Anda di halaman 1dari 15

BAB I

STATUS PASIEN
Anamnesis
Tn. UH, 60 tahun, datang dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari SMRS.
Keluhan BAB cair > 7 kali/24 jam. Tidak bercampur darah, tidak berlendir,
konsistensi air lebih banyak dari ampas, warna kuning, setiap kali BAB kira-kira
- 1 gelas belimbing, mual, muntah 3 kali dan mulas, pasien masih mau minum
dan makan bubur tetapi sedikit. Sebelum mengalami BAB encer pasien mengaku
makan bakso dengan sambal yang pedas.
Pasien juga mengeluh kepalanya pusing dan terasa tegang dari kepala
bagian belakang hingga leher. Pasien merasakan penglihatan berkabur sejak 3
tahun terakhir, pasien masih dapat melihat wajah sesorang dari jarak 4 meter.
Pasien mengatakan sering terbangun 2-3 kali untuk kencing. Kencing juga
dirasakan tidak lampias, saat kencing juga harus menunggu dan harus mengedan
terlebih dahulu.
Pasien memiliki riwayat DM dan riwayat darah tinggi yang baru
diketahui 5 tahun lalu dan baru rutin konsumsi obat 2 tahun lalu yaitu
metformin 3x500 mg dan amlodipine 1x10 mg. Riwayat operasi katarak tahun
2012. Riwayat penyakit keluarga hipertensi dan DM
Riwayat konsumsi kopi dan sudah berhenti 2 tahun terakhir, olahrga jalan
kaki setiap pagi. Pasien sudah tidak bekerja, lebih sering menghabiskan waktu
dirumah dan setiap waktu solat berjamaah di mushola. Hubungan silaturrahmi
dengan keluarga dan tetangga sekitar baik.
Status nutrisi pasien baik dengan skor MNA status nutrisi risiko
malnutrisi. Pemeriksaan status fungsional indeks ADL Barthel terdapat
ketergantungan ringan. Pemeriksaan psikiatri dengan AMT normal, MMSE tidak
ada gangguan kognitif, dan GDS tidak terdapat depresi.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah: 180/110 mmHg Hipertensi grade II
Visus OD:3/60, OS : 4/60
NTE +
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit 14.400 uL
GDP 124 mg/dl

MASALAH DAN DIAGNOSIS

Daftar Masalah
1. Diare
2. Hipertensi
3. DM tipe II
4. Penurunana tajam penglihata
5. Inkontinensia
6. Leukositosis
7. Hiperglikemi post puasa
DIAGNOSIS
Diagnosis Medik
1. Gastroenteritis Akut
2. Hipertensi grade II
3. DM Tipe II Normoweight terkontrol
4. Katarak senilis imatur ODS
5. Inkontinensia ec DM
6. suspek BPH
Diagnosis Psikiatri : Diagnosis Fungsional

Impairment: impairment of GI tract, impairment of vision, impairment of


endocrine, impairment of urinary tract

Disability: gangguan pencernaan, gangguan penglihatan, gangguan


metabolisme, gangguan berkemih

Handicap: Ketergantungan ringan

Sindrom Geriatri

Incontinence

Infection

Impairment of vision

Iritable GI tract

Impecunity

Impontence

TATALAKSANA RUMAH SAKIT


1.
2.
3.
4.

IVFD RL 500 cc 30 tpm


Cotrimoxazole 2x2 tablet
New diatab 3x2 tablet
L -Bio 2x1 sachet

5.
6.
7.
8.
9.

Candesartan 1x8mg
Amlodipine 1x10mg
Ondansentron 3x 4 mg
Omeprazole 2x 20 mg
Metformin 3x500mg

PROGNOSIS
Ad vitam

: Dubia ad bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam


Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB II
PENGKAJIAN MASALAH
1. Iritable GI tract / Gastroenteritis akut ec infeksi bakteri
Atas dasar

Anamnesis:
BAB cair sejak 2 hari SMRS. Keluhan BAB cair > 7 kali/24 jam. Tidak
bercampur darah, tidak berlendir, konsistensi air lebih banyak dari ampas, warna
kuning, setiap kali BAB kira-kira - 1 gelas belimbing, mual dan mulas, pasien
masih mau minum dan makan bubur tetapi sedikit. Sebelum mengalami BAB

encer pasien mengaku makan bakso dengan sambal yang pedas.


Pemeriksaan fisik:
Nyeri tekan epigastrium (+)
Pemeriksaan penunjang:

leukosit 14.400
Diagnosis kerja: Gastroenteritis akut e.c. suspek infeksi bakteri E. coli
Pemeriksaan anjuran:
Feses lengkap
Elektrolit
Rencana Terapi:
IVFD RL 500 cc 30 tpm
Cotrimoxazole 2x2 tablet
New diatab 3x2 tablet
L Bio 2x1sachet
Ondansentron 3x4 mg
Omeprazole 2x20 mg
Pengkajian:
Nonmedikamentosa
Pasien dianjurkan untuk rehidrasi dengan cairan intravena ataupun oral

yang mengandung elektrolit dan gula. Karena pasien masih bisa makan dan

minum, boleh diberikan minuman dan makanan yang lunak.


Medikamentosa

IVFD RL 500 cc 30 tpm


Tatalaksana utama dengan rehidrasi cairan. Untuk menilai pasien ini
mengalami dehidrasi atau tidak dapat digunakan skor Daldiyono. Pada pasien ini
didapatkan skor Daldiyono adalah 3.1
Pada kasus pasien ini masih dapat minum dan makan bubur tetapi sedikit,
maka sebagai antisipasi agar tidak jatuh dalam keadaan dehidrasi, dapat diberikan
cairan isotonis yang berfungsi mengembalikan keseimbangan elektrolit. Pada
umumnya, kebutuhan cairan orang dewasa perhari 1500 ml atau 30 ml/kgBB/hari.
Pasien ini memiliki BB 55 kg, sehingga kebutuhan cairan hariannya
1500+(35x20)=2200 ml/hari dengan tetesan 2200x20/24x60=30 tpm. Untuk
evaluasi input dan output cairan pasien ini di pasangkan kateter.
Cairan isotonis yang dipilih adalah RL, dimana terdapat kandungan Na 130
mEq, Cl 109 mEq, K 4 mEq, Ca 2,7 mEq, lactate 28 mEq, dan osmolaritas 273
mOsm, dengan kemasan 500 ml dan 1000 ml. RL digunakan sebagi replacement
therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, kasus trauma, luka bakar.
Kandungan RL lebih lengkap dibanding NaCl 0,9%. Pada 1000 ml larutan NaCl
mengandung Na 154 mEq, Cl 154 mEq, dan osmolaritas 308 mOsm/L. NaCl 0,9%
digunakan pada kasus trauma kepala, sebagai pengencer darah sebelum transfusi.
Dari segi harga tidak jauh berbeda, harga larutan NaCl 0,9% 500 ml Rp

15.720/kantung infus sedangkan harga larutan RL 500 ml Rp 16.160/kantung


infus.2
Cotrimoxazole 2x2 tablet
Terapi empirik utama yang dilakukan sebelum diketahui jenis mikroorganisme
penyebab adalah siprofloksasin 2 x 500 mg selama 5-7 hari. Siprofloksasin sensitif
terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif. Selain itu, dapat diberikan
kotrimoksazol 160/800 mg 2x/ hari.1 Pada pasien ini diberikan kotrimoksazol 2x 2
tablet
Cotrimoksazole antibiotic yang mengandung kombinasi sulfamethoxazole dan
trimetrhopim dengan perbandingan 5:1. Berfungsi sebagai bakterisid yang besar
karena menghambat dua sintesis asam nukleat dan protein pada bakteri.
Mempunyai spectrum luas dan efektif pada bakteri gram positif dan negative.
Kontraindikasi pada gangguan fungsi ginjal, hati, wanita menyusui. Efek
sampinngnya pada umumnya ringan. Perhatian kepada pasien gangguan fungsi
ginjal harus dikurangi dosisnya untuk mencegah akumulasi obat. Diberikan dengan
dosis dewasa 960 mg 2 kali sehari, sedian 480 mg.3,4
New diatab 3x2 tablet
Pada pasien juga diberikan activated attapulgite dapat mengabsorpsi racun,
bakteri dan enterovirus yang menyebabkan diare. Obat ini menyerap cairan radang,
sehingga membantu memperbaik konsistensi feses. Activated attapulgite
ditoleransi dengan baik dalam dosis yang dianjurkan. Activated attapulgite untuk
pengobatan simtomatik pada diare non-spesifik. Dosis 600 mg pertablet, pada
pasien ini adalah 2x2 tablet. Dimana dosis dianjurkan sesuai teori adalah 2 tablet
setiap setelah BAB dengan batas maksimal konsumsi 12 tablet/ hari. Obat ini dapat
diberikan sebelum atau sesudah makan. Tidak boleh diberikan kepada pasien yang
mengalami gangguan ginjal.3,4
L-Bio 2x1 sachet
L-Bio/ Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam
jumlah yang adekuat akan menguntungkan bagi kesehatan pejamu. Berbagai
penelitian menunjukkan manfaat probiotik dalam pengobatan diare infeksi dan
diare akibat pemberian antibiotik. Probiotik akan berkompetisi dengan bakteri
patogen pada tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan memodulasi sistem
imun pejamu. Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti dan digunakan sebagai

probiotik,

yakni

Lactobacillus

bulgaricus,

Lactobacillus

acidophilus,

Lactobacillus casei, Lactobacillus GG, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium


longum, Streptococcus thermophilus, Enterococcus faecium, dan Saccharomyces
boulardi. Yang umum digunakan adalah kelompok laktobasilus dan bifidobakteria.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang tepat, jangka
waktu pemberian serta bentuk sediaan yang ideal agar probiotik yang diberikan
dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan.5
Ondansentron 3x 4 mg
Pasien diberikan ondansentron dan omeprazole. Ondansentron

adalah

antagonis reseptor serotonin 5-HT3 yang dapat berfungsi sebagai antiemetik di


tingkat SSP. Obat ini efektif untuk mual dan muntah yang akut. Dosis injeksi
intravena adalah 24-32 mg/hari dengan dosis terbagi. Iritasi mukosa lambung
karena gastroenteritis akut menyebabkan pelepasan serotonin yang mengaktifkan
reseptor 5-HT3 di nervus vagus dan kemoreseptor.3,4
Omeprazole 2x 20 mg
Omeprazole yang diberikan merupakan antisekresi yang menekan sekresi
asam lambung dengan cara menghambat pompa proton pada permukaan kelenjar
sel parietal gastrik pada ph < 4. Omeprazole berikatan dengan proton secara cepat
diubah menjadi sulfonamide, suatu penghambat pompa proton yang aktif.
Penggunaan omeprazole secara oral menghambat sekresi lambung basal dan
stimulasi pentagastrik. Di indikasikan pada pasien yang tidak responsive terhadapt
obat reseptor H2, pengobatan jangka pendek tukak lambung 3,4
2. Hipertensi
Atas dasar

Anamnesis:
Pasien mengeluh rasa pusing di kepala, rasa tegang dan seperti tertarik mulai dari
kepala bagian belakang hingga leher. Riwayat HT sejak 5 tahun lalu, baru minum

obat teratur 2 tahun ini, pasien biasanya konsumsi amlodipine 1x 10 mg


Pemeriksaan fisik:
TD 180/110
Pemeriksaan Penunjang : Diagnosis kerja: Hipertensi grade II
Anjuran pemeriksaan:
Rontgen Thoraks
EKG
Rencana terapi:

Amlodipin 1 x 10 mg pada hari pertama


Candesartan 1 x 8 mg
Pengkajian:
Nonmedikamentosa
Menjaga pola hidup sehat dengan cara asupan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan untuk mempertahankan berat badan pasien yang saat ini IMT : 20,99
(normal). Edukasi dan diberikan food recall untuk mengatur pola makan,
konsumsi sayur dan buah, hindari lemak jenuh, karena pasien ini memiliki DM
diajurkan menurunkan asupan garam menjadi 2400 mg atau 1-3 gram bagi pasien
yang menderita DM dan hipertensi. Pasien dianjurkan juga untuk aktivitas fisik 30
menit minimal 3-4 kali/minggu. Hal ini dianjurkan juga untuk memperbaiki
sensitivitas insulin dan menjaga kebugaran tubuh, dan melancarkan aliran darah.6

Medikamentosa
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg secara
kronis. Berdasarkan klasifikasi JNC VII, hipertensi dapat dikategorikan
menjadi prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2. Pada kasus ini,
pasien memiliki riwayat hipertensi yang baru diketahui 5 tahun lalu. Saat
masuk RS tekanan darah pasien didapatkan 180/110 mmHg dan termasuk
kepada kriteria hipertensi grade II. Dalam litelatur dikatakan hipertensi grade
II direkomendasikan menggunakan 2 kombinasi obat, biasanya dapat
diberikan golongan Ace-Inhibitor, ARB, Beta bloker, Calsium Channel bloker,
Tiazid.7

Rekomendasi terapi hipertensi bagi lansia yang mengalami diabetes


melitus berdasarkan JNC-7. Pasien dengan penyakit DM, direkomendasikan
untuk menggunakan ACE inhibitor atau ARB. Pada pasien ini diberikan obat
amlodipine 1 x 10 mg dan candesartan 1 x 8 mg.7
Amlodipin 1 x 10 mg
Amlodipine adalah golongan calcium channel blocker, dengan dosis 2,510 mg/hari. Pada kasus pasien diberikan amlodipine 1x 10 mg yaitu dosis
maksimal. Amlodipine ini sudah dikonsumsi rutin sejak 2 tahun lalu.
Pemberian obat golongan CCB pada pasien ini tepat karena sesuai dengan
guideline diatas, dimana pemberian obat hipertensi pada pasien tua atau usia
>55 tahun dapat diberikan CCB. Yang harus di evaluasi adalah efek
sampingnya seperti lemas, pusing, nyeri kepala, mual, dan yang paling sering
adalah bengkak pada kaki. Calcium channel blocker (CCB) bekerja dengan
menghambat masuknya Ca kedalam otot polos pembuluh darah sehingga tidak
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah dan menurunkan resistensi perifer yang
disebabkan oleh angiotensin II dan perangsangan reseptor alfa. Pada otot
miokard juga menyebabkan kontraktilitas miokard juga menurun.3,4
Candesartan 1 x 8 mg
Candesartan adalah golongan ARB dimana cara kerjanya adalah
menurunkan

tekanan

darah

melalu

sistem

renin-angiotensin.

ARB

menghambat angiotensin II dengan reseptor, sehingga menyebabkan


vasodilatsi, penurunan vasopressin dan mengurangi sekresi aldosteron. Secara

umum jarang menimbulkan komplikasi fatal, biasanya pusing, sakit kepala,


diare, dispepasia. 3,4
Untuk pengendalian hipertensi pada DM dengan cara menurunkan TD
sesuai dengan sasaran yaitu sistol > 13o/80 mmHg. Dan ditambah perubahan
gaya hidup, pola hidup sehat, aktivitas fisik, kurangi konsumsi garam. Pada
pasien diberikan ARB dan CCB. Karena pada pasien dengan TD > 140/90
mmHg diberikan terapi farmakologis langsung, dan diberikan kombinasi jika
target terapi tidak dapat di capai.6
3. Diabetes Mellitus tipe II
Atas dasar
Anamnesis:
Pasien juga memiliki riwayat DM sejak 5 tahun lalu, baru diketahui saat masuk
RS karena gula darah > 500 mg/dl. Sebelumnya pasien mengalami makan
berlebih, cepat haus, tidak merasa kenyang, sering BAK, lemas dan merasa fungsi
seksualnya menurun, dan berat badan yang menurun. Keluhan lain seperti

kesemutan tangan dan tungkai disangkal, luka yang sukar sembuh disangkal.
Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan penunjang: GDS 135 / GDP 124 / GD2PP 82
Diagnosis kerja: diabetes melitus tipe 2, normoweight, terkontrol
Pemeriksaan anjuran:
Kurva gula darah harian
GDP dan GD2PP
HbA1C
Profil lipid
Rencana terapi: melanjutkan obat yang dikonsumsi rutin yaitu metformin 3x 500
mg
Pengkajian:
Norfamakologis
Evaluasi komplikasi mikroangipati dan makroangipati dan evaluasi
riwayat penyakit, PF, evaluasi labratorium/penunjang lain (GDP dan GD2PP,
HbA1c, profil lipid pada keadaan puasa, kreatinin serum, albuminuria, keton,
sedimen, dan protein urin, EKG, rontgen dada), rujukan ke bagian lain. Selain
itu edukasi tentang DM, promosi perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya.
Terapi nutrisi medis: kebutuhan kalori 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah
atau dikurangi faktor seperti jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan BB ideal dilakukan degan rumus Broca: BBI= 90% x (tinggi
badan dalam cm 100) x 1 kg

Aktivitas fisik, kegiatan jasmani yang dianjurkan: instensitas sedang (5070% denyut nadi maksimal) minimal 150 menit/minggu atau aerobik 75
menit/minggu. Aktivitas dibagi dalam 3 hari per minggu dan tidak ada dua

hari berturutan tanpa aktivitas fisik.6


Medikamentosa
Metformin 3x 500 mg
Metformin yang di konsumsi pasien bekerja menurunkan produksi glukosa di

hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin.
Absorpsi di usus dan eksresi melalui urin, denga masa paruh 2 jam. Di indikasikan
kepada DM tipe 2, diberikan monoterapi atau terapi kombinasi dengan antidiabetes
oral, DM tipe 2 dan tipe 1 dalam kombinasi dengan insulin. Dosis dimulai dari 500
mg 2-3 kali/hari. Pada pasien ini diberikan metformin 3x 500 mg setelah makan. Obat
ini berinteraksi dengan cimetidine yang dapat meningkatkan konsentrasi metformin
dalam serum. Efek Samping mual, muntah, diare, serta metallic taste, asidosis laktat .
3,4

Metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua pasien
DM tipe 2 kecuali pada mereka yang punya kon-traindikasi terhadap metformin
misalnya antara lain gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum 1,5 mg/dL pada pria dan
atau 1,4 mg/dL pada wanita), gangguan fungsi hati, gagal jantung kongestif, asidosis
metabolik, dehidrasi, hipoksia dan pengguna alkohol. Namun, karena kreatinin serum
tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya pada usia sangat lanjut,
maka metformin sama sekali tidak dianjurkan pada lansia >80 tahun. Metformin
bermanfaat terhadap sistem kardiovaskular dan mempunyai risiko yang kecil terhadap
kejadian hipoglikemia.8
Karena pasien memiliki hasil kreatinin 1,3 mg/dl dan masih dibawah 1,5
mg/dl. Maka kita harus evaluasi fungsi ginjal pada pasien ini yang rutin konsumsi
metformin. Jika kadar kreatinin pasien suatu saat > 1,5 mg/dl maka dapat dianjurkan
penggantian obat dengan golongan sulfonilurea. Obat ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan merupakan pilihan utama
pada pasien dengan BB kurang, dapa juga diberikan pada pasien dengan BB berlebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan dan dalam berbagai keadaan seperti
pada orangtua, gangguan fungsi jantung, hati dan ginjal tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang. Dapat diberikan obat yang cara kerja cepat seperti
glikuidon. Glikuidon diabsorpsi di usus mencapai kadar dalam plasma maksimun 2-3

10

jam. Di eksresi sebagian besar pada feses lewat empedu. Obat ini dapat digunakan
pada pasien gangguan fungsi ginjal karena obatnya tidak terakumulasi.3,4,6
BAB III
PENGKAJIAN POLIFARMASI

Pada pasien tn. UH 60 tahun, mengalami multipatologi yaitu


gastroenteritis, diabetes mellitus dan hipertensi grade II diberikan lebih dari 5
obat yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

IVFD RL 500 cc 30 tpm


Cotrimoxazole 2x2 tablet
New diatab 3x2 tablet
L -Bio 2x1 sachet
Candesartan 1x8mg
Amlodipine 1x10mg
Ondansentron 3x 4 mg
Omeprazole 2x 20 mg
Metformin 3x500mg

Pemberian cairan isotonis sudah tepat dengan memberikan RL yang


mengandung lebih banyak elektrolit dibanding NaCl 0,9% agar mencegah
pasien ke dalam keadaan dehidrasi. Dari segi harga relative sama. Penyerapan
dalam jumlah besar dapat menyebabkan overloading cairan. Penggunaan
intravena dapat di lepas, jika klinis pasien sudah membaik dilihat dari asupan
makan dan minum dan keluhan mual yang berkurang.
Cotrimoksazole yang mengandung kombinasi sulfamethoxazole dan
trimetrhopim dengan perbandingan 5:1.Tidak ada interaksi khusus pada
penyakit yang di derita pasien yaitu DM dan hipertensi. Penyakit-penyakit
yang berinteraksi dengan obat ini seperti gangguan hati, gangguan ginjal.
Untuk pemberian probiotik pada pasien geriatric, pengobatan diare dengan
menggunakan probiotik merupakan pilihan tepat dimana cara kerjanya untuk
memproduksi antibakteri dan beberapa probiotik punya kemampuan
proteolitik, kompetitif adhesi dengan bakteri pathogen terhadap mukosa usus.
Pengobatan ini dianjurkan untuk lansia dari pada antibiotik.9
Pasien ini diberikan antibiotic dan probiotik, walaupun dikatakan
probiotik dianjurkan dari pada antibiotic, mengingat sistem imun orang tua
juga menurun dan hasil laboratorium pasien mengalami leukositosis, saya
menyarankan penggunaan antibiotik.

11

Activated attapulgite untuk pengobatan simtomatik pada diare nonspesifik. Dosis

600 mg pertablet, dan dihentikan jika klinis diare sudah

membaik, dilihat dari konsitensi kotoran yang sudah kembali padat atau
frekuensi BAB berkurang. Pada pasien gejala BAB cair sudah membaik dan
konsistensi sudah mulai lunak, sehingga terapi ini bisa di hentikan.
Pasien dengan DM dan memiliki hipertensi dapat meningkatkan resiko
kejadian kardiovaskular. Saat ini pasien mendapatkan kombinasi CCB dan
ARB. Dimana ARB ini adalah lini pertama pada pasien dengan DM, dan dapat
dikombinasi dengan golongan CCB yang aman bagi pasien usia lanjut. Dalam
penelitian disimpulkan bahwa kombinasi ini dapat lebih efektif mengontrol
tekanan darah pada pasien DM.10
Untuk saat ini obat metformin masih dapat dilanjutkan akan tetapi harus di
evaluasi kadar kreatinin pasien. Untuk obat-obat yang saat ini di konsumsi
pasien, tidak ada interaksi, yang berinteraksi dengan metformin contohnya
cimetidine yang meningkatkan konsentrasi metformin dalam serum.
Untuk mengatasi mual, di berikan ondansentron adalah antagonis reseptor
serotonin 5-HT3 yang dapat berfungsi sebagai antiemetik di tingkat SSP. Obat
ini efektif untuk mual dan muntah yang akut. Efek samping konstipasi, nyeri
kepala, reaksi hipersensitivitas, aritmia, hipotensi, bradikardi. Interaksi jika
diberikan bersama rifampisin akan menurunkan kadar ondansentron dalam
plasma. Hal yang sama juga terjadi pada penggunaan bersama carbamazepine
dan fenitoin. Harga Rp. 6000/ampul. Dipilih karena mual pasein ini akut dan
bekerja langsung ke pusatnya.
Metformin vs Cotrimoksazole (moderate interactions)
Menggunakan

metformin

bersama

dengan

trimetoprim

dapat

meningkatkan efek metformin. Karena dapat mengalami kelemahan,


meningkatkan kantuk, denyut jantung yang lambat, rasa dingin, nyeri otot,
sesak napas, sakit perut, merasa berkepala cahaya, dan pingsan. Jadi pada
pasien ini selama menggunakan obat antibiotick di pantau kadar gula
darahnya.11
Cotrimoxazole vs Candesartan ( moderate interactions)

12

Menggunakan trimethoprim bersama-sama dengan candesartan dapat


meningkatkan kadar kalium dalam darah. Tingginya kadar kalium dapat
berkembang menjadi kondisi yang dikenal sebagai hiperkalemia, yang dalam
kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal, kelumpuhan otot, irama
jantung yang tidak teratur, dan serangan jantung. Jika pada orang tua dapat
terjadi dehidrasi, memiliki penyakit ginjal, diabetes, atau gagal jantung.
Penting sekali menjaga asupan cairan yang cukup selama pengobatan dengan
obat tersebut. 11

BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan pada kasus ini menyarankan pemberian obat dan dosis
pada pasien Tn. UH 60 tahun yang sudah mengalami perbaikan dari

13

keluhan utamanya yaitu BAB cair. Pasien masih merasa mual namun
berkurang dibanding sebelumnya. Untuk terapi cairan bisa di hentikan
mengingat pasien makan dan minumnya sudah baik. Dan untuk menjaga
reaksi kotrimoksazol dan candesartan, dapat menjaga asupan cairan
melalui oral, karena pengobatan antibiotiknya tidak jangka panjang. Untuk
obat antibiotik diberikan 5-7 hari dan evaluasi hasil laboratorium, obat
antihipertensi dan DM dilanjutkan dengan memantau kadar kreatinin
pasien. Untuk keluhan mualnya bisa diberikan :
1. Cotrimoksazol 2x 960 mg (untuk 5-7 hari)
2. Candesartan 1x 8 mg (rutin)
3. Amlodipine 1x 10 mg (rutin)
4. Ondansentron 3x 4 mg (kalau perlu)
5. Metformin 3x 500 mg (rutin)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing, 2009
2. Leksana E. SIRS, Sepsis, Keseimbangan Asam Basa, Syok dan Terapi Cairan.
CPD IDSAI Jateng- Bagian Anastesi dan Terapi Intensif FK Undip Semarang.
2006
3. Gunawan GS,dkk. Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Farmakologi
dan terapi, edisi 5. Jakarta. 2007
4. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 10 2010/2011

14

5. DSouza AL, Rajkumar C, Cooke J, Bulpitt CJ. Probiotics in prevention of


antibiotic associated diarrhoea: meta-analysis. BMJ 2002; 324:1361-7
6. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: PERKENI, 2011
7. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC). Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JN-7).
US: NIH Publication; 2003
8. Kurniawan, Indra. Diabetes Tipe 2 pada Usia Lanjut. Klinik Usila Puskesmas
Pangkalbalam, Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung. Maj Kedokt Indon,
Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010
9. Fatimah, Nurmawati. Peran Probiotik Terhadap Terapi Diare Pada Lansia.
Departemen Farmakologi FK Airlangga.
10. Kalbe Medical. Kombinasi ARB-Amlodipine Lebih Efektif Mengontrol Tekanan
Darag daripada Dosis Tinggi. 2012
11. http://www.drugs.com/

15

Anda mungkin juga menyukai