TINJAUAN PUSTAKA
A.
Re
sp
on
Bayi
anak
4
3
Spontan
Berdasarkan suara
Berdasarkan
rangsangan nyeri
Tidak
memberi
respon
1
5
Percakapan kacau
Kata-kata kacau
Mengerang
dan Anak-
Senyum, orientasi
terhadap objek
Menangis
tetapi
dapat ditenangkan
Menangis
dan
tidak
dapat
ditenangkan
Mengerang
dan
agitatif
Tidak
memberi
respon
Respon motorik
Menurut perintah
Melokalisir
rangsangan nyeri
Menjauhi
rangsangan nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak
memberi
respons
Skor
14-15
10
<5
Kondisi
Compos mentis
Stupor
Koma
(Sumber : Nurarif, 2015 : 142)
3. Anatomi Fisiologi
Tidak
respon
6
5
Aktif
Melokalisir
rangsangan nyeri
Menjauhi
rangsangan nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak
memberi
respons
11-12
8-
4
3
2
1
12-13
Apatis
memberi
Somnolent
10
a. Tengkorak
11
struktur
yang
menyerupai
busa.
Lapisan
dalam
12
sinus
sigmoideus.
Laserasi
dari
sinus-sinus
ini
dapat
melalui
pembedahan.
Petunjuk
dilakukannya
dan
13
otak, meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam.
Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.
c. Otak
Cerebrum atau otak besar terdiri dari dua bagian, hemispherium
serebri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan parietal yang
masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda yaitu :
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan
keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau
mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah
dan isyarat tangan, daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggung
jawab terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang
berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalsi bervariasi
tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi.
Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya
tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun
kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apatis, ceroboh,
lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian depan atau samping lobus frotalis menyebabkan perhatian
penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan yang
berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
2) Lobus parietalis
14
yang
agak
luas
bisa
menyebabkan
hilangnya
15
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak
suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif
dan kehilangan gairah seksual.
4) Lobus oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini
otomatis akan kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu
penglihatan.
Cereblum
Terdapat bagian belakang cranium menempati fosa serebri
posterior di bawah lapisan duramater. Cereblum mempunyai aksi yaitu :
merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggung jawab yang
luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Di tambah mengontrol
gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan menginterprestasikan input
sensori.
Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblomata,
otak tengah midbrain / ensefalon menghubungkan pons sereblum dengan
hemisfer sereblum. Bagian ini terisi jalur sensorik dan motorik, sebagai
pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons terletak didepan
sereblum antara otak tengah dan medulla, serta merupakan jembatan
antara dua bagian sereblum dan juga antara medulla dengan sereblum.
Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medulla oblongata membentuk
bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-pusat otonom yang
16
17
18
4. Etiologi
Andra dkk (2013, hal : 60) menyatakan cedera kepala dapat disebabkan
oleh :
a.
Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat dan
menimbukan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio
cerebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
b.
5. Patofisiologi
Adanya cedera kepala mengakibatkan gangguan dan kerusakan
struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh
darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti
19
penurunan
adenosin
tripospat
dalam
mitokondria,
perubahan
permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses
yaitu cedera kepala otak primer dan cedera kepala otak sekunder.
Cedera kepala otak primer merupakan suatu proses biomekanik yang
dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi
dampak cedera jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi
akibat cedera primer misalnya adanya hipoksia, iskemia, perdarahan.
Perdarahan serebral menimbulkan hematom, misalnya pada
epidural
hematom
periosteum
yaitu
tengkorak
berkumpulnya
dengan
darah
durameter,
antara
subdural
lapisan
hematom
20
a) Komusio Cerebri
b) Pingsan < 10 menit
c) Nyeri kepala
d) Pusing, mual dan muntah
e) Noda-noda depan mata
f) Gangguan keseimbangan
3) Kontusio Cerebri
a) Pusing, mual, muntah
b) Nyeri kepala
c) Noda-noda depan mata
d) Gangguan keseimbangan
e) Kelemahan
f) Kehilangan kesadaran selama blockade reversible berlangsung
g) Edema jaringan otak di daerah sekitarnya
h) Bila edema meluas akan terjadi tekanan intrakranial
i) Sering terjadi kenaikan suhu di atas 40 0C
Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi dibedakan kontusio coup dan
kontusio kontracoup. Kontusio coup di mana daerah yang terkena benturan
sama dengan yang terpengaruh. Kontusio kontracoup di mana daerah terkena
benturan berbeda dengan daerah yang terpengaruh, contohnya : daerah yang
terbentur adalah bagian kanan, seharusnya yang terpengaruh adalah sebelah
kanan, tetapi yang terjadi adalah sebelah kiri. (Sumber Andra dkk, 2013, : 62)
7. Pemeriksaan diagnostik
Nurarif (2013 : 89), pemeriksaan diagnostik sebagai berikut:
a. Foto kepala, servikal
Mengetahui fraktur tulang tengkorak atau servikal
b. CT-Scan
Indikasi CT scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS
lebih 1 point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi <60 x/menit),
fraktur impresi dengan laterasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan
selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau
peluru.
c. MRI (Magnetic Resionance Imaging)
21
c.
d.
e.
f.
bermanfaat bila
g.
9. Komplikasi
Menurut Andra W.S, ( 2013 ), komplikasi cedera kepala sebagai berikut :
a.
Epilepsi pasca trauma
22
c.
Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas atau melakukan tugas
yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini
jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan ada lobus
parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan pada penyakit yag
d.
melihat
dan
menggambarkan
benda-benda
tersebut.
23
f.
24
25
c. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita
cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi
kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.
Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan
psikologis bagi penderita. Upaya rehabilitasi terhadap penderita
cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui
rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1) Rehabilitasi Fisik
a) Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif
pada lengan atas dan bawah tubuh
b) Perlengkapan splint dan kapiler
c) Transplantasi tendon
2) Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tama di mulai agar segera pasien segera menerima
ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan
rencana masa depannya. Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri
dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta
seksual yang semua memerlukan semangat hidup.
3) Rehabilitasi Sosial
a) Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda,
perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur
sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang
lain.
b) Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialiasi dengan
masyarakat)
26
(https://sugengmedica.com/2012/03/09cedera-kepala,/diakses18april2015).
27
2. Diagnosa keperawatan
Nurarif, 2015 mengatakan diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien dengan cedera kepala terdiri dari :
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis kontraktur.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi.
c. Hipertermi berhubungan dengan trauma jaringan kepala.
d. Kerusakan memori berhubungn dengan hipoksia, gangguan
neurologis.
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas.
f. resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan
kadar elektrolit serum (muntah)
g. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan trauma
jaringan otak.
h. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma, riwayat jatuh
i. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan ruangan untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah
serebral.
3. Rencana asuhan keperawatan
a. DP I : Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis kontraktur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah nyeri teratasi.
Sasaran :
28
1)
2)
3)
4)
5)
Intervensi :
Intervensi :
29
2) Kaji TTV
Rasional : Perubahan TTV dapat mempengaruhi aktivitas
3) Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan pasien
Rasional : Memenuhi kebutuhan klien
4) Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
Rasional : membantu memenuhi kebutuhan klien.
5) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan
Rasional : untuk membantu mengajarkan klien dalam pemenuhan
aktivitas secara mandiri.
6) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
Rasional : membantu klien dalam memenuhi kebutuhan klien.
7) Dekatkan barang-barang milik pasien
Rasional : Membantu klien dalam memenuhi keperluan klien
c. DP II : Hipertermi berhubungan dengan trauma jaringan otak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi
hipertermi.
Sasaran :
30
Rasional : Cara
kerja antibiotik
membunuh
kuman dan
menghambat
d. Kerusakan
memori
berhubungan
dengan
hipoksia,
gangguan
neurologis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
memori teratasi.
Sasaran:
intrakranial
mempengaruhi
kerusakan
neurologis.
6) Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tekanan darah, dan
pernafasan.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan pasien.
31
4)
5)
6)
7)
suksion.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien.
Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter.
Rasional : untuk merelaksasikan keadaan pasien.
Monitor status oksigen pasien.
Rasional : Untuk memantau kebutuhan oksigen pasien.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Rasional : untuk memfasilitasi kebutuhan oksigen.
Berikan bronkodilator jika perlu.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien.
32
Sasaran:
33
untuk
5. Evaluasi keperawatan
Merupakan siklur terakhir dari proses asuhan keperawatan dan
disusun berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai maupun belum
tercapai.
Evaluasi
sebagian
yang
sudah
direncanakan
dan
34
7. Dokumentasi Keperawatan
a. Pengertian
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian dari proses
keperawatan yang dilakukan secara sistematis dengan cara mencatat
tahap-tahap proses keperawatan yang diberikan kepada klien .
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan catatan penting yang
dibuat oleh perawat baik dalam bentuk elektronik maupun manual
berupa rangkaian pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
perencanaan
tindakan
keperawatan,
pelaksaan,
dan
evaluasi
keperawatan.
b. Tujuan
1) Sebagai media untuk mendefinisikan fokus keperawatan bagi klien
dan kelompok.
35
c. Komponen
Komponen
pendokumentasian
asuhan
keperawatan
yang