ataksia dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan
yang luas mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali
bagian tubuhnya atau ruang di sekitar atau bahkan bisa
mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya di kenal
dengan baiak, misalnya bentuk kubus atau jam dinding.
3) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi
menjadi dan meningkatkan sebagai memori jangka panjang. Lobus
temporalis juga memahami suara dan gambar, menyimpan memori
dan meningkatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan
terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa
yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat
penderita dalam mengekspresikan bahasanya.

15

Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak
suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif
dan kehilangan gairah seksual.
4) Lobus oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini
otomatis akan kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu
penglihatan.
Cereblum
Terdapat bagian belakang cranium menempati fosa serebri
posterior di bawah lapisan duramater. Cereblum mempunyai aksi yaitu :
merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggung jawab yang
luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Di tambah mengontrol
gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan menginterprestasikan input
sensori.
Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblomata,
otak tengah midbrain / ensefalon menghubungkan pons sereblum dengan
hemisfer sereblum. Bagian ini terisi jalur sensorik dan motorik, sebagai
pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons terletak didepan
sereblum antara otak tengah dan medulla, serta merupakan jembatan
antara dua bagian sereblum dan juga antara medulla dengan sereblum.
Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medulla oblongata membentuk
bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-pusat otonom yang

16

mengatur fungsi-fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat


muntah, tonus vasomotor, reflek batuk dan bersin.

d. Syaraf syaraf otak


Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas
samapai batang otak karena edema otak atau perdarahan otak.
Kerusakan nervus yaitu :

1) Nervus olfaktorius (Nervus Kranialis I)


Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi,
membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari ronggan hidung ke
otak.
2) Nervus optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke
otak.
3) Nervus okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak
bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris.
4) Nervus troklearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar
mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak
mata.
5) Nervus trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensori motoris) saraf ini mempunyai tiga
buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini
merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu :
a) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan
bola mata.

17

b) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir


atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
c) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris),
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
6) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya
sebagai saraf.
7) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga
mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai
mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
8) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya
sebagai saraf pendengar.
9) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring,
tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke
otak.
10) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung sarafsaraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,
esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan
dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI)
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan
muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan

18

12) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)


Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf
lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung (Evelyn C.
Pearce, 2009 :185-186)

4. Etiologi
Andra dkk (2013, hal : 60) menyatakan cedera kepala dapat disebabkan
oleh :

a.

Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat dan
menimbukan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio
cerebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan

b.

perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.


Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi) : kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena
cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau keduaduanya.

5. Patofisiologi
Adanya cedera kepala mengakibatkan gangguan dan kerusakan
struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh
darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti

19

penurunan

adenosin

tripospat

dalam

mitokondria,

perubahan

permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses
yaitu cedera kepala otak primer dan cedera kepala otak sekunder.
Cedera kepala otak primer merupakan suatu proses biomekanik yang
dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi
dampak cedera jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi
akibat cedera primer misalnya adanya hipoksia, iskemia, perdarahan.
Perdarahan serebral menimbulkan hematom, misalnya pada
epidural

hematom

periosteum

yaitu

tengkorak

berkumpulnya

dengan

darah

durameter,

antara

subdural

lapisan
hematom

diakibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan


subarahnoid dan intracerebral hematom adalah berkumpulnya darah
pada jaringan serebral.
Kematian pada cedera kepala banyak disebabkan karena
hipotensi kerena gangguan pada autoregulasi. Ketika terjadi gangguan
autoregulasi akan menimbulkan hipoperfusi jaringan serebral dan
berakhir pada iskemia jaringan otak, karena otak sangat sensitif
terhadap oksigen dan glukosa. (Dikutip dari Aurelia : 18)
6. Tanda dan Gejala
Dikutip dari Aurelia : 19, tanda dan gejala terdiri dari :
1) Trauma Kepala Terbuka
a) Battle sign (warna biru / echimosis di belakang telinga di atas
tulang masteroid)
b) Hemotimpanum (pendarahan pada gendang telinga)
c) Periorbital (maka berwarna hitam tanpa trauma langsung)
d) Rhinorrhea (liquor keluar dari hidung)
e) Otorrhoe (liquor keluar dari telinga)
2) Trauma tertutup

20

a) Komusio Cerebri
b) Pingsan < 10 menit
c) Nyeri kepala
d) Pusing, mual dan muntah
e) Noda-noda depan mata
f) Gangguan keseimbangan
3) Kontusio Cerebri
a) Pusing, mual, muntah
b) Nyeri kepala
c) Noda-noda depan mata
d) Gangguan keseimbangan
e) Kelemahan
f) Kehilangan kesadaran selama blockade reversible berlangsung
g) Edema jaringan otak di daerah sekitarnya
h) Bila edema meluas akan terjadi tekanan intrakranial
i) Sering terjadi kenaikan suhu di atas 40 0C
Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi dibedakan kontusio coup dan
kontusio kontracoup. Kontusio coup di mana daerah yang terkena benturan
sama dengan yang terpengaruh. Kontusio kontracoup di mana daerah terkena
benturan berbeda dengan daerah yang terpengaruh, contohnya : daerah yang
terbentur adalah bagian kanan, seharusnya yang terpengaruh adalah sebelah
kanan, tetapi yang terjadi adalah sebelah kiri. (Sumber Andra dkk, 2013, : 62)

7. Pemeriksaan diagnostik
Nurarif (2013 : 89), pemeriksaan diagnostik sebagai berikut:
a. Foto kepala, servikal
Mengetahui fraktur tulang tengkorak atau servikal
b. CT-Scan
Indikasi CT scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS
lebih 1 point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi <60 x/menit),
fraktur impresi dengan laterasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan
selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau
peluru.
c. MRI (Magnetic Resionance Imaging)

21

Pemeriksaan non invasif yang menggunakan medan magnetik dengan


bantuan gelombang frekuensi radio untuk mendapatkan gambaran
tubuh serta menggambarkan sesuatu yang bergerak dengan jelas.
d. Lumbal punksi
Mengetahui apakah terjadi perdarahan sub arachnoid.
e. EEG (electro enchephalo graphy)
Memperlihatkan keberadaan/berkembangnya gelombang patologis.
f. Echo (encephalography)
Menunjukan ada/tidaknya hematoma/tumor di daerah suprateritorial.
8. Penatalaksanaan Medis
Nurarif, 2015 : 145, penatalaksanaan medis sebagai berikut :
a.
Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsipprinsip ABC (Airway-Breathing-Circulation). Keadaan hipoksemia,
hipotensi, anemia akan cenderung memperhebat peninggian TIK dan
b.

menghasilkan prognosis yang lebih buruk.


Semua cedera kepala memerlukan tindakan

c.

intubasi pada kesempatan pertama.


Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai

d.

macam cedera atau gangguan-gangguan dibagian tubuh lainnya.


Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata,
motorik, verbal, pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek
okuloves tubuler. Penilaian neurologis kurang

e.
f.

bermanfaat bila

tekanan darah penderita rendah (syok).


Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya.
Pemberian pengobatan seperti : anti kejang dan
natrium bikarbonat

g.

Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : CTScan, angiografi serebral, dan lainya.

9. Komplikasi
Menurut Andra W.S, ( 2013 ), komplikasi cedera kepala sebagai berikut :
a.
Epilepsi pasca trauma

22

Suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah


b.

otak mengalami cedera karena benturan dikepala.


Afasia
Hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadiya cedera pada area bahasa di otak penderita tidak mampu
memahami atau mengekspresikan kata-kata bagian otak yang
mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan
bagian lobus frontalis disebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun
dari area tersebut akan memperngaruhi dari aspek beberapa fungsi
bahasa.

c.

Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas atau melakukan tugas
yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini
jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan ada lobus
parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan pada penyakit yag

d.

mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.


Agnosia
Merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya
dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak
dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalinya dengan baik atau
benda-benda umum (misalnya : sendok atau pensil) meskipun mereka
dapat

melihat

dan

menggambarkan

benda-benda

tersebut.

Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parientalis dan


temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya
disimpan. Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera

23

kepala. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami


e.

perbaikan secara spontan.


Amnesia
Hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama
berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograt)
atau peristiwa terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia
pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan
menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia

f.

bisa bersifat menetap.


Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema
terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan tekanan darah, frekuensi
nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gajala klinis adanya
peningkatan TIK. Penekanan di kranium di kompensasi oleh
tertekannya venosus dan cairan otak bergeser. Peningkatan tekanan
terus-menerus menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi
tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi
pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan
mendorong hemisfer otak kebawah/lateral dan menekan enchepalon
dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak posterior, saraf
occulomotor, jalur saraf corticospinal, serbut RES (Reticulo

24

Endoplasma Sistem). Mekanisme kesadaran, tekanan darah, nadi,


respirasi dan pengaturan akan gagal.
10. Prognosis
Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah
terjadinya cedera, kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang
mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus dikepala
dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala
(Andra dkk, 2013 : 60).
11. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu
tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
berakibat cedera.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa
terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktorfaktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu
lintas, memakai sabuk pengaman dan memakai helm.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa
terjadinya yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan
berat cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan
pertama, yaitu :
1) Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway)
2) Member jalan nafas / nafas buatan (Breathing)
3) Menghentikan perdarahan (Circulation)

25

c. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita
cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi
kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.
Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan
psikologis bagi penderita. Upaya rehabilitasi terhadap penderita
cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui
rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1) Rehabilitasi Fisik
a) Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif
pada lengan atas dan bawah tubuh
b) Perlengkapan splint dan kapiler
c) Transplantasi tendon
2) Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tama di mulai agar segera pasien segera menerima
ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan
rencana masa depannya. Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri
dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta
seksual yang semua memerlukan semangat hidup.
3) Rehabilitasi Sosial
a) Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda,
perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur
sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang
lain.
b) Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialiasi dengan
masyarakat)

26

(https://sugengmedica.com/2012/03/09cedera-kepala,/diakses18april2015).

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Pemakaian alat pengaman / pelindung diri pada saat berkerja.
2) Riwayat trauma.
3) Sakit kepala, kaku leher.
b. Pola nutrisi dan metabolik
1) Mual, muntah, anoreksia
2) Gangguan menelan
3) Kehilangan penyerapan
4) Hipertermi
c. Pola eliminasi
1) Perubahan pola berkemih dan buang air besar (inkontinensia)
2) Bising usus negatif
3) gangguan BAB (obstipasi)
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan fisik
2) Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat
kesadaran
e. Pola tidur dan istirahat
1) Gelisah
2) Sulit tidur, sering terbangun
3) Cenderung tidur
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
1) Perubahan setatus mental (orientasi, perhatian, emosi, tingkah laku,
memori)
2) Gangguan penglihatan
3) Kehilangan refleks tendon
4) Kelemahan
5) Hilangnya rangsangan sensorik
6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
7) Penurunan kesadaran sampai dengan koma
8) Penurunan memori, pemecahan masalah
9) Kehilangan kemampuan masuknya rangsangan fisual
g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perasaan tidak berdaya
2) Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan
h. Pola peran hubungan dengan sesama
Ketidakmampuan dalam berkomunikasi (kehilangan komunikasi
verbal / bicara pelo)

27

i. Pola reproduksi seksualitas


1) Tidak dapat melakukan hubungan seksual
2) Penyimpangan seksual
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
1) Perasaan tidak berdaya, putus asa
2) Emosi labil
3) Mudah tersinggung
k. Pola sistem kepercayaan
Kegiatan ibadah terganggu

2. Diagnosa keperawatan
Nurarif, 2015 mengatakan diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien dengan cedera kepala terdiri dari :
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis kontraktur.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi.
c. Hipertermi berhubungan dengan trauma jaringan kepala.
d. Kerusakan memori berhubungn dengan hipoksia, gangguan
neurologis.
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas.
f. resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan
kadar elektrolit serum (muntah)
g. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan trauma
jaringan otak.
h. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma, riwayat jatuh
i. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan ruangan untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah
serebral.
3. Rencana asuhan keperawatan
a. DP I : Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis kontraktur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah nyeri teratasi.
Sasaran :

28

1)
2)
3)
4)
5)

Pasien tidak mengeluh pusing


Nyeri berkurang
Skala nyeri 0
Pasien tampak rileks
Tanda-tanda vital dalam batas normal
TD : 100/60 mmHg, N : 80-90 x/mnt, S : 36,5C 37 C

Intervensi :

1) Kaji tingkat nyeri (PQRST)


Rasional : Untuk mengetahui intensitas nyeri.
2) Kaji TTV (tekanan darah, suhu, nadi, pernafasan)
Rasional : Tingkat nyeri dapat mempengaruhi TTV
3) Observasi reaksi noverbal dari ketidaknyamanan
Rasional : untuk mengetahui berat ringannya nyeri klien.
4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kedinginan.
Rasional : mengurangi nyeri
5) Anjurkan teknik nafas dalam
Rasional : Untuk mengurangi tingkat nyeri
6) Anjurkan keluarga untuk memberi kompres hangat
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada otot yang meningkatkan
relaksasi dan menguangi ketegangan.
7) Kolaborasi dengan pemberian analgetik
Rasional : Cara kerja analgetik dapat mengurangi ras nyeri
b. DP IV : hambatan aktivitas fisik berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam aktifitas mandiri terpenuhi.
Sasaran :

1) Pasien tampak segar


2) Aktifitas mandiri
3) TTV dalam batas normal (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan)

Intervensi :

1) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas


Rasional : Mengetahui tindakan lanjutan yang akan diberikan

29

2) Kaji TTV
Rasional : Perubahan TTV dapat mempengaruhi aktivitas
3) Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan pasien
Rasional : Memenuhi kebutuhan klien
4) Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
Rasional : membantu memenuhi kebutuhan klien.
5) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan
Rasional : untuk membantu mengajarkan klien dalam pemenuhan
aktivitas secara mandiri.
6) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
Rasional : membantu klien dalam memenuhi kebutuhan klien.
7) Dekatkan barang-barang milik pasien
Rasional : Membantu klien dalam memenuhi keperluan klien
c. DP II : Hipertermi berhubungan dengan trauma jaringan otak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi
hipertermi.
Sasaran :

1) Pasien tidak terjadi demam, (suhu : 36,5-37,5C)


2) Leukosit 4.000-11.000
Intervensi :

1) Kaji TTV (suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah)


Rasional : Untuk mengetahui tanda-tanda hipertermi.
2) Pantau hasil laboratorium (leukosit)
Rasional : Peningkatan leukosit menandakan adanya infeksi
3) Anjarkan keluarga dan pasien mencuci tangan
Rasional : Mencegah penyebaran infeksi
4) Ajarkan kepada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
Rasional : menurunkan suhu tubuh pasien
5) Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh.
6) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
Rasional : untuk mengeluarkan suhu tubuh.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik taxegram 3 x 250 mg

30

Rasional : Cara

kerja antibiotik

membunuh

kuman dan

menghambat
d. Kerusakan

memori

berhubungan

dengan

hipoksia,

gangguan

neurologis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
memori teratasi.

Sasaran:

1) Mampu untuk melakukan proses mental yang kompleks


2) Mampu untuk mengidentifikasi orang, tempat, dan waktu secara
akurat.
3) Mampu untuk mengingat kembali.
Intervensi :

1) Memantau ukuran pupil, bentuk, dan reaktivitas.


Rasional : untuk mengetahui apakah ada gangguan neurologis.
2) Memantau tingkat kesadaran.
Rasional : untuk mengetahui apakah ada kerusakan pada
neurologis.
3) Memantau tingkat orientasi.
Rasional : untuk mengetahui orientasi klien yang masih ada.
4) Memantau memori baru, rentang perhatian, memori masalalu.
Rasoinal : untuk melihat dia ingat pasien.
5) Anjurkan klien untuk menghindari kegiatan yang meningkatan
tekanan intrakranial.
Rasional : tekanan

intrakranial

mempengaruhi

kerusakan

neurologis.
6) Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tekanan darah, dan
pernafasan.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan pasien.

31

7) Beritahu dokter dari perubahan dalam kondisi pasien.


Rasional : agar cepat mendapat penanganan yang baikdari dokter.
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah keperawatan
tentang ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi.
Sasaran: mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah
Intervensi :

1) Monitor status oksigen pasien.


Rasional : untuk mengetahui status nutrisi oksigen pasien.
2) Kaji suara nafas pasien, apakah ada suara nafas tambahan.
Rasional : untuk mengetahui apakah masih terdapat secret atau
tidak.
3) Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi

4)
5)
6)
7)

suksion.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien.
Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter.
Rasional : untuk merelaksasikan keadaan pasien.
Monitor status oksigen pasien.
Rasional : Untuk memantau kebutuhan oksigen pasien.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Rasional : untuk memfasilitasi kebutuhan oksigen.
Berikan bronkodilator jika perlu.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien.

f. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan


kadar elektrolit serum (muntah).
Tujuan: masalah keperawatan tentang resiko kekurangan volume cairan teratasi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.

32

Sasaran:

1) Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB.


2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Intervensi:

1) Monitor status dehidrasi.


Rasional: untuk melihat status cairan pasien.
2) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui tingkat perkembangan pasien.
3) Monitor status nutrisi.
Rasional: untuk mengetahui kecukupan nutrisi pasien.
4) Dorong keluarga untuk mendorong pasien makan.
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan akan cairan pasien.
5) Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Rasional: untuk mengganti cairan dalam tubuh pasien.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian transfusi.
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh pasien.
7) Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena.
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh pasien.
g. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma, riwayat jatuh.
Tujuan: masalah resiko pendarahan teratasi setelah dilakukan selama 3 x 24 jam.
Sasaran:

1) Tidak ada hematuriadan hematemesis


2) Tekanan darah dalam batas normal.
Intervensi:

1) Monitor ketat tanda-tanda perdarahan.


Rasional: untuk mengetahui tingkat perdarahan yang terjadi.
2) Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan.
Rasional: untuk mengetahui tingkat perdarah yang terjadi.
3) Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif.
Rasional: untuk membantu menghentikan perdarahan.
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K.

33

Rasional: untuk menambah jumlah pendarahan.


5) Lakukan manual preasure pada area perdarahan.
Rasional: untuk mengurangi pendarahan pada pasien.
6) Hindari terjadinya konstipasi dengan menganjurkan

untuk

mempertahankan intake cairan yang adekuat.


Rasional: untuk mengganti cairan yang hilang selama petdarahan.
7) Kolaborasi dalam pemberian transfusi darah.
Rasional: untuk mengganti cairan yang hilang selama petdarahan.
4. Implementasi keperawatan
Menurut Isti Handayaningsih, 2009 : 52, fokus tahap pelaksanaan
tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan dan emosional adalah variasi.
Tindakan keperawatan tersebut meliputi :
a. Independen : tindakan keperawatan tanpa yang dilaksankan oleh
perawat tanpa petunjuk dari perintah dokter atau tenaga kesehatan
lain.
b. Interdependen : tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan
yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatn lain.
c. Dependen : berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.
Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis
dilaksanakan.

5. Evaluasi keperawatan
Merupakan siklur terakhir dari proses asuhan keperawatan dan
disusun berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai maupun belum
tercapai.

Evaluasi

sebagian

yang

sudah

direncanakan

dan

perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan

34

mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan, maka


perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan (Isti
Handayaningsih, 2009 : 52).
6. Discharge planning
Menurut Dewit, Susan C. And Kumangi Candice K (2013:505) :
a. Jelaskan kepada keluarga, bahwa perubahan yang terjadi pada pasien
bukan merupakan bentuk kelainan jiwa, tetapi adalah komplikasi dari
benturan yang dialami pasien.
b. Anjurkan pada keluarga, agar pada saat berbicara dengan pasien
menggunakan metode kembali ke realita.
c. Anjurkan pada keluarga agar tidak merubah posisi/ letak barangbarang yang ada dirumah khususnya kamar pasien.
d. Anjurkan pada keluarga untuk membantu pasien dalam perawatan diri
dan pemenuhan kebutuhan dasar.

7. Dokumentasi Keperawatan
a. Pengertian
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian dari proses
keperawatan yang dilakukan secara sistematis dengan cara mencatat
tahap-tahap proses keperawatan yang diberikan kepada klien .
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan catatan penting yang
dibuat oleh perawat baik dalam bentuk elektronik maupun manual
berupa rangkaian pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
perencanaan

tindakan

keperawatan,

pelaksaan,

dan

evaluasi

keperawatan.
b. Tujuan
1) Sebagai media untuk mendefinisikan fokus keperawatan bagi klien
dan kelompok.

35

2) Untuk membedakan tanggung gugat perawat dengan dengan


anggota tim kesehatan lainnya.
3) Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang
telah diberikan kepada klien
4) Sebagai data yang yang dibutuhkan secara administratif dan legal
formal
5) Memenuhi persyaratan hukum, akreditasi, dan professional
6) Untuk memberi data yang berguna dalam bidang pendidikan dan
penelitian

c. Komponen
Komponen

pendokumentasian

asuhan

keperawatan

yang

konsisten harus meliputi beberapa hal berikut ini :


1) Riwayat keperawatan yang terdiri dari masalah-masalah yang
sedang terjadi maupun yang diperkirakan akan terjadi.
2) Masalah yang actual maupun yang potensial
3) Perencanaan serta tujuan saat ini dan yang akan datang
4) Pemeriksaan, pengobatan dan promosi kesehatan untuk membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
5) Evaluasi dari tujuan keperawatan serta memodofikasi dari rencana
tindakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai