Anda di halaman 1dari 162

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS

GIZI ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA)


DI PUSKESMAS SEPATAN KECAMATAN SEPATAN
KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009

Disusun Oleh :
UCU SUHENDRI
NIM : 105104003490

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI


ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN
KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (SKep)

Disusun Oleh :
UCU SUHENDRI
NIM: 105104003490

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama

: Ucu Suhendri

NIM

: 105104003490

Jurusan

: Ilmu Keperawatan

Fakultas

: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya sini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, November 2009

Ucu Suhendri

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi, November 2009
Ucu Suhendri, NIM: 105104003490
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak diBawah Lima Tahun (Balita)
Di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009

xxiv + 117 halaman, 22 tabel, 4 skema, 3 lampiran

ABSTRAK
Menurut Riskesdas tahun 2007 status gizi anak balita di Provinsi Banten berdasarkan
BB/U menunjukan prevalensi dengan gizi buruk 4,4% dari total Nasional (5,4%) dan gizi kurang
12,2 % (total Nasional 13,0%) dan Pada tahun 2006 Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
mencatat sekitar 18 ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak 17.150
bayi dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya menderita gizi buruk dari 280 ribu bayi di
Kabupaten Tangerang. Sedangkan dari laporan Pemantauan Status Gizi (PSG) balita Puskesmas
Sepatan bulan Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi buruk sebanyak 154 balita dan 414 balita
dengan gizi kurang dari total balita yang ditimbang sebanyak 6.207 balita atau sekitar (81,75%).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dan hubungan antara variabel dependen
dan independen di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Penelitian ini
menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, dimana pengumpulan data
dilakukan pada bulan September 2009. Sebagai sampel penelitian adalah anak balita umur 0-59
bulan. Variabel dependen adalah status gizi anak balita dan variabel independen adalah
pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga,
jenis kelamin, umur balita, dan penyakit infeksi. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat
dan analisa bivariat (Chi-Square) dengan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 107 anak balita di Puskesmas Sepatan
diperoleh balita dengan gizi kurang sebesar 57%. Sebagian besar balita berasal dari keluarga
yang pendidikan ibunya masih rendah SLTP (77.6%), ibunya yang tidak bekerja (89.7%),
sekitar 98.1% pendapatan keluarga balita masih rendah, sebagian besar ibu balita pengetahuan
tentang gizinya tinggi (97.2%), persentase balita perempuan (56.1%) lebih banyak dibandingkan
balita laki-laki, persentase umur 13-36 bulan lebih banyak yaitu sebesar (60.7%), balita yang
jumlah anggota keluarga 6 orang (70.1%), dan balita yang menderita penyakit infeksi ringan
sebesar (86.9%) dan infeksi berat (13.1%). Dari hasil analisa bivariat diperoleh hasil p-value >
0,05 bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu,
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, umur balita, dan penyakit infeksi
dengan status gizi di Puskesmas Sepatan Kecamtan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
ii

Berdasarkan penelitian yang diperoleh, disarankan kepada pihak Puskesmas untuk lebih
meningkatkan kegiatan monitoring dan penilaian status gizi secara berkala yang dilaksanakan
dalam Pos Gizi dan Klinik Gizi. Untuk ibu balita dengan gizi kurang agar lebih memperhatikan
pola makan dan asupan konsumsi makan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap anak balita. Saran
untuk penelitian lain yang akan mempelajari tentang status gizi anak balita dan faktor-faktornya
agar meneliti dengan sampel yang lebih besar dengan pendekatan kualitatif dengan rancangan
penelitian seperti kohort, dan meneruskan dengan analisa multivariat.

Referensi: 51 (1988-2008)

iii

FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCE


NURSING PROGRAM STUDY
ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
Undergraduated Thesis, November 2009
Ucu Suhendri, NIM: 105104003490

The Factors Associated With Nutritional Status of Children Under Five Years (Toddlers)
The District Health Center Sepatan Tangerang Year 2009
xxiv + 117 pages, 22 tables, 4 images, 3 attachment

ABSTRACT

According to the 2007 year Riskesdas nutritional status of children under five in Banten
province on the basis of BW/U showed a malnutrition prevalence of 4.4% of national total
(5.4%) and 12.2% under nutrition (13.0% national total) and in the 2006 Tangerang District
Health Office recorded about 18 thousand infants under five years suffer from malnutrition. The
total number of infant in Tangerang regency was 280.000 babies. Within those number 17.150
infants with under nutrition and other 1.180 infants suffer from malnutrition. While the monthly
Nutrition Status Monitoring report (PSG) in Sepatan health center for infants under five years
conducted in August 2008 there were 154 infants with malnutrition and 414 infants with under
nutrition from the total number of infants which 6.207 infants who were weighed, or
approximately (81.75%).
This study aims to look at the picture and the relationship between the independent and
dependent variables in Sepatan district health center Tangerang. This study uses a quantitative
design with a cross-sectional approach, where data collection conducted in September 2009. As a
sample of research is children under the age of 0-59 months. Dependent variable was the
nutritional status of children under five (toddler) and the independent variables were maternal
education, maternal knowledge, maternal employment, family income, family size, gender, age
of infants, and infectious diseases. Analysis is used univariate and bivariate analysis (ChiSquare) with 5%.
The results showed that 107 children under five at district health centers obtained in
Sepatan, the percentage of infants with under nutrition was 57%. Most infants came from
families who had low mother's education junior (77.6%), the mother who does not work
(89.7%), approximately 98.1% of familys income is still low, most of mothers had high
knowledge about nutrition (97.2%), percentage female infants (56.1%) more than male infants,
the percentage of aged 13-36 months more in the amount (60.7%), the number of infants 6
iv

family members of people (70.1%), and toddler who suffer from a mild infectious diseases
(86.9%) and severe infection (13.1%). Bivariate analysis p-value > 0.05 which means there is no
relationship between maternal education, maternal knowledge, maternal employment, family
income, family size, gender, age infants, and infectious diseases with nutritional status in the
district health center Sepatan Tangerang District in 2009.
Based on that research results, is in recommended to the health center especially in
nutritional clinic monitoring and evaluation for nutritional status of the infants periodically. For
mothers who have children with under nutrition should pay more attention about their food
intake and quality of nutritious food based on their needs. Other recommendation for other
research to continue the study related to nutritional status of children and the factors influences
to nutritional status using qualitative research.

References: 51 (1988-2008)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK
DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN
KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi


Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, November 2009

Pembimbing I

Pembimbing II

Ahmad Eru S. SKp, M.Kep., Sp. Kom

Bambang P. Cadrana, SKM, MKM

NIP: 1966 10011 9880 21 001

NIP: 196902051994031003

vi

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAN NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi


Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 18 oktober 2010


Penguji I

Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat


NIP: 132 146 260

Penguji II

Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM


NIP: 19790520 200901 1012

Penguji III

Diah Juliastuti, M.Kep, Sp.Mat


NIP: 19750702 2000 12 2 001

vii

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tien Gartinah, MN

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And

viii

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Ucu Suhendri

Tempat/Tanggal Lahir

: Sukabumi, 13 April 1986

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status

: Belum Menikah

Kewarganegaraan

: Indonesia

Alamat

: Jl. Raya Curug Pareang Km. 3 RT 05 RW 02 Buni Asih


Desa Sindang Resmi Kecamatan Jampang Tengah
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat 43171

No. Telepon/Hp

:(021) 98771547/085710340478

e-mail

: ichikawa_hirata@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:
1.

SD Negeri 1Sirna Sari

(1993-1999)

2.

SLTP Negeri 1 Jampang Tengah

(1999-2002)

3.

SMA Negeri 1 Jampang Tengah

(2002-2005)

4.

S-1 Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(2005-2009)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis
sampaikan kepada baginda Rassulallah SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi
Allah SWT. Dengan penuh kesadaran skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan
Dengan Status Gizi Anak diBawah Lima Tahun (Balita) di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 masih banyak yang harus diperbaiki dalam
penyusunannya.
Selama penulisan skripsi ini penulis mendapat banyak dukungan dan doa dari beberapa
pihak, sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1) Bapak Prof. Dr. (Hc). dr. M. K. Tadjudin Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3) Bapak Ahmad Eru S. SKp, M.Kep., Sp. Kom., sebagai dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan pengembangan pemikiran dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4) Bapak Bambang P. Cadrana, SKM, MKM, sebagai dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan pengembangan pemikiran dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5) Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat, Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM dan
Diah Juliastuti, M.Kep, Sp.Mat sebagai dosen penguji sekaligus pembimbing yang telah
memberikan masukan dan arahan demi penyusunan skripsi ini.
6) Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna
bagi penyusun, beserta Civitas Akademik Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah
membantu kelancaran dalam proses perkuliahan.

xi

7) Dr. Indra Suardi, selaku kepala Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan yang telah
memberikan izin penelitian.
8) Ibu Farida Haryati, SKM selaku ketua Klinik gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan dan Teh Fitri Damayanti, AMG yang selalu membimbing, membantu, dan
menemani penulis dalam melakukan penelitian.
9) Teman-teman seperjuangan Ners 05 yang telah memberikan dukungan terima kasih
banyak, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Kedua Orang tuaku tercinta dan kakek nenekku tersayang yang telah memberikan dukungan,
doa, perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis dalam menempuh program Sarjana Strata
Satu (S-1). Kakak dan adik-adikku yang selalu memberikan inspirasi bagi penulis dalam
penulisan skripsi ini. Serta seluruh sanak saudaraku paman dan bibi yang selalu memberikan
dukungan moril dan materil.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penulisan atau skripsi ini dapat digunakan dengan
baik dan bermanfaat bagi penulis pada khususunya serta orang lain pada umumnya. Amin.

Jakarta, November 2009

Ucu Suhendri

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................

Halaman
i

ABSTRAK ......................................................................................................

ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ...............................................................

vi

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .........................................................

vii

DAPTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................

ix

LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................

xi

DAFTAR ISI...................................................................................................

xiii

DAFTAR SKEMA .........................................................................................

xix

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xx

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................

xxii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................

B. Rumusan Masalah ...........................................................................

C. Pertanyaan Penelitian ......................................................................

10

D. Tujuan Penelitian .............................................................................

12

1. Tujuan Umum .............................................................................

12

2. Tujuan Khusus ............................................................................

12

E. Manfaat Penelitian ...........................................................................

14

1. Bagi Peneliti ...............................................................................

14

2. Masyarakat (keluarga) ................................................................

15

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................................

15

4. Instansi Kesehatan (Puskesmas) .................................................

15
xiii

5. Pemerintah Daerah (Kabupaten) ...............................................

15

F. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................

16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Gizi ............................................................................

17

B. Zat Gizi .........................................................................................

18

1. Standar Kecukupan Gizi .........................................................

19

2. Konsep dan Kegunaan Angka Kecukupan Gizi .....................

19

C. Penilaian Zat Gizi .........................................................................

20

1. Pengukuran Antropometri ......................................................

21

2. Klasifikasi Status Gizi ............................................................

22

D. Nilai Gizi Pangan (Nutritional Value of Food) ............................

23

E. Kelompok Rawan Pangan dan Gzi ...............................................

24

F. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan ...........

25

1. Pertumbuhan ...........................................................................

25

2. Perkembangan ........................................................................

26

G. Prinsip Gizi Pada Balita ...............................................................

28

H. Mengatur Makanan Anak Usia Balita .. ...........

29

I. Faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita ........

30

1. Pendidikan ..............................................................................

30

2. Pengetahuan............................................................................

32

a. Tingkat Pengetahuan ........................................................

33

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat


Pengetahuan.....................................................................

35

3. Jenis Kelamin . ...........

35

4. Sosial Ekonomi ..................

36

5. Pekerjaan Ibu .. ...........

36

6. Pendapatan Keluarga .. ...........

37

7. Jumlah Anggota Keluarga .. ...........

38

xiv

J. Akibat Kurang Energi Protein (KEP) ... ...........

38

1. Kwashiorkor ... ...........

38

2. Marasmus ..............................................................................

40

3. Stunting dan Wasting ..............................................................

41

4. Penyakit Infeksi .....................................................................

41

K. Upaya Penanggulangan Gizi .......................................................

43

1. Strategi Penaggulangan Gizi ..................................................

46

2. Penanggulangan Gizi Menurut Depkes Kabupaten


Tangerang ...........

47

L. Penatalaksanaan Keperawatan .....................................................

48

1. Anamnesis.. ............

49

2. Pemeriksaan Jasmani ..............................................................

49

3. Pemeriksaan Laboratorium ............

50

M. Kerangka Teori . ...........

50

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Kerangka Konsep .. ........

53

B. Hipotesa Penelitian ........

54

C. Definisi Operasional . .........

55

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian .. ............

59

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel . ...........

59

1. Populasi ... ...........

59

2. Sampel . ...........

60

3. Teknik Pengambilan Sampel .............. ....

61

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ...........

62

D. Alat Pengumpul Data ...........

62

E. Metode Pengumpulan Data ........... ...

63

F. Pengolahan Data ............ ...

64

xv

G. Analisa Data ........... ..

65

1. Analisa Univariat .......... .

65

2. Analisa Bivariat... ............

66

BAB V HASIL PENELITIAN


A. Gambaran Tempat Penelitian ........................................................

67

1. Data Geografi ...........................................................................

68

2. Data Demografi ........................................................................

68

a. Jumlah Penduduk.................................................................

68

b. Jenis Pekerjaan ....................................................................

68

3. Visi dan Misi Puskesmas Sepatan ............................................

69

a. Visi Puskesmas Sepatan. .....

69

b. Misi Puskesmas Sepatan......................................................

69

4. Pelayanan Puskesmas ...............................................................

70

B. Hasil Analisa Univariat .................................................................

70

1.

Gambaran Status Gizi Anak Balita di Puskesmas


Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009 ............................................................................

2.

Gambaran Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .......

3.

72

Gambaran Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .......

5.

71

Gambaran Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .......

4.

70

73

Gambaran Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .......

74

6. Gambaran Umur Balita di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ........

75

7. Gambaran Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ........

76

xvi

8. Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Balita


di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang Tahun 2009 ...........................................................

77

9. Gambaran Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ........

78

C. Hasil Analisa Bivariat ...................................................................

79

1. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita .............

79

2. Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita ...............

80

3. Hubungan Pendapatan Dengan Status Gizi Balita ...................

81

4. Hubungan Jenis Kelamin Balita Dengan Status Gizi Balita ....

82

5. Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Balita .................

83

6. Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita ...........

84

7. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status


Gizi Balita ................................................................................

85

8. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita ..........

86

BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian .................................................................

88

B. Analisa Univariat ..........................................................................

89

1. Status Gizi Anak Balita ............................................................

89

2. Pendidikan Ibu..........................................................................

90

3. Pekerjaan Ibu ............................................................................

91

4. Pendapatan keluarga .................................................................

91

5. Jenis Kelamin Balita.................................................................

92

6. Umur Balita ..............................................................................

93

7. Penyakit Infeksi ........................................................................

94

8. Jumlah Anggota Keluarga ........................................................

96

9. Pengetahuan Ibu .......................................................................

97

C. Analisa Bivariat.............................................................................

98

1. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita .............

98

2. Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita ...............

99
xvii

3. Hubungan Pendapatan Dengan Status Gizi Balita ...................

100

4. Hubungan Jenis Kelamin Balita Dengan Status Gizi


Balita ........................................................................................

101

5. Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Balita ..................

102

6. Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita ...........

103

7. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status


Gizi Balita ................................................................................

104

8. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita ...........

105

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ..........................................................................................

107

B. Saran ....................................................................................................

110

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

113

LAMPIRAN

xviii

DAFTAR SKEMA

Nomor Skema

Halaman

Skema 2.1

Zat Gizi dan Fungsi Utamanya.................................................

Skema 2.2

Interaksi Antara Ketidakcukupan Asupan Gizi dengan

19

Penyakit Menurut Tomkins (1989) ..........................................

43

Skema 2.3

Penyebab Kurang Gizi .............................................................

52

Skema 3.1

Kerangka Konsep .....................................................................

53

xix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Halaman

Tabel 2.1

Pengukuran Antropometri yang Utama .......

21

Tabel 2.1

Klasifikasi Zat Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) ..

22

Tabel 2.3

Nilai Kepadatan Zat Gizi Beberapa Pangan

23

Tabel 2.4

Kecukupan Gizi Rata-rata Pada Anak Prasekolah ..

28

Tabel 3.1

Definisi Operasional .................................................................

55

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita di Puskesmas


Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009 ..

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

Tabel 5.3

71

Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Tabel 5.4

71

72

Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga di Puskesmas


Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009 .

Tabel 5.5

73

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di Puskesmas


Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009 .

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Umur Balita di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Tabel 5.7

74

75

Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi di Puskesmas


Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009.

76

xx

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Jumlah Anggota Keluarga Balita


di Puskesmas Sepaa tan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang Tahun 2009 ..

Tabel 5.9

77

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas


Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009

Tabel 5.1.1

78

Analisa Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Status


Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Tabel 5.1.2

79

Analisa Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Status


Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Tabel 5.1.3

80

Analisa Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dengan


Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ..

Tabel 5.1.4

81

Analisa Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Status


Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ..

Tabel 5.1.5

82

Analisa Hubungan Antara Umur Balita Dengan Status


Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ..

Tabel 5.1.6

83

Analisa Hubungan Antara Penyakit Infeksi Dengan


Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Tabel 5.1.7

84

Analisa Hubungan Antara Jumlah Anggota Keluarga


Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .

Tabel 5.1.8

85

Analisa Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Status


Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

86

xxi

DAFTAR SINGKATAN

AKG

: Angka Kecukupan Gizi

APBD

: Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

ASI

:Air Susu Ibu

Bapenas

: Badan Pendidikan Nasional

BB/U

: Berat Badan/Umur

BBLR

: Berat Badan Lahir Rendah

BKKBN

: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

BPS

: Badan Pusat Statistik

CI

: Confidence Interval

DDST

: Denver Development Screening Test

Depkes RI

: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

HDI

: Human Development Index

ISPA

: Infeksi Saluran Pernapasan Akut

IU

: International Unit

Kadarzi

: Keluarga Sadar Gizi

KB

: Keluarga Berencana

KEP

: Kurang Energi Protein

KKP

: Kurang Kalori Protein

MDGs

: Millenium Development Goals

MEP

: Malnutrisi Energi Protein

MP-ASI

: Makanan Pendamping Air Susu Ibu

PASI

: Pengganti Air Susu Ibu

xxii

PBB

: Perserikatan Bangsa-Bangsa

PHBS

: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PKG

: Pemantauan Konsumsi Gizi

PKK

: Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

PKMD

: Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

PMT

: Pemberian Makanan Tambahan

Posyandu

: Pos Pelayanan Terpadu

PSG

: Pemantauan Status Gizi/Penilaian Status Gizi

RDA

: Recommended Dietary Allowance

Riskesdas

: Riset Kesehatan Dasar

SD

: Standar Deviasi

SDM

: Sumber Daya Manusia

SKPG

: Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Susenas

: Survei Sosial Ekonomi Nasional

TB

: Tinggi Badan

UPGK

: Usaha Perbaikan Gizi Keluarga

WHO

: World Health Organization

xxiii

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia, dan merupakan investasi sumber daya
manusia yang paling mahal, serta memiliki kontribusi yang besar untuk
meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (Human Development Index-HDI).
Oleh karena itu menjadi keharusan bagi semua pihak untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat
(Depkes RI 2007).
Pembangunan suatu negara pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah
bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Keberhasilan pembangunan
nasional suatu negara ditentukan oleh ketersediaanya sumber daya manusia
(SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang
tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu
pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi
rendahnya kualitas SDM adalah Indek Pembangunan Manusia. Tiga faktor utama
penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (Azwar, 2004).
Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa kesehatan adalah keadaan
sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Makanan adalah sumber energi satu-satunya

bagi manusia untuk mencapai kesehatan. Karena jumlah penduduk yang terus
berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus tetap bertambah melebihi
jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai. Seperti telah
dikemukakan terdahulu, permasalahan yang timbul dapat mengakibatkan kualitas
dan kuantitas bahan pangan. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki
karena orang makan itu sebetulnya bermaksud mendapatkan energi agar tetap
bertahan hidup, dan tidak untuk menjadi sakit karena makanan. Dengan demikian
makanan sangat bermanfaat bagi anak balita (Slamet, 2004).
Dalam kesepakatan global yang dituangkan Millenium Development Goals
(MDGs) 2007 yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan 59 indikator, menegaskan
bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan
separuh dari kondisi tahun 1990. Seperti pada tujuan pertama MDGs yaitu
menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Dengan target pertama yaitu
menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya dibawah US$1 per
hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015. Target kedua
menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya
dalam kurun waktu 1990-2015 dengan (indikator 6) presentase anak-anak berusia
lima tahun yang mengalami gizi buruk (severe underweight), (indikator 7) yaitu
presentase anak-anak berusia lima tahun yang mengalami gizi kurang (moderate
underweight).
Sejalan dengan upaya mencapai kesepatan global, World Summit for Children
1990, International Conference on Nutrition 1992 di Roma dan World Food

Summit 1996 menetapkan sasaran program pangan dan perbaikan gizi yang harus
dicapai oleh semua negara. Sasaran global tersebut sampai saat ini menjadi salah
satu acuan pokok didalam pembangunan program gizi di semua negara termasuk
Indonesia. Pembangunan program pangan dan gizi di Indonesia selama 30 tahun
terakhir menunjukan hasil yang positif. Analisis penyediaan pangan tahun 1999
secara makro disimpulkan bahwa persediaan energi dan protein perkapita/hari
masing-masing sebesar 2.890 Kkal dan 62,7 gram, telah memenuhi kecukupan
yang dianjurkan. Masalah pangan baru terlihat pada tingkat konsumsi rumah
tangga. Data tahun 1998 menunjukan bahwa antara 49% sampai 53% rumah
tangga diberbagai daerah mengalami defisit energi (konsumsi < 70% kebutuhan
energi). Defisit pangan ditingkat rumah tangga disertai distribusi pangan antar
anggota keluarga yang tidak baik didasari pengetahuan atau perilaku gizi yang
belum memadai berakibat munculnya masalah kurang gizi (Adisasmito, 2007).
Masalah gizi kurang pada anak balita sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung yaitu
asupan makanan dan penyakit infeksi yang terkait satu sama lain. Sedangkan
faktor penyebab tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi pangan
dalam rumah tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan
kesehatan. Apabila anak tidak mendapatkan asupan makanan yang tidak cukup
akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit. Status gizi
seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan individu, karena
disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit

infeksi, juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, bahkan status gizi janin
yang masih berada dalam kandungan dan masih menyusu sangat dipengaruhi oleh
status gizi (Depkes RI, 2004).
Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap generasi mendatang.
Anak yang menderita gizi kurang akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik
dan

perkembangan

mental.

Gangguan

pertumbuhan

diartikan

sebagai

ketidakmampuan untuk mencapai tinggi badan tertentu sesuai dengan umumnya,


gangguan pertumbuhan juga merupakan akibat dari gangguan yang terjadi pada
masa balita, bahkan pada masa sebelumnya, dan pertumbuhan fisik anak menjadi
terhambat (anak akan mempunyai tinggi badan lebih pendek). Perkembangan
mental dan kecerdasan terhambat, anak akan mempunyai IQ lebih rendah. Setiap
anak yang berstatus gizi buruk mempunyai risiko kehilangan IQ 10-13 poin
(Depkes RI, 2002).
Pertumbuhan anak yang kurang gizi akan tidak sempurna, termasuk
pertumbuhan organ tubuhnya. Banyak organ tubuh yang berkualitas rendah.
Penyakit kekurangan gizi, bila tidak terlalu parah jarang menyebabkan kematian,
kecuali karena timbulnya komplikasi. Penyakit penyulit justru mudah timbul
karena status gizi sedemikian. Penyakit penyulit yang sering terjadi sebagai
kekurangan gizi adalah penyakit menular. Anak yang kekurangan gizi tidak
mampu membentuk antibodi (daya tahan) terhadap penyakit infeksi. Sebagai
akibatnya, anak-anak ini sering kali terkena penyakit sehingga pertumbuhannya

terganggu dan sering pula tidak sembuh sempurna dan menjadi penyandang cacat
(Slamet, 2004).
Ketidakstabilan ekonomi, politik dan sosial, dapat berakibat pada rendahnya
tingkat kesejahteraan rakyat yang dapat mencerminkan masalah gizi kurang dan
gizi buruk di masyarakat. Upaya mengatasi masalah ini bertumpu pada
pembangunan ekonomi, politik dan sosial yang kondusif sehingga mampu
menurunkan tingkat kemiskinan setiap rumah tangga untuk mewujudkan
ketahanan pangan dan gizi serta memberikan akses kepada pendidikan dan
pelayanan kesehatan (Bapenas, 2007).

Data yang dicatat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2004
ada 5.119.935 anak balita yang menderita gizi kurang dan gizi buruk. Kondisi gizi
buruk, termasuk busung lapar yang belakangan terungkap, sebenarnya dapat
dicegah. Gizi buruk sebenarnya masalah yang bukan hanya disebabkan oleh
kemiskinan. Juga karena aspek sosial-budaya yang ada di masyarakat kita,
sehingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang tercapainya gizi yang
memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga) (Kompas.com, 2009).

Seperti laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Bangladesh terdapat


dua juta anak usia antara 6 bulan sampai lima tahun menderita kurang gizi akut
dan merupakan masalah yang besar yang tengah dihadapi Bangladesh. Sedangkan
dari laporan UNICEF dan Institusi Kesehatan Nutrisi Publik, tiap satu dari empat
rumah tangga di Bangladesh mengalami kekurangan pangan dan dari dua juta

yang kekurangan gizi terdapat setengah juta yang menderita malnutrisi akut dan
dari hasil survey 58% rumah tangga mengaku sulit mendapatkan makanan yang
cukup sepanjang tahun 2008 akibat kenaikan harga bahan pangan (Kompas.com,
2009).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan prevalensi gizi buruk
Nasional menurun (5,4%) jika dibandingkan dengan hasil Susenas 2005 (8,8%),
namun masalah anemia di Indonesia masih berada diatas ambang batas masalah
kesehatan. Dimana presentase berat badan lahir rendah (BBLR) 12 bulan terakhir
menurut Provinsi yaitu sekitar 11,5% dari 33 Provinsi. Sedangkan prevalensi
status gizi anak balita menurut BB/U berdasarkan wilayah (Kota dan Desa) yaitu
prevalensi gizi buruk wilayah Kota sebesar 4,2%, dan wilayah Desa 6,4% dimana
prevalensi gizi kurang wilayah Kota sebesar 11,7% dan wilayah Desa 14,0%
dengan prevalensi Nasional 13,0% (Depkes RI, 2008).
Menurut Riskesdas tahun 2007 status gizi anak balita di Provinsi Banten
berdasarkan BB/U menunjukan prevalensi dengan gizi buruk 4,4% dari total
Nasional (5,4%) dan gizi kurang 12,2 % (total Nasional 13,0%), dan berdasarkan
TB/U terdapat 20,6% (total Nasional 18,8%) balita sangat pendek dan 18,3%
balita pendek dari total Nasional (18,0%), sedangkan prevalensi status gizi
berdasarkan (BB/TB) sangat kurus 6,6% (total Nasional 6,2%) dan 7,5% balita
kurus dari total Nasional (7,4%) (Depkes RI, 2008).

Pada tahun 2006 Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mencatat sekitar 18


ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak 17.150 bayi
dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya mendapat gizi buruk dari 280 ribu bayi
di Kabupaten Tangerang. Kepala Subdinas Kesehatan Keluarga Kabupaten
Tangerang dr. Shirley mengatakan, jika tidak diatasi masalah kekurangan gizi
akan berpengaruh pada perkembangan otak bayi. Perkembangan dan
pertumbuhan otak pada manusia terjadi pada usia 6-23 bulan atau dibawah usia 2
tahun (Gizi.net, 2006).
Dari data program gizi Puskemas Sepatan tahun 2008 di wilayah Kecamatan
Sepatan terdapat keluarga miskin dengan jumlah 44,51% dari 8 Desa. Sedangkan
dari laporan Pemantauan Status Gizi (PSG) balita Puskesmas Sepatan bulan
Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi buruk sebanyak 154 balita dan 414
balita dengan gizi kurang dari total balita yang ditimbang sebanyak 6.207 balita
atau sekitar (81,75%). Presentase balita gizi buruk berdasarkan golongan umur
yaitu 3,9% (umur 0-11 bulan), 46,75% (umur 12-35 bulan), dan 49,35% (umur
36-59 bulan). Dengan presentase gizi buruk bedasarkan jenis kelamin di wilayah
UPT Puskesmas Sepatan sekitar 55,84% laki-laki dan 44,16% perempuan.
Dalam alquran telah ditetapkan oleh Allah SWT mengenai ukuran yang benar
dalam soal makanan, dalam firmanNya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan(Al Araf: 31).

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi (Al Baqoroh: 168)
Alquran menganggap gizi adalah sarana bukan tujuan. Ia merupakan sarana
penting untuk mencapai tujuan kehidupan manusia. Allah menciptakan di dalam
diri manusia naluri yang selalu cenderung untuk makan, disamping menetapkan
hikmah bahwa kecenderungan ini disertai dengan indera untuk merasakan
makanan dan organ pencernaan.
Dengan semakin berkembangannya masalah kurang gizi di masyarakat, maka
sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) yang sudah ada perlu diaktifkan
kembali terutama di tingkat kecamatan. Sistem ini akan berjalan efektif apabila di
tunjang oleh kerja sama lintas sektoral yang baik antara sektor Pertanian,
Kesehatan, BKKBN dan dikoordinasi langsung oleh camat setempat. Ujung
tombak untuk mengetahui pelaksanaan SKPG ada di Posyandu (sektor kesehatan)
karena efektivitas penimbangan berat badan anak balita dilakukan secara rutin.
Posyandu akan efektif memantau secara dini terjadinya masalah kekurangan gizi
di masyarakat. Penimbangan berat badan anak di posyandu perlu diprioritaskan
untuk wilayah kerja Puskesmas yang rawan pangan. Anak-anak yang sakit karena
kekurangan gizi yang berat akan dipantau melalui Balai Pengobatan Puskesmas.
Oleh karena itu, peningkatan efesiensi dan efektivitas manajemen program
pelayanan kesehatan merupakan alternatif terbaik untuk terus dikembangkan.

B. Rumusan Masalah
Masalah gizi kurang pada anak balita sangat dipengaruhi oleh dua faktor
penyebab. Pertama penyebab langsung, yaitu asupan makanan dan penyakit
infeksi yang terkait satu sama lain. Apabila anak tidak mendapatkan asupan
makanan yang tidak cukup akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap
penyakit. Kedua penyebab tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi
pangan dalam rumah tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan
kesehatan.
Rendahnya kualitas konsumsi pangan dipengaruhi oleh kurangnya akses
rumah tangga dan masyarakat terhadap pangan, baik akses pangan karena
masalah ketersediaan maupun tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh pada
daya beli rumah tangga terhadap pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan
sanitasi lingkungan dipengaruhi oleh pendidikan, pelayanan kesehatan, informasi,
pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial masyarakat untuk
pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang pada tahun 2006 tercatat
sekitar 18 ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak
17.150 bayi dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya mendapat gizi buruk dari
280 ribu bayi di Kabupaten Tangerang. Dari data program gizi Puskemas Sepatan
tahun 2008 di wilayah Kecamatan Sepatan terdapat keluarga miskin dengan
jumlah 44,51% dari 8 Desa. Sedangkan dari laporan Pemantauan Status Gizi

10

(PSG) balita Puskesmas Sepatan bulan Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi
buruk sebanyak 154 balita dan 414 balita dengan gizi kurang dari total balita yang
ditimbang sebanyak 6.207 balita atau sekitar (81,75%). Presentase balita gizi
buruk berdasarkan golongan umur yaitu 3,9% (umur 0-11 bulan), 46,75% (umur
12-35 bulan), dan 49,35% (umur 36-59 bulan). Dengan presentase gizi buruk
bedasarkan jenis kelamin di wilayah UPT Puskesmas Sepatan sekitar 55,84%
laki-laki dan 44,16% perempuan.
Berdasarkan uraian data di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti faktorfaktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan,
sebagai salah satu masukan informasi demi upaya penyelesaian masalah gizi
buruk dan gizi kurang di wilayah Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.

C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan untuk penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana gambaran status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
2. Bagaimana gambaran pendidikan ibu anak balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
3. Bagaimana gambaran pekerjaan orang tua anak balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

11

4. Bagaimana gambaran pendapatan keluarga anak balita di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
5. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
6. Bagaimana gambaran banyaknya jumlah anggota keluarga anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
7. Bagaimana gambaran jenis kelamin anak balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
8. Bagaimana gambaran umur anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
9. Bagaimana gambaran penyakit infeksi anak balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
10. Apakah ada hubungan antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga)
dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
11. Apakah ada hubungan antara pekerjaan orang tua dengan status gizi anak
balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009?
12. Apakah ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak
balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009?

12

13. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan
status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang Tahun 2009?
14. Apakah ada hubungan antara banyaknya jumlah anggota keluarga dengan
status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang Tahun 2009?
15. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
16. Apakah ada hubungan antara umur anak dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
17. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status
gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

13

b. Mengidentifikasi gambaran pendidikan ibu anak balita di Puskesmas


Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
c. Mengidentifikasi gambaran pekerjaan orang tua anak balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
d. Mengidentifikasi gambaran pendapatan keluarga anak balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
e. Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang gizi anak balita
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009.
f. Mengidentifikasi banyaknya jumlah anggota keluarga anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
g. Mengidentifikasi jenis kelamin anak balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
h. Mengidentifikasi gambaran umur anak balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
i. Mengidentifikasi gambaran penyakit infeksi anak balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
j. Mengidentifikasi hubungan pendidikan ibu dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
k. Mengidentifikasi hubungan pekerjaan dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

14

l. Mengidentifikasi hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi anak


balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009.
m. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
n. Mengidentifikasi hubungan antara banyaknya jumlah anggota keluarga
dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
o. Mengidentifikasi hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak
balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009.
p. Mengidentifikasi hubungan antara umur anak dengan status gizi anak balita
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009.
q. Mengidentifikasi hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak
balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009.

D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti:
a. Menambah pengetahuan dan untuk mengetahui berbagai masalah tentang
gizi pada anak balita.

15

b. Meningkatkan wawasan penulis tentang faktor-faktor apa saja yang


berhubungan dengan status gizi pada anak balita dan mampu mengenali
permasalahan dimasyarakat serta dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang
didapat dibangku kuliah ketengah masyarakat.
2. Masyarakat (keluarga):
Memberikan masukan kepada keluarga agar memperhatikan pentingnya gizi
bagi anak balita dan untuk mempertahankan tumbuh kembang balita secara
optimal sehingga didapatkan status gizi yang baik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya:
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh peneliti lain baik secara
teoritis maupun secara metodologis mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan satus gizi kurang anak balita.
4. Instansi Kesehatan (Puskesmas):
Memberikan masukan kepada pihak Puskesmas Sepatan dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan yang optimal dan pemulihan balita gizi buruk.
5. Pemerintah Daerah (Kabupaten):
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk para pembuat keputusan dalam
merencanakan

pengembangan

program

khususnya

bidang

kesehatan

lingkungan, sosial ekonomi dan peningkatan pengetahuan keluarga di bidang


kesehatan.

16

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini yaitu menggambarkan status gizi anak balita dengan gangguan
gizi, dengan karakteristik sosial ekonomi, sosio demografi, dan keadaan
kesehatan anak terhadap status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan dengan
melihat sejauh mana faktor- faktor tersebut dapat berhubungan dengan status gizi
anak balita.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang pada tahun 2009. Populasi penelitian ini adalah anak dibawah lima
tahun (0-59 bulan). Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan
rancangan penelitian secara cross-sectional.

17

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gizi
Istilah gizi dan ilmu gizi di Indonesia baru mulai dikenal sekitar tahun
1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris Nutrition. Kata gizi berasal
dari bahasa Arab ghidza yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza
dibaca ghizi. selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan
mengejanya sebagai nutrisi. Terjemahan ini terdapat dalam kamus umum
bahasa Indonesia Badudu-Zain tahun 1994.

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi


secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme

dan

pengeluaran

zat-zat

yang

tidak

digunakan

untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,


serta menghasilkan energi (Idrus, 1990).

Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan
antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. (Almatsier, 2005).

18

B. Zat Gizi
Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan didalam alat
pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrient. Zat tersebut
selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh.
Fungsi umum zat gizi tersebut ialah:
1. Sebagai sumber energi atau zat pembangun.
2. Menyumbang pertumbuhan badan.
3. Memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak.
4. Mengatur metabolisme dan mengatur keseimbangan air, mineral dan
asam-basa di dalam cairan tubuh.
5. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit sebagai
antibodi dan antitoksin.
Terdapat penggolongan lain bahan makanan berdasarkan fungsi zat gizi
tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Zat gizi penghasil energi, ialah karbohidrat, lemak, dan protein.
Zat gizi ini sebagian besar dihasilkan dari makanan pokok.
2. Zat gizi pembangun sel, terutama diperankan protein. Oleh karena itu,
bahan pangan lauk pauk digolongkan makanan sumber zat pembangun.
3. Zat pengatur, termasuk didalamnya vitamin dan mineral. Bahan pangan
sumber mineral dan vitamin adalah buah sayur.

19

Skema 2.1
Zat gizi dan fungsi utamanya

Karbohidrat

Prinsip

Sumber energi

Lemak
gizi pada

balita
Mineral

Setelah

Pertumbuhan
dan
mempertahnkan
jaringan

Protein

anak

Vitamin

berumur
satu
Air tahun

Regulasi proses
dalam tubuh

menunya
harusYuniastuti, 2008 Gizi dan Kesehatan.
Sumber:
bervariasi
untuk
1. Standar Kecukupan Gizi
mencegah
Standar
kecukupan gizi diperlukan sebagai pedoman yang dibutuhkan oleh
kebosanan
dan secara
diberi rata-rata dalam sehari untuk mencapai derajat optimal.
individu
susu,
Kebutuhan gizi setiap individu berbeda-beda tergantung beberapa faktor yang
serealia
mempengaruhinya.
Penilaian standar kecukupan gizi berpedoman pada Angka
(seperti
bubur Gizi (AKG). AKG yang digunakan sebagai pedoman adalah hasil
Kecukupan
beras, roti),
Widya Karya Pangan dan Gizi yang direvisi setiap lima tahun sekali.
daging,
sup,
2. Konsep dan Kegunaan Angka Kecukupan Gizi
sayuran
Pedoman
atau acuan jenis dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh
dan buahbuahan.
individu
secara rata-rata dalam satu hari sangat diperlukan. Berkaitan dengan itu
Makanan
padat yang
diberikan
tidak perlu
diblender

20

terdapat konsep kebutuhan gizi minimum sehari (minimum daily requirement),


yaitu jumlah zat gizi minimal yang diperlukan seseorang dalam sehari untuk
hidup sehat. Selain itu, juga dikenal konsep jumlah yang dianjurkan sehari
(recommended dietary allowance/RDA), yaitu standar gizi yang dianjurkan
untuk dimakan agar dapat menjamin kesehatan yang sebaik-baiknya. Dengan
demikian, RDA adalah suatu kecukupan rata-rata gizi setiap hari bagi hampir
semua orang (97,5%) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan
aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

C. Penilaian Status Gizi


Definisi Penilaian Status Gizi (PSG) adalah interpretasi dari data yang
didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengindentfikasi
populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk.
Tujuan Penilaian Status Gizi:
1. Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status
gizi.
2. Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari
masing-masing metode yang ada.
3. Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan,
dan implementasi untuk penilaian status gizi.

21

1. Pengukuran Antropometri
Pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri
gizi. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas dan tebal lemak kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk
mengukur status gizi dari bebagai ketidakseimbangan antara asupan dan
kebutuhan (Supariasa, 2002). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1
Pengukuran Antropometri yang Utama
Pengukuran
Tinggi badan

Komponen
Jaringan utama yang diukur
Kepala, tulang belakang, Tulang
tulang panggul, dan kaki
Berat Badan
Seluruh tubuh
Seluruh jaringan khususnya;
lemak, otot, tulang, tulang
dan air.
Lemak bawah kulit
Otot (secara tehnik lebih
sedikit digunakan di negara
maju)
Lingkar lengan
Otot, tulang
Lemak
(lebih
sering
digunakan secara tehnik di
negara maju)
Lipatan lemak
Lemak bawah kulit, kulit
Lemak
Sumber: Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assesment.
Oxford University Press dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat.

22

2. Klasifikasi status gizi


Pertimbangan dalam menetapkan batas ambang (cut-off point) status gizi
ini, adalah didasarkan pada asumsi resiko kesehatan:
a. Antara 2 SD sampai + 2 SD, tidak memiliki atau beresiko paling
ringan untuk menderita masalah kesehatan.
b. Antara 2 SD sampai 3 SD atau antara + 2 SD sampai + 3 SD,
memilki resiko cukup tinggi (moderate) untuk menderita masalah
kesehatan.
c. Dibawah 3 SD atau diatas + 3 SD memiliki resiko tinggi untuk
menderita masalah kesehatan.
Dalam keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002,
disebutkan status gizi anak bawah lima tahun, sebagai berikut:
Tabel 2.2
Klasifikasi Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita)
Indeks
Berat Badan menurut
Umur (BB/U)
Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U)
Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB)
*) SD = Standar Deviasi

Status Gizi
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
Normal
Pendek (stunted)
Gemuk
Normal
Kurus
Kurus sekali

Ambang Batas*)
> + 2 SD
- SD sampai + 2 SD
< - 2 SD sampai - 3 SD
< - 3 SD
- 2 SD
< - 2 SD
> + 2 SD
- 2 SD sampai + SD
< - 2 SD sampai - 3 SD
< - 3 SD

23

D. Nilai Gizi Pangan (Nutritional Value of Food)


Menurut UU RI No. 7 Tahun1996, mutu pangan (food quality) adalah nilai
yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar
perdangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Tampak jelas bahwa
nilai gizi pangan merupakan salah satu kriteria mutu pangan yang penting. Nilai
gizi pangan, atau mutu pangan dalam dimensi gizi, yaitu nilai kemanfaatan suatu
pangan terhadap kebutuhan baku tubuh akan energi dan zat gizi. Lebih rinci zat
gizi pangan diartikan sebagai asupan energi dan zat gizi yang dapat memenuhi
kebutuhan tubuh untuk beraktivitas (tenaga), pertumbuhan, pemeliharaan, dan
pengaturan reaksi biokimiawi tubuh. Oleh karena itu nilai gizi pangan perlu
dipertahankan dan diperbaiki agar bermanfaat bagi keseimbangan proses
biokimiawi dalam tubuh manusia.
Tabel 2.3
Nilai kepadatan zat gizi beberapa pangan (dalam 100 gram)
Energi dan zat
gizi
Beras
Energi (Kal)
18,3
Karbohidrat (g)
28,7
Protein (g)
15,2
Lemak (g)
1,3
Tiamin (mg)
26,0
Riboflavin (mg)
2,0
Niasin (mg)
22,9
Vitamin C (mg)
0
Vitamin A (RE)
0
Kalsium (Ca; mg)
6,6
Zat besi (Fe, mg)
5,0
Sumber: Tejasari (2005).

Kepadatan Zat , % AKG


Jagung Terigu Singkong Telur Ikan
17,3
16,7
7,7
9,9
5,4
26,8
28,1
13,4
0,3
1,7
18,4
18,0
2,0
26,0 37,2
5,2
1,3
0,4
20,4
1,5
38,0
10,0
6,0
13,0
3,0
6,0
3,5
*
31,5
5,0
12,9
7,1
*
1,4
20,0
0
0
51,7
0
0
15,3
0
0
7,5
0
1,1
2,4
8,6
13,8
7,3
15,0
8,1
6,9
20,6
43,8

Udang
3,4
0,03
31,6
0,3
1,0
2,5
12,1
0
1,8
11,3
37,5

Kedelai
19,1
9,1
80,8
22,3
52,0
6,0
8,6
0
0,8
24,7
62,5

24

Kandungan zat gizi (nutrient content) pangan menunjukan jumlah energi dan
zat gizi dalam pangan, namun tidak langsung menentukan nilai gizi pangan.
Sementara, konsep kepadatan zat gizi (nutrient density) lebih dapat digunakan
untuk menentukan suatu pangan bergizi atau tidak. Yang dimaksud dengan
kepadatan zat gizi adalah nisbah antara kandungan energi, atau zat gizi terhadap
kebutuhan energi, atau zat gizi yang dianjurkan (AKG atau angka kecukupan gizi).
Kepadatan zat gizi dinyatakan sebagai persentase terhadap energi, atau zat gizi
yang dianjurkan (% AKG). Konsep tersebut menjelaskan bahwa pangan bergizi
(nutrient food) adalah pangan yang mampu memberi sumbangan tinggi terhadap
kecukupan dan kebutuhan energi dan zat gizi yang dianjurkan. Oleh karena itu,
kepadatan zat gizi dapat digunakan untuk menilai suatu pangan lebih bergizi dari
jenis pangan yang lain.

E. Kelompok Rawan Pangan Dan Gizi


Kelompok masyarakat yang rawan (vunerable) terhadap pangan dan gizi
dapat dibedakan sesuai dengan:
a. Lokasi tempat tinggalnya, disebut rawan ekologis, misalnya daerah
terpencil.
b. Kedudukan/posisinya di masyarakat, disebut rawan sosio-ekonomis,
misalnya kelompok miskin.
c. Umur dan jenis kelamin, disebut rawan biologis.

25

Secara biologis kelompok yang paling rawan terhadap kekurangan pangan


atau gizi adalah bayi, balita dan anak sekolah, wanita hamil dan menyusui,
penderita penyakit dan orang yang sedang dalam penyembuhan, penderita cacat,
mereka yang diasingkan dan para jompo. Semua golongan ini sering kali dijumpai
pada masyarakat miskin dan tidak memliki lahan pangan.
Disektor pertanian, terdapat proporsi rumah tangga miskin yang sangat besar
(72,0%) dibandingkan dengan sektor lainnya (Irawan & Romdiati, 2000).
Kemiskinan inilah yang menjadi akar permasalahan dari ketidak mampuan
keluarga untuk menyediakan pangan dalam jumlah, mutu, dan ragam yang sesuai
dengan kebutuhan setiap individu untuk memenuhi asupan kebutuhan karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan
perkembangan, serta kesehatan jasmani maupun rohani.

F. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa
diukur dengan ukuran berat (gram, pound, dan kilogram), ukuran panjang (cm,
meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen
tubuh) (Soetjiningsih,1995).
Bogin (1988) mendefinisikan pertumbuhan sebagai meningkatnya secara
kuantitatif ukuran organ atau jaringan. Penambahan ukuran tinggi badan dakm

26

centimeter dan berat badan dalam kilogram menunjukan seberapa besar


pertumbuhan anak telah terjadi. Pertumbuhan jaringan tubuh seperti hati dan
otak juga dapat dijelaskan dengan mengukur jumlah, berat atau besar sel yang
ada. Sementara itu Johnston (1986) mendefinisikan pertumbuhan sebagai
peningkatan atau penurunan secara kuantitatif jaringan. Sedangkan Satoto
(1990) mengutif dari pendapat Hurlock (1978) menjelaskan bahwa istilah
pertumbuhan berbeda dengan perkembangan, walaupun tidak bisa dipisahkan
satu dengan yang lainnya. Pertumbuhan secara konseptual didefinisikan sebagai
perubahan kuantitatif dalam arti meningkatnya ukuran dan struktur.

2. Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut
adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan
sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dari lingkungan (Soetjiningsih,1995).
Frankerburg dkk (1981) melalui DDST (Denver Developmental Screening
Test) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai
perkembangan anak balita yaitu:

27

1) Personal social (kepribadian/tingkah laku sosial). Aspek yang


berhubungan

dengan

kemampuan

mandiri,

bersosialisasi

dan

berinteraksi dengan lingkunganya.


2) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi
yang cermat. Misalnya kemampuan memegang suatu benda dan
kemampuan untuk menggambar.
3) Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
4) Gross motor (perkembangan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek
perkembangan, seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina
Keluarga dan Balita) yaitu perkembangan:
1) Tingkah laku sosial
2) Menolong diri sendiri
3) Intelektual
4) Gerakan motorik halus

28

5) Komunikasi pasif
6) Komunikasi aktif
7) Gerakan motorik kasar.

G. Prinsip Gizi Pada Balita


Setelah anak berumur satu tahun menunya harus bervariasi untuk mencegah
kebosanan dan diberi susu, serealia (seperti bubur beras, roti), daging, sup, sayuran
dan buah-buahan. Makanan padat yang diberikan tidak perlu diblender lagi
melainkan yang kasar supaya anak yang sudah mempunyai gigi dapat belajar
mengunyah. Adakalanya anak tidak mau makan dan sebagai gantinya ibu
memberikan susu. Kebiasaan demikian akan mengarah kediet yang hanya terdiri
dari susu saja. Jika anak tidak mau makan makanan padatnya, jangan diberikan
susu sebagai pangganti akan tetapi bawa pergi makanan itu dan coba lagi jika anak
sudah tidak lapar.
Tabel 2.4
Kecukupan gizi rata-rata pada anak prasekolah
Golongan

Berat

Tinggi

Umum

Badan

Badan

1-3 tahun

12 kg

4-6 tahun

18 kg

Energi

Protein

89 cm

1220 Kkal

23 gram

108 cm

1720 Kkal

32 gram

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ke-4

29

Anak dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukan


pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi
setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur
yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi.
Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang hamil
muda dapat berpengaruh pada pertumbuhan seorang balita. Masa balita adalah
masa pertumbuhan sehingga memerlukan gizi yang baik. Bila gizinya kurang itu
akan berpengaruh pada kehidupannya di usia sekolah dan prasekolah.

H. Mengatur Makanan Anak Usia Dibawah Lima Tahun


Makanan memberikan sejumlah zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh
kembang pada setiap tingkat perkembangan dan usia, yaitu masa bayi, masa balita
dan masa usia prasekolah. Pemilihan makanan yang tepat dan benar, bukan saja
akan menjamin kecukupan gizi bagi tumbuh kembang fisik, tetapi juga
perkembangan sosial, psikologis dan emosional. Kebutuhan manusia akan zat gizi
untuk tiap kurun umumnya sama, dan hanya jumlah zat gizi yang dibutuhkan yang
berbeda. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, anak
memerlukan keteladan terutama dari lingkungan keluarga, guna menciptakan
makan dan pola makan yang sehat. Kedua, para orang tua hendaknya mendorong
anak menyenangi aneka ragam makanan. Penanaman kebiasaan makanan yang
baik dan sehat sejak usia dini dapat mengurangi resiko terjadinya gangguan
kesehatan yang bersumber pada kesalahan akan makan, seperti kurang gizi,

30

kegemukan (obesitas), penyakit kencing manis, penyakit kardiovaskuler dan


berbagai penyakit kronis.

I. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita


1. Pendidikan
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting
yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang
dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan
atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1987). Seseorang
dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan
yang memenuhi persyaratan gizi dibanding dengan orang lain yang
pendidikannya lebih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah, kalau
orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan
mustahil pengertian gizinya akan lebih baik (Apriadji, 1986).
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan
kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan didalam kesehatan.
Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik
praktis atau praktek pendidikan, oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan
adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep

31

dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti pendidikan itu terjadi
proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa,
lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat
(Notoadmodjo, 2003).
Pendidikan pada hakekatnya adalah:
a. Salah satu bentuk pemecahan masalah kesehatan dengan pendekatan
pendidikan.
b. Suatu bentuk penerangan pendidikan dalam pemecahan masalah
kesehatan masyarakat.
c. Suatu usaha untuk membantu individu, keluarga atau masyarakat dalam
meningkatkan kemampuan atau perilaku untuk mencapai kesehatan
secara optimal.
d. Didalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan,
perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa, lebih matang pada diri
individu, kelurga, kelompok, dan masyarakat.
e. Merupakan komponen vital dalam community health nursing sebab
peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan kesehatan mengandalkan
klien untuk memahami syarat-syarat pemeliharaan kesehatan.
f. Salah satu kompetensi yang dituntut dari tenaga keperawatan.
g. Salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap pemberian
asuhan keperawatan.

32

Unsur-unsur pendidikan
a. Input
Input adalah sasaran pendidikan yaitu individu, kelompok, masyarakat,
dan pendidik atau pelaku pendidikan.
b. Proses
Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain.
c. Output
Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau pelaku.
Perlu dipertimbangkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang
mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode
penyuluhan yang tepat. Dalam kepentingan gizi keluarga, pendidikan amat
diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam
keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Apriadji, 1986).

2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan
(beliefes), takhayul (supersitition, dan penerangan-penerangan yang keliru
(misinformation). (Soekanto, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

33

tertentu. Penginderaan terjadi melaui panca indera, penglihatan, pendengaran,


penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan hal yang
sangat utuh terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoadmodjo,
2003).
a. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan

yang

dicakup

dalam

domain

kognitif

menurut

Notoadmodjo (2003) mempunyai 6 tingkatan, yaitu:


1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, mengingat kembali temasuk (recall) terhadap sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara luas.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah di pelajari pada situasi atau kondisi nyata.

34

4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran penilaian
dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.
Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga
kenyataan: (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan; (2) setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika
makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan
untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi; (3) ilmu
gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

35

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan


1) Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan (Kuncoroningrat,
1997).
2) Pekerjaan
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan
cara mencari nafkah yang membosankan, berulang

dan banyak

tantangan (Erick, 1996).


3) Umur
Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang
tahun (Elizabeth, BH, 1995).

3. Jenis Kelamin
Kebutuhan zat gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan dan
biasanya lebih tinggi karena anak laki-laki memiliki aktivitas fisik yang lebih
tinggi. Khumaidi (1989) menyebutkan bahwa anak laki-laki biasanya
mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dalam hal makanan dibandingkan anak
perempuan. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa kekurangan gizi lebih
banyak terdapat pada anak perempuan daripada anak laki-laki.

36

4. Sosial Ekonomi
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah
tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan
keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar
kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat
pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan
terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.
Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Orang dengan tingkat
ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan untuk
makanan, sedangkan orang dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkurang
belanja untuk makanan. Berg (1986) mengatakan bahwa pendapatan merupakan
faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangannya.

5. Pekerjaan Ibu
Menurut Hurlock (1999), pengaruh ibu yang bekerja terhadap hubungan ibu
dan anak, sebagian besar bergantung pada usia anak pada waktu ibu mulai
bekerja. Jika ia mulai bekerja sebelum anak telah terbiasa selalu bersamanya
dan sebelum suatu hubungan terbentuk maka pengaruhnya akan minimal, tetapi
bila hubugan ibu dan anak telah terbentuk maka pengaruhnya akan
mengakibatkan anak merasa kehilangan dan kurang diperhatikan.

37

Menurut pudjiadi (2000), para ibu setelah melahirkan kemudian langsung


bekerja dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan membuat
bayi tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun
makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

6. Pendapatan keluarga
Pendapatan/kapita/bulan adalah besarnya rata-rata penghasilan yang
diperoleh seluruh anggota keluarga (ayah dan ibu, jika bekerja) dibagi dengan
jumlah anggota keluarga. Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumber
daya manusia, sehingga seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya
memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Pendapatan keluarga juga
tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya.
Pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja bekerja
diluar rumah (Susanti, 1999).
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak
dan status gizi anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan
anak baik primer maupun sekunder.
Berdasarkan hasil laporan statistik yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat
Statistik) diketahui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia tahun
2007 sebesar 17.600.000,- per orang/tahun. Artinya untuk keluarga dengan 4
orang (orang tua dengan 2 anak) didapat penghasilan keluarga sebesar Rp

38

6000.000,- per bulan (Anonim, 2008). Jika dihitung dalam per kapita penduduk
diperoleh sebesar Rp 1.500.000,- /kapita/bulan.

7. Jumlah anggota keluarga


Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya
cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang
diterima oleh anak. Lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat. Menurut Apriadji
(1986) jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi
makanan, yaitu jumlah dan distribusi makanan dalam rumah tangga. Dengan
jumlah anggota keluarga yang besar diikuti dengan distribusi makanan yang
tidak merata, dengan asumsi orang dewasa lebih banyak dari anak-anak akan
menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut menderita kurang gizi.

J. Akibat KEP (Kurang Energi Protein)


Kekurangan protein terdapat pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah.
Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada
anak-anak balita. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan
kekurangan energi yang menyebabkan kondisi malnutrisi yang dinamakan
marasmus.
1. Kwashiorkor
Istilah kwashiorkor pertama diperkenalkan oleh Dr.Cecily Williams pada
tahun 1933 ketika dia menentukan keadaan ini di Ghana, Afrika. Ditinjau dari

39

golongan umur, kwashiorkor sering terjadi pada anak balita. Angka kejadian
tertinggi pada umur 1 - 2 tahun, yaitu saat terjadinya penyapihan sedangkan
anak belum mengenal jenis makanan lainnya. Pada masa pertumbuhan balita
memerlukan

protein

lebih

banyak

dibanding

orang

dewasa,

apabila

keseimbangan energi protein tidak terpenuhi, maka setelah beberapa saat anak
akan menderita malnutrisi protein.
Gejala kwashiorkor
Gejala umum kwashiorkor adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis.
b. Edema.
c. Otot menyusut (kurus).
d. Depigmentasi rambut dan kulit.
e. Karakteristik di kulit: timbul sisik, gejala kulit itu disebut dengan flaky paint
dermatosis.
f. Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversibel.
g. Atropi dari kelenjar Acini dari pankreas sehingga produksi enzim untuk
merangsang aktivitas enzim atau mengeluarkan juice duodenum terhambat.
h. Anemia.
i. Masalah diare dan infeksi.

40

j. Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan sintesis


plasma protein pengikat retinol sehingga sering kali timbul gejala kebutaan
yang tetap atau permanen.
2.

Marasmus
Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan protein dan kalori yang
kronis. Karakteristik dari marasmus adalah berat badannya sangat rendah
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).
a. Gejala marasmus
Gejala umum maarasmus adalah:
1) Kurus kering.
2) Tampak hanya tulang dan kulit.
3) Otot dan bawah kulit atropi (mengecil).
4) Wajah seperti orang tua.
5) Keriput atau kulit wajah mengkerut.
6) Lemas, layu/kering.
7) Diare umum terjadi.
b. Masalah penyebab terjadinya marasmus
Marasmus terjadi karena adanya faktor-faktor sebagai berikut:
1) Masalah sosial yang kurang menguntungkan
2) Kemiskinan
3) Infeksi.

41

3. Stunting dan Wasting


Stunting (tubuh yang pendek) dan wasting (tubuh yang kurus) didiagnosis
melalui pemeriksaan antropometri.

Berat badan dan tinggi badan anak

dinyatakan dalam skor standar nilai tengah (median of reference) yang diterima
secara international sebagai acuan menurut usia dan jenis kelamin. Kekurangan
berat badan yang sedang (moderat) menunjukan bahwa berat badan menurut
usia yang kurang dari -2 SD dibawah nilai tengah/median dari NCHS (the
National for Center Health Statistics), stunting yang menunjukkan tinggi badan
menurut usia yang kurang dari -2 SD, dan wasting yang sedang menunjukkan
berat badan menurut tinggi badan yang kurang dari -2 SD. Nilai dibawah -3 SD
menunjukkan keadaan yang parah.
4. Penyakit Infeksi
Scrimshaw (1968, 2003) mengemukakan interaksi sinergis antara gizi
dengan infeksi. Dikemukakan bahwa kurang gizi sebagian besar diikuti dengan
infeksi, dan sebaliknya, infeksi akan mempengaruhi status gizi. Tomkins (1989)
menjelaskan proses hubungan antara kesakitan, kekurangan asupan gizi dengan
pertumbuhan seperti pada skema 2.2. Kurang gizi merupakan hasil interaksi
antara penyakit dan kecukupan asupan gizi. Kekurangan gizi akan menurunkan
daya tahan tubuh dan meningkatkan resiko dan meningkatkan infeksi.
Ketidakcukupan asupan gizi dapat menyebabkan kematian. Mekanisme dampak
infeksi terhadap pertumbuhan dijelaskan sebagai berikut. Infeksi menurunkan
asupan karena gangguan nafsu makan, mengganggu absorbsi zat gizi,

42

menyebabkan kehilangan zat gizi, meningkatkan metabolisme dan katabolisme


dan mengganggu transpor zat gizi.
Penyakit infeksi pada anak akan mengganggu metabolisme yang membuat
ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas. Jadi anak yang
terkena infeksi yang berulang dan kronis akan mengalami gangguan gizi dan
imunitas baik secara absolut maupun relatif (Syamsul, 1999). Diantara penyakit
infeksi, diare merupakan penyebab utama gangguan pertumbuhan anak balita.
Menurut Thomkin, et al. (1989) bahwa diare sering sebagai penyebab
kemerosotan status gizi dan di pihak lain status gizi yang jelek dapat menambah
lamanya sakit diare. Penelitian di Bangladesh dan Guatemala menunjukan
bahwa diare menyebabkan berkurangnya konsumsi makanan anak sekitar 2040%. Disamping itu kebiasaan orang tua mencegah pemberian makanan pada
anak yang menderita diare ikut memperburuk keadaan. Belum lagi akibat buruk
gangguan penyerapan zat-zat gizi karena peristaltik usus yang meningkat dan
malabsorpsi yang terjadi sewaktu diare (Jalal dan Sukirman, 1990) dalam
Minarto (2006).
Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare
atau demam akhirnya akan menderita kurang gizi, demikian juga pada anak
yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat
melemah dan dalam keadaandemikian akan mudah diserang infeksi, yang dapat
mengurangi nafsu makan dan akhirnya anak dapat menderita kurang gizi
(Depkes RI, 2000).

43

Skema 2.2.
Interaksi antara ketidakcukupan asupan gizi dengan penyakit menurut Tomkins
(1989).
Tidak cukup
asupan gizi

- Kehilangan zat
gizi
- Malabsorpsi
- Kelainan
metabolisme

- berat badan
turun/tidak cukup
- daya tahan turun
- kerusakan jaringan
Penyakit: - insidens
- Keparahan
- Lama sakit

K. Upaya Penanggulangan Gizi


Tujuan dari upaya penanggulangan masalah gizi di Indonesia menurut
DepKes RI (2002) secara garis besar adalah menurunkan prevalensi KKP pada
balita, prevalensi kekurangan vitamin A, prevalensi akibat kekurangan iodium,
prevalensi anemia gizi (terutama pada ibu hamil), dan upaya tersebut mendukung
upaya penurunan angka kematian bayi, balita, dan ibu hamil serta mendorong
makin terwujudnya pola keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Upaya
penanggulangan keempat masalah gizi utama tersebut dilaksanakan dalam bentuk
pelayanan langsung terhadap kelompok sasaran, dan pelayanan secara tidak
langsung di masyarakat.

44

Pelayanan langsung kepada kelompok sasaran dilaksanakan dalam bentuk


pelayanan gizi di Puskesmas dan di Posyandu. Pelayanan gizi di Posyandu
dengan sasaran khusus ibu dan anak, dipadukan dengan kegiatan pelayanan
kesehatan dasar dan KB (keluarga berencana). Sedang pelayanan tidak langsung
di masyarakat dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan gizi masyarakat, fortifikasi
bahan makanan dengan vitamin A atau zat iodium, dan pemanfaatan tanaman
pekarangan.
Kegiatan upaya langsung dan tidak langsung untuk penanggulangan KKP,
kekurangan vitamin A, dan anemia gizi, dilaksanakan dengan memantapkan
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dalam bentuk pelayanan gizi untuk ibu
dan anak diposyandu, dan dalam bentuk kegiatan lainnya di masyarakat, diluar
kegiatan posyandu.
UPGK adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan upaya peningkatan
gizi dalam tiap keluarga di Indonesia. Usaha ini termasuk lintas sektoral, yang
dilaksanakan Departemen terkait yaitu Kesehatan, Pertanian, BKKBN (Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Agama, Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK, dll. Kegiatannya antara lain berupa penyuluhan gizi masyarakat,
pelayanan gizi melalui Posyandu, dan peningkatan pemanfaatan tanaman. Dalam
rangka perbaikan keadaan gizi masyarakat pada umumnya, akan lebih dibina
peran serta masyarakat dan perusahaan swasta dalam kegiatan usaha perbaikan
gizi institusi, misalnya di Rumah Sakit, pabrik, perusahaan, lembaga
pemasyarakatan, dll. Disamping itu akan digalakkan penyuluhan gizi masyarakat,

45

pemanfaatan pelajaran ilmu gizi dan upaya perbaikan gizi sekolah, terutama di
sekolah tingkat dasar dan menengah. Disamping kegiatan-kegiatan diatas,
dilakukan pula program perbaikan makanan bayi dan anak, yang bertujuan
memperbaiki kebiasaan pemberian makanan pada bayi dan anak, termasuk
pemberian ASI, pengganti ASI (PASI), makanan pendamping ASI (MP ASI),
dalam rangka meningkatkan status gizi dan kesehatan anak berumur 0-5 tahun.
Upaya-upaya dalam rangka pencegahan dan penanggulangan kekurangan
vitamin A di Indonesia pada dasarnya adalah penyediaan vitamin A yang cukup
untuk tubuh, dan ditempuh dengan dua cara yaitu:
1. Penyuluhan untuk meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami
terutama sayuran hijau.
2. Suplementasi vitamin A yang dilakukan dengan dua cara yaitu secara
langsung dan tak langsung.
Cara langsung dilakukan dengan cara pemberian vitamin A dosis tinggi
(200.000 IU) secara periodik (2 kali setahun) pada umur 1-4 tahun di Puskesmas
maupun di Posyandu.
Cara tidak langsung dilakukan dengan menambahkan vitamin A pada bahan
makanan yang dikonsumsi oleh golongan sasaran secara luas, cara ini disebut
fortifikasi.

46

1. Strategi Penanggulangan Gizi

Menurut Menkes RI Siti Fadilah Supari (2005), strategi utama dalam


penanggulangan masalah gizi terdiri 4 butir yaitu menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat

untuk

hidup

sehat,

meningkatkan akses

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan


sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan serta meningkatkan
pembiayaan

kesehatan.

Dalam

menjalankan

strategi

utama

tersebut,

dilaksanakan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dasar (core values) yaitu


berpihak kepada rakyat, bertindak cepat dan tepat, kerja sama tim, integritas
yang tinggi, transparasi dan akuntabilitas.

Terdapat tiga sasaran yang hendak dicapai dalam menggerakkan dan


memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat yaitu seluruh desa menjadi desa
siaga, seluruh keluarga mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dan seluruh keluarga sadar gizi (Kadarzi). Penerapan ketiga sasaran
tersebut tidak secara terpisah-pisah, melainkan sesuatu yang kait mengkait.
Keluarga sadar gizi dapat menjadi awal tumbuhnya perilaku hidup sehat dan
pada gilirannya perilaku hidup bersih dan sehat akan membawa desa itu
menjadi desa siaga.

Desa siaga yaitu desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan untuk mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dalam rangka
mewujudkan Desa Sehat. Dalam tahun 2006 akan digerakkan 12 ribu desa

47

menjadi desa siaga dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat


Desa (PKMD).

Mengenai gizi buruk, Menkes menambahkan bahwa secara nasional upaya


pencegahan gizi buruk dilakukan melalui 3 tahap. Dalam jangka pendek,
dilaksanakan tatalaksana penanggulangan gizi buruk mencakup sistem
kewaspadaan dini secara intensif, pelacakan kasus dan penemuan kasus baru
serta menangani kasus gizi buruk dengan perawatan di puskesmas dan rumah
sakit. Dalam jangka menengah dilaksanakan revitalisasi puskesmas dan
Posyandu

dengan

mengaktifkan

kegiatan

preventif

dan

promotif,

meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan termasuk tatalaksana


gizi buruk bagi petugas rumah sakit dan puskesmas perawatan serta
pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi, pendidikan dan ketahanan pangan.
Sedangkan dalam jangka panjang, dilakukan dengan mengintegrasikan
program perbaikan gizi dan ketahanan pangan dalam program penanggulangan
kemiskinan dan pemberdayaan keluarga untuk menerapkan perilaku sadar gizi.

2. Penanggulangan Gizi Menurut Depkes Kabupaten Tangerang


Penanggulangan KEP dilakukan melalui beberapa intervensi yang
dilakukan pada saat skrining kasus, antara lain penyuluhan individual dan
konseling pengetahuan tentang pola asuh keluarga dan PMT dalam rangka
peningkatan keluarga sadar gizi serta Pemberian makanan tambahan (PMT)
pemulihan untuk balita gizi buruk. Pada kasus-kasus kronis gizi buruk yang

48

memerlukan rawatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) maka


kasus di rawat inapkan bahkan bila memerlukan rawatan lanjutan dapat di
rujuk ke RSUD, dengan biaya rujukan bersumber dari APBN melalui
Jamkesmas dan APBD Kabupaten Tangerang. Langkah-langkah yang telah
ditempuh cukup efektif didalam menurunkan angka gizi buruk dilapangan.
Dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi maka balita gizi buruk dan gizi
kurang merupakan prioritas untuk ditanggulagi setiap tahunnya.

L. Penatalaksanaan Keperawatan
Anak yang menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat di rumah sakit
kecuali yang menderita malnutrisi berat, kwashiorkor/marasmik kwashiorkor atau
malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah pasien yang perlu
diperhatikan ialah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadi komplikasi,
gangguan rasa aman dan nyaman/psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai makanan anak.
Anak yang menderita malnutrisi energi protein (MEP) yang berat pada
umumnya menderita anoreksia yang hebat sehingga sukar sekali untuk
memberikan makanan. Selain anoreksia juga menderita gangguan pada saluran
pencernaan sebagai akibat kurangnya enzim-enzim yang diperlukan untuk
pencernaan makanan; juga adanya atrofi vili usus mengakibatkan gangguan
penyerapan. Akibat tidak dicerna dan diserap dengan baik, makanan yang ada di
dalam usus tersebut menyebabkan berkembang-biaknya flora usus dan terjadi

49

diare. Padahal anak dengan defisiensi gizi yang berat memerlukan makanan tinggi
kalori dan protein (3-4 g/kg BB/hari dan 160-175 g/kg BB/hari).
Karena pada MEP/kwashiorkor toleransi terhadap makanan rendah maka
pemberian makanannya harus bertahap; caranya dimulai dari tahap penyesuaian
yaitu pemberian kalori dimulai dari 50 kalori/kg BB/hari dalam cairan 200 ml/kg
BB/hari pada kwashiorkor, dan 250 ml/ kg BB/hari pada marasmus.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada anak dengan gangguan gizi yaitu:
1. Anamnesis
Dengan anamnesis yang baik akan diperoleh informasi tentang riwayat
nutrisi selama dalam kandungan, saat kelahiran, keadaan waktu lahir (termasuk
berat badan dan panjang badan), penyakit dan kelainan yang diderita, data
imunisasi, data keluarga, serta riwayat kontak dengan penderita riwayat
penyakit tertentu.
2. Pemeriksaan Jasmani
Bermanfaat untuk memperoleh kesan klinis tentang tumbuh kembang.
Secara umum perlu diperhatikan bentuk tubuh serta perbandingan bagian
kepala, tubuh dan anggota gerak. Demikian pula keadaan mental anak yang
dapat kompos mentis, bersifat cengeng, atau apatik. Pada kepala yang perlu
mendapat perhatian khusus adalah rambut (warna, tekstur, mudah dicabut),
wajah (serupa anak sehat, orang tua susah, wajah bulan), mata yang mencakup
sinar mata (biasa, sayu, apatik), bulu mata (biasa atau lurus, panjang dan

50

jarang), dan gejala defisiensi vitamin A, serta mulut (stomatitis dan noma).
Pada abdomen mungkin tampak biasa atau membuncit, adanya asites,
hepatomegali, dan splenomegali. Terhadap ektremitas perhaitkan adanya
edema dan hipertropi otot.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Terutama mencakup pemeriksaan darah rutin seperti kadar haemoglobin
dan protein serum (albumin, globulin), serta pemeriksaan kimia darah lain bila
diperlukan (kadar hormon, perbandingan asam amino esensial dengan nonesensial, kadar lipid, kadar kolesterol).

M. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian dari berbagai literatur serta berbagai penelitian yang
dilakukan para peneliti sebelumnya tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan
status gizi anak balita, maka dapat dikatakan bahwa status gizi anak balita
ditentukan oleh berbagai faktor yang terdiri dari penyebab langsung dan tidak
langsung.
faktor penyebab langsung, yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi yang
terkait satu sama lain. Apabila anak tidak mendapatkan asupan makanan yang
tidak cukup akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit.
Faktor penyebab gizi kurang juga dapat disebabkan oleh tiga faktor penyebab
tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah

51

tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan.


Rendahnya kualitas konsumsi pangan dipengaruhi oleh kurangnya akses rumah
tangga dan masyarakat terhadap pangan, baik akses pangan karena masalah
ketersediaan maupun tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh pada daya beli
rumah tangga terhadap pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan sanitasi
lingkungan dipengaruhi oleh pendidikan, pelayanan kesehatan, informasi,
pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial masyarakat untuk
pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan.

52

Untuk lebih jelasnya variabel-variabel yang berhubungan dengan status gizi


tersebut ditunjukkan dalam skema 2.3.
Skema 2.3. Penyebab Kurang Gizi
Dampak

Kurang gizi
Makanan tidak seimbang

Tidak cukup
Persediaan
pangan

Pola asuh
anak tidak
memadai

Infeksi

Sanitasi dan air


bersih/pelayanan
kesehatan dasar
tidak memadai

Penyebab
langsung

Penyebab
tidak
langsung

Kurang pendidikan
Pengetahuan dan
ketrampilan

Kurangnya pemberdayaan wanita


dan keluarga, kurang pemanfaatan
sumberdaya masyarakat

Pokok
masalah di
masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Krisis Ekonomi,
Politik, dan Sosial

Akar
masalah

Sumber : UNICEF (1988) dengan penyesuaian dalam buku pengantar pangan dan
gizi oleh Baliwati, et el. 2004.

53

BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESA PENELITIAN, DAN DEFINISI
OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kepustakaan, diketahui bahwa banyak faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kekurangan gizi, namun dalam penelitian ini tidak semua
faktor dapat dianalisis. Dalam penelitian ini yang dianalisis hanya pendidikan ibu,
pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, jumlah
anggota keluarga, jenis kelamian anak, umur balita, dan penyakit infeksi. Maka
dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut:
Skema 3.1
Kerangka Konsep
Sosial ekonomi:
- Pendidikan ibu
- Pengetahuan ibu
tentang gizi
- Pekerjaan orang tua
- Pendapatan keluarga
STATUS
GIZI
ANAK
BALITA

Sosio demografi:
- Jumlah anggota keluarga
- Jenis kelamin anak
- Umur balita
Keadaan kesehatan anak/riwayat
penyakit:
- Penyakit infeksi
Keterangan:
Variabel Independen
Variabel Dependen

Variabel yang diteliti

54

B. Hipotesa penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kerangka konsep
penelitian maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut:
a. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
b. Ada hubungan antara pekerjaan orang tua dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
c. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
d. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi
anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009.
e. Ada hubungan antara banyaknya jumlah anggota keluarga dengan status gizi
anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009.
f. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
g. Ada hubungan antara umur anak dengan status gizi anak balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
h. Ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

55

C. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional

Pendidikan

Definisi
Cara ukur
operasional
Jenjang pendidikan Pertanyaan

Kuesioner (0) Rendah: <

ibu

formal terakhir

kepada

A No. 5

yang berhasil

responden

(1)Tinggi:

diselesaikan oleh

dengan

SLTP

responden.

menggunakan

Variabel

Alat ukur

kuesioner.

Hasil ukur

Skala
ukur
Ordinal

SLTP

(Depdiknas,
wajib belajar 9
tahun)

Pengetahuan Tingkat

Pertanyaan

Kuesioner (0): Pengetahuan Ordinal

ibu tentang

pemahaman ibu

kepada

D No. 1- kurang jika nilai

gizi

mengenai gizi anak responden


balita.

15

kurang dari

dengan

Median.

menggunakan

(1): Pengetahuan

kuesioner.

baik jika lebih


dari Median.

Pekerjaan ibu Bekerja atau tidak Pertanyaan


bekerjanya ibu

kepada

dalam rangka

responden

memberikan

dengan

penghasilan

menggunakan

tambahan pada

kuesioner.

keluarga.
(Miko, 2003)

Kuesioner (0): Tidak


A No. 6

bekerja
(1): Bekerja

(Miko, 2003)

Ordinal

56

Definisi
operasional
Pendapatan Perbandingan

Pertanyaan

Alat
Hasil ukur
ukur
Kuesioner (0): Ekonomi

per kapita/

antara jumlah

kepada

A No. 7

keluarga

pendapatan

responden

Rp. 1.500.000,-

keluarga terhadap

dengan

/kapita/bulan

seluruh jumlah

menggunakan

(1): Ekonomi

seluruh anggota

kuesioner.

menengah ke bawah

Variabel

Cara ukur

Skala
ukur
Ordinal

menengah ke atas:

keluarga.

< Rp. 1.500.000,-

(Orisinal, 2003)

/kapita/bulan.
(BPS, 2007)

Jenis

Menyebutkan

kelamin

bahwa anak laki- kepada


laki

Pertanyaan

Kuesioner (0): laki-laki


B No. 2

Nominal

(1): perempuan

biasanya responden

mendapatkan

dengan

prioritas yang lebih menggunakan


tinggi

dalam

hal kuesioner.

makanan
dibandingkan anak
perempuan.
(Khumaidi (1989)

Umur anak Lama hidup yang Pertanyaan


telah dijalani anak, kepada
dihitung

dalam responden

satuan bulan penuh dengan


(Orisinal, 2003)

menggunakan
kuesioner.

Kuesioner 1: 0-6 bulan


B No. 3

2: 7-12 bulan
3: 3: 13-36 bulan
4: 4: 37-59 bulan
(LIPI, 1998)

Ordinal

57

Jumlah

Banyaknya orang yang Pertanyaan

Skala
ukur
Kuesioner (0): 6 orang Ordinal

anggota

tinggal satu atap dan kepada

E. No. 1

keluarga

makan dalam satu dapur responden

(Morley

(BPS dalam Kartono et dengan

dalam

al, 2001)

menggunakan

Pudjiadi

kuesioner.

1997)

Variabel

Definisi operasional

Cara ukur Alat ukur Hasil ukur

(1): > 6 orang

Penyakit

Keadaan dimana pernah Pertanyaan

Kuesioner0: (0):Tidak

infeksi

atau

C No. 1-5 Ada penyakit

tidaknya

menderita

anak kepada

diare

atau responden

infeksi

ISPA dalam 2 minggu dengan

(1): Ada

terakhir

penyakit

sebelum/saat menggunakan

pengumpulan data.

kuesioner.

infeksi

Disebut menderita diare


apabila anak mengalami

(Sihotang,

buang air besar dengan

2007)

frekuensi 3 kali atau


lebih dalam satu hari
dan adanya perubahan
konsistensi
(lembek

tinja
atau

cair).

Disebut ISPA apabila


anak mengalami salah
satu

diantara

gejala-

gejala

seperti

demam/panas,

batuk,

dan pilek.

(Sihotang, 2007)

Ordinal

58

Variabel
Status gizi

Skala
ukur
balita, Penimbangan Dacin, 1. Gizi baik : - Ordinal

Definisi operasional
Keadaan
yang

gizi

diukur

dengan

BB/U

berdasarkan

indeks

antropometri:

Cara ukur Alat ukur Hasil ukur

Meteran.

2 SD s/d + 2
SD

2. Gizi kurang:

BB (Kg) yang diukur

< - 2 SD

dibandingkan

sampai - 3

umur,

dengan

menggunakan

standar WHO-NCHS.

SD
3. Gizi buruk:
4. < -3 SD

(Depkes, 1991)
(Menkes,
2002)

59

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang akan digunakan dalam
melakukan prosedur penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif,
dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan rancangan penelitian
kuantitatif dengan metode penelitian Cross-sectional (potong lintang) karena pada
penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu
(periode) yang sama. Rancangan penelitian deskriptif ini bertujuan untuk
menerangkan atau menggambarkan faktor-faktor apa saja yang berhubungan
dengan status gizi seperti pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan,
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin anak, umur balita,
dan keadaan kesehatan anak/riwayat penyakit (penyakit infeksi).

B. Populasi, Sampel dan Teknik pengambilan sampel


1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi
seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Hidayat,
2008). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua/ibu/bapak dengan anak

60

balita umur 0-59 bulan yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 568
orang di Kecamatan Sepatan.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Kriteria sampel penelitian ini
adalah orang tua/ibu/bapak dengan anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang dengan jumlah sampel sebanyak 107 orang yaitu
keluarga yang mempunyai masalah dengan status gizi anak balita.
Besar sampel dihitung berdasarkan Hipotesis beda dua proporsi dengan rumus
sebagai berikut:
[Z1/2 2 1

+ Z1 P 1 P + P(1 P)]
(P P)

Keterangan:
n

= Jumlah sampel yang dibutuhkan

Z1/2

= 1,96 (Derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan ()


sebesar 5%)

Z1

= 0,84 (Kekuatan uji sebesar 80%)

= 0,593 (Proporsi distribusi balita gizi buruk menurut tingkat


pendidikan berdasarkan penelitian di Kota Sukabumi Tahun 2006
oleh Sarikasih Harefa).

61

= P-20% (0,593-0.20= 0,393) Proporsi distribusi balita gizi buruk


menurut tingkat pendidikan berdasarkan penelitian di Kota
Sukabumi Tahun 2006 oleh Sarikasih Harefa dengan perbedaan 20%
dari proporsi awal.

= (P+P)/2 (0.593+0,393)/2= 0.493

[Z1/2 2 1

+Z1 P 1P +P(1P)]
(PP)

[1.96 2 0.493 10.493 +0,84 0.593 10.593 +0.393 (10.393)]


(0.5930.393)

= 97 orang

Dengan cadangan 10% untuk menghindari drop out responden

97
10%
100

9,7 sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 97+9,7 = 106,7
dibulatkan menjadi 107 orang.

3. Teknik pengambilan sampel


Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah aksidental sampling yaitu
dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara kebetulan bertemu.

62

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


Sebelum melakukan penelitian, peneliti akan melakukan uji validitas dan
realibilitas di Puskesmas Kampung Sawah Kecamatan Ciputat Kabupaten
Tangerang. Lokasi Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang. Puskesmas ini dipilih menjadi tempat penelitian
karena jumlah kasus balita gizi buruk dan gizi kurang cukup tinggi dibandingkan
dengan Puskesmas lain di Kabupaten Tangerang. Selain itu, penduduk di sekitar
wilayah Puskesmas ini tingkat perekonomiannya menengah kebawah dan masih
banyak keluarga dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, terdapat banyak anak
yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang sehingga akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan
bulan September Tahun 2009.

E. Alat Pengumpul Data


Alat yang digunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan data berupa
angket/kuesioner dengan beberapa pertanyaan hasil rancangan peneliti yang dibuat
sesuai tujuan penelitian yang akan dilakukan dan mengacu pada kerangka konsep.

63

F. Metoda Pengumpulan Data


Prosedur
Pengumpulan data dilakukan secara langsung memberikan kuesioner kepada
Ibu/orang tua dengan anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang dengan prosedur sebagai berikut:
1. Langkah awal yang dilakukan peneliti meliputi mengajukan surat
permohonan ijin penelitian kepada institusi pendidikan sebagai landasan
permohonan mengadakan penelitian di Puskesmas Sepatan yang dipilih
sebagai tempat pelaksanaan penelitian.
2. Kemudian

penelitian

dilanjutkan

di

puskesmas,

setelah

peneliti

memperoleh ijin dari pihak Puskesmas Sepatan.


3. Peneliti melakukan pendekatan pada masing-masing responden yang
memenuhi kriteria sampel dan untuk memperoleh kesediaannya menjadi
responden penelitian.
4. Responden memberikan kesediaannya menjadi subyek penelitian setelah
mendapat penjelasan mengenai tujuan penelitian, keuntungan penelitian,
dan cara pengisian kuesioner. Jika calon responden setuju untuk ikut serta
dalam penelitian ini harus menandatangani lembar persestujuan (informed
consent) dengan tanpa paksaan.
5. Peneliti akan menunggu responden sampai responden selesai mengisi
lembar kuesioner.

64

6. Sebelum

kuesioner

dikumpulkan,

responden

dipersilahkan

untuk

memeriksa kembali apakah lembar kuesioner yang sudah diisi sesuai


dengan petunjuk. Jika ada pertanyaan yang sulit dipahami, maka peneliti
akan menjelaskan kembali maksud pertanyaan tersebut.
7. Selama pengisian kuesioner, peneliti menimbang BB dan mengukur TB
anak.

G. Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data peneliti mengunakan langkah-langkah
pengolahan data diantaranya:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir
kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada
tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam
pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code
book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari
suatu variabel. Misalnya status pekerjaan dilakukan coding (0 = tidak bekerja
dan 1 = bekerja).

65

3. Entry data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam
master tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana atau bisa dengan membuat tabel kontingensi.
4. Processing data
Setelah semua isian kuesioner tersisi penuh dan benar, dan juga data sudah
dikoding, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis.
Proses pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan data dari
kuesioner ke paket program komputer pengolahan data statistik.
5. Cleaning data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah
dientri, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat
meng-entry data ke komputer.

H. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu menampilkan tabel
frekuensi tentang karakteristik responden sebagai variabel independen dalam
penelitian ini berdasarkan karakteristik sosial ekonomi (pendidikan ibu,
pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan, pendapatan keluarga), Sosio demografi
(jumlah anggota keluarga, jenis kelamin anak, umur balita), dan keadaan

66

kesehatan anak/riwayat penyakit (penyakit infeksi). Sedangkan variabel


dependen yaitu status gizi anak balita.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan independen yaitu sosial ekonomi (pendidikan ibu, pengetahuan
ibu tentang gizi, pekerjaan, pendapatan keluarga), Sosio demografi (jumlah
anggota keluarga, jenis kelamin anak, umur balita), dan keadaan kesehatan
anak/riwayat penyakit (penyakit infeksi) dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Tehnik analisa
yang dilakukan yaitu dengan analisa Chi-Square dengan menggunakan derajat
kepercayaan 95% dengan 5%, sehingga jika nilai P (p value) < 0,05 berarti
hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila
nilai p value > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak
ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.

67

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Tempat Penelitian


1.

Data Geografi
Puskesmas Sepatan merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Tangerang yang terletak di jalan raya Mauk Desa Sepatan Kecamatan
Sepatan. Dengan luas wilayah 11.030,326 Ha. Terdiri dari perumahan,
perkampungan, pesawahan, ladang dan sungai dengan luas pesawahan
2.305,093 Ha. Ketinggian dari permukaan laut 4-5 meter dan jarak ke Ibu
Kota Kabupaten 39 kilometer.

Puskesmas Sepatan terdapat di Desa Sepatan jalan raya Mauk Km 11,


dengan status kepemilikan tanah milik Pemerintah kabubaten Tangerang.
Batas-batas wilayah kecamatan Sepatan adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mauk dan Sukadiri.
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sepatan timur dan Paku
Haji.
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan
Periuk.
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Rajeg.

68

Jumlah desa wilayah kerja Puskesmas Sepatan terbagi menjadi delapan


desa:

2.

a.

Desa Sepatan

b.

Desa Pondok Jaya

c.

Desa Karet

d.

Desa Mekar Jaya

e.

Desa Pisangan Jaya

f.

Desa Kayu Bongkok

g.

Desa Kayu Agung

h.

Desa Sarakan

Data Demografi
a.

Jumlah Penduduk
Komposisi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sepatan berasal
dari penduduk asli dan penduduk pendatang. Jumlah penduduk menurut
jenis kelamin Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Tahun 2008 yaitu
laki-laki sebanyak 33.418 jiwa dan perempuan sebanyak 42.534 jiwa,
dengan jumlah keseluruhan 75.952 jiwa.

b. Jenis Pekerjaan
Lapangan pekerjaan penduduk Puskesmas Sepatan terdiri dari
petani, buruh, nelayan, pedagang, pengusaha, pengrajin, pedangang,
pengangkutan,

peternak,

PNS,

TNI

dan

POLRI.

Dengan

69

keanekaragaman profesi dan strata ekonomi menengah ke bawah,


tinggal di lokasi perumahan dan pedesaan. Namun masyarakat yang
ekonominya relatif rendah tinggal di perkampungan dengan sebagian
besar mata pencahariannya adalah buruh dan petani.

3.

VISI dan MISI Puskesmas Sepatan


a.

VISI Puskesmas Sepatan


Untuk mendukung visi Kabupaten Tangerang dan rencana strategi
pembangunan Pemerintah Tangerang dan khususnya Kecamatan
Sepatan dalam bidang kesehatan, maka dirumuskan Visi Pembangunan
Kesehatan Puskesmas Sepatan yaitu: PUSKESMAS SEPATAN
MENUJU PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU.

b. MISI Puskesmas Sepatan


Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, ditetapkan 3(tiga) misi
pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai berikut:
1). Meningkatkan kualitas dan kinerja SDM
2). Meningkatkan sarana dan prasarana, dan
3). Meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.

70

4.

Pelayanan Puskesmas

Jenis pelayanan Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan terdiri dari


Rawat Inap, Unit Gawat Darurat (UGD), ruang Rontgen, USG, Poned,
promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, balai pengobatan umum, balai
pengobatan gigi, balai kosultasi gizi, immunisasi, konsultasi kesehatan
remaja dan usila, usaha kesehatan sekolah (UKS)/UKGS, pencegahan dan
pemberantasan

penyakit,

kesehatan

lingkungan,

kesehatan

Jiwa,

pemeriksaan laboratorium sederhana, kesehatan mata, dan kesehatan


Telinga.

B. Hasil Analisa Univariat


1.

Gambaran Status Gizi Anak Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan


Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Status gizi dalam penelitian ini menggunakan indikator berat badan
menurut umur (BB/U). Berdasarkan perhitungan BB/U dikatakan kurang
jika memilki nilai > -3 SD s/d < -2 SD dan dikatakan baik jika memiliki nilai
> - 2 SD s/d < 2 SD (WHO, 2005). Hasil penelitian status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
menunjukkan bahwa anak balita dengan status gizi baik berjumlah 46 orang
(43%) dan anak balita yang mengalami gizi kurang sebanyak 61 orang
(57%). Gambaran status gizi dapat dilihat pada Tabel 5.1

71

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009

2.

Status Gizi

Jumlah

Persen (%)

Baik

46

43

Kurang

61

57

Total

107

100

Gambaran Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Distribusi frekuensi pendidikan ibu balita yang menjadi responden di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Pendidikan Ibu

Jumlah

Persen (%)

Tinggi

24

22.4

Rendah

83

77.6

Total

107

100

72

Dari tabel 5.2 terlihat bahwa dari 107 ibu balita yang menjadi responden
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang yang
berpendidikan berpendidikan tinggi sebanyak 24 orang atau sekitar 22.4 %
dan rendah yaitu sebanyak 83 orang atau sebesar 77.6% . Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan ibu tergolong rendah,
sehingga kemungkinan balita dapat mengalami gizi kurang. Sebab tingkat
pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang
diberikan kepada balitanya. Semakin tinggi pendidikan ibu maka akan
memberikan makanan yang semakin baik untuk balitanya, sehingga akan
memberikan dampak terhadap status gizi anak balitanya.

3.

Gambaran Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Distribusi frekuensi pekerjaan ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan
pada tabel 5.3.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Pekerjaan Ibu

Jumlah

Persen (%)

Tidak bekerja

96

89.7

Bekerja

11

10.3

Total

107

100

73

Dari tabel 5.3 terlihat bahwa dari 107 ibu di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang sebagian besar ibunya tidak
bekerja yaitu sebanyak 96 orang atau sekitar 89.7%. Jadi hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu mempunyai waktu lebih banyak
untuk merawat anaknya karena ibu tidak bekerja diluar rumah untuk mencari
nafkah, sehingga kemungkinan balitanya tidak mengalami gizi kurang.

4.

Gambaran Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan Kecamatan


Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Distribusi frekuensi pendapatan keluarga di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang
disajikan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Pendapatan Keluarga

Jumlah

Persen (%)

Tinggi

1.9

Rendah

105

98.1

Total

107

100

Dari tabel 5.4 terlihat bahwa dari 107 responden di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang sebagian besar pendapatan
keluarga masih rendah yaitu sebanyak 105 orang atau sekitar 98.1%. Hal ini

74

menunjukkan bahwa pendapatan keluarga dapat mempengaruhi status gizi


pada balita, jika suatu keluarga memiliki pendapatan yang besar serta cukup
untuk memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga maka dijamin kebutuhan
gizi pada balita akan terpenuhi.

5.

Gambaran Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan


Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Distribusi frekuensi jenis kelamin balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang
disajikan pada tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Jenis Kelamin Balita

Jumlah

Persen (%)

Laki-Laki

47

43.9

Perempuan

60

56.1

Total

107

100

Dari tabel 5.5 terlihat bahwa dari 107 balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 persentase balita
yang berjenis kelamin perempuan sekitar 56.1% (60 orang) lebih banyak
daripada laki-laki. Hasil ini menunjukkan bahwa yang sering mengalami
masalah gizi lebih banyak balita berjenis kelamin perempuan. Hal ini juga

75

bisa dimungkinkan jumlah balita yang berkunjung ke Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang lebih banyak balita perempuan
daripada balita laki-laki.

6.

Gambaran Umur Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Distribusi frekuensi umur balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan
pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Umur Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Umur Balita

Jumlah

Persen (%)

0-6 bulan

0.9

7-12 bulan

13

12.1

13-36 bulan

65

60.7

37-59 bulan

28

26.2

Total

107

100

Dari tabel 5.6 terlihat bahwa dari 107 balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 persentase balita
yang datang ke Puskesmas paling banyak umur 13-36 bulan sebanyak 65
orang atau sekitar 60.7%.

76

7.

Gambaran Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Distribusi frekuensi penyakit infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan
pada tabel 5.7.
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Penyakit Infeksi

Jumlah

Persen (%)

Berat

14

13.1

Ringan

93

86.9

Total

107

100

Dari tabel 5.7 terlihat bahwa dari 107 balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 persentase balita
yang menderita penyakit infeksi berat sebanyak 14 balita atau (13.1%) dan
yang menderita penyakit infeksi ringan sebanyak 93 balita atau sebesar
(86.9%).

77

8.

Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Balita di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Distribusi frekuensi jumlah anggota keluarga balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh
hasil yang disajikan pada tabel 5.8.
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Jumlah Anggota Keluarga Balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Jumlah Anggota
Keluarga

Jumlah

Persen (%)

6 orang

75

70.1

> 6 orang

32

29.9

Total

107

100

Dari tabel 5.8 terlihat bahwa dari 107 balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 sebagian besar balita
berasal dari keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari sama
dengan ( 6 orang) yaitu sebesar 70.1% atau sebanyak 75 balita. Sedangkan
sebagian kecil balita berasal dari keluarga yang jumlah anggota keluarganya
lebih dari 6 orang yaitu sebesar 29.9% atau sebanyak 32 balita.

78

9.

Gambaran Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan


Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Distribusi frekuensi pengetahuan ibu balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang
disajikan pada tabel 5.9.
Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Pengetahuan Ibu Balita

Jumlah

Persen (%)

Pengetahuan Tinggi

104

97.2

Pengetahuan Rendah

2.8

Total

107

100

Dari tabel 5.9 terlihat bahwa dari 107 ibu balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 sebagian besar ibu
balita pengetahuannya baik yaitu sebanyak 104 ibu balita atau sebesar
97.2%. Sedangkan hanya sebagian kecil ibu balita pengetahuan rendah yaitu
sebanyak 3 orang atau sebesar 2.8%.

79

C. Hasil Analisa Bivariat


Analisa bivariat ini yaitu untuk melihat adanya hubungan antara faktorfaktor yang diduga berhubungan seperti (pendidikan ibu, pekerjaan, pendapatan,
umur balita, jenis kelamin balita, jumlah anggota keluarga, penyakit infeksi, dan
pengetahuan ibu) dengan status gizi anak balita.

1.

Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita


Hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009
dapat dilihat pada tabel 5.1.1 berikut ini.
Tabel 5.1.1
Analisa Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi
Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang Tahun 2009
Status Gizi
Baik

Kurang

Jumlah

OR
95% CI

Kategori
Tinggi
Pendidikan
Ibu
Rendah
Total

(%)

(%)

(%)

10

14

24

41.7%

58.3%

100%

1.072

36

47

83

43.4%

56.6%

100%

0.4272.692

46

61

107

43.0

57.0%

100%

Pvalue

1.000

80

Dari tabel 5.1.1 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang
lebih banyak dialami oleh ibu yang memiliki pendidikan rendah yaitu
sebesar 47 balita daripada yang memiliki ibu berpendidikan tinggi 14 balita.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai P 1.000. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bemakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.

2.

Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita


Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat
pada tabel 5.1.2 berikut ini.
Tabel 5.1.2
Analisa Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009
Status Gizi

Kategori
Tidak
Pekerjaan bekerja
Ibu
Bekerja
Total

Baik

Kurang

Jumlah

n
(%)
40
41.7%
6
54.5%
46
43.0%

n
(%)
56
58.3%
5
45.5%
61
57.0%

n
(%)
96
100%
11
100%
107
100%

OR
95% CI

Pvalue

0.595
0.1702.086

0.620

81

Dari tabel 5.1.2 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang
lebih banyak dialami oleh ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak 56 balita
dibandingkan dengan ibu yang bekerja yaitu sebanyak 5 balita.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai P 0.620. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bemakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.

3.

Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita


Hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009
dapat dilihat pada tabel 5.1.3 berikut ini.
Tabel 5.1.3
Analisa Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi
Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang Tahun 2009
Status Gizi
Kategori
Pendapatan
Keluarga

Tinggi
Rendah

Total

Baik

Kurang

Jumlah

n
(%)
0
0%
46
43.8%
46
43.0%

n
(%)
2
100%
59
56.2%
61
57.0%

n
(%)
2
100%
105
100%
107
100%

P-value

0.269

82

Dari tabel 5.1.3 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang
lebih banyak dialami oleh keluarga yang berpendapatan rendah yaitu
sebanyak 59 balita dibandingkan dengan ibu yang berpendapatan tinggi yaitu
sebanyak 2 balita.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nila P 0.269. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bemakna secara statistik antara pendapatan dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.

4.

Hubungan Jenis Kelamin Balita Dengan Status Gizi Balita


Hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat
pada tabel 5.1.4 berikut ini.
Tabel 5.1.4
Analisa Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Status Gizi Balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009
Status Gizi

Kategori

Jenis
Kelamin

Laki-laki
Perempuan
Total

OR
95% CI

Pvalue

47
100%

1.542

0.815

60
100%
107
100%

0.7113.340

Baik

Kurang

Jumlah

n
(%)

n
(%)

n
(%)

23
48.9%

24
51.1%

23
38.3%
46
43.0%

37
61.7%
61
57.0%

83

Dari tabel 5.1.4 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang
lebih banyak dialami oleh balita perempuan yaitu sebanyak 37 balita
dibandingkan dengan balita laki-laki yaitu sebanyak 24 balita.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai P 0.815. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bemakna secara statistik antara jenis kelamin dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.

5.

Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Balita


Hubungan antara umur balita dengan status gizi balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat
pada tabel 5.1.5 berikut ini.
Tabel 5.1.5
Analisa Hubungan Antara Umur Balita Dengan Status Gizi Balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009
Status Gizi
Kategori

Umur
Balita

0-6
bulan
7-12
bulan
13-36
bulan
37-59
bulan
Total

Baik

Kurang

Jumlah

Pvalue

n
(%)
0
0%
6
46.2%
31
45.6%
9
36.0%
46
43.0%

n
(%)
1
100%
7
53.8%
37
54.4%
16
64.0%
61
57.0%

n
(%)
1
100%
13
100%
68
100%
25
100%
107
100%

0.684

84

Dari tabel 5.1.5 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang
lebih banyak dialami oleh balita umur 13-36 bulan yaitu sebanyak 37 balita
dibandingkan dengan balita umur 0-6 bulan hanya ada 1 balita.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai P 0.684. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bemakna secara statistik antara umur balita dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.

6.

Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita


Hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat
pada tabel 5.1.6 berikut ini.
Tabel 5.1.6
Analisa Hubungan Antara Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2009
Status Gizi
Baik

Penyakit
Infeksi

Kurang Jumlah

Kategori

n
(%)

n
(%)

n
(%)

Infeksi
Berat

6
42.9%

8
57.1%

14
100%

Infeksi
Ringan

40
43.0%

53
57.0%

93
100%

Total

46
43.0%

61
57.0%

107
100%

OR
95% CI

P-value

0.994
0.319-3.093

1.000

85

Dari tabel 5.1.6 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang
lebih banyak mengalami penyakit infeksi ringan yaitu sebanyak 53 balita
atau sekitar (57%) dibandingkan dengan balita yang gizi baik yaitu sebanyak
40 balita atau sekitar (43%).
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai P 1.000. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bemakna secara statistik antara penyakit infeksi dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.

7.

Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita


Hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009
dapat dilihat pada tabel 5.1.7 berikut ini.
Tabel 5.1.7
Analisa Hubungan Antara Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status
Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang Tahun 2009
Status Gizi
Baik
Kategori
Jumlah
Anggota
Keluarga

6 orang
> 7 orang
Total

Kurang Jumlah

n
(%)

n
(%)

n
(%)

33
44.0%
13
40.6%
46
43.0%

42
56.0%
19
59.4%
61
57.0%

75
100%
32
100%
107
100%

OR
95% CI

Pvalue

1.148
0.4962.660

0.913

86

Dari tabel 5.1.7 menunjukkan bahwa balita yang menderita gizi kurang
lebih banyak pada jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan 6
orang ( 6 orang) yaitu sebanyak 42 balita. Dengan menggunakan uji chisquare diperoleh nilai P 0.913. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bemakna secara statistik antara jumlah anggota keluarga
dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang tahun 2009.

8.

Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita


Hubungan antara pengetahuan dengan status gizi balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat
pada tabel 5.1.8 berikut ini.
Tabel 5.1.8
Analisa Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Status Gizi Balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009
Status Gizi

Kategori

Pengetahuan

Rendah
Tinggi
Total

Baik
n
(%)
0
0%
46
44.2%
46
43.0%

Kurang
n
(%)
3
100%
58
55.8%
61
57.0%

Jumlah
n
(%)
3
100%
104
100%
107
100%

P-value
0.350

87

Dari tabel 5.1.8 menunjukkan bahwa balita yang menderita gizi kurang
lebih banyak dari orang tua yang pengetahuannya tinggi yaitu sebanyak 58
balita daripada orang tua yang pengetahuannya rendah yaitu sebanyak 3
balita. Dengan perhitungan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai P
0.350. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna
secara statistik antara pengetahuan dengan status gizi balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.

88

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan cross sectional, variabel sebab dan
akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur untuk atau dikumpulkan
secara simultan (dalam waktu yang bersamaan). Penggunaan desain ini
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mengetahui hubungan kausal dari
masing-masing variabel. Akan tetapi desain ini memiliki keunggulan antara
lain cepat dan tidak memerlukan biaya yang cukup besar (Pratiknya, 2003).
Kerangka konsep pada penelitian ini hanya menghubungkan beberapa
faktor yang dapat berhubungan dengan status gizi balita yaitu pendidikan ibu,
pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah
anggota keluarga, jenis kelamin anak, umur

balita dan penyakit infeksi.

Sedangkan faktor-faktor lainnya tidak diteliti. Sehingga apabila tidak


ditemukan adanya hubungan antara status gizi dengan faktorfaktor tersebut,
maka ada kemungkinan status gizi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
tidak diteliti.

89

B. Analisa Univariat
1.

Status Gizi Anak Balita


Pada penelitian ini didapat hasil dari 107 orang responden anak
balita, ternyata ada 61 balita atau sekitar 57% balita menderita gizi
kurang. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kota
Tasikmalaya tahun 2002 berdasarkan hasil penelitian Miko yaitu sebesar
21,5% (163 balita), dan ini merupakan masalah yang serius mengingat
dampak yang diakibatkan oleh gizi kurang tersebut. Semakin banyak anak
balita yang menderita gizi kurang, maka daerah itu akan semakin
menghadapi sebagian masalah sumber daya.
Banyaknya jumlah anak yang menderita gizi kurang ini harus
mendapatkan perhatian yang serius agar keadaan tidak menjadi hal yang
buruk. Sebab jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menurunkan
derajat kesehatan anak dan menghambat pertumbuhan fisik dan mental
anak. Hal ini sesuai dengan penelitian Azwar (2000) yang menyebutkan
resiko relatif (RR) angka kematian bagi penderita gizi buruk adalah
sebesar 8,4 kali dan gizi kurang 4,6 kali dibandingkan anak balita dengan
gizi baik. Dengan demikian keadaan anank yang menderita gizi kurang,
pertumbuhan dan perkembangannya akan terhambat karena pada proses
pertumbuhan dibutuhkan zat gizi yang optimal.

90

2.

Pendidikan Ibu
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
pendidikan ibu tergolong masih rendah, sehingga kemungkinan balita
mengalami

masalah

kurang

gizi

bisa

terjadi.

Hasil

penelitian

menunjukkan bahwa sebagian besar balita gizi kurang di Klinik Gizi


Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009 berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya rendah ( SLTP) yaitu
sebesar 77.6%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sularyo, dkk (1984)
dan Riskesdas 2007. Menurut Sularyo, dkk (1984) dalam penelitiannya
menemukan bahwa lebih kurang 90% ibu dipedesaan yang diteliti
berpendidikan paling tinggi SD bahkan seperenamnya tidak sekolah.
Sedangkan menurut Riskesdas 2007 menyatakan bahwa semakin tinggi
pendidikan kepala keluarga maka semakin rendah prevalensi gizi buruk
dan gizi kurang pada balita, dan menunjukkan bahwa sebagian besar
balita gizi kurang berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya SLTP.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi
yang mereka peroleh. Sebab tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap
kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan kepada balitanya.

91

3.

Pekerjaan Ibu
Ibu yang tidak bekerja dalam keluarga dapat mempengaruhi asupan
gizi balita. Karena ibu berperan sebagai pengasuh dan pengatur konsumsi
makanan anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian balita yang mengalami gizi kurang di Klinik Gizi Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal
dari keluarga yang ibunya tidak bekerja sebesar 89.7%.
Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian ibu memiliki waktu yang
yang lebih banyak untuk mengasuh dan merawat anaknya karena ibu
tidak bekerja diluar rumah untuk mancari nafkah. Namun hal ini tidak
diimbangi dengan pemberian makanan yang seimbang dan bergizi pada
anak balitanya. Sebab tanpa diberi jaminan makananyang bergizi dan pola
asuh yang benar, maka anak akan mengalami kekurangan gizi.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Miko
(2003). Pada penelitian Miko (2003) didapatkan proporsi gizi kurang
pada anak umur 6-60 bulan mempunyai ibu tidak bekerja lebih banyak
(22,4%) dibandingkan dengan anak yang mempunyai ibu bekerja (19,9%)
di Kecamatan Bojongasih Kabupaten Tasikmalaya.

4.

Pendapatan Keluarga
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 107 ibu balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang sebagian besar

92

pendapatan keluarga masih rendah yaitu sebanyak 105 orang atau sekitar
98.1%. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga dapat
mempengaruhi status gizi pada balita, jika suatu keluarga memiliki
pendapatan yang besar serta cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi
anggota keluarga maka dijamin kebutuhan gizi pada balita akan
terpenuhi.
Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumber daya manusia,
sehingga seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki
pendapatan yang relatif tinggi pula. Pendapatan keluarga juga tergantung
pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan
keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja diluar rumah.

5.

Jenis Kelamin Balita


Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa jumlah balita gizi
kurang perempuan di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang tahun 2009 lebih tinggi daripada balita gizi kurang laki-laki.
Hal ini dikarenakan jumlah balita gizi kurang perempuan yang
berkunjung ke Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang tahun 2009 lebih banyak daripada balita gizi kurang laki-laki.
Jenis kelamin merupakan faktor gizi internal yang menentukan
kebutuhan gizi, sehingga pada waktunya ada hubungan antara jenis
kelamin dengan keadaan gizi (Apriadji, 1986). Jumlah balita gizi kurang

93

di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun


2009 lebih banyak pada balita perempuan (60 balita) daripada balita lakilaki (47 balita). Hal ini sejalan dengan yang di ungkapkan Khumaidi
(1989) yang menyebutkan bahwa anak laki-laki biasanya mendapatkan
prioritas yang lebih tinggi dalam hal makanan dibandingkan anak
perempuan. Tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
Riskesdas 2007 yang menyebutkan bahwa tidak nampak adanya
perbedaan yang mencolok antara prevalensi gizi buruk, kurang, baik dan
lebih antara balita laki-laki dan perempuan.
Status gizi balita perempuan seharusnya lebih tinggi daripada lakilaki, sebab pada balita perempuan pada usia dewasa akan mengalami
proses kehamilan. Sehingga ketika pertambahan berat badannya sesuai
dengan pertambahan usianya, maka risiko untuk mengalami berat badan
lahir rendah (BBLR) menjadi lebih kecil.

6.

Umur Balita
Umur balita merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan
gizi, sehingga umur berkaitan erat dengan status gizi anak balita. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 menunjukkaan balita yang
mengalami gizi kurang banyak terjadi pada umur 13-36 bulan yaitu
sebesar 60.7%.

94

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan


badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap
kilogram berat badannya. Karena makanan memberikan sejumlah zat gizi
yang

diperlukan

untuk

tumbuh

kembang

pada

setiap

tingkat

perkembangan dan usia, yaitu masa bayi, masa balita dan masa usia
prasekolah. Pemilihan makanan yang tepat dan benar, bukan saja akan
menjamin kecukupan gizi bagi tumbuh kembang fisik, tetapi juga
perkembangan sosial, psikologis dan emosional.
Hasil ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa
keseriusan masalah gizi menjadi lebih jelas terjadi pada kelompok umur
12-47 bulan, karena pada kelompok ini merupakan periode pertumbuhan
kritis dimana terjadi kegagalan pertumbuhan (growth failure). Kejadian
masalah gizi pada kelompok umur tersebut yang tinggal didaerah desa
lebih tinggi dibandingkan dengan kota. Dengan demikian usia 12-47
bulan merupakan usia rawan untuk menderita gizi kurang. Karena
semakin bertambah umur anak balita, berarti semakin besar pula
kebutuhan zat gizi bagi anak balita tersebut.

7.

Penyakit Infeksi Pada Balita


Hasil ini menunjukkan bahwa anak balita yang mengalami masalah
gizi beresiko menderita penyakit infeksi. Keberadaan penyakit infeksi
pada balita mengakibatkan balita kehilangan nafsu makan, sehingga balita

95

sering menolak makan yang berarti asupan zat gizi juga tidak ada.
Apalagi infeksi yang disertai muntah yang menghilangkan zat gizi yang
ada pada balita.
Penyakit infeksi dapat berpengaruh negatif terhadap daya tahan
tubuh abak balita, karena penyakit infeksi dapat menurunkan nafsu makan
sehingga konsumsi makanan menurun. Padahal kebutuhan gizi anak pada
waktu sakit justru meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2009 persentase balita yang menderita penyakit infeksi berat sebanyak 14
balita (13.1%) dan yang menderita penyakit infeksi ringan sebanyak 93
balita atau sebesar (86.9%).
Pada penelitian ini, jenis penyakit infeksi yang banyak diderita
yaitu penyakit infeksi ringan seperti batuk, pilek, dan demam. Tetapi
menurut Depkes RI (2005) penyakit infeksi yang sering diderita adalah
diare (7.52%), demam thipoid (3.155%) dan demam dengue (3.01%).
Sedangkan Malta (1992) menemukan bahwa panas, diare, dan batuk
merupakan gejala yang paling sering ditemui bayi diatas 6 bulan.
Sehingga dapat dijelaskan bahwa apabila anak kurang gizi menderita
penyakit infeksi, maka gangguan pertumbuhan dan perkembangan
semakin besar.

96

8. Jumlah Anggota Keluarga


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang
mengalami gizi kurang di Klinik Gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang
jumlah anggota keluarganya kurang dari sama dengan 6 orang ( 6 orang)
sebesar 70.1%.
Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi status gizi anak
balita dalam rumah tangga yang bersangkutan. Jumlah anggota keluarga
yang semakin besar tanpa diikuti oleh peningkatan jumlah pendapatan
akan memperburuk status gizi keluarga secara keseluruhan. Karena
jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya
cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang
yang diterima oleh anak. Lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat.
Sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial ekonominya
kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya
kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti
makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi. Sehingga jumlah
saudara sangat berpengaruh terhadap status gizi anak.

97

9. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan

gizi

ibu

merupakan

salah

satu

faktor

yang

mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi balita. Hasil penelitian


menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang mengalami gizi kurang di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009 berasal dari ibu yang berpengetahuannya baik yaitu sebayak 97.2%.
Dalam penelitian yang dilakukan Hermina (1992) ditemukan bahwa
pengetahuan ibu balita menentukan keadaan gizi anak pada usia balita.
Menurut Soekanto (2003) pengetahuan adalah kesan didalam
pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Yang
berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (supersitition, dan
penerangan-penerangan

yang

keliru

(misinformation).

Sedangkan

menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil tahu,


dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melaui panca indera, penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
merupakan hal yang sangat utuh terbentuknya tindakan seseorang (over
behavior).
Pengetahuan tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja,
melainkan pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman hidup
sehari-hari terutama pengetahuan ibu tentang gizi. Dengan pengetahuhan

98

yang cukup diharapkan ibu dapat memberikan asupan makanan yang


cukup terhadap balitanya. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan
pemberian informasi kesehatan dan penyuluhan kesehatan khususnya
tentang gizi balita kepada ibu balita gizi kurang yang berpendidikan
rendah.

C. Analisa Bivariat
1.

Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi balita


Hasil analisa bivariat status gizi berdasarkan pendidikan ibu di
Klinik Gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang tahun 2009 diperoleh p-value 1,000. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009.
Rendahnya pengetahuan dan pendidikan orang tua khususnya ibu
merupakan faktor penyebab mendasar terrpenting karena sangat
mempengaruhi kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam
mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan
makanan serta sejauh mana sarana pelayanan kesehatan, gizi dan sanitasi
lingkungan yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya (Depkes
RI, 2000). Selanjutnya rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan

99

rendahnya pemahaman terhadap apa yang dibutuhkan pada pengasuhan


perkembangan optimal anak.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hartono (2003) yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara
pertumbuhan bayi umur 6-12 bulan dengan pendidikan ibu.

2.

Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi


Hasil penelitian ini menemukan ada kecenderungan ibu yang tidak
bekerja berpeluang untuk mempunyai anak gizi kurang lebih banyak
dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Namun hasil uji statistik pada
penelitian didapatkan p-value 0.620 yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak balita.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Miko (2003) dan
Harsiki (2003). Pada penelitian Miko (2003) didapatkan proporsi gizi
kurang pada anak umur 6-60 bulan yang mempunyai ibu tidak bekerja
lebih banyak (22,4%) dibandingkan dengan anak yang mempunyai ibu
bekerja (19,9%) di Kecamatan Bojongasih Kabupaten Tasikmalaya.
Sedangkan menurut Astuti (2004) yang menganalisa data Susenas
tahun 1990 di lima daerah perkotaan, yaitu Medan, Palembang, Bandung,
Semarang, dan Surabaya, menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu
berrhubungan dengan Mutu Gizi Makanan (MGM). Ibu yang bekerja
mempunyai MGM lebih tinggi dibandingkan dengan ibu tidak bekerja
dan selanjutnya MGM tersebut berdampak terhadap status gizi balita.

100

Ibu yang bekerja mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda.


Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mempunyai
tingkat pengetahuan yang lebih baik dan akan mempengaruhi sikap ibu
dalam pola pemberian makanan terhadap anak balita yang baik. Pada ibu
yang bekerja tentu saja waktu yang diberikan kepada anak balitanya akan
lebih sedikit daripada ibu yang tidak bekerja, tetapi ibu yang bekerja
dapat meningkatkan kualitas gizi untuk balita dengan bertambahnya
pendapatan keluarga.

3.

Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi


Peningkatan pendapatan keluarga dapat meningkatkan status gizi
anak balita. Sebagian besar keluarga yang mempunyai pendapatan baik
mempunyai anak yang berstatus baik. Hal ini berarti semakin baik pula
status gizi anak balitanya. Berdasarkan uji statistk diperoleh p-value
0.269 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pendaptan
keluarga dengan status gizi anak balita.
Hasil ini berbeda dengan Berg (1986) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi.
Sedangkan hasil penelitian Orisinal (2003) menyatakan bahwa ada
perbedaan bermakna proporsi KEP pada keluarga yang pendapatan
perkapita kurang dengan keluarga yang pendapatan perkapita cukup.
Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan terhadap
kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang

101

rendah menyebabkan daya beli rendah. Sehingga tidak mampu membeli


pangan dalam jumlah yang diperlukan dan pada akhirnya berakibat buruk
terhadap status gizi anak balitanya.

4.

Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Gizi


Dilihat dari karakteristik jenis kelamin, maka gizi kurang lebih
banyak pada balita dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 37 balita
(61.7%). Namun dalam penelitian ini tidak memberikan kontribusi
terhadap status gizi anak balita. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue 0,815. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bemakna secara statistik antara jenis kelamin dengan status gizi balita.
Tetapi ada kecenderungan status gizi kurang lebih banyak terjadi pada
anak perempuan (61.7%) daripada anak laki-laki (51.1%). Hal ini
didukung oleh Berg (1986) yang menyatakan presentase balita laki-laki
yang berstatus gizi kurang dan gizi buruk cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan balita perempuan.
Namun hal ini bertentangan dengan hasil analisa data Susenas 1986
yang dilakukan Sudati (1989) yang menyebutkan bahwa prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk lebih banyak pada kelompok laki-laki dibanding
perempuan.
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamkin anak balita dengan
status gizi dapat dimungkinkan karena perbedaan fisik dan anatomi pada

102

anak balita, disamping juga pengaruh faktor genetika dan perbedaanperbedaan dalam hal perawatan dan pemberian makanan.

5.

Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi


Anak balita yang mengalami gizi kurang lebih banyak pada anak
yang berusia antar 13-36 bulan. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
P-value 0.684 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bemakna secara statistik antara umur balita dengan status gizi balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009.
Hasil penelitian tidak sejalan dengan hasil penelitian Kunanto
(1992) yang mengatakan bahwa ada hubungan yang erat antara umur
balita dengan status gizi anak balita. Hal ini berkaitan dengan
menurunnya perhatian orang tua terhadap anaknya, yang mungkin
disebabkan oleh adanya anak yang baru dilahirkan.
Pada usia diatas 6 bulan, merupakan usia dimana balita sangat
tergantung pada makanan tambahan. Disamping itu juga anak balita yang
sudah mulai mengenal makanan jajanan. Apabila hal ini tidak terpenuhi
dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup maka status gizi anak akan
menurun. Ini merupakan salah satu alasan mengapa status kurang lebih
tinggi pada usia 13-36 bulan.

103

6.

Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi


Penyakit infeksi yang dilihat dalam penelitian ini adalah penyakit
infeksi ringan dan infeksi berat. Hasil uji statistik didapatkan p-value
1.000 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
Kekurangan gizi akan menurunkan daya tahan tubuh dan
meningkatkan resiko terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak
akan mengganggu metabolisme yang membuat ketidakseimbangan
hormon dan menggangu fungsi imunitas. Jadi anak yang tekena infeksi
yang berulang dan kronis akan mengalami gangguan gizi dan imunitas
baik secara absolut maupun relatif (Syamsul, 1999) dalam Minarto
(2006).
Tidak adanya hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi
balita mungkin dikarenakan perbandingan jumlah balita gizi kurang yang
menderita penyakit infeksi ringan pada penelitian ini lebih besar daripada
balita yang menderita penyakit infeksi berat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Farida (2002) yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan
antara penyakit infeksi dengan waktu peningkatan status gizi balita pada
program PMT di Kecamatan Bogor Selatan. Namun hasil ini bertolak
belakang dengan hasil Tarigan (2001) yang mengungkapakan bahwa
penyakit infeksi memepengaruhi status gizi.

104

7.

Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi


Hasil analisa didapatkan bahwa proporsi balita yang berstatus gizi
kurang dengan jumlah anggota keluarga 6 orang lebih tinggi yaitu
sebanyak 42 balita. Hasil uji statistik didapatkan p-value 0.913
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga
dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang tahun 2009.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Miko (2003) dan
Kalsum (2005). Penelitian Miko (2003) menunjukkan kejadian gizi
kurang pada anak dengan jumlah anggota keluarga 5 orang lebih
banyak (35,9%) dibandingkan dengan anak yang jumlah anggota
keluarganya 4 orang (9,1%) di Kecamatan Bojong asih Kabupaten
Tasikmalaya.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota
keluarga tidak mempengaruhi status gizi anak balita. Tetapi jumlah
aggota keluarga dan banyaknya balita dalam keluarga akan berpengaruh
terhadap tingkat konsumsi makanan yaitu jumlah dan distribusi makanan
dalam rumah tangga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar tanpa
dibarengi

dengan

distribusi

makanan

yang

tidak

merata

akan

menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut menderita gizi kurang.


Jumlah anggota keluarga merupakan indikator penting dalam
pembagian makanan. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga,

105

akan semakin kecil distribusi ke masing-masing anggota. Hal ini menjadi


rawan bila terjadi pada keluarga dengan sosial ekonomi terbatas.

8.

Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi


Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik cenderung
mempunyai anak yang berstatus gizi baik. Dari hasil penelitian diperoleh
55.8% ibu yang berpengetahuan tinggi mempunyai anak yang menderita
gizi kurang. Hasil uji statistik didapat p-value 0.350 yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi
anak balita.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
Simanjuntak (2002) yang menyebutkan bahwa anak balita yang berstatus
gizi baik dan pengetahuan ibunya baik lebih banyak dibandingkan dengan
yang pengetahuan gizinya rendah dan menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak
balita di Kecamatan Siantar Martoba dan Siantar Marihat.
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan
pangan dan nilai pangan merupakan masalah yang sudah umum. Salah
satu sebab masalah kurang gizi yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi
atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.

106

Tingkat pengetahuan gizi ibu ini sangat diperlukan untuk ibu


terutama ibu yang mempunyai anak balita atau untuk pengasuh anak
balita. Karena kebutuhan dan kecukupan gizi anak balita tergantung dari
konsumsi makanan yang diberikan oleh ibu atau pengasuh anak. Seorang
ibu akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap anggota
keluarga.

107

BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang tahun 2009 maka dapat disimpukan bahwa:
1.

Dari 107 anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh balita dengan status gizi
baik sebesar 43% dan yang mengalami gizi kurang yaitu sebesar 57%.

2.

Sebagian besar balita yang mengalami gizi kurang di Puskesmas


Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal
dari keluarga yang pendidikan ibunya masih rendah yaitu SLTP
sebesar 77.6%.

3.

Sebagian besar balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang ibunya
tidak bekerja yaitu sebesar 89.7%.

4.

Sekitar 98.1% balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang
pendapatan keluarganya masih rendah yaitu dibawah 1.500.000,-.

108

5.

Sebagian besar balita yang berkunjung ke di Puskesmas Sepatan


Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari
keluarga yang pengetahuan ibunya tingggi yaitu sebesar 97.2%.

6.

Sekitar 70.1% balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari kelurga yang jumlah
anggota keluarganya kurang dari 6 orang.

7.

Dari 107 anak balita persentase balita perempuan yang berkunjung ke


Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009 yaitu sebesar 56.1% lebih banyak dibandingkan balita laki-laki.

8.

Dari 107 anak balita persentase balita umur 13-36 bulan di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 lebih
banyak yaitu sebesar 60.7%.

9.

Dari 107 anak balita persentase balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan


Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 yang menderita infeksi
ringan yaitu sebesar 86.9% lebih banyak dibandingkan yang menderita
infeksi berat.

10. Tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi anak balita
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009 dengan p-value sebesar 1,000 (p>0,05).
11. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak balita
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009 dengan p-value sebesar 0,620 (p>0,05).

109

12. Tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak
balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,269 (p>0,05).
13. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak
balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang
tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,350 (p>0,05).
14. Tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi
anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,913 (p>0,05).
15. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009 dengan p-value sebesar 0,815 (p>0,05).
16. Tidak ada hubungan antara umur balita dengan status gizi anak balita di
Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009 dengan p-value sebesar 0,684 (p>0,05).
17. Tidak ada hubungan antara penyakit infeksi yang diderita balita dengan
status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 1,000
(p>0,05).

110

B. Saran
Mengingat bahwa gizi kurang pada anak balita dapat mengganggu ketahanan
kesehatan tubuh, dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan balita maka
disarankan kepada:
1.

Pihak Puskesmas Sepatan


a. Berdasarkan data-data yang didapatkan dari penelitian ini maka
disarankan kepada pihak Puskesmas untuk meningkatkan kegiatan
monitoring dan penilaian status gizi secara berkala yang
dilaksanakan dalam Pos Gizi dan Klinik Gizi, dan memberikan
bimbingan konsultasi gizi terhadap ibu balita yang dilakukan secara
rutin ( 1x perbulan). Mengingat bahwa anak balita sangat
membutuhkan asupan kecukupan gizi untuk pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih baik. Mudah-mudahan kegiatan ini lebih
baik dan memberikan dampak positif dalm peningkatan kelurga
sadar gizi.
b. Mengadakan

penyuluhan

kesehatan

secara

rutin

dengan

memasukkan materi gizi yang berisi tentang kebiasaan makan


sehari-hari, kebutuhan gizi yang seharusnya dipenuhi, dan
penjelasan tentang kandungan zat gizi pada makanan, sebagai upaya
pencegahan agar pola hidup bersih dan sehat, dan pola makan yang
baik tercipta. Sehingga dapat mengurangi tingkat keparahan
penyakit infeksi dan penyebaran infeksi yang lebih luas.

111

2.

Bagi keluarga atau ibu balita


a. Disarankan ibu balita untuk lebih memperhatikan pola makan dan
asupan konsumsi makan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap anak
balita. Dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari biasakan dengan
menu seimbang, yaitu nasi lengkap dengan lauk-pauk, sayuran dan
buah.
b. Sebaiknya ibu balita dengan anak balita gizi kurang lebih rajin
berkunjung ke Puskesmas sehingga kondisi berat badannya dapat
terpantau dengan baik.
c. Sebaiknya orang tua balita lebih giat mencari informasi tentang cara
merawat anak balita dan pemberian makanan yang bergizi dan
seimbang melalui petugas kesehatan, di Posyandu, di Puskesmas,
maupun melalui media masa atau media informasi. Sehingga
pengetahuan tentang gizi menjadi meningkat dan penyakit infeksi
pada anak tidak terjadi.

3.

Bagi Peneliti Lain


a.

Perlu penelitian lebih lanjut lagi mengenai faktor-faktor yang


berhubungan dengan status gizi anak balita, dengan pendekatan
kualitatif karena pada penelitian ini banyak ditemukan tidak
terdapat hubungan yang signifikan dan memakai rancangan
penelitian seperti kohort, yang dapat mengetahui kekuatan
hubungan sebab akibat antara faktor yang diteliti dengan status gizi.

112

b.

Pada penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan penelitian


mengenai pola asuh sehingga dapat terlihat gambaran pola asuh
orang tua terhadap anak balita.

c.

Pada

penelitian

selanjutnya

sebaiknya

dilakukan

penelitian

mengenai pekerjaan ayah sehingga didapatkan gambaran tentang


pekerjaan ayah yang dapat mempengaruhi status gizi dengan sapel
yang lebih banyak.

113

DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. Sistem Kesehatan Ed.1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007
Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2001.
Aslamiah, Suhaibatul. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Lebih
Pada Anak Usia Prasekolah di TK Islam Al Azhar 8 Jaka Permai
Bekasi Tahun 2008. Jakarta: Skripsi FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
2008
Astuti, Rahayu. Peran penyakit ifeksi, sosial ekonomi dan sanitasi lingkungan dalam
mempengaruhi status gizi balita dipedesaan provinsi jawa tengah
tahun 2002. Tesis FKM-UI. Depok. 2004
Azwar, Azrul. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi LIPI. 2004
Baliwati, Yayuk Farida., dkk. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya. 2004
Beck, Mary E. Nutrition and Dietitics For Nurses (Ilmu Gizi dan Diet). Yogyakarta:
Yayasan Essentia Medika. 2000
Berg, Alan. Peranan Gizi Dalam Pembangunan Nasional. CV. Rajawali, Jakarta.
1998
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat. Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007
Depkes RI. Pedoman Penanggulangan KEP dan petunjuk Pelaksanaan Pemberian
Makanan Tambahan Balita. Jakarta: Depkes RI 1997
. Rencana aksi pangan dan gizi nasional. Depkes RI Jakarta. 2000

114

. Program Gizi Makro. Jakarta. 2002


. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Jakarta:
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2007
. Gizi Dalam Angka. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2008
Hadi, Imam. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Neglasari dan Kedaung Wetan. Depok: Skripsi FKM UI.
2005
Farida, Ida. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Waktu Peningkatan Status Gizi
Balita Pada Program PMT di Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2002.
Depok: Tesis FKM-UI. 2002
Harefa, Sarikasih. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Z-Score Balita
Gizi Buruk Di Kota Sukabumi Tahun 2006. Depok: Tesis FKM UI.
2008
Henningham, Helen Baker., McGregor, Sally Grantham. Gizi dan Perkembangan
Anak. Jakarta: EGC. 2004
Hermina, BSC. Penelitian latar belakang kalangan yang mempunyai anak balita
dengan keadaan gizi buruk pengunjung klinik gizi bogor. Puslitbang
gizi. 1990
Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika. 2007
Khumaidi.

Bahan Pengajaran Gizi Masyarakat, Departemen Pendidikan


Kebudayaan, Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi.IPB Bogor. 1994

Kunanto, Gatot. Hubungan karakteristik anak dan keluargadengan status gizi


balitadi provinsi irian jaya. Tesis Pasca sarjana UI. Jakarta. 1992

115

Malta, L. Diarrhea Disease as a Cause of Malnutirition. Am. J. Trop. Med. Hyg,


47:16-27. 1992
Markum, A. H. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1991
Miko, Hadiyat. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi (KEP) Anak
umur 6-60 bulan di Kecamatan Bojongasih Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2002. Depok: Tesis FKM UI. 2003
Minarto. Berat Badan Tidak Naik Sebagai Indicator Dini Ganggaun Pertumbuhan
Pada Bayi Sampai Usia 12 Bulan di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa
Barat. Depok: Disertasi FKM UI. 2006
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas cet. 1. Jakarta:
Sagung seto. 2006
Muninjaya, A. A. Gde. Manajemen Kesehatan Ed. 2. Jakarta: EGC. 2004
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC. 2005
Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta. 2007
Orisinal. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Sumatera
Barat tahun 2001. Depok: Tesis FKM UI. 2003
Paath, Erna Francin, dkk. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EG. 2004.
Pratiknya, Watik. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan.
Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada. 2003
Pudjiadji, S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Ed. Ketiga. FK-UI. 1997

116

Purwanto, Bambang. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku


Perawatan Dalam Memberikan Informasi Cara Minum Obat Kepada
Pasien Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSCM Jakarta Tahun
2007. Depok: Tesis FKM UI. 2007
Rokhani, Yekti. Hubungan Status Gizi dan Pola Asuh Terhadap Perkembangan
Motorik Kasar Anak Usia 3-8 Bulan di Puskesmas Kampung Sawah
pada Tahun 2008. Jakarta: Skripsi FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
2008
Sari, Tri Novita. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Desa
Sirnagalih Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor bulan juli Tahun
1998. Skripsi FKM UI. Depok. 1999
Sihotang, Leonita Katarina. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita 6-59 Bulan di
Jakarta Timur Tahun 2005. Tesis: FKM UI. 2007
Simanjuntak, Urat Hatoguan. Fakto-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi
Anak Balita Di Kecamatan Siantar Martoba Dan Siantar Marihat
Kota Pematangsiantar Tahun 2002. Depok: Skripsi FKM UI. 2002
Slamet, Juli Soemirat. Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Gajah Mada University
Press. 2004
Soetjiningsih, DSAK, dr. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. 1995
Sudirman, dkk. Besar dan luasnya masalah KEP serta Faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat. Depkes RI dan BPS, Jakarta. 1992
Sularyo, Titi S. Pentingnya Stimulasi Mental Dini. Seminar Sehari Pencatatan
Pemantauan Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: FK UI-RSCM. 1993
Supariasa, I Dewa Nyoman., Bakri, Bachyar., Fajar, Ibnu. Penilaian Status Gizi.
Jakarta: EGC. 2001

117

Sutanto. Analisa Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan Penimbangan


Balita di Posyandu di Kota Tangerang Tahun 2006. Tesis FKM UI.
2007
Tarigan, I. U. Gambaran Status Gizi Anak Umur 6-36 Bulan dan Faktor-faktor yang
Berhubungan Dengan Status Gizi Sebelum dan Sesudah Krisis
Ekonomi di Wilayah Jawa Tengah. Tesis FKM-UI. Depok. 2002
Tejasari. Nilai Gizi Pangan Edisi I. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2005
www.depkes.go.id diakses 27 Maret 2009
www.gizi.net diakses Maret 2009
www://kompas.com diakses Maret 2009
Yuniastuti, Ari. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI
ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN
KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009
Assalamualaikum. WR. WB
Salam sejahtera.
Nama

: Ucu Suhendri

NIM

: 105104003490

Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan
sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir
untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (SKep).
Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan
dengan penelitian. Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar
kiranya ibu bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah
disediakan. Kerahasiaan jawaban ibu akan dijaga dan hanya diketahui oleh
peneliti.
Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan
apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang
baik untuk penelitian ini.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi ibu dalam
pengisian kuesioner ini.
Apakah ibu bersedia menjadi responden?
YA

TIDAK

Tertanda
Responden

KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI
ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN
KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009

Tujuan :
Kuisioner ini dirancang untuk mengidentifikasi: Faktor-faktor yang Berhubungan
Dengan Status Gizi Anak Dibawah Lima Tahun (Balita) Di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
Petunjuk:
1. Beri tanda silang (X) pada kotak pertanyaan yang Ibu/saudara anggap benar.
2. Jika Ibu/Saudara salah mengisi jawaban, coret jawaban tersebut (#) dan beri
tanda silang pada jawaban yang dianggap benar.

A. Data Demografi/Identitas Ibu


1. Inisial Nama Responden:
2. Usia

3. Agama

4. Suku Bangsa

5. Pendidikan terakhir

: ( ) Tidak tamat SD
( ) SD
( ) SLTP
( ) SLTA
( ) Perguruan Tinggi (PT)

6. Pekerjaan

: ( ) Tidak bekerja
( ) Bekerja
Jika bekerja sebutkan:.

7. Pendapatan

: ( ) 1.500.000,- /kapita/bulan
( ) < 1.500.000,- /kapita/bulan

B. Data Identitas Anak:


1. Nama Balita:
2. Jenis kelamin:
3. Umur (bulan):
4. Berat badan:
5. Tinggi badan/ Panjang badan:
C. Penyakit Infeksi
1. Apakah dalam satu bulan terakhir ini anak ibu pernah sakit?
a. Ya

b. Tidak

2. Bila pernah sakit, sakit apa?


a. Infeksi berat (Diare, ISPA, Pneumonia, Campak, Infeksi kronik lainnya).
b. Infeksi ringan (batuk, pilek dan demam biasa)
D. Data Jumlah Anggota Keluarga
1. Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah dan menjadi tanggungan
keluarga? orang.
E. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Anak Balita
No.

Pertanyaan

1.

Zat gizi merupakan sumber energi atau zat pembangun,


menyumbang pertumbuhan badan, memelihara jaringan
tubuh,dan mengganti sel yang rusak.

2.

Karbohidrat, lemak, dan protein merupakan sumber tenaga


dalam tubuh.

Ya

Tidak

No.

Pertanyaan

3.

Makanan yang dimakan balita diperlukan untuk tumbuh


kembang.

4.

Asupan gizi pada balita yang tidak cukup dapat menurunkan


berat badan, dan daya tahan tubuh.

5.

Makanan yang bergizi dan seimbang, selain menjamin


kecukupan gizi bagi tumbuh kembang fisik balita. Juga dapat
meningkatkan perkembangan sosial, psikologis dan emosional
balita.

6.

Makanan yang bergizi dan seimbang terdiri dari karbohidrat,


protein, lemak, dan vitamin.

7.

Kekurangan gizi pada balita dapat mengakibatkan gizi buruk


dan gizi kurang, dan pertumbuhan anak akan terganggu.

8.

ASI ekslusif diberikan pada umur bayi 0-6 bulan.

9.

Makanan pendamping ASI diberikan setelah bayi berumur 6


bulan.

10.

Selain ASI bayi dapat diberikan makanan selingan seperti:


bubur kacang hijau, pisang, dan biskuit.

11.

Batuk, pilek, diare, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)


dapat mempercepat terjadinya gizi buruk dan gizi kurang.

12.

Tanda-tanda kekurangan tenaga pada anak adalah badan anak


tampak kurus, lemas, dan kulit wajah mengkerut.

13.

Penimbangan berat badan setiap bulan secara teratur dapat


memantau pertumbuhan dan perkembangan balita.

Ya

Tidak

HASIL ANALISA UNIVARIAT


Frequencies
Statistics
Pendidikan terakhir
N

Valid
Missing

107
0

Pendidikan terakhir

Valid

< SLTP
> SLTP
Total

Frequency
83
24
107

Percent
77.6
22.4
100.0

Valid Percent
77.6
22.4
100.0

Cumulative
Percent
77.6
100.0

Frequencies
Statistics
Pekerjaan
N

Valid
Missing

107
0

Pekerjaan

Valid

Tidak bekerja
Bekerja
Total

Frequency
96
11
107

Percent
89.7
10.3
100.0

Valid Percent
89.7
10.3
100.0

Cumulative
Percent
89.7
100.0

Frequencies
Statistics
Pendapatan
N

Valid
Missing

107
0

Pendapatan

Frequency
Valid

Tinggi ( 1500000)
Rendah (<1500000)
Total

2
105
107

Percent
1.9
98.1
100.0

Valid Percent
1.9
98.1
100.0

Cumulative
Percent
1.9
100.0

Frequencies
Statistics
Jenis kelamin
N

Valid
Missing

107
0

Jenis kelamin

Valid

Laki-laki
Perempuan
Total

Frequency
47
60
107

Frequencies
Statistics
Umur balita
N

Valid
Missing

107
0

Percent
43.9
56.1
100.0

Valid Percent
43.9
56.1
100.0

Cumulative
Percent
43.9
100.0

Umur balita

Valid

1-6 bulan
7-12 bulan
13-36 bulan
37-59 bulan
Total

Frequency
1
13
65
28
107

Percent
.9
12.1
60.7
26.2
100.0

Valid Percent
.9
12.1
60.7
26.2
100.0

Cumulative
Percent
.9
13.1
73.8
100.0

Frequencies
Statistics
Apakah dalam satu bulan terakhir ini anak ibu pernah sakit?
N

Valid
Missing

107
0

Apakah dalam satu bulan terakhir ini anak ibu pernah sakit?

Valid

Frequency
107

Ya

Percent
100.0

Valid Percent
100.0

Cumulative
Percent
100.0

Frequencies
Statistics
Bila pernah sakit, sakit apa?
N
Valid
107
Missing
0

Bila pernah sakit, sakit apa?

Frequency
Valid

Infeksi berat ( diare, ISPA,


pneumonia, campak)
Infeksi ringan (nbatuk,
pilek, demam)
Total

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

14

13.1

13.1

13.1

93

86.9

86.9

100.0

107

100.0

100.0

Frequencies
Statistics
Jumlah anggota keluarga
N
Valid
107
Missing
0

Jumlah Anggota Keluarga

Frequency
Valid

6 orang
> 6 orang
Total

Percent

Cumulative
Percent

Valid Percent

75

70.1

70.1

70.1

32
107

29.9
100.0

29.9
100.0

100.0

Frequencies
Statistics
Kategori pengetahuan
N

Valid
Missing

107
0

Kategori Pengetahuan

Valid

pengetahuan rendah
pengetahuan tinggi
Total

Frequency
3
104
107

Percent
2.8
97.2
100.0

Valid Percent
2.8
97.2
100.0

Cumulative
Percent
2.8
100.0

STATUS GIZI
Statistics
s tatusgizi
N
Valid
Mis s ing

107
0

statusgizi

Valid

baik
kurang
Total

Frequency
46
61
107

Percent
43.0
57.0
100.0

Valid Percent
43.0
57.0
100.0

Cum ulative
Percent
43.0
100.0

HASIL ANALISA BIVARIAT


Bivariat pendidikan
Case Processing Summary

N
Pendidikan
terakhir * s tatus gizi

Valid
Percent
107

100.0%

Cas es
Mis sing
N
Percent
0

.0%

Total
N

Percent
107

Pendidikan terakhir * statusgizi Crosstabulation

Pendidikan
terakhir

<SLTP

>SLTP

Total

Count
% within
Pendidikan terakhir
Count
% within
Pendidikan terakhir
Count
% within
Pendidikan terakhir

s tatusgizi
baik
kurang
36
47

Total

43.4%

56.6%

100.0%

10

14

24

41.7%

58.3%

100.0%

46

61

107

43.0%

57.0%

100.0%

83

100.0%

Chi-Square Tests
Value
.022 b
.000
.022

Pears on Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
N of Valid Cases

df
1
1
1

Asymp. Sig.
(2-s ided)
.882
1.000
.882

Exact Sig.
(2-s ided)

Exact Sig.
(1-s ided)

1.000

.536

107

a. Computed only for a 2x2 table


b. 0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 10.
32.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Lower
Upper

Value
Odds Ratio for
Pendidikan terakhir
(<SLTP / >SLTP)
For cohort
s tatusgizi = baik
For cohort
s tatusgizi = kurang
N of Valid Cases

1.072

.427

2.692

1.041

.611

1.775

.971

.659

1.429

107

Bivariat pekerjaan
Case Processing Summary

N
Pekerjaan * s tatus gizi

Valid
Percent
107
100.0%

Cases
Mis sing
N
Percent
0
.0%

Total
N
107

Pekerjaan * statusgizi Crosstabulation

Pekerjaan

Tidak bekerja
Bekerja

Total

Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan

s tatusgizi
baik
kurang
40
56
41.7%
58.3%
6
5
54.5%
45.5%
46
61
43.0%
57.0%

Total
96
100.0%
11
100.0%
107
100.0%

Percent
100.0%

Chi-Square Tests

Pears on Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
N of Valid Cases

Value
.668 b
.246
.660

Asymp. Sig.
(2-s ided)
.414
.620
.416

df
1
1
1

Exact Sig.
(2-s ided)

Exact Sig.
(1-s ided)

.525

.308

107

a. Computed only for a 2x2 table


b. 1 cells (25.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 4.
73.

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for Pekerjaan
(Tidak bekerja / Bekerja)
For cohort status gizi =
baik
For cohort status gizi =
kurang
N of Valid Cases

95% Confidence
Interval
Lower
Upper

.595

.170

2.086

.764

.424

1.377

1.283

.657

2.506

107

Bivariat pendapatan
Case Processing Summary

N
Pendapatan * s tatusgizi

Valid
Percent
107
100.0%

Cas es
Mis sing
N
Percent
0
.0%

Total
N
107

Percent
100.0%

Pendapatan * statusgizi Crosstabulation

Pendapatan

>1500000
<1500000

Total

s tatusgizi
baik
kurang
0
2
.0%
100.0%
46
59
43.8%
56.2%
46
61
43.0%
57.0%

Count
% within Pendapatan
Count
% within Pendapatan
Count
% within Pendapatan

Total
2
100.0%
105
100.0%
107
100.0%

Chi-Square Tests
Value
1.537 b
.269
2.277

Pears on Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
N of Valid Cases

df
1
1
1

Asymp. Sig.
(2-s ided)
.215
.604
.131

Exact Sig.
(2-s ided)

Exact Sig.
(1-s ided)

.505

.323

107

a. Computed only for a 2x2 table


b. 2 cells (50.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is .
86.

Risk Estimate

Value
For cohort
s tatusgizi = kurang
N of Valid Cases

1.780

95% Confidence
Interval
Lower
Upper
1.503

2.107

107

Bivariat jenis kelamin


Case Processing Summary

Jenis kelamin * s tatusgizi

Valid
N
Percent
107
100.0%

Cas es
Mis sing
N
Percent
0
.0%

Total
N
107

Percent
100.0%

Jenis kelamin * statusgizi Crosstabulation

Jenis kelamin

laki-laki

Count
% within Jenis kelamin
Count
% within Jenis kelamin
Count
% within Jenis kelamin

perempuan
Total

s tatus gizi
baik
kurang
23
24
48.9%
51.1%
23
37
38.3%
61.7%
46
61
43.0%
57.0%

Total
47
100.0%
60
100.0%
107
100.0%

Chi-Square Tests

Pears on Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
N of Valid Cases

Value
1.209 b
.815
1.209

df
1
1
1

Asymp. Sig.
(2-s ided)
.272
.367
.272

Exact Sig.
(2-s ided)

Exact Sig.
(1-s ided)

.327

.183

107

a. Computed only for a 2x2 table


b. 0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 20.
21.

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for Jenis
kelamin (laki-laki /
perempuan)
For cohort s tatusgizi
= baik
For cohort s tatusgizi
= kurang
N of Valid Cas es

95% Confidence
Interval
Lower
Upper

1.542

.711

3.340

1.277

.827

1.970

.828

.587

1.168

107

Bivariat umur balita


Case Processing Summary

Valid
N
Percent
107
100.0%

Umur balita * s tatusgizi

Cas es
Mis sing
N
Percent
0
.0%

Total
N
107

Umur balita * statusgizi Crosstabulation

Umur
balita

1-6 bulan

Count
% within Umur balita
Count
% within Umur balita
Count
% within Umur balita
Count
% within Umur balita
Count
% within Umur balita

7-12 bulan
13-36 bulan
37-59 bulan
Total

s tatusgizi
baik
kurang
0
1
.0%
100.0%
6
7
46.2%
53.8%
31
37
45.6%
54.4%
9
16
36.0%
64.0%
46
61
43.0%
57.0%

Chi-Square Tests
Value
1.493 a
1.870
107

Pears on Chi-Square
Likelihood Ratio
N of Valid Cases

df
3
3

Asymp. Sig.
(2-s ided)
.684
.600

a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is .43.

Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Umur balita (1-6
bulan / 7-12 bulan)

a. Ris k Es timate statis tics cannot be computed. They


are only computed for a 2*2 table without empty cells .

Total
1
100.0%
13
100.0%
68
100.0%
25
100.0%
107
100.0%

Percent
100.0%

Bivariat penyakit infeksi


Case Processing Summary

N
Bila pernah s akit,
s akit apa? * s tatus gizi

Cases
Mis sing
N
Percent

Valid
Percent
107

100.0%

Total
N

.0%

Percent
107

100.0%

Bila pernah sakit, sakit apa? * statusgizi Crosstabulation

Bila pernah
s akit, s akit
apa?

Infeks i berat ( diare, ISPA,


pneumonia, campak)
infeks i ringan (nbatuk,
pilek, demam)

Total

Count
% within Bila pernah
s akit, s akit apa?
Count
% within Bila pernah
s akit, s akit apa?
Count
% within Bila pernah
s akit, s akit apa?

s tatusgizi
baik
kurang
6
8

Total

42.9%

57.1%

100.0%

40

53

93

43.0%

57.0%

100.0%

46

61

107

43.0%

57.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Pears on Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
N of Valid Cases

Value
.000 b
.000
.000

df
1
1
1

Asymp. Sig.
(2-s ided)
.991
1.000
.991

Exact Sig.
(2-s ided)

Exact Sig.
(1-s ided)

1.000

.613

107

a. Computed only for a 2x2 table


b. 0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 6.
02.

14

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Lower
Upper

Value
Odds Ratio for Bila
pernah s akit, sakit apa?
(Infeksi berat ( diare,
ISPA, pneumonia,
campak) / infeksi ringan
(nbatuk, pilek, demam))
For cohort s tatus gizi =
baik
For cohort s tatus gizi =
kurang
N of Valid Cases

.994

.319

3.093

.996

.521

1.906

1.003

.616

1.631

107

Bivariat Jumlah Anggota Keluarga

Case Processing Summary

N
Berapa jumlah anggota
keluarga yang tinggal
dalam serumah dan
menjadi tanggungan
keluarga?..... orang. *
s tatusgizi

Valid
Percent

107

100.0%

Cases
Mis sing
N
Percent

.0%

Total
N

Percent

107

100.0%

Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan
orang. * statusgizi Crosstabulation
keluarga?.....
statusgizi
baik
Berapa jumlah anggota
keluarga yang tinggal
dalam serumah dan
menjadi tanggungan
keluarga?..... orang.

6 orang

Count
% within Berapa jumlah
anggota keluarga yang
tinggal dalam serumah
dan menjadi tanggungan
keluarga?..... orang.

> 6 orang

Count
% within Berapa jumlah
anggota keluarga yang
tinggal dalam serumah
dan menjadi tanggungan
keluarga?..... orang.

Total

Count
% within Berapa jumlah
anggota keluarga yang
tinggal dalam serumah
dan menjadi tanggungan
keluarga?..... orang.

33

kurang
42

Total
75

44.0%

56.0%

100.0%

13

19

32

40.6%

59.4%

100.0%

46

61

107

43.0%

57.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Pears on Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
N of Valid Cases

Value
.104 b
.012
.105

df
1
1
1

Asymp. Sig.
(2-s ided)
.747
.913
.746

Exact Sig.
(2-s ided)

Exact Sig.
(1-s ided)

.832

.458

107

a. Computed only for a 2x2 table


b. 0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 13.
76.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value

Lower

Upper

Odds Ratio for Berapa


jumlah anggota
keluarga yang tinggal
dalam serumah dan
menjadi tanggungan
keluarga?..... orang. (
6 orang / > 6 orang)

1.148

.496

2.660

For cohort statusgizi =


baik

1.083

.663

1.769

For cohort statusgizi =


kurang

.943

.665

1.338

N of Valid Cases

107

Bivariat pengetahuan

Case Processing Summary

N
kategori pengetahuan
* status gizi

Valid
Percent
107

100.0%

Cas es
Mis sing
N
Percent
0

Total
N

.0%

Percent
107

100.0%

kategori pengetahuan * statusgizi Crosstabulation

kategori pengetahuan pengetahuan rendah

pengetahuan tinggi

Total

Count
% within kategori
pengetahuan
Count
% within kategori
pengetahuan
Count
% within kategori
pengetahuan

s tatusgizi
baik
kurang
0
3

Total
3

.0%

100.0%

100.0%

46

58

104

44.2%

55.8%

100.0%

46

61

107

43.0%

57.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Pears on Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
N of Valid Cases

Value
2.328 b
.873
3.437

df
1
1
1

Asymp. Sig.
(2-s ided)
.127
.350
.064

Exact Sig.
(2-s ided)

Exact Sig.
(1-s ided)

.258

.181

107

a. Computed only for a 2x2 table


b. 2 cells (50.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 1.
29.

Risk Estimate

Value
For cohort
s tatusgizi = kurang
N of Valid Cases

1.793
107

95% Confidence
Interval
Lower
Upper
1.511

2.128

Anda mungkin juga menyukai