Anda di halaman 1dari 20

Mengukur GFR Untuk Mendeteksi Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Seseorang Dinyatakan Menderita Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney


Disease) Dengan Cara Mengukur GFR (Glomerular Filtration Rate).
Menurut Wikipedia Indonesia arti Glomerular Filtration Rate atau GFR adalah
sebagai berikut;
Laju filtrasi glomerular (LFG) (bahasa Inggris: Gromerular filtration rate
(GFR)) adalah laju rata-rata penyaringan darah yang terjadi di glomerulus yaitu
sekitar 25% dari total curah jantung per menit, 1,300 ml . LFG digunakan sebagai
salah satu indikator menilai fungsi ginjal. Biasanya digunakan untuk
menghitung bersihan kreatinin yang selanjutnya dimasukkan kedalam formula.
Komposisi dari hasil filtrasi glomerulus adalah kalsium, asam lemak, dan mineral.
LFG di hitung dari hasil Koefisien filtrasidan tekanan filtrasi bersih. Koefisien filtrasi
adalah 12.5 ml/min/mmHg. Sedangkan Tekanan filtrasi bersih dapat dihitung
dengan mencari selisih antara tekanan hidrostatik glomerulus dikurangi hasil
penjumlahan tekanan onkotik glomerulusdengan tekanan kapsula bowman.
Nilai GFR normal adalah 90 120 mL/min/1.73 m2.

Anda bisa mengetahui GFR anda dengan cara menggunakan alat bantu kalkulasi ini,
untuk menggunakan alat kalkulasi ini terlebih dahulu anda harus mengetahui kadar
Kreatinin anda. (Untuk mengetahui kadar kreatinin anda harus memeriksa diri di
Laboratorium).
Setelah mengetahui kadar Kreatinin, anda bisa menggunakan Kalkulator GFR
(http://easycalculation.com/medical/gfr.php) :

Rumus Menghitung GFR-Rumus Glomerular Filtration Rate berdasarkan alat Kalkulasi


GFR adalah sebagai berikut :

GFR for male: (140 age) x wt(kg) / [72 x Serum Creatinine]


GFR for female: GFR(females) = GFR(males) x 0.85
Panduan Bahasa Indonesia Menggunakan Kalkulator GFR:

Isilah Age in Years dengan umur anda sekarang; misalnya : 36 (jika anda
umur 36 tahun).

Pilihlah Patient Gender anda, Male jika anda Pria dan Female jika
anda Wanita.

Isilah Weight dengan berat badan anda sekarang, misalnya : 60 (jika


berat anda 60 kg) dan pilihlah satuan KG

Isilah Serum Creatinine sesuai dengan jumlah yang anda dapatkan dari
hasil pemeriksaan laboratorium pada kadar kreatinin anda.

Hasil GFR akan keluar pada alat kalkulasi dan anda bisa mengklasifikasikan
penderita gagal ginjal ke dalam stadium sesuai Tabel dibawah ini:

Nilai GFR <60mL/min/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa


kerusakan ginjal atau Terdapat kerusakan / kelainan ginjal selama 3
bulan dengan atau tanpa penurunan GFR.
Keterangan: GFR pada Gagal Ginjal adalah jika nilai GFR pasien dibawah 60mL/min
maka artinya anda perlu Terapi Ginjal secepatnya sebelum kondisi ginjal nya
bertambah
parah.
Apabila GFR 60mL/min/ 1, 73 m 2 dan tidak ada indikasi kerusakan /
kelainan ginjal maka tidak dinyatakan sebagai penyakit ginjal kronik
Keterangan: GFR normal adalah jika nilai GFR berada diatas 60mL/min selama 3
bulan, ini menandakan pasien tersebut sehat dan tidak mempunyai masalah ginjal.

Keterangan: Perhitungan GFR diatas adalah rumus sederhana yang digunakan untuk
mengukur GFR. Perhitungan GFR di laboratorium atau rumah sakit bisa saja
mempunyai rumus yang berbeda dan bisa mempunyai perhitungan yang lebih
tepat. Alat bantu kalkulasi GFR ini hanya untuk mempermudah pasien gagal ginjal
kronik menentukan secara garis besar kondisi ginjal berdasarkan stadium tabel
diatas sehingga bisa lebih cepat mengambil tindakan preventif.
Diposkan oleh Vonne Vanda Lembah di 14.43
Renal Function Test
Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu: ultrafiltrasi oleh glomerulus,
reabsorbsi air dan padatan yang difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion
organik dan non-organik tubulus. Dalam menangani penderita penyakit ginjal
diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk menetapkan
diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk memantau
fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti penting agar
dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk mengevaluasi
fungsi
ginjal
penderita
tidak
bertambah
parah.
Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah.
Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk
pemeriksaan sedimen urin. Berbagai informasi penting mengenai status fungsi
ginjal dapat diperoleh dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah (BUN)
dan kreatinin serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum.
Dalam keterbatasannya, kedua uji tersebut mampu membuat estimasi laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang akurat. Untuk menetapkan LFG yang lebih tepat dapat
dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau klirens inulin atau penetapan
LFG secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui pengukuran
metabolisme air dan mineral serta keseimbangan asam basa.
Orang yang mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau
semua tes berikut.
1.

Kreatinin serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot.
Produk limbah ini biasanya dibuang dari darah melalui ginjal, tapi ketika fungsi
ginjal melambat, tingkat kreatinin akan meningkat. Biasanya hasil pemeriksaan
serum kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada
massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun
keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap,

kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang
menyebabkan kerusakan masif pada otot.
Prosedur
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube)
atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan
serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapat
meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau
minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita
dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah.
Kadar
kreatinin
diukur
dengan
metode
spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi.

kolorimetri

menggunakan

Nilai Rujukan
DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih
rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,30,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan
produksi kreatinin.

Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin
dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal
dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Sedikit peningkatan
kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan),
namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal.
Kreatinin serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah :
gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis, nefropati
diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial, dehidrasi,
penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif),
rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat),

leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi [kadar tinggi],
unggas, dan ikan [efek minimal]).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B,
sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid (gentamisin), kanamisin, metisilin,
simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium
karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir),
myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir
selalu disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN sering
diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran 12-20. Jika
kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi
uremia non-renal (prarenal); dan jika keduanya meningkat, dicurigai terjadi
kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin). Pada dialisis
atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin.
Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah, kadar urea terus meningkat,
sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui
saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada
uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik.
Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia
prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang Dapat
Kreatinin serum

Mempengaruhi

Kehamilan

Aktivitas fisik yang berlebihan

2.

Laboratorium

Pemeriksaan

Obat tertentu (lihat pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar kreatinin
serum.

Hasil

Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan


laboratorium.

Glomerular Filtration Rate (GFR)


GFR menggambarkan fungsi ginjal yang kita miliki dan umumnya diperkirakan
dari tingkat kreatinin darah. GFR atau LFG (laju filtrasi glomerular) adalah tes
terbaik untuk mengukur tingkat fungsi ginjal dan menentukan stadium penyakit

ginjal. Para dokter biasanya dapat menghitung dari hasil tes darah kreatinin, usia
Anda, ras, gender dan faktor lainnya. Penyakit ginjal lebih awal terdeteksi, semakin
baik kesempatan untuk memperlambat atau menghentikan perkembangannya.
GFR merupakan perhitungan yang menandai tingkat efisiensi penyaringan
bahan ampas dari darah oleh ginjal. Perhitungan GFR yang umum membutuhkan
suntikan zat pada aliran darah yang kemudian diukur pada pengambilan air seni 24
jam. Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan bahwa GFR dapat dihitung tanpa
suntikan atau pengambilan air seni. Hitungan baru ini hanya membutuhkan
pengukuran tingkat kreatinin dalam contoh darah.
Kreatinin adalah bahan ampas dalam darah yang dihasilkan oleh penguraian
sel otot secara normal selama kegiatan. Ginjal yang sehat menghilangkan kreatinin
dari darah dan memasukkannya pada air seni untuk dikeluarkan dari tubuh. Bila
ginjal tidak bekerja sebagaimana mestinya, kreatinin bertumpuk dalam darah.
Dalam laboratorium, darah kita akan dites untuk menentukan ada berapa
miligram kreatinin dalam satu desiliter darah (mg/dL). Tingkat kreatinin dalam
darah dapat berubah-ubah, dan setiap laboratorium mempunyai nilai normal
sendiri, umumnya 0,6-1,2mg/dL. Bila tingkat kreatinin sedikit di atas batas atas nila
normal ini, kita kemungkinan tidak akan merasa sakit, tetapi tingkat yang lebih
tinggi ini adalah tanda bahwa ginjal kita tidak bekerja dengan kekuatan penuh. Satu
rumusan untuk mengestimasikan fungsi ginjal adalah menyamakan tingkat
kreatinin 1,7mg/dL untuk kebanyakan laki-laki dan 1,4mg/dL untuk kebanyakan
perempuan sebagai 50% fungsi ginjal normal. Tetapi karena tingkat kreatinin begitu
berubah-ubah, dan dapat dipengaruhi oleh makanan, perhitungan GFR adalah lebih
tepat untuk menentukan apakah kita mempunyai fungsi ginjal yang rendah.
Perhitungan GFR baru memakai ukuran kreatinin bersamaan dengan berat
badan, usia, dan nilai ditentukan untuk jenis kelamin dan ras. Beberapa
laboratorium dapat menghitung GFR saat tingkat kreatinin diukur, dan
memasukkannya pada laporan.
Glomerular filtration rate adalah volume cairan yang disaring dari glomerulus
ginjal ke kapsul Bowman per satuan waktu. Laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dihitung dengan mengukur bahan kimia yang memiliki tingkat mantap dalam darah
dan disaring secara bebas tetapi tidak diserap atau dikeluarkan oleh ginjal. Tingkat
itu diukur adalah jumlah substansi dalam urin yang berasal dari volume
diperhitungkan darah. GFR ini biasanya dicatat dalam satuan volume per waktu,
misalnya, mililiter per menit ml / menit.
Ada beberapa teknik yang berbeda digunakan untuk menghitung atau
memperkirakan laju filtrasi glomerulus. Cara yang paling sering dipakai untuk
menghitung LFG dalam klinik adalah dengan menggunakan prinsip klirens. Klirens
suatu zat adalah volume plasma yang dibutuhkan untuk membersihkan suatu zat
dari glomerulus dalam suatu periode waktu. Marker yang digunakan untuk

mengukur LFG dengan prinsip ini haruslah bebas filtrasi dalam glomerulus dan tidak
direabsorbsi maupun disekresi oleh tubulus renal. GFR ini dapat ditentukan
misalnya dengan menyuntikkan inulin dalam plasma. Inulin tidak diserap atau
dikeluarkan oleh ginjal setelah penyaringan glomerular, hingga laju ekskresi
berbanding lurus dengan tingkat filtrasi air dan zat terlarut di saringan glomerulus.
Pada tahap awal penyakit ginjal, hasil akan tetap normal karena hyperfiltration
dalam nefron. Koleksi lengkap urin merupakan sumber penting kesalahan dalam
pengukuran inulin clearance. Bila marker dengan karakteristik seperti tersebut
diatas diberikan, jumlah marker yang difiltrasi oleh glomerulus dalam 1 menit (LFG
x P) harus sama dengan jumlah marker yang diekskresi dalam kemih dalam 1 menit
(U
x
V).
Maka
rumus
tersebut
dapat
ditulis
sebagai
berikut:

LFG x P = U x V

LFG = laju filtrasi glomerulus


P = kadar marker dalam plasma
U = kadar marker dalam kemih
V = volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji

Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar marker
dalam plasma (P) dan kemih (U) diketahui, maka LFG dapat dihitung dengan
mudah.
Normal GFR pada orang dewasa adalah 120-125 ml/menit. GFR berfungsi untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. GFR yang terlalu cepat menyebankan proses
reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna, sebaliknya GFR yang lambat
menyebabkan tingginya reabsorpsi zat yang seharusnya dibuang lewat urin. GFR
sangat erat kaitannya dengan Tekanan Darah tubuh. GFR dapat dikatakan normal
jika TD 80-180 mmHG. GFR dipertahankan dengan mekanisme autoregulasi dan
miogenik ginjal (renal myogenik autoregulation) dan umpan balik tubuloglomerular
(tubuloglomerular feedback).
Marker untuk estimasi LFG
Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang non-toksik, dapat
mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan keseimbangan, tidak terikat

pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak disekresi dan
direabsorbsi oleh tubulus ginjal.
a.

Klirens inulin
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan tersebut,
sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam penghitungan LFG baik
pada dewasa maupun pada anak-anak. Pengukuran LFG dengan klirens inulin hanya
dipakai dalam riset, karena klirens inulin sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari.
Prosedur pemeriksaan adalah dengan cara infus inulin selama 3 jam agar diperoleh
kadar yang stabil dalam cairan ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan yang banyak.

b.

Klirens kreatinin
Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan LFG. Meskipun kreatinin
bebas filtrasi dalam glomerulus, terdapat sejumlah kecil kreatinin disekresi dalam
tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24 jam. LFG berhubungan terbalik dengan kadar
kreatinin plasma.

Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin


Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan pengumpulan
kemih yang akurat. Meskipun pengumpulan kemih 24 jam dipakai sebagai metode
standard dalam pengukuran klirens kreatinin, pengumpulan kemih jangka pendek
(1-2 jam) juga dapat dilakukan. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
Anak diminta untuk miksi dan mengosongkan buli pada pukul 7 pagi Kemih tersebut
dibuang, dan saat itu dicatat sebagai waktu mulainya pengumpulan kemih. Semua
kemih yang dikeluarkan dalam 24 jam berikutnya ditampung dan disimpan dalam
kulkas atau termos dingin. Pada akhir dari 24 jam pengumpulan (pukul 7 pagi
keesokan harinya), anak diminta kencing dan mengosongkan bulinya dan kemih
ditampung. Volume kemih tampung dicatat dengan seksama lalu kirim ke
laoratorium untuk estimasi kadar kreatinin. Darah untuk estimasi kreatinin
sebaiknya diambil pada midpoint dari pengumpulan kemih (lebih kurang 12 jam);
apabila pengambilan darah tersebut tidak memungkinan, darah dapat diambil pada
akhir dari pengumpulan kemih.
Untuk menyeragamkan satuan pengukuran LFG, hasilnya diinterpolasikan
terhadap luas permukaan tubuh (mL/Min/1.73 m2) sehingga didapatkan rumus
sebagai
berikut:
Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73
Ccr (mL/min/1.73m2)

Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)

1440

Ccr

= klirens kreatinin

Ucr

= kadar kreatinin

= volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam

Pcr

= kreatinin plasma

SA

= luas permukaan tubuh

= jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60 menit = 1440
menit)
Penentuan LFG dengan radionuclide scans
Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering digunakan
pada anak-anak. Metode penentuan LFG ini terutama digunakan untuk bayi baru
lahir dan anak-anak kecil, bila mengalami kesulitan dalam melakukan penampungan
kemih yang akurat. Beberapa radioisotop yang dapat dipakai sebagai marker untuk
estimasi LFG dalam klinik, antara lain Tc-diethylenetriaminepentacetic acid (TcDTPA), I-iothalate, dan Cr-ethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA).
Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam mengevaluasi
laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C dalam serum.
Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang diproduksi secara konstan
oleh semua sel berinti. Cystatin C bebas filtrasi dalam glomerulus dan dikatabolik
dalam tubulus renal sehingga tidak disekresi maupun direabsorbsi sebagai suatu
molekul utuh. Oleh karena kadar cystatin C serum tidak bergantung umur, jenis
kelamin dan masa otot maka cystatin C dapat dipakai sebagai marker yang lebih
baik dibandingkan dengan kadar kreatinin serum dalam mengukur laju fitrasi
glomerulus.

3.

Asam urat (uric acid)


Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine) yang
merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati
yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah
untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan dieksresi sebagian sebelum akhirnya

diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum
(hiperuresemia) bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin,
dan asupan diet makanan yang mengandung purin.
Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang
bersifat asam dan dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab itu
fungsi ginjal yang efektif dan kondisi urin yang alkalis diperlukan bila terjadi
hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi berkaitan dengan hiperuresemia
adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke hari sehingga
pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah beberapa hari atau
beberapa minggu.
Masalah Klinis
Kadar asam urat meningkat dijumpai pada : gout, leukemia (limfositik,
mielositik, monositik), kanker metastatik, mieloma multipel, eklampsia berat,
alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat), gagal ginjal,
glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik, limfoma, polisitemia,
stress, keracunan timbale, pajanan sinar-X (berlebih), latihan fisik berlebihan, diet
penurunan berat badan-tinggi protein.
Obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah :
diuretik (tiazid, furosemid, asetazolamid), levodopa, metildopa, asam askorbat, 6merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka waktu lama), teofilin.
Pada gout, peningkatan produksi asam urat dipengaruhi oleh mekanisme
idiopatik atau belum diketahui, tetapi biasanya karena peningkatan sintesis asam
urat endogen sebagai cacat metabolik bawaan. Pada gout, pangkalan asam urat
dalam tubuh bisa lebih dari 10 kali normal, dan natrium urat dideposit di dalam
jaringan lunak, terutama sendi, sebagai tofi. Adanya pengkristalan ura
menyebabkan sendi membengkak, meradang, dan nyeri. Alopurinol digunakan
dalam pengobatan gout yang bekerja sebagai penghambat xantin oksidase.
Pada leukemia atau keganasan lain, peningkatan produksi secara bermakna
disebabkan oleh penguraian asam nukleat apabila terjadi lisis sel-sel tumor akibat
nekrosis atau kemoterapi. Peningkatan kadar urat karena peningkatan lisis sel juga
dapat dijumpai pada polisitemia, anemia pernisiosa, dan kadang-kadang pada
psoriasis. Pengobatan dengan hormon adrenokortikotrofik atau kortikosteroid, yang
kerjanya katabolik protein mempercepat pemecahan inti sel atau dengan obatobatan sitotoksika, menyebabkan peningkatan urat plasma.
Pada kegagalan glomerulus ginjal atau bila ada obstruksi aliran keluar urin,
asam urat serta ureum dan kreatinin terakumulasi. Asam urat tinggi yang dapat
terjadi pada eklampsia tanpa azotemia atau uremia disebabkan oleh lesi ginjal atau
perubahan metabolisme asam urat. Asidosis ketotik dan laktat bisa meningkatkan

asam urat dengan mengurangi sekresi tubulus ginjal, seperti yang terjadi dengan
diuretik tiazid dan furosemid, dan aspirin dosis rendah.
Penurunan kadar asam urat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson, asidosis
tubulus ginjal proksimal, anemia defisiensi asam folat, luka bakar, kehamilan.
Pengaruh obat : alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid, sulfinpirazon.
Prosedur
Jenis spesimen yang diperlukan adalah serum atu plasma heparin. Diambil 3-5
ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung bertutup merah atau tabung bertutup
hijau (heparin) kemudian disentrifus; cegah terjadinya hemolisis. Serum atau
plasma heparin dipisahkan. Kadar asam urat diukur dengan metode kolorimetri
menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi.
Sebelum pengambilan sampel darah, pasien diminta puasa 8-10 jam. Tidak ada
pembatasan asupan makanan atau cairan; namun pada banyak kasus, asupan
makanan tinggi purin (mis. daging, jerohan, sarden, otak, roti manis, dsb) perlu
ditunda minimal selama 24 jam sebelum uji dilakukan; demikian pula dengan obatobatan yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Jika terpaksa harus minum
obat,
catat
jenis
obat
yang
dikonsumsi.
Nilai Rujukan
DEWASA : Laki-laki : 3.5-7.0 mg/dl. Perempuan : 2.5-6.0 mg/dl. Kadar panik :
>12mg/dl.
ANAK : 2.5-5.5 mg/dl
LANSIA : 3.5-8.5 MG/DL
Catatan : nilai normal dapat bervariasi di setiap laboratorium.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :

Sampel serum/plasma hemolisis,

Stress dan puasa berlebih dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat
serum,

4.

Diet tinggi purin, Pengaruh obat (lihat pengaruh obat).

Blood Urea Nitrogen (BUN)

Blood Urea Nitrogen (BUN) atau nitrogen Urea adalah produk limbah normal
dalam darah anda yang berasal dari pemecahan protein dari makanan yang anda
makan dan dari metabolisme tubuh. Hal ini biasanya dihapus dari darah Anda
dengan ginjal Anda, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat BUN naik. BUN juga
dapat meningkat bila mengkonsumsi lebih banyak protein, dan dapat turun jika
makan sedikit protein.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam
amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini
dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang
stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan.
Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya
berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal
karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume
plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati
berat. Kadar urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa
penyakit ginjal.
Prosedur
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau
(heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian pisahkan serum/plasma-nya
untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam
sebelum pengambilan sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet terhadap
hasil laboratorium.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer
atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan
diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang sangat spesifik terhadap
urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul,
yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara,
konsentrasi ureum dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang
28/60 dari berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan
mengalikan
konsentrasi
BUN
dengan
60/28
atau
2,14.
Nilai Rujukan
DEWASA : 5 25 mg/dl
ANAK : 5 20 mg/dl

BAYI : 5 15 mg/dl
LANSIA : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.

Masalah Klinis
1.

Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan
semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada
gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal,
dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja
sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran
darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan
katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan
hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke
dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein
leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks
ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes
mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagenvaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah
ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi
ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi
leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan.
Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat
nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren);
antibiotic
(basitrasin,
sefaloridin
(dosis
besar),
gentamisin,
kanamisin,
kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa,
guanetidin); sulfonamide; propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan
obat yang dapat menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.
2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada
nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat
dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan

sebagian karena
semestinya.

retensi

air oleh

sekresi

hormone

antidiuretik

yang

tidak

Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen


yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi.
Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena
peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air.
Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang.
Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline
intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat pengenceran.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu
disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap
kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai
kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang
12-20. Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan
bahwa penyebab uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau
transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada
gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat,
sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui
saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada
uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik.
Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia
prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

Status dehidrasi dari penderita harus diketahui. Pemberian cairan yang berlebihan
dapat menyebabkan kadar BUN rendah palsu, dan sebaliknya, dehidrasi dapat
memberikan temuan kadar tinggi palsu.

Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar ureum.
Sebaliknya, diet tinggi protein dapat meningkatkan kadar ureum, kecuali bila
penderita banyak minum.

Pengaruh obat (misal antibiotik, diuretik, antihipertensif) dapat meningkatkan


kadar BUN

5.

Protein Urine

Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin. Adanya
protein dalam urin merupakan tanda awal penyakit ginjal kronis.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang
diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan
spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi
menggunakan strip reagen (dipstick). Normal ekskresi protein biasanya tidak
melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan
sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena
perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan
daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pra-menstruasi dan mandi air
panas juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami
peningkatan proteinuria selama usia 3 hari pertama.
Prosedur
1. Spesimen urin acak (random)
Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen
(dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang
terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument
otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara
visual.
Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang
sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein BenceJones, dan mukoprotein.
2. Spesimen urin 24 jam
Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam
lemari pendingin. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet. Ukur kadar protein
dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi
otomatis.
Nilai Rujukan
Urin acak : negatif (15 mg/dl)
Urin 24 jam : 25 150 mg/24 jam.

Masalah Klinis

Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita


yang memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik
dengan yang sehat. Proteinuria yang persistent (tetap +1, dievaluasi 2-3x / 3
bulan) biasanya menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga
akan memberi hasil +1 yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun
urine sewaktu setelah melakukan aktivitas.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin
merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan
karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan
peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda
yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.
Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein
dengan menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah proteinuria dalam 24
jam digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat keparahan ginjal. Proteinuria
rendah (kurang dari 500mg/24jam). Pengaruh obat : penisilin, gentamisin,
sulfonamide, sefalosporin, media kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid
(Diamox), natrium bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat aminoglikosida,
toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit jantung, penyakit infeksius
akut, preeklampsia.
Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan sindrom
nefrotik, glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi


molekular, infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat (lihat pengaruh obat),
pencemaran urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit,
klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8)

Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine sangat
asam
(pH
di
bawah
3)

6.

Osmolalitas urin test


Osmolalitas urin adalah pengukuran jumlah partikel terlarut dalam urin.
Pengukuran ini lebih tepat dilakukan daripada berat jenis untuk mengevaluasi

kemampuan ginjal untuk menghasilkan urine dengan konsentrasi pekat ataupun


encer. Ginjal yang berfungsi normal akan mengeluarkan lebih banyak air ke dalam
urin sebagai asupan cairan meningkat. Jika asupan cairan menurun, ginjal
mengeluarkan air kurang dan urin menjadi lebih terkonsentrasi. Pengujian dapat
dilakukan pada sampel urin dikumpulkan hal pertama di pagi hari, pada sampel
berjangka waktu beberapa, atau pada sampel kumulatif yang dikumpulkan selama
periode 24-jam. Pasien biasanya akan memerlukan makanan protein tinggi selama
beberapa hari sebelum ujian dan diminta untuk minum cairan malam sebelum
pengujian.
Diposkan oleh A_fiLLAH di 18.23

Tes Fungsi Ginjal


Unduh versi PDF

Apa Tes Fungsi Ginjal Itu?


Ginjal kita, yaitu sistem penyaringan alami tubuh kita, melakukan banyak fungsi penting. Fungsi
ini termasuk menghilangkan bahan ampas sisa metabolisme dari aliran darah, mengatur
keseimbangan tingkat air dalam tubuh, dan menahan pH (tingkat asam-basa) pada cairan tubuh.
Kurang lebih 1,5 liter darah dialirkan melalui ginjal setiap menit. Dalam ginjal, sisa senyawa
kimia disaring dan dihilangkan dari tubuh (bersama dengan air berlebihan) sebagai air seni.
Penyaringan ini dilakukan oleh bagian ginjal yang disebut sebagai glomeruli. Untuk informasi
lebih lanjut mengenai penyakit ginjal, lihat Lembaran Informasi (LI) 651.
Banyak kerusakan dapat berpengaruh pada kemampuan ginjal kita dalam melakukan tugasnya.
Beberapa dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (akut); yang lain dapat
menyebabkan penurunan yang lebih lamban (kronis). Keduanya menghasilkan penumpukan
bahan ampas yang toksik (racun) dalam darah.
Adalah sulit mengukur kerusakan ini secara langsung. Oleh karena itu, dibentuk beberapa tes
laboratorium yang memberi gambaran mengenai kesehatan ginjal. Tes ini disebut sebagai tes
fungsi ginjal atau faal ginjal, dan dapat membantu menentukan penyebab dan tingkat masalah
ginjal. Tes dilakukan pada contoh air seni dan darah.
Bila dokter mencurigai kita mempunyai masalah atau penyakit ginjal, dia akan meminta kita
melakukan tes fungsi ginjal untuk membantu diagnosis. Kemudian, tes fungsi ginjal dapat

dilakukan untuk memantau ginjal kita, agar melihat apakah kerusakan dapat menjadi lebih berat
atau pun pulih.

Kecepatan Penyaringan Glomeruli


Tes ini, yang umumnya disebut sebagai GFR (glomerular filtration rate) atau LFG (laju filtrasi
glomerulus), mengukur jumlah darah yang disaring oleh ginjal setiap menit. Walau GFR ini
dapat diukur, prosesnya rumit dan hanya dilakukan dalam sarana penelitian.

Tes Keluaran Kreatinin


Sebagai alternatif yang lebih mudah, GFR dapat diperkirakan berdasarkan keluaran kreatinin
(creatinine clearance). Tes keluaran kreatinin mengukur tingkat salah satu bahan ampas, yaitu
kreatinin, dibersihkan dari darah oleh ginjal. Kreatinin dihasilkan dari metabolisme protein
ketika otot membakar energi. Kemudian kebanyakan kreatinin disaring dari darah oleh ginjal dan
dibuang dalam air seni.
Pengukuran keluaran kreatinin dilakukan dengan mengumpulkan semua air seni yang dibuang
dalam 24 jam. Jumlah kreatinin yang ada dalam air seni tersebut diukur dan dibandingkan
dengan jumlah kreatinin yang beredar dalam darah. Jika jumlah kreatinin yang dikeluarkan oleh
ginjal tidak cukup, tingkat kreatinin dalam air seni akan menurun. Akibatnya tingkat kreatinin
dalam darah akan meningkat.

eGFR
Tes keluaran kreatinin membutuhkan waktu, dan dapat muncul keraguan apakah semua air seni
yang dikeluarkan dalam 24 jam benar-benar dikumpul oleh pasien. Oleh karena itu, sekarang
umumnya GFR diestimasikan (eGFR) berdasarkan tingkat kreatinin dalam darah. Kemudian,
eGFR dihitung dengan memakai salah satu dari beberapa rumusan, yang memakai variabel
terkait usia, jenis kelamin dan (kadang) ras dan/atau berat badan. Juga ada rumusan khusus untuk
anak, yang memakai variabel lain. Hasil diungkap sebagai volume darah yang disaring dalam
mL/menit. Namun ada keraguan mengenai rumusan terbaik untuk rangkaian dan ras yang
berbeda, dan untuk Odha.

Tes Lain yang Penting


Ada beberapa tes lain yang penting untuk memastikan fungsi hati:

Analisis air seni: Contoh air seni diperiksa secara fisik untuk ciri termasuk warna, bau,
penampilan, dan kepadatan; diperiksa secara kimia untuk unsur termasuk protein,
glukosa, dan pH; dan di bawah mikroskop untuk keberadaan unsur sel (sel darah merah
dan putih, dll.), bakteri, kristal, dsb.

Tekanan darah: Tekanan darah tinggi dapat menjadi salah satu faktor yang menekankan
penyakit ginjal. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa ginjal sudah dirusakkan.

Keberadaan protein dalam air seni: Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari
darah dan menyerapnya kembali, sehingga tingkat protein dalam air seni tetap rendah.
Ditemukan protein dalam air seni adalah tanda penyakit ginjal.

Tes Penunjang
Ada beberapa tes lain yang dapat dilakukan:

Keluaran urea. Urea adalah bahan ampas dari metabolisme protein, dan dikeluarkan
dalam air seni. Seperti keluaran kreatinin, tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan
ke air seni selama beberapa jam, dan juga membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam
darah.

Osmologi air seni. Tes ini mengukur jumlah partikel (bibit) yang dilarutkan dalam air
seni, untuk menilai kemampuan ginjal untuk mengatur kepekatan air seni sebagaimana
konsumsi air meningkat atau menurun.

Nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/BUN). Darah mengangkut protein ke sel di
seluruh tubuh. Setelah protein dipakai oleh sel-sel, sisa produk buangan dikembalikan ke
darah sebagai urea, yang mengandung nitrogen. Ginjal yang sehat menyaring urea dari
darah dan mengeluarkannya ke air seni. Bila ginjal tidak berfungsi dengan baik, urea ini
yang disebut sebagai BUN) akan tetap ditahan dalam darah. Oleh karena itu, tingkat
BUN yang tinggi dalam darah dapat menandai masalah ginjal. Namun masalah ini juga
terpengaruh oleh fungsi hati (lihat LI 135), sehingga tes BUN harus dilakukan bersamaan
dengan pengukuran kreatinin, yang lebih khusus menandai masalah ginjal.

Tes lain. Pengukuran tingkat zat lain, yang seharusnya diatur oleh ginjal, dalam darah
dapat membantu menilai fungsi hati. Zat ini termasuk zat natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, kalsium, magnesium, fosforus, protein, asam urat dan glukosa.

Dalam keadaan tertentu, mungkin dokter akan mengusulkan dilakukan tes pengamatan, termasuk
ultrasonik (USG), dan MRI atau CT scan, atau pun biopsi ginjal.

Hasil Tes
LI 120 menunjukkan nilai normal atau nilai rujukan untuk beberapa tes di atas. Harus ditekankan
bahwa nilai ini berbeda tergantung pada alat yang dipakai pada laboratorium yang melakukan tes
dan cara penggunaannya. Laporan laboratorium yang kita terima setelah melakukan tes
menunjukkan nilai rujukan yang berlaku. Bila kita ingin dapat komentar mengenai hasil tes,
sebaiknya kita menyebut hasil tes serta nilai rujukan.

Apa Arti Hasil Tes?


Hasil tes GFR menunjukkan kerusakan pada ginjal, sebagaimana berikut:
Karena dipengaruhi oleh masalah lain, tingkat BUN yang tinggi secara sendiri tidak tentu
menandai masalah ginjal, tetapi memberi kesan adanya masalah. Sebaliknya, tingkat kreatinin
yang tinggi dalam darah sangat spesifik menandai penurunan pada fungsi ginjal.
Ketidakmampuan ginjal untuk mengatur kepekatan air seni sebagai tanggapan pada perubahan
dalam konsumsi cairan, yang ditandai oleh tes osmologi dapat menandai penurunan pada fungsi
ginjal. Karena ginjal yang sehat tidak mengeluarkan protein pada air seni, tetap ada protein
dalam air seni juga menandai beberapa jenis penyakit ginjal.
Diperbarui 1 Juni 2013 berdasarkan beberapa sumber, termasuk HATIP 171 27 Januari 2011

Anda mungkin juga menyukai