POLIFARMASI DINY Makalah
POLIFARMASI DINY Makalah
STATUS PASIEN
Anamnesis
Tn. UH, 60 tahun, datang dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari SMRS.
Keluhan BAB cair > 7 kali/24 jam. Tidak bercampur darah, tidak berlendir,
konsistensi air lebih banyak dari ampas, warna kuning, setiap kali BAB kira-kira
- 1 gelas belimbing, mual, muntah 3 kali dan mulas, pasien masih mau minum
dan makan bubur tetapi sedikit. Sebelum mengalami BAB encer pasien mengaku
makan bakso dengan sambal yang pedas.
Pasien juga mengeluh kepalanya pusing dan terasa tegang dari kepala
bagian belakang hingga leher. Pasien merasakan penglihatan berkabur sejak 3
tahun terakhir, pasien masih dapat melihat wajah sesorang dari jarak 4 meter.
Pasien mengatakan sering terbangun 2-3 kali untuk kencing. Kencing juga
dirasakan tidak lampias, saat kencing juga harus menunggu dan harus mengedan
terlebih dahulu.
Pasien memiliki riwayat DM dan riwayat darah tinggi yang baru
diketahui 5 tahun lalu dan baru rutin konsumsi obat 2 tahun lalu yaitu
metformin 3x500 mg dan amlodipine 1x10 mg. Riwayat operasi katarak tahun
2012. Riwayat penyakit keluarga hipertensi dan DM
Riwayat konsumsi kopi dan sudah berhenti 2 tahun terakhir, olahrga jalan
kaki setiap pagi. Pasien sudah tidak bekerja, lebih sering menghabiskan waktu
dirumah dan setiap waktu solat berjamaah di mushola. Hubungan silaturrahmi
dengan keluarga dan tetangga sekitar baik.
Status nutrisi pasien baik dengan skor MNA status nutrisi risiko
malnutrisi. Pemeriksaan status fungsional indeks ADL Barthel terdapat
ketergantungan ringan. Pemeriksaan psikiatri dengan AMT normal, MMSE tidak
ada gangguan kognitif, dan GDS tidak terdapat depresi.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah: 180/110 mmHg Hipertensi grade II
Visus OD:3/60, OS : 4/60
NTE +
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit 14.400 uL
GDP 124 mg/dl
Daftar Masalah
1. Diare
2. Hipertensi
3. DM tipe II
4. Penurunana tajam penglihata
5. Inkontinensia
6. Leukositosis
7. Hiperglikemi post puasa
DIAGNOSIS
Diagnosis Medik
1. Gastroenteritis Akut
2. Hipertensi grade II
3. DM Tipe II Normoweight terkontrol
4. Katarak senilis imatur ODS
5. Inkontinensia ec DM
6. suspek BPH
Diagnosis Psikiatri : Diagnosis Fungsional
Sindrom Geriatri
Incontinence
Infection
Impairment of vision
Iritable GI tract
Impecunity
Impontence
5.
6.
7.
8.
9.
Candesartan 1x8mg
Amlodipine 1x10mg
Ondansentron 3x 4 mg
Omeprazole 2x 20 mg
Metformin 3x500mg
PROGNOSIS
Ad vitam
: Dubia ad bonam
BAB II
PENGKAJIAN MASALAH
1. Iritable GI tract / Gastroenteritis akut ec infeksi bakteri
Atas dasar
Anamnesis:
BAB cair sejak 2 hari SMRS. Keluhan BAB cair > 7 kali/24 jam. Tidak
bercampur darah, tidak berlendir, konsistensi air lebih banyak dari ampas, warna
kuning, setiap kali BAB kira-kira - 1 gelas belimbing, mual dan mulas, pasien
masih mau minum dan makan bubur tetapi sedikit. Sebelum mengalami BAB
leukosit 14.400
Diagnosis kerja: Gastroenteritis akut e.c. suspek infeksi bakteri E. coli
Pemeriksaan anjuran:
Feses lengkap
Elektrolit
Rencana Terapi:
IVFD RL 500 cc 30 tpm
Cotrimoxazole 2x2 tablet
New diatab 3x2 tablet
L Bio 2x1sachet
Ondansentron 3x4 mg
Omeprazole 2x20 mg
Pengkajian:
Nonmedikamentosa
Pasien dianjurkan untuk rehidrasi dengan cairan intravena ataupun oral
yang mengandung elektrolit dan gula. Karena pasien masih bisa makan dan
probiotik,
yakni
Lactobacillus
bulgaricus,
Lactobacillus
acidophilus,
adalah
Anamnesis:
Pasien mengeluh rasa pusing di kepala, rasa tegang dan seperti tertarik mulai dari
kepala bagian belakang hingga leher. Riwayat HT sejak 5 tahun lalu, baru minum
Medikamentosa
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg secara
kronis. Berdasarkan klasifikasi JNC VII, hipertensi dapat dikategorikan
menjadi prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2. Pada kasus ini,
pasien memiliki riwayat hipertensi yang baru diketahui 5 tahun lalu. Saat
masuk RS tekanan darah pasien didapatkan 180/110 mmHg dan termasuk
kepada kriteria hipertensi grade II. Dalam litelatur dikatakan hipertensi grade
II direkomendasikan menggunakan 2 kombinasi obat, biasanya dapat
diberikan golongan Ace-Inhibitor, ARB, Beta bloker, Calsium Channel bloker,
Tiazid.7
tekanan
darah
melalu
sistem
renin-angiotensin.
ARB
kesemutan tangan dan tungkai disangkal, luka yang sukar sembuh disangkal.
Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan penunjang: GDS 135 / GDP 124 / GD2PP 82
Diagnosis kerja: diabetes melitus tipe 2, normoweight, terkontrol
Pemeriksaan anjuran:
Kurva gula darah harian
GDP dan GD2PP
HbA1C
Profil lipid
Rencana terapi: melanjutkan obat yang dikonsumsi rutin yaitu metformin 3x 500
mg
Pengkajian:
Norfamakologis
Evaluasi komplikasi mikroangipati dan makroangipati dan evaluasi
riwayat penyakit, PF, evaluasi labratorium/penunjang lain (GDP dan GD2PP,
HbA1c, profil lipid pada keadaan puasa, kreatinin serum, albuminuria, keton,
sedimen, dan protein urin, EKG, rontgen dada), rujukan ke bagian lain. Selain
itu edukasi tentang DM, promosi perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya.
Terapi nutrisi medis: kebutuhan kalori 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah
atau dikurangi faktor seperti jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan BB ideal dilakukan degan rumus Broca: BBI= 90% x (tinggi
badan dalam cm 100) x 1 kg
Aktivitas fisik, kegiatan jasmani yang dianjurkan: instensitas sedang (5070% denyut nadi maksimal) minimal 150 menit/minggu atau aerobik 75
menit/minggu. Aktivitas dibagi dalam 3 hari per minggu dan tidak ada dua
hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin.
Absorpsi di usus dan eksresi melalui urin, denga masa paruh 2 jam. Di indikasikan
kepada DM tipe 2, diberikan monoterapi atau terapi kombinasi dengan antidiabetes
oral, DM tipe 2 dan tipe 1 dalam kombinasi dengan insulin. Dosis dimulai dari 500
mg 2-3 kali/hari. Pada pasien ini diberikan metformin 3x 500 mg setelah makan. Obat
ini berinteraksi dengan cimetidine yang dapat meningkatkan konsentrasi metformin
dalam serum. Efek Samping mual, muntah, diare, serta metallic taste, asidosis laktat .
3,4
Metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua pasien
DM tipe 2 kecuali pada mereka yang punya kon-traindikasi terhadap metformin
misalnya antara lain gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum 1,5 mg/dL pada pria dan
atau 1,4 mg/dL pada wanita), gangguan fungsi hati, gagal jantung kongestif, asidosis
metabolik, dehidrasi, hipoksia dan pengguna alkohol. Namun, karena kreatinin serum
tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya pada usia sangat lanjut,
maka metformin sama sekali tidak dianjurkan pada lansia >80 tahun. Metformin
bermanfaat terhadap sistem kardiovaskular dan mempunyai risiko yang kecil terhadap
kejadian hipoglikemia.8
Karena pasien memiliki hasil kreatinin 1,3 mg/dl dan masih dibawah 1,5
mg/dl. Maka kita harus evaluasi fungsi ginjal pada pasien ini yang rutin konsumsi
metformin. Jika kadar kreatinin pasien suatu saat > 1,5 mg/dl maka dapat dianjurkan
penggantian obat dengan golongan sulfonilurea. Obat ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan merupakan pilihan utama
pada pasien dengan BB kurang, dapa juga diberikan pada pasien dengan BB berlebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan dan dalam berbagai keadaan seperti
pada orangtua, gangguan fungsi jantung, hati dan ginjal tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang. Dapat diberikan obat yang cara kerja cepat seperti
glikuidon. Glikuidon diabsorpsi di usus mencapai kadar dalam plasma maksimun 2-3
10
jam. Di eksresi sebagian besar pada feses lewat empedu. Obat ini dapat digunakan
pada pasien gangguan fungsi ginjal karena obatnya tidak terakumulasi.3,4,6
BAB III
PENGKAJIAN POLIFARMASI
11
membaik, dilihat dari konsitensi kotoran yang sudah kembali padat atau
frekuensi BAB berkurang. Pada pasien gejala BAB cair sudah membaik dan
konsistensi sudah mulai lunak, sehingga terapi ini bisa di hentikan.
Pasien dengan DM dan memiliki hipertensi dapat meningkatkan resiko
kejadian kardiovaskular. Saat ini pasien mendapatkan kombinasi CCB dan
ARB. Dimana ARB ini adalah lini pertama pada pasien dengan DM, dan dapat
dikombinasi dengan golongan CCB yang aman bagi pasien usia lanjut. Dalam
penelitian disimpulkan bahwa kombinasi ini dapat lebih efektif mengontrol
tekanan darah pada pasien DM.10
Untuk saat ini obat metformin masih dapat dilanjutkan akan tetapi harus di
evaluasi kadar kreatinin pasien. Untuk obat-obat yang saat ini di konsumsi
pasien, tidak ada interaksi, yang berinteraksi dengan metformin contohnya
cimetidine yang meningkatkan konsentrasi metformin dalam serum.
Untuk mengatasi mual, di berikan ondansentron adalah antagonis reseptor
serotonin 5-HT3 yang dapat berfungsi sebagai antiemetik di tingkat SSP. Obat
ini efektif untuk mual dan muntah yang akut. Efek samping konstipasi, nyeri
kepala, reaksi hipersensitivitas, aritmia, hipotensi, bradikardi. Interaksi jika
diberikan bersama rifampisin akan menurunkan kadar ondansentron dalam
plasma. Hal yang sama juga terjadi pada penggunaan bersama carbamazepine
dan fenitoin. Harga Rp. 6000/ampul. Dipilih karena mual pasein ini akut dan
bekerja langsung ke pusatnya.
Metformin vs Cotrimoksazole (moderate interactions)
Menggunakan
metformin
bersama
dengan
trimetoprim
dapat
12
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan pada kasus ini menyarankan pemberian obat dan dosis
pada pasien Tn. UH 60 tahun yang sudah mengalami perbaikan dari
13
keluhan utamanya yaitu BAB cair. Pasien masih merasa mual namun
berkurang dibanding sebelumnya. Untuk terapi cairan bisa di hentikan
mengingat pasien makan dan minumnya sudah baik. Dan untuk menjaga
reaksi kotrimoksazol dan candesartan, dapat menjaga asupan cairan
melalui oral, karena pengobatan antibiotiknya tidak jangka panjang. Untuk
obat antibiotik diberikan 5-7 hari dan evaluasi hasil laboratorium, obat
antihipertensi dan DM dilanjutkan dengan memantau kadar kreatinin
pasien. Untuk keluhan mualnya bisa diberikan :
1. Cotrimoksazol 2x 960 mg (untuk 5-7 hari)
2. Candesartan 1x 8 mg (rutin)
3. Amlodipine 1x 10 mg (rutin)
4. Ondansentron 3x 4 mg (kalau perlu)
5. Metformin 3x 500 mg (rutin)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing, 2009
2. Leksana E. SIRS, Sepsis, Keseimbangan Asam Basa, Syok dan Terapi Cairan.
CPD IDSAI Jateng- Bagian Anastesi dan Terapi Intensif FK Undip Semarang.
2006
3. Gunawan GS,dkk. Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Farmakologi
dan terapi, edisi 5. Jakarta. 2007
4. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 10 2010/2011
14
15