Anda di halaman 1dari 37

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK

MENGGUNAKAN METODE ELEMEN


HINGGA UNTUK PERANCANGAN TORSI
DAN GESER TERKOMBINASI BALOK
BETON BERTULANG
Nama Mahasiswa : Diar Fajar Gosana
NRP
: 3107100017
Jurusan
: Teknik Sipil FTSP ITS
Dosen Pembimbing : 1. Tavio, ST, MT, Ph.D
2. Bambang Piscesa, ST, MT.

dengan perkembangan peraturan perhitungan


struktur beton yang berlaku (SNI 03-2847-2002 dan
ACI 318-2005). Selain itu, diharapkan dengan
adanya software ini bisa membantu para pelaku
teknik sipil untuk melakukan analisa struktur jauh
lebih cepat dan akurat.
Kata kunci : analisa struktur, metode elemen hingga,
balok, torsi, Visual Basic 6.0, software.

Abstrak
Sebagai pelaku teknik sipil, software yang
memiliki kecepatan dan keakuratan yang tinggi
sangat diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan
salah satunya berupa analisa struktur. Beberapa
software analisa struktur pun telah banyak
diciptakan dan dikembangkan saat ini, seperti
PCACOL,PCABEAM,SAP
2000,ETABS,dan
sebagainya. Akan tetapi pada kenyataannya
beberapa software teknik sipil yang digunakan di
Indonesia saat ini sebagian besar bukanlah software
yang full licensed. Software-software tersebut
menghasilkan output yang kurang akurat jika
dibandingkan dengan output yang dihasilkan dari
software yang full licensed. Selain itu running
program dari software bukan full licensed tidak bisa
dikembangkan sehingga tidak bisa diketahui letak
kesalahan dari running program tersebut jika terjadi
permasalahan. Masalah lainnya adalah semakin
ketatnya peraturan tentang penggunaan aplikasi
komputer berlisensi (Sumber: Undang Undang No.
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta).
Program-program analisa struktur yang
telah dibuat sebelumnya hanya menghasilkan output
berupa momen, gaya geser, dan gaya aksial. Output
tersebut dirasa masih belum memenuhi kebutuhan
untuk mendesain suatu struktur, oleh karena itu
dibutuhkan output lain berupa tulangan lentur dan
geser pada balok serta kolom yang dibutuhkan.
Karena keterbatasan itulah penulis berusaha
mengembangkan program tersebut sampai dapat
menghasilkan output lain berupa jumlah dan spasi
sengkang. Pada pembuatan tugas akhir ini penulis
akan memfokuskan pembahasan pada desain
tulangan untuk menahan gaya torsi dan geser yang
terkombinasi pada balok dengan menggunakan
program bantu Visual Basic 6.0.
Dengan adanya software ini kita bisa
mengaplikasikan secara langsung ilmu yang telah
kita dapat di bangku perkuliahan. Selain itu, kita bisa
saling berbagi ilmu pengetahuan dengan para pelaku
teknik sipil lainnya, khususnya yang ada di
Indonesia. Hal itu dikarenakan kita membuat listing
program dari software tersebut secara langsung.
Jadi ketika ada permasalahan dengan software
tersebut kita bisa dengan cepat mengetahui di mana
letak kesalahannya dan memperbaikinya atau bisa
mengembangkannya lagi secara langsung sesuai

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Balok merupakan salah satu bagian dari
komponen dari suatu struktur yang direncanakan
mampu menahan tegangan tekan dan tegangan tarik
yang diakibatkan oleh beban lentur yang bekerja pada
balok tersebut. Karena sifat dari beton yang kurang
mampu dalam menahan tegangan tarik, maka beton
diperkuat dengan tulangan baja pada daerah di mana
tegangan tarik itu bekerja. Selain gaya lentur, hal lain
yang harus diperhatikan dalam perencanaan balok
salah satu di antaranya adalah kapasitas geser dan
torsi yang terkombinasi. Tulangan untuk menahan
gaya torsi ini harus disediakan sebagai tambahan
terhadap tulangan yang diperlukan untuk menahan
gaya-gaya geser, lentur, dan aksial yang bekerja
secara terkombinasi dengan gaya torsi tersebut.
Dalam hal ini, persyaratan yang lebih ketat untuk
spasi dan penempatan tulangan harus dipenuhi.
Torsi pada balok adalah suatu pemuntiran yang
terjadi pada balok tersebut yang diakibatkan oleh
beban-beban yang bekerja pada suatu jarak dari
sumbu longitudinal dari balok tersebut. Torsi terjadi
dalam konstruksi beton yang monolitik terutama bila
beban-beban tersebut bekerja. Momen torsi yang
diakibatkan oleh beban-beban tersebut adakalanya
dapat mengakibatkan tegangan-tegangan geser yang
berlebihan. Sebagai akibatnya, keretakan yang parah
pada balok dapat terbentuk sampai melebihi batas
kemampuan layan yang diperbolehkan kecuali jika
tulangan torsi khusus disediakan (Nawy, Tavio, dan
Kusuma. Beton Bertulang: Sebuah Pendekatan
Mendasar. 2010. Surabaya : ITS Press).
Oleh karena itu, untuk mendesain tulangan torsi
tersebut dibutuhkan suatu alat bantu (software)
analisa struktur yang dapat memudahkan dalam
proses perencanaan. Dalam hal ini penulis hanya
mendetailkan desain tulangan dari suatu balok
sebagai akibat dari gaya torsi dan geser terkombinasi
sampai dengan jumlah tulangan longitudinal dan
spasi sengkang tertutup yang dibutuhkan serta detail
gambar pemasangan tulangan yang terjadi dengan
program bantu Visual Basic 6.0.
Pada kenyataannya memang beberapa software
analisa struktur telah banyak diciptakan dan
dikembangkan saat
ini,
seperti
PCACOL,
PCABEAM, SAP 2000, ETABS, dan sebagainya.
Software-software tersebut juga digunakan oleh
hampir seluruh pelaku teknik sipil di Indonesia. Akan
tetapi, beberapa software tersebut sebagian besar
bukanlah software yang full licensed. Softwaresoftware tersebut menghasilkan output yang kurang
akurat jika dibandingkan dengan output yang
dihasilkan dari software yang full licensed. Selain itu
running program dari software bukan full licensed
tidak bisa dikembangkan sehingga tidak bisa
diketahui letak kesalahan dari running program
tersebut jika terjadi permasalahan. Masalah lainnya

adalah semakin ketatnya peraturan tentang


penggunaan aplikasi komputer berlisensi (Sumber:
Undang Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta). Selain itu software-software full licensed
memiliki harga yang mahal. Jadi, jika suatu saat
peraturan tersebut semakin ketat maka dikhawatirkan
software analisa struktur tersebut akan sulit untuk
didapat dan semakin mahal harganya, sedangkan
proses pembangunan tidak mungkin terhenti karena
masalah di atas. Selain itu, jika sampai terjadi
penghentian penggunaan dari software-software
bukan full licensed sebagai akibat dari ketatnya
peraturan tersebut para pelaku teknik sipil di
Indonesia sudah siap karena telah memiliki software
analisa struktur hasil ciptaan sendiri. Oleh karena itu,
untuk mengatasi permasalahan dibuatlah software
analisa struktur ini.
Dengan adanya software ini kita bisa
mengaplikasikan secara langsung ilmu yang telah
kita dapat di bangku perkuliahan. Selain itu, kita bisa
saling berbagi ilmu pengetahuan dengan para pelaku
teknik sipil lainnya, khususnya yang ada di
Indonesia. Hal itu dikarenakan kita membuat listing
program dari software tersebut secara langsung. Jadi
ketika ada permasalahan dengan software tersebut
kita bisa dengan cepat mengetahui di mana letak
kesalahannya dan memperbaikinya atau bisa
mengembangkannya lagi secara langsung sesuai
dengan perkembangan peraturan perhitungan struktur
beton yang berlaku (SNI 03-2847-2002 dan ACI 3182005). Selain itu, diharapkan dengan adanya software
ini bisa membantu para pelaku teknik sipil untuk
melakukan analisa struktur jauh lebih cepat dan
akurat.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Permasalahan utama
Bagaimana melakukan proses analisa struktur
sampai dengan desain tulangan torsi dan
geser terkombinasi dari elemen balok dengan
menggunakan metode elemen hingga dengan
bantuan bahasa pemrograman Visual Basic
6.0?
1.2.2

Rincian permasalahan
1. Bagaimana menganalisa struktur space
frame dengan menggunakan metode
elemen hingga dengan bantuan bahasa
pemrograman Visual Basic 6.0 sehingga
dapat menghasilkan output berupa gaya
momen, aksial, dan geser?
2. Bagaimana menganalisa struktur elemen
balok dengan menggunakan metode
elemen hingga dengan bantuan bahasa
pemrograman Visual Basic 6.0 sehingga
dapat menghasilkan output berupa desain
tulangan torsi dan geser terkombinasi
pada balok?
3. Apakah nilai output software yang telah
dibuat dapat dipertanggungjawabkan

4.

1.3

2.

kebenarannya melalui perbandingan


dengan software professional yang lain?
Bagaimana membuat program analisa
struktur yang dapat dipelajari dan
dikembangkan oleh semua orang?

Tujuan
1. Menganalisa struktur space frame
dengan menggunakan metode elemen
hingga
dengan
bantuan
bahasa
pemrograman Visual Basic 6.0 sehingga
dapat menghasilkan output berupa gaya
momen, aksial, dan geser.
2. Menganalisa struktur elemen balok
dengan menggunakan metode elemen
hingga
dengan
bantuan
bahasa
pemrograman Visual Basic 6.0 sehingga
dapat menghasilkan output berupa desain
tulangan torsi dan geser terkombinasi
pada balok.
3. Mengetahui bahwa nilai output dari
software yang telah dibuat dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya
melalui perbandingan dengan software
professional yang lain.
4. Membuat sebuah program yang bersifat
open source listing sehingga dapat
dipelajari dan dikembangkan lagi oleh
semua orang.

1.4

Batasan Masalah
Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis
hanya membatasi permasalahan yang dibahas
pada hal - hal ini:
1. Gaya dalam dari elemen balok yang
dianalisa ini hanya berupa gaya torsi dan
geser.
2. Struktur yang dapat dianalisa dengan
software ini terbatas hanya pada space
frame.
3. Metode yang digunakan adalah metode
elemen hingga.
4. Beban yang dikenakan pada struktur adalah
beban statis berupa beban terpusat pada
titik nodal dan beban terbagi rata penuh
pada frame.
5. Penampang balok yang digunakan adalah
penampang segiempat.
6. Program yang dibuat menggunakan bahasa
pemrograman Visual Basic 6.0.
7. Output hasil analisa dibandingkan hanya
dengan output dari program SAP.

1.5

Manfaat
Manfaat yang bisa kita dapatkan dari
penulisan Tugas Akhir adalah:
1. Dengan penyusunan program ini akan
melengkapi program yang telah disusun
sebelumnya.

3.

4.

Program analisa struktur alternatif yang


telah dibuat nanti dapat diperoleh dengan
harga yang lebih murah dan mudah tanpa
perlu rasa khawatir karena terjamin
keasliannya.
Dengan adanya penyusunan program
analisa struktur yang bersifat open source
ini, sharing knowledge dapat mudah
dilakukan sehingga penyempurnaan dari
program ini dapat terlaksana.
Tugas Akhir ini dapat menjadi referensi
untuk pengembangan secara terus-menerus
dari program-program bantu lain yang
lebih kompleks demi terciptanya kemajuan
pada bidang structural engineering di
Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Umum
Seperti yang telah dibahas sebelumnya
bahwa balok merupakan salah satu bagian dari
komponen stuktur yang direncanakan untuk mampu
menahan tegangan tekan dan tarik yang diakibatkan
oleh beban lentur yang bekerja pada balok tersebut.
Selain gaya lentur, hal lain yang juga penting untuk
diperhatikan dalam perencanaan suatu balok salah
satu di antaranya adalah besarnya kapasitas torsi dan
geser yang terkombinasi yang mampu ditahan oleh
balok tersebut. Jika torsi pada suatu balok bekerja
maka akan cenderung untuk memutar seluruh bagian
dari balok di sekitar sumbu longitudinal dari balok
tersebut. Kekuatan dari torsi tersebut jarang bekerja
sendiri dalam balok, akan tetapi hampir selalu
bekerja bersama-sama dengan gaya lentur dan gaya
geser yang bekerja pada balok tersebut.
Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa
untuk balok sederhana yang diperlihatkan di dalam
Gambar 2.1, momen lentur M pada potongan A-A
mengakibatkan tegangan tekan dalam beton di atas
garis netral, tegangan tarik dalam penulangan dan
dalam beton di bawah sumbu netral jika sekiranya
beton belum retak. Untuk memenuhi syarat
keseimbangan dari gaya di arah vertikal, maka
penjumlahan dari tegangan geser vertikal pada
penampang harus sama dengan gaya geser V. Di
bawah garis netral terdapat daerah geser dengan
keadaan yang hampir seperti yang diperlihatkan di
dalam Gambar 2.2, yang menimbulkan suatu
tegangan tarik yang sama besarnya dengan tegangan
geser pada bidang dengan kemiringan 45. Tarik
diagonal ini merupakan penyebab utama dari retak
miring yang lazimnya disebut keruntuhan geser
(shear failure). Gaya geser dijumpai dalam semua
unsur beton bertulang. Pada beton bertulang,
keruntuhan geser terjadi tanpa ada tanda-tanda secara
pasti sebelumnya. Hal ini akan menjadi sangat
berbahaya, maka harus dihindarkan. Untuk itu perlu

adanya perencanaan yang cermat dan teliti terhadap


kuat geser pada beton yang akan digunakan.
Besarnya kekuatan geser pada beton bertulang erat
hubungannya dengan kondisi baja tulangan yang
digunakan untuk menyusun beton tersebut.
A

M
V
A

Gambar 2.1

Gaya dan momen lentur pada


balok sederhana (balok di atas
dua perletakan).
V
f t (maks) = v

V
45

Gambar 2.2 Keadaan geser murni (yakni tidak


ada tegangan tekan atau tarik pada
muka elemen).
Sementara itu, selama bertahun-tahun torsi
hanya dipandang sebagai efek sekunder pada balok
dan tidak dipertimbangkan secara lebih serius dan
mendetail dalam proses desain suatu struktur. Hal ini
tentu akan berpengaruh terhadap faktor keamanan
dari struktur tersebut. Metode analisis dan desain
yang telah ada saat ini disimpulkan dari sedikitnya
penelitian terutama untuk bagian-bagian stuktur yang
berukuran lebih kecil, di dalam banyak kasus
tulangan torsi yang khusus harus disediakan untuk
meningkatkan kemampuan suatu batang dalam
menahan kekuatan torsi tersebut. Berikut ini adalah
contoh-contoh suatu struktur di mana torsi
berpengaruh besar terhadap kekuatan dari struktur
tersebut, misalnya balok segiempat yang dibebani
dengan eksentrisitas tertentu, penyanggga dari suatu
jembatan yang melengkung, dan lempengan dari
tangga yang berputar.
Sebelum kita membahas torsi lebih jauh,
perlu diketahui bahwa torsi yang terjadi pada suatu
struktur beton bertulang dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu torsi kesetimbangan (equilibrium
torsion) dan torsi kompatibilitas (compatibility
torsion). Untuk torsi kesetimbangan atau torsi statis
tertentu, akan terjadi jika terdapat suatu gaya yang
didistribusikan sebagai akibat dari beban eksternal
berfaktor penuh yang bekerja pada suatu struktur.
Torsi tersebut sangat diperlukan untuk menjaga
kesetimbangan statis struktur karena memungkinkan
tidak adanya redistribusi tegangan torsi pada struktur
tersebut. Momen torsi ini dapat dihitung berdasarkan
kesetimbangan statis struktur biasa. Contoh dari torsi
kesetimbangan ini adalah beban yang diberikan pada
permukaan pelat kantilever akan mengakibatkan
terjadinya momen puntir pada balok sebesar m.

Momen ini akan disetimbangkan oleh gaya torsi


penahan yang disalurkan pada kolom sebesar T.
Tanpa momen torsi ini, struktur tersebut tentu saja
akan cenderung lebih mudah mengalami keruntuhan.
Berbeda dengan torsi kesetimbangan, torsi
kompatibilitas atau torsi statis tak tentu, berasal dari
persamaan
kontinuitas,
yaitu
kompatibilitas
deformasi akan terjadi pada bagian-bagian dari suatu
struktur yang saling berdekatan. Pada kasus ini,
momen torsi tidak dapat dihitung dengan hanya
berdasarkan kesetimbangan statis saja, ada tambahan
perhitungan untuk mendapatkan nilai torsi ini. Jika
hal ini diabaikan dalam proses desain maka akan
mengakibatkan keretakan yang luas, akan tetapi pada
umumnya tidak akan mengakibatkan keruntuhan
struktur. Contoh torsi kompatibilitas ini dapat
ditemukan pada balok tepi pendukung yang menjadi
satu (monolitik) dengan pelat beton. Jika balok
tersebut memiliki kekakuan torsi dan tulangan torsi
yang memadai, dan jika kolom dapat mendukung
kebutuhan momen torsi yang diperlukan sebesar T,
maka momen yang terjadi pada pelat akan ikut
mendukung kekakuan dari struktur tersebut secara
otomatis. Namun, jika balok tersebut memiliki
kekakuan torsi yang kecil dan tulangan torsi yang
tidak memadai, maka keretakan akan terjadi dan akan
mengurangi kekakuan torsi dari balok tersebut secara
perlahan-lahan, dan momen pada pelat akan
terdistribusi pada balok. Jika pelat didesain dalam
kondisi tersebut, maka keruntuhan tidak akan terjadi.
Meskipun metode analisis yang ada saat ini
mensyaratkan evaluasi langsung dari momen torsi
untuk kondisi statis tak tentu yang tentu saja sangat
penting, para enginer masih sering mengabaikan efek
dari torsi kompatibilitas saat tegangan torsi yang
terjadi rendah dan memungkinkan terjadinya
kesetimbangan statis. Ketika kekuatan torsi menjadi
suatu hal penting yang sangat berpengaruh pada suatu
desain, maka analisa dan tulangan torsi yang khusus
sangat diperlukan.
2.2

Ragam Keruntuhan Balok


Hal yang menentukan ragam keruntuhan
suatu balok adalah perbandingan antara bentang
bersih dengan tinggi balok (kelangsingan balok).
Gambar 2.3 di bawah ini memperlihatkan pola
keruntuhan secara skematis.
a

(a)

antara bentang geser dengan tinggi


penampang adalah menengah, yaitu a/d
bervariasi antara 2,5 dan 5,5 untuk beban
terpusat. Balok yang demikian disebut balok
dengan kelangsingan menengah. Retak-retak
pertama terjadi di tengah bentang, berarah
vertikal, yang berupa retak halus, dan
diakibatkan oleh lentur kemudian diikuti
dengan rusaknya lekatan antara baja tulangan
dengan beton di sekitarnya pada perletakan.
Maka tanpa adanya peringatan sebelum
runtuh, dua atau tiga retak diagonal terjadi
pada jarak sekitar 1,5d sampai 2d dari muka
perletakan. Untuk mencapai kestabilan, satu
retak diagonal ini melebar ke dalam retak
tarik diagonal utama (lihat Gambar 2.3 (b)).

Ic

1,5 d

(b)

Ic

(c)
Gambar 2.3

2.2.3

Ragam keruntuhan sebagai fungsi dari


balok; (a) keruntuhan lentur; (b)
keruntuhan geser; (c) keruntuhan tekan
geser

Bentang geser a untuk beban terpusat adalah


jarak antara titik tangkap beban tersebut dengan
muka perletakan. Untuk beban terdistribusi, bentang
gesernya sama dengan bentang bersih balok Ic. Pada
dasarnya balok dapat mengalami 3 jenis keruntuhan
(atau kombinasinya), yaitu keruntuhan lentur,
keruntuhan geser, dan keruntuhan tekan akibat geser.
Untuk balok yang semakin langsing, kecenderungan
ragam keruntuhan adalah lentur.
2.2.1

2.2.2

Keruntuhan lentur
Pada daerah yang mengalami keruntuhan
lentur, retak terjadi pada sepertiga tengah
bentang dan tegak lurus terhadap tegangan
utama. Retak-retak ini diakibatkan oleh
tegangan geser v yang sangat kecil dan
tegangan lentur f yang sangat dominan yang
besarnya hampir mendekati tegangan utama
horizontal ft(maks). Dalam keadaan runtuh
lentur beberapa retak halus terjadi di daerah
tengah bentang sekitar 50% dari yang
diakibatkan oleh beban runtuh lentur. Jika
balok bersifat under-reinforced, maka
keruntuhan ini merupakan keruntuhan yang
daktail yang ditandai dahulu dengan lelehnya
tulangan tarik. Agar berperilaku daktail,
biasanya perbandingan antara bentang geser
dengan tinggi penampang harus lebih besar
dari 5,5 dalam hal beban terpusat, dan
melebihi 15 untuk beban terdistribusi.
Keruntuhan geser
Keruntuhan ini dapat terjadi apabila kekuatan
balok dalam diagonal tarik lebih kecil
daripada kekuatan lenturnya. Perbandingan

Keruntuhan tekan geser


Balok-balok yang mengalami keruntuhan ini
mempunyai perbandingan antara bentang
geser dengan tinggi penampang a/d sebesar 1
sampai 2,5 untuk beban terpusat dan kurang
dari 5,0 untuk beban
terdistribusi.
Keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya
retak-lentur-halus-vertikal di tengah bentang,
dan tegak lurus menjalar, karena terjadinya
kehilangan lekatan antara tulangan membujur
(longitudinal) dengan beton di sekitarnya
pada daerah perletakan. Setelah itu diikuti
dengan retak miring, yang lebih curam
daripada retak geser, secara tiba-tiba dan
menjalar terus menuju sumbu netral (lihat
Gambar 2.3 (c)). Ragam keruntuhan ini
dipandang kurang getas dibandingkan dengan
ragam keruntuhan geser karena adanya
redistribusi tegangan pada daerah atas balok.

Tabel 2.1 berikut ini memberikan ringkasan


mengenai pengaruh angka kelangsingan balok
dengan ragam keruntuhannya.
Tabel 2.1 Pengaruh Kelangsingan Balok Terhadap
Ragam Keruntuhan

Kategori
Balok

Perbandingan bentang geser


dengan tinggi penampang
Ragam Keruntuhan
Beban
Beban Terdistribusi
Terpusat a/d
Ic/d

Langsing

lentur

> 5,5

> 16

Sedang

geser

2,5 - 5,5

11 - 16*

Tinggi

tekan geser

1 - 2,5

1-5

* untuk beban terdistribusi, ada trasnsisi antara


balok tinggi dengan balok menengah
2.3

Penulangan Geser
Untuk mencegah pembentukan retak miring,
maka digunakan penulangan transversal (dikenal

dengan penulangan geser) yang berbentuk


sengkang tertutup atau yang berbentuk U di arah
vertikal atau miring untuk menutupi tulangan
memanjang utama di sekeliling muka balok.
Sengkang yang paling umum adalah berbentuk tetapi
dapat juga berbentuk
atau mungkin hanya
mempunyai cabang vertikal tunggal seperti dalam
Gambar 2.4 (c). sengkang ganda seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 2.4 (e) dianggap
mencegah pembelahan dalam bidang dari tulangan
longitudinal. Sebagai konsekuensinya, sengkang ini
lebih disukai untuk balok lebar dibandingkan
sengkang dalam Gambar 2.4 (d). Kadang-kadang
lebih mudah menggunakan sengkang sambungan
tumpang-tindih seperti pada Gambar 2.4 (g). Semua
sengkang ini, yang dijelaskan dalam ACI bagian
12.13.5, kadang-kadang berguna untuk balok tinggi,
khususnya balok dengan tinggi bervariasi. Tetapi
sengkang ini dianggap tidak baik untuk daerah
gempa.
Tulangan yang disebut penggantung
(biasanya memiliki diameter yang sama dengan
sengkang) dipasang pada daerah tekan balok untuk
menyokong sengkang, seperti diilustrasikan dalam
Gambar 2.4 (a) dan (b). Sengkang dipasang
mengelilingi tulangan tarik dan untuk memenuhi
persyaratan pengangkuran dipasang sejauh mungkin
ke sisi tertekan balok dan dibengkokkan ke sekeliling
penggantung. Lentur dan sengkang sekitar
penggantung mengurangi tegangan tumpuan di
bawah pengait. Jika tegangan tumpuan ini terlampau
tinggi, beton akan hancur dan sengkang akan sobek.
Jika terdapat torsi cukup besar dalam batang, perlu
dipasang sengkang yang cukup rapat seperti dalam
Gambar 2.4 (f) dan (g).
Penggantung

(a)

(e)
tidak kurang
dari 1/3 ld

(b)

(c)

(f)
Sengkang jenis ini
tidak memiliki syarat
untuk batang yang
direncanakan
terhadap gempa

(g)
Gambar 2.4 Berbagai jenis sengkang (McCormac,
Jack C. Sumargo. Desain Beton
Bertulang edisi kelima. 2001)

Tulangan geser (sengkang) memberikan


empat fungsi utama, yaitu:
1. Menahan sebagian gaya geser berfaktor
eksternal Vu.
2. Membatasi
perkembangan
retak-retak
diagonal
3. Memegang batang-batang tulangan utama
longitudinal di tempatnya agar mereka dapat
memberikan
kapasitas
dowel
yang
diperlukan untuk menahan beban lentur.
4. Menyediakan suatu pengekangan pada beton
dalam daerah tekan jika sengkang-sengkang
tersebut dalam bentuk pengikat-pengikat
tertutup.
2.4

Penulangan Torsi
Penyertaan tulangan longitudinal dan
transversal berfungsi untuk menahan momen-momen
torsi dari suatu elemen di dalam kumpulan gaya dan
momen di dalam penampang. Jika:
Tn = tahanan torsi nominal total perlu
penampang termasuk tulangan
Tc = tahanan torsi nominal beton polos
Ts = tahanan torsi tulangan
maka,
Tn Tc Ts
(2.1)
Tc diasumsikan sama dengan nol untuk
penyederhanaan desain, dan semua torsi diasumsikan
ditahan oleh batang-batang baja longitudinal dan
sengkang-sengkang transversal tertutup. Di dalam
mempelajari
kontribusi
batang-batang
baja
longitudinal dan sengkang-sengkang tertutup,
seseorang haruslah menganalisa sistem gaya-gaya
yang bekerja pada irisan-irisan penampang elemen
struktural yang ber-warp pada saat keadaan batas
kegagalan. (Nawy, Tavio, dan Kusuma. Beton
Bertulang: Sebuah Pendekatan Mendasar. 2010.
Surabaya : ITS Press).
Momen torsi yang bekerja pada komponen
struktur seperti balok keliling dapat dihitung dengan
menggunakan prosedur analisis stuktur biasa. Desain
terhadap komponen tertentu haruslah didasarkan pada
(d)
keadaan batas saat kegagalan. Oleh karena itu,
perilaku non-linier sistem struktur setelah retak torsi
harus diidentifikasikan sebagai salah satu dari kedua
kondisi berikut:
1. Tidak adanya redistribusi tegangan torsi ke
anggota lain setelah retak.
2. Adanya redistribusi tegangan dan momen
torsi setelah retak yang mempengaruhi
kompatibilitas deformasi di antara anggota
yang berpotongan. (Nawy, Tavio, dan
Kusuma.
Beton
Bertulang:
Sebuah
Pendekatan Mendasar. 2010. Surabaya : ITS
Press).
2.5

Teori Analogi Tras Ruang (Space Truss


Analogy Theory)
Analogi tras ruang (space truss analogy)
merupakan suatu pengembangan model yang

dipergunakan di dalam desain sengkang-sengkang


penahan geser, yang merupakan penahan utama retak
tarik diagonal ketika retak mulai terjadi. Karena
bentuk irisan dari suatu penampang yang tidak rata
sebagai akibat dari momen puntir yang terjadi pada
penampang tersebut, maka sebuah tras ruang yang
tersusun dari sengkang-sengkang akan berfungsi
sebagai penahan bagian tarik diagonal, dan strip-strip
beton yang terbentuk akan membentuk sudut yang
bervariasi di antara retak-retak yang terjadi. Stripstrip beton tersebut berfungsi sebagai penahan bagian
tekan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Dalam teori ini mengasumsikan bahwa suatu
balok beton yang berpenampang pejal yang dikenai
torsi serupa dengan suatu balok berongga yang
berdinding tipis yang dikenai alir geser yang konstan
pada irisan penampang. Alir geser tersebut akan
menghasilkan suatu momen torsi yang konstan pula.
Penggunaan penampang yang berongga pada
dasarnya terbukti memberikan momen torsi ultimate
yang sama dengan penampang pejal, dengan catatan
dinding tersebut tidaklah terlalu tipis. Hal ini telah
dibuktikan dari banyaknya penelitian yang telah
dilakukan oleh para ahli, di mana menunjukkan
bahwa penahan kekuatan torsi dari penampang pejal
tersusun dari rangka sengkang tertutup, yang terdiri
dari batang-batang longitudinal dan sengkangsengkang transversal, serta strat-strat tekan miring
beton yang terbentuk di dalam bidang dinding
rangka. Strat-strat tekan ini adalah strip-strip beton
yang miring di antara garis-garis retak yang terjadi
pada beton seperti terlihat pada Gambar 2.5.
Kesimpulannya, ketidakberadaan inti dari beton tidak
mempengaruhi kekuatan dari beton dalam menahan
torsi yang terjadi, karena pendekatan teori analogi
tras ruang ini didasarkan pada penampangpenampang yang berongga.
s

t = gaya geser per satuan


panjang dinding
Gambar 2.5 Gaya-gaya pada permukaan beton
kotak berongga dalam analogi tras
ruang
2.6

Interaksi Geser-Torsi-Lentur
Tinjau kotak-kotak persegi dalam Gambar
2.6. Alir geser q tidak akan sama pada empat dinding
kotak tersebut bilamana dikenai oleh geser dan torsi
terkombinasi, seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.6 (c). Kegagalan dapat diakibatkan oleh
dua alasan yang berbeda:
(a) Pelelehan baja tarik longitudinal bawah dan
sengkang-sengkang transversal
(b) Pelelehan baja tekan longitudinal atas dan
sengkang-sengkang transversal.
(a) Baja tarik longitudinal bawah meleleh.
Jika penyebab kegagalan diakibatkan oleh
pelelehan stringer (baja tarik) longitudinal
bawah dan sengkang-sengkang transversal
akibat geser dan torsi terkombinasi, perumusan
berikut dapat diturunkan dari kesetimbangan:
2

T y0 x0 s
V y0 s
M

1


FB y0 2 y0 FB At f yt 2 A0 FB At f yt
(2.2)
adalah momen-momen

Jika M 0 , V0 ,dan T0

dan gaya-gaya yang bekerja sendirian, mereka


dapat didefinisikan sebagai berikut:

M 0 FB y0

ty

x0

Cx = gaya tekan miring

pada sisi vertikal

(2.3a)

F
V0 2 y0 T
y0

At f yt

2F
T0 2 A0 T
p0

At f yt

untuk sebuah boks


dua-web
(2.3b)

Cx

dimana p0 2 y 0 x0

ty

y0

tan

M
Cy

Cy

x0

ty

qT

Cx

Keterangan: F = gaya tarik setiap


batang longitudinal
Cx = gaya tekan miring
pada sisi horizontal

FT
FB

y0

(2.3c)

qt

- ++

qv

qv

qT

(2.3d)

qT
r

+ =

V
2 y0

qT

(b) qT

V
2 A0

T
b

qT

(a) q v

qr

qb

(c) q qv qT

Gambar 2.6

Alir geser penampang berongga q


akibat geser dan torsi terkombinasi.

V0

Sebuah hubungan permukaan interaksi yang


tak-berdimensi
dapat
diperoleh dengan
memakai persamaan 2.3 ke dalam persamaan
2.2 sehingga:
2

(b) Baja tekan longitudinal atas meleleh.


Jika penyebab kegagalan diakibatkan oleh
pelelehan kord (baja tekan) longitudinal atas
dan sengkang-sengkang transversal, persamaan
2.5a menjadi
2

(2.4b)

Dari kedua persamaan 2.4a dan b di atas, untuk


sebuah momen lentur yang konstan M pada
kedua jenis kegagalan membentuk interaksi dari
V dan T yang sama. Perpotongan dari kedua
jenis kegagalan untuk dua penyebab kegagalan
ini membentuk sebuah kurva interaksi puncak
antara V dan T sehingga persamaan 2.4a dan b
memberikan

V0

T

T0

balok tepi

1 R

2R

(2.5a)

Persamaan 2.5a untuk R = 0,25; 0,5; dan 1,0


memberikan
plot-plot
melingkar
yang
ditunjukkan dalam Gambar 2.7 di bawah ini.
V
V0
2
2
V T
1 R

2,5
V
T
2R
0 0

Gambar 2.8

1,5

1,0

R = 0,25
0,5

0,5

Gambar 2.7

1,0

1,0 1,5

2,5

Diagram interaksi gesertorsi


Penyebab
kegagalan
yang
ketiga
diakibatkan oleh pelelehan pada batang
yang longitudinal atas, pada batang
longitudinal bawah, dan pada tulangan
transversal, semua pada sisi dimana alir-alir
geser diakibatkan oleh geser dan torsi,
maka persamaan 2.5a menjadi:
8

(2.5b)

Torsi pada Struktur


Resultan dari tegangan yang diakibatkan dari
torsi yang terjadi di dalam balok-balok statis tertentu
dapat dihitung dalam kondisi kesetimbangan saja.
Dalam kondisi seperti itu dibutuhkan sebuah desain
untuk menahan momen torsi eksternal berfaktor
penuh, karena tidak adanya redistribusi tegangantegangan torsi yang terjadi. Kondisi ini diistilahkan
sebagai torsi kesetimbangan. Sebuah balok tepi yang
mendukung sebuah kantilever seperti dalam Gambar
2.8 yang merupakan salah satu contoh dari torsi
kesetimbangan.

(2.4a)

M 1 V T
1

M 0 R V0 T0

2.7

T
M V
R R 1
M 0 V0
T0

VT 1 R
T

2
2R
V0T0
T0

T
T0

Torsi tanpa redistribusi


(torsi kesetimbangan)

Jika balok tepi pada Gambar 2.8 di atas


tidak didesain untuk menahan momen puntir
eksternal berfaktor penuh yang ditimbulkan dai slab
kantilever, maka struktur tersebut akan runtuh. Hal
itu dikarenakan balok tersebut tidak mampu
menyesuaikan dengan kondisi kesetimbangan gayagaya yang terjadi pada struktur tersebut dan momen
torsi eksternal yang dihasilkan terlalu besar.
Di dalam sistem statis tertentu, asumsi
kekakuan struktur, kompatibilitas regangan pada join,
dan
redistribusi
tegangan-tegangan
dapat
mempengaruhi resultan-resultan dari tegangan
tersebut.
Peraturan SNI 03-2847-2002 mensyaratkan
untuk suatu momen torsi berfaktor penuh pada
penampang kritis d dari muka pendukung untuk
beton bertulang adalah sebagai berikut:

f 'c
Tu
3

Acp2

p
cp

{SNI 13.6.2.2(a)}

(2.6)

Acp = luasan yang dibatasi oleh keliling luar irisan


penampang beton ( Acp= x0 y 0)
pcp = perimeter luar irisan penampang beton

{ pcp

2( x0 y0 )}

Contoh struktur yang mengalami torsi


kompatibilitas dapat dilihat pada Gambar 2.9. Balokbalok B2 menimbulkan momen puntir T u pada
penampang-penampang 1 dan 2 pada balok keliling
AB. Besaran kekakuan struktur balok AB dan balokbalok transversal B2 menentukan besaran rotasi pada
titik perpotongan 1 dan 2. Karena terjadi
pembentukan sendi plastis torsi di dekat join A dan
B, maka momen-momen di ujung balok B2 pada
perpotongan dengan balok keliling AB tidak akan
ditransfer sepenuhnya sebagai momen-momen puntir
ke pendukung kolom di A dan B. Momen-momen
tersebut akan jauh tereduksi karena redistribusi
momen mengakibatkan terjadinya transfer momenmomen lentur ujung dari ujung-ujung 1 dan 2 ke
ujung-ujung 3 dan 4, begitu juga halnya dengan yang
terjadi pada bentang tengah balok-balok B2. Tu pada
ujung-ujung setiap balok keliling A dan B dan di
penampang kritis pada jarak d dari ujung balok ini
ditentukan dari persamaan 2.6. Momen-momen torsi
dapat diabaikan jika memenuhi persamaan 2.7
berikut:

f 'c
Tu
12

Acp2

pcp

{SNI 13.6.1(a)}

B1

B1

B2

B2

B
balok keliling
(sprandel)

nilai untuk Vc dihitung dengan persamaan berikut


dengan mengasumsikan bahwa gaya geser Vc tidak
berubah dengan adanya torsi:

f
Vc
6

B1

Gambar 2.9

B1

Denah sistem lantai satu-arah


tipikal (torsi kompatibilitas)

2.8

Kekuatan Momen Torsi


Dimensi penampang balok beton bertulang untuk
kekuatan torsi dibatasi oleh persamaan 2.8 berikut
ini:
2

Vu Tu p h


1.7 A 2
b
d
w
oh

(2.9)

Aoh = luasan

yang dibatasi oleh garis pusat

tulangan torsi transversal tertutup yang


terluar (

Aoh= x1 y)1

p h = perimeter

garis

pusat

tulangan

torsi

transversal tertutup yang terluar

{ ph 2( x1 y1 ) }
= 1,0 untuk beton berbobot normal ; 0,85
untuk beton berbobot ringan pasir ; 0,75
untuk beton berbobot ringan semua.

y0

x1
x0

y1

x1
x0

Gambar 2.10 Batasan geometri torsi

b d
w {SNI 13.3.1.1 & 13.2.2}

(2.7)

B2

Dimana:

B2

'

V
2 f ' c
c
bw d
3

{SNI 13.6.3.1(a)}
(2.8)
Dimensi penampang ini dipilih berdasarkan retak
tak kelihatan yang tereduksi dan pencegahan
kehancuran permukaan beton yang diakibatkan oleh
tegangan tekan miring akibat dari geser dan torsi
yang didefinisikan oleh suku kiri persamaan 2.8. Dan

2.9

Tulangan Web Torsi


Kekuatan torsi tambahan mengakibatkan
penambahan tulangan torsi dan hal ini dapat dicapai
dengan hanya menggunakan sengkang maupun
batang longitudinal. Idealnya volume baja yang
digunakan baik dalam sengkang tertutup maupun
batang longitudinal haruslah sama agar keduanya
dapat bekerja secara bersama dalam menahan momen
puntir. (Nawy, Tavio, dan Kusuma. Beton Bertulang:
Sebuah Pendekatan Mendasar. 2010. Surabaya : ITS
Press).
Tulangan transversal untuk torsi haruslah
didasarkan pada harga kekuatan momen torsi
eksternal berfaktor penuh Tn, yaitu ( Tu / ), dimana:

Tn

2 A0 At f yv
s

cot {SNI 13.6.3.6}

(2.10)

A0 = luasan gros yang dibatasi oleh jalur alir geser.


Sesuai dengan standar SNI 03-2847-2002

{ Ao 0,85 Aoh }
At = luasan irisan penampang satu kaki sengkang
tertutup trasnsversal.
f yv = kekuatan leleh tulangan torsi transversal
tertutup, tidak melebihi 400 MPa.

= sudut diagonal tekan (strat) dalam

analogi tras ruang untuk torsi.


S = spasi sengkang.
Dengan mentranspos suku-suku pada
persamaan 2.10, maka luasan transversal dapat
dicari dengan cara:

At
Tn

{SNI 13.6.3.6}
2 A0 f yv cot
s
(2.10)

Momen torsi berfaktor Tn haruslah sama


atau melebihi momen torsi eksternal berfaktor
Tu. Sudut yang dibentuk oleh diagonal tekan
beton (strat) harus memenuhi 30< < 60
sesuai dengan peraturan SNI 13.6.36. Standar
SNI membolehkan nilai dari sama dengan:
(i) 45 untuk beton nonprategang,
(ii) 37,5 untuk beton prategang dengan gaya
prategang efektif lebih besar dari 40%
kekuatan tarik tulangan longitudinal.
Untuk tulangan longitudinal torsi haruslah
tidak kurang dari:
f yv
A
cot 2 {SNI 13.6.3.7}
Al t p h

s
f yl
(2.11)
dimana:
f yl = kekuatan
leleh
tulangan
torsi
longitudinal, tidak melebihi 400 MPa.

Al

= luasan total tulangan torsi longitudinal.


Untuk menyediakan luasan tulangan torsi
minimum pada semua daerah dimana momen
torsi berfaktor Tu melebihi nilai yang diberikan
dari persamaan 2.7 haruslah memenuhi:

f ' c bw s
.
16
f yv
{SNI 13.6.5.2}
(2.12)
namun tidak boleh kurang dari (1/3)(bws/fyv).
Spasi maksimum harus tidak melebihi dari ph/8
atau 300 mm {SNI 13.6.6.2}.
Sedangkan untuk luasan total minimum
tulangan torsi longitudinal tambahan harus
ditentukan dengan:
Av 2 At

Al min

5 f 'c Acp
12 f yl

f yv
A
t ph
f yl
s

{SNI 13.6.5.3}
(2.13)
dimana At/s haruslah tidak diambil kurang
dari (1/6)bw/fyv. Tulangan longitudinal harus
ditempatkan di dalam sengkang tertutup, dengan
paling sedikit satu tulangan longitudinal di
setiap sudut sengkang tersebut. Diameter

10

tulangan harus paling sedikit 1/24 spasi


sengkang tetapi tidak kurang dari batang D10.

2.10 Prosedur Analisa Struktur

Proses analisa struktur yang akan digunakan


adalah dengan menggunakan metode kekakuan
langsung (direct stiffness method) yang
merupakan bagian dari metode elemen hingga.
Hal ini dikarenakan metode elemen hingga
merupakan metode numerik yang digunakan
untuk memecahkan masalah teknik dan fisika
matematis. Permasalahan tersebut melibatkan
bentuk geometri, beban, dan sifat material yang
sangat kompleks dan sulit untuk dapat
membentuk persamaan analisa matematisnya
jika tidak menggunakan metode elemen hingga.
Alasan digunakannya metode kekakuan
langsung sebagai langkah analisa struktur
dikarenakan formulasi dan prosedur perhitungan
yang dihasilkan sangat sistematis sehingga
sasngat sesuai untuk diprogramkan dalam
bahasa komputer. Dalam penggunaan metode
kekakuan langsung ini sistem struktur yang akan
dianalisa harus dimodelkan dalam satu
perangkat elemen sederhana yang saling
terhubung pada titik-titik nodalnya.
Dalam perhitungan metode kekakuan
langsung diperlukan suatu input data berupa
matriks. Dalam pembentukan suatu matriks
kekauan struktur diperlukan suatu variabel yang
tidak diketahui nilainya. Variabel-variabel
tersebut adalah perpindahan titik simpul struktur
berupa rotasi dan defleksi. Dalam istilah lain
variabel ini bisa juga dinamakan Degrees of
Freedom (D.O.F). DOF dari suatu struktur inilah
yang nantinya akan menjadi acuan dalam proses
analisa struktur. DOF struktur ini menentukan
berapa jumlah dari deformasi ujung-ujung aktif
tiap elemen yang akan dihitung.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
perhitungan
analisa
struktur
dengan
menggunakan metode kekakuan langsung secara
berurutan:
1, Identifikasikan data-data input ke dalam
matriks data.
Data-data yang dibutuhkan dalam
proses input data ini adalah data identitas
dari titik-titik nodal dan elemen yang akan
digunakan. Titik-titik nodal dan elemen
dari struktur ini didefinisikan dengan
sebuah koordinat. Dalam proses analisa
struktur ini sistem koordinat harus
dibedakan menjadi dua macam, yaitu
sumbu koordinat global dan lokal.

Perbedaan dari kedua sistem koordinat


ini adalah pada sumbu global digunakan
untuk mendeskripsikan koordinat dari
titik-titik nodal dan elemen struktur.
Sumbu
global
ditentukan
dengan
menggunakan kaidah tangan kanan dan
dilabelkan dengan huruf capital X, Y, dan
Z. Letak dari sumbu global ini tetap untuk
semua jenis dan posisi elemen.
Sedangkan pada sumbu lokal digunakan
untuk mendeskripsikan gaya-gaya dalam elemen
yang terjadi. Letak dari sumbu lokal ini
bergantung pada posisi dari tiap-tiap elemen.
Jadi jika elemen didefinisikan dengan posisi
vertikal (kolom) maka sumbu lokalnya juga
akan mengikuti posisi dari elemen tersebut.
Sumbu lokal ini disimbolkan dengan huruf kecil
x, y, dan z. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat
pada Gambar 2.11.
2

6
2
2

YG

DOF = 3

2
1

0
0
3
4

DOF = 4
Gambar 2.12 DOF pada struktur 2D

y1
u 1 z1

x1

w1

y2

y2
y1 u 2
z2

w2

DOF = 12

XG

ZG
3
6

2
1

Gambar 2.11 Sistem Tata Sumbu Lokal &


Global
Setelah proses identifikasi semua data-data
tersebut selesai, dicari berapa banyaknya DOF
struktur yang dimiliki oleh struktur tersebut.
Untuk struktur space frame 3D, memiliki 12
DOF. Hal ini dikarenakan dalam struktur 3D
terdapat dua sumbu struktur acuan, yaitu sumbu
lokal dan sumbu global. Jumlah dari DOF ini
yang nantinya akan menentukan besarnya ordo
dari matriks kekakuan struktur. Karena struktur
space frame 3D memiliki 12 DOF atau 6 DOF
per titik, maka matriks kekakuan strukturnya
berordo 12 x 12. Dalam Gambar 2.12 dan
Gambar 2.13 menunjukkan tentang jumlah DOF
pada struktur 2D dan 3D:

Gambar 2.13 DOF pada struktur 3D


Pada struktur 3D, terjadi translasi
dan rotasi pada tiap sumbunya.
Gambar 2.13 menunjukkan translasi
dan rotasi yang terjadi pada sumbu
global
dari
struktur
tersebut.
Sedangkan pada sumbu lokal pada
struktur tersebut translasi dan rotasi
yang terjadi mengakibatkan timbulnya
reaksi berupa Fxn, Fyn, Fzn dan Txn, Myn,
Mzn. Untuk momen torsi struktur
terjadi searah dengan sumbu lokalnya,
yaitu sumbu x. Setelah DOF struktur
diketahui, dilanjutkan ke proses
analisa berikutnya,yaitu menentukan
matriks transformasinya.
2. Tentukan matriks transformasi batang

[R].

Langkah
selanjutnya
setelah
penentuan DOF struktur yaitu mencari
matriks transformasi dari batang. Matriks
transformasi batang tersusun atas matriks
rotasi elemen []. Matriks rotasi [] dan
11

matriks transformasi
sebagai berikut:

C1

C2
0

C2
C1
0

[R]

dirumuskan

0 C1 cos
C2 sin
1
(2.14)

R
0
C1

C2
0
R
0
0

C2
C1
0
0
0
0

0
0
0
0
1
0
0 C1
0 C2
0
0

(2.15)

0
0
0
C2
C1
0

0
0

0
0
1

(2.16)

3. Tentukan matriks kekakuan stuktur.


Setelah matriks transformasi [R]
diperoleh langkah selanjutnya adalah
mencari matriks kekakuan struktur. Yang
akan digunakan dalam mencari gaya-gaya
batang struktur adalah matriks kekakuan
global [K]. Matriks kekakuan global ini
diperoleh
dengan
memperhitungkan
matriks kekakuan lokal elemen [k].
Perumusan matriks kekakuan global
adalah sebagai berikut:
[K] = [R]T.[k].[R]

(2.17)

dimana:
[R]T = transpose
dari
matriks
transformasi
Untuk struktur 2D matriks kekakuan
lokal elemennya adalah sebagai berikut
(deformasi aksial diperhitungkan):
0
0 0
0

0 12 6 L
0 12 6 L

0 6 L 4 L2 0 6 L 2 L2 (2.18)
k

0
0
0
0
0 12 6 L 0
12 6 L

2
0 6 L 4 L2
0 6 L 2 L
EI
3
L
dimana:
AL2

12

Maka,
dengan
menggunakan
persamaan 2.17 diperoleh matriks
kekakuan global elemen untuk struktur 2D
adalah:
g2
g4
g1 g 2 g 4
g1
g
g3
g5 g2 g3
g 5
2
g
g5
g6 g4 g5
g7
[K ] 4

g1
g2 g4
g1 g 2 g 4
g 2 g 3 g 5
g2
g3 g5

g5
g1 g 4 g 5
g 6
g 4
(2.19)
dimana:

g1 C12 12C 22

g 5 6 LC1

g 2 C1C 2 12

g 6 4 L2

g 3 C 22 12C12

g 7 2 L2

g 4 6 LC2

Dengan menggunakan urutan cara


yang sama, maka matriks kekakuan global
untuk struktur 3D diperlihatkan pada
persamaan 2.21. Jika suatu struktur terdiri
dari lebih dari satu elemen, maka matriks
kekakuan struktur global diperoleh dengan
cara menjumlahkan matriks kekakuan
global
tiap
elemen
tersebut.
Perumusannya dapat dilihat di bawah ini:
[Ks] = [K]n + [K]n+1

(2.20)

dimana:
n
= elemen ke[Ks] = matriks kekakuan struktur global
[K] = matriks kekakuan global tiap
elemen
EA
0
L

12EIz
0
L3

0
0

0
0

0
0

6EIz
0
2
K EA L

0
L

12EIz
0 3
L

0
0

0
0

0
0

6EIz
0
L2

6EIy
2
L

6EIz
L2

12EIy
L3
0
6EIy
2
L
0
0
0
12EIy
3
L
0
6EIy
2
L
0

GIx
L
0
0
0

0
4EIy
L
0

0
0
0
4EIz
L

6EIy
L2

6EIz
2
L

GIx

L
0
0

0
2EIy
L
0

0
0
0
2EIz
L

EA
L
0
0
0

12EIz
L3
0

6EIy
2
L

12EIy
3
L

6EIz
2
L

6EIy
L2

EA
L
0
0
0

0
12EIz
L3
0

GIx

2EIy
L

6EIy
L2

12EIy
L3

6EIz
2
L

6EIy
L2
0

GIx
L

4EIy
L

0
6EIz

L2

0
2EIz

L
0
6EIz

L2
0

4EIz

(2.21)

[Ks]

4. Tentukan matriks beban luar.

Matriks beban merupakan gaya-gaya


pada ujung-ujung aktif elemen yang
dihasilkan sebagai akibat dari beban luar
(aksi). Matriks beban disimbolkan dengan
[Ps]. Matriks beban akibat beban terpusat
di tengah bentang berbeda dengan matriks
beban akibat beban merata di sepanjang
bentang. Untuk beban terpusat matriks
bebannya adalah:

1 / 8PL
{Ps }

1 / 8PL

(2.22)

1/8PL

1/8PL

Gambar 2.14 Aksi akibat beban terpusat di


tengah bentang
Sedangkan untuk beban terbagi rata
perumusan matriks bebannya adalah
sebagai berikut:

1 / 12qL2
{Ps }
2
1 / 12qL

(2.23)
q

1/12qL

1/12qL

Gambar 2.15 Aksi akibat beban merata di


sepanjang bentang

5. Hitung deformasi ujung-ujung aktif


dari struktur.

Setelah mendapatkan matriks beban,


langkah selanjutnya adalah mencari
deformasi ujung-ujung aktif struktur.
Deformasi
ujung-ujung
aktif
ini
disimbolkan dengan [Us]. Dari deformasi
struktur
ini
kemudian
ditentukan
displacement masing-masing batang pada
koordinat
globalnya.
Setelah
itu,
dilanjutkan dengan mencari displacement
dari masing-masing batang pada koordinat
lokalnya
{un}.
Berikut
adalah
perumusannya:

-1

= invers dari matriks kekakuan


global struktur
{Ps} = matriks beban luar
{un} = displacement
masing-masing
batang (koordinat lokal)
[Rn] = matriks transformasi masingmasing batang
{Un} = displacement
masing-masing
batang (koordinat global)

6. Hitung gaya-gaya
struktur.

batang

dari

Langkah yang terakhir adalah mencari


gaya-gaya akhir elemen itu sendiri. Untuk
mendapatkan nilai dari gaya-gaya akhir
elemen dilakukan dengan memasukkan ke
dalam persamaan 2.26 berikut ini:
{ f n } [ K n ].{u n } { f 0n }
(2.26)
dimana:
{fn} = matriks gaya-gaya akhir tiap
elemen
[Kn] = matriks kekakuan global tiap
elemen
{un} = matriks displacement masingmasing elemen (koordinat lokal)
{f0n} = matriks gaya-gaya primer tiap
elemen (reaksi)
f0n didapatkan dengan mencari nilai gayagaya akibat reaksi dari pembebanan pada
tiap-tiap elemen. Kemudian matriks gaya
primer ini dijumlahkan dengan hasil
perkalian antara matriks kekakuan global
tiap elemen dengan matriks displacement
masing-masing elemen pada koordinat
lokalnya untuk mendapatkan nilai dari
gaya-gaya batang struktur. Gaya-gaya
batang inilah yang nantinya akan
digunakan sebagai input data pada
program perhitungan tulangan.

-1

{Us} = [Ks] .{Ps}


(2.24)
{un} = {Rn}.{Un}
(2.25)
dimana:
{Us} = deformasi ujung-ujung aktif
struktur
13

BAB III
METODOLOGI

3.1 Langkah Penyelesaian Tugas Akhir

OK

Mulai

Komparasi
Studi Literatur
1.
2.
3.
4.
5.

Mengumpulkan materi penunjang


Mempelajari konsep finite element
Mempelajari metode kekakuan langsung
Mempelajari Visual Basic 6.0
Mempelajari konsep penulangan torsi dan
geser terkombinasi pada balok

tidak

Pengoperasian program dan


membandingkan hasil output dengan
SAP 2000 dan PCABEAM untuk mengecek
kebenaran dari
output

Perbaikan Tampilan

Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka

Mengecek tampilan program

1. Membahas latar belakang, permasalahan,


batasan masalah, dan tujuan Tugas Akhir
2. Membahas dasar teori yang berkaitan dengan
Tugas Akhir
3. Membahas dasar teori yang berkaitan dengan
metode elemen hingga

Penyusunan Laporan
Tugas Akhir

Akhir

Alur Pemrograman
Pembuatan
Program
Gambar 3.1
1.
Membuatalgortima
interface program
Menyusun
analisa struktur dengan
2. Menyusun
listing
prosedur
baca data
metode kekakuan langsung
3. Menyusun listing prosedur analisa
4. Menyusun listing prosedur output dan plotting

3.2 Algoritma Pemrograman Secara Umum


Mulai
Input DAta

Running
Program
error

Analisa Struktur

Menjalankan program dengan


memasukkan input data dan
memeriksa kesalahan akibat
kesalahan listing program sekaligus
memperbaiki eror
yang terjadi

Output Data
Analisa Balok

Output data berupa


jumlah tulangan

Bagan alir metodologi


penyusunan Tugas Akhir

Selesai
Gambar 3.2

14

Algoritma Pemrograman Secara


Umum

3.3 Proses Analisa Struktur

Start

Vu dan Tu berfaktor yang dihitung di jarak d dari muka

Input Data
Data sama dengan data yang diinput
pada awal program

pendukung. Untuk torsi kompatibiltas:

f ' c Acp2

3 pcp

Tu

Penentuan DOF struktur


Matriks Rotasi [],
Matriks Trasnformasi [R]

f ' c Acp2

3 pcp

Tu

Matriks Kekakuan tiap Elemen [Kn],


Matriks Kekakuan Struktur [Ks]

Tu

Tu

3 f pc
1
untuk BP

f
'
c

f ' c Acp2

Tidak
Matriks Beban [Ps],
lalu Displacement Struktur {Us}=[Ks]-1{Ps}

untuk BB,

pcp

12

f ' c Acp2

1
pcp

12

untuk BB

3 f pc
f 'c

Ya

untuk BP

Displacement masing-masing batang,


{un}=[Rn]{Un}
Gaya Akhir Elemen,
{fs}=[kn]{un} + {f0n}
Finish

Efek torsi dapat diabaikan


CEK PENAMPANG:
Untuk penampang pejal:
2

Gambar 3.3 Bagan alir analisa struktur


3.4 Prosedur Desain untuk Torsi dan Geser
Terkombinasi
Start
Diberikan : pembebanan, kondisi pendukung,

x0 , y0 , x1 , y1 , Acp , A0 , Aoh , As , pcp , ph , t , h, bw , d


untuk BP, tegangan rata-rata f pc setelah
kehilangan, tegangan dan kekuatan yang
diperbolehkan, f yv , f yl , 45 BB, 37,5
BP

2
V
2 f 'c
Vu Tu p h
c


2
bw d
3
bw d 1,7 Aoh

Untuk penampang berongga:

Vu Tu p h Vc

8 f ' c
2

bw d 1,7 Aoh bw d
Irisan penampang haruslah
diperbesar ulangi desain

At
Tn
dimana Ao 0,85 Aoh

s
2 A0 f yt cot
f yt
A
Al t p h
cot 2 tetapi tidak kurang dari
s
f yl
Al min

5 f 'c
12 f yl

b
A f yv dimana At
w
Acp t p h
s 6 f yv
s f yl

Untuk perhitungan tulangan


geser, Av/s, pada gambar 3.5
B

15

Luasan sengkang total/dua kaki,


namun harus tidak kurang dari

Avt 2 At Av

f ' c bw s
16 f yv

1 bw s
,
3 f yv

Perbesar penampang;
ulangi desain

Av
V
s
s
f yv d

luasanduakakisengkang
Avt / s

Spasi pada sengkang tertutup, s =

s diperbolehkan maksimum = yang lebih kecil dari ph/8 atau 300


mm,
Diameter batang minimum = s/24 atau batang D-10 untuk batang
longitudinal

Finish
Gambar 3.5 Bagan alir perhitungan
geser akibat torsi
BAB IV
PENGOPERASIAN PROGRAM

Susun sengkang dan tulangan


longitudinal Al
4.1

Finish
Catatan: BB = Beton Bertulang
BP = Beton Prategang
Gambar 3.4 Bagan alir perhitungan tulangan
torsi dan geser terkombinasi pada
balok.
Start
Beton bertulang:

f 'c
Vc
6

bw d

4.2

Beton prategang:

f 'c
V d
Vc
5 u bw d
20
M u

1 / 6 f ' c bw d & 0,4 f 'c bw d

Vs
Tidak

16

Vu

Vc

Vs 2 / 3 f ' c bw d

Penjelasan Program
Program bantu yang dibuat ini diberi nama
SFAP (Space Frame Analysis Program). Hal ini
dikarenakan program yang dibuat bisa sampe
menganalisa struktur berbentuk space frame. Proses
analisa program bantu dibuat sampai dengan
menentukan banyaknya tulangan yang dibutuhkan
pada tiap-tiap elemen. Ada dua elemen yang ditinjau
pada program, yaitu elemen balok dan kolom. Untuk
elemen balok, perhitungan banyaknya tulangan
didasarkan pada analisa lentur dan torsi yang
terkombinasi dengan geser. Sedangkan untuk elemen
kolom, didasarkan pada analisa lentur dan geser yang
terjadi.

Ya

Bagian-Bagian Program
Sebelum lebih jauh membicarakan dan
mengoperasikan SFAP, sebaiknya terlebih dahulu
untuk mengetahui dan mengenal beberapa komponen
penting dari program.
Pada saat awal pengoperasian program akan
muncul tampilan jendela utama dari program seperti
pada Gambar 4.1. Ada beberapa komponen yang
terlihat pada tampilan jendela utama dimana dari
masing-masing komponen memiliki fungsi yang
berbeda-beda.
Ada tampilan Menu Bar, Tabulasi dari Input
dan Output, Tabulasi dari 3D-view, dan Frame View
Control.

Menu Bar

Tabulasi Output

Tabulasi Input

Tabulasi 3D-View

Gambar 4.4

Tampilan General Information

Define Material Properties


Submenu Define Material Properties
berisi tentang nama dan spesifikasi
material yang akan digunakan.
Submenu ini terdiri dari Modulus
Elastisitas, Poissons ratio, Modulus
Geser, dan mutu beton (fc). (lihat
Gambar 4.5)

Frame View Control


Gambar 4.1
4.2.1

Tampilan jendela utama SFAP

Menu Bar
Gambar 4.2

Tampilan Menu Bar

4.2.1.1 File
Terdiri dari 4 submenu, yaitu:
1. New
membuat project baru
2. Open
membuka file project
yang telah ada
3. Export to Microsoft Excel
mengekspor project dari SFAP ke
perhitungan Ms. Excel
4. Exit
keluar dari SFAP

Gambar 4.3

Tampilan submenu-submenu file

4.2.1.2 Input
Pada menu Input terdiri dari beberapa
submenu, yaitu:
General Information
Pada submernu General Information
berisi tentang nama proyek yang akan
dibuat beserta satuan yang akan
digunakan. (lihat Gambar 4.4)

Gambar 4.5
Tampilan
Material Properties

Define

Define Section Properties


Submenu ini berisikan penjelasan
tentang karakteristik elemen yang akan
digunakan, di antaranya terdapat luas
penampang, luasan tegangan, momen
inersia, torsi, dan section wizard. Pada
section wizard ini, berisi tentang jenis
elemen yang akan digunakan, apakah
balok atau kolom. Selain itu, terdapat
juga dimensi dari penampang yang
akan digunakan. (lihat Gambar 4.6 dan
Gambar 4.7)

17

Nodal Coordinates
Submenu ini berisi tentang data koordinat titik-titik
nodal pada arah x,y, dan z. Data titik-titik nodal ini
akan terdefinisi selama proses pengerjaan proyek.
(lihat Gambar 4.9)

Gambar 4.6

Tampilan Define Section Properties

Gambar 4.9 Tampilan Input Nodal Properties


Frame Properties
Berisi tentang definisi dari frame yang akan
digunakan. Frame ini merupakan hubungan antara
dua titik nodal berupa garis. (lihat Gambar 4.10)
Gambar 4.7 Tampilan Section Wizard
Assign Reinforcement List
Berisi tentang jenis tulangan yang akan digunakan
pada struktur rencana baik dimensi tulangan maupun
kekuatan lelehnya (fy). Sebelumnya dipilih dahulu
tulangan pada struktur mana yang akan didefinisikan.
(lihat Gambar 4.8)

Gambar 4.10 Tampilan Frame Properties


Assign Joint Restraint
Pada submenu ini dilakukan proses input tentang
jenis dan letak perletakan yang akan digunakan pada
titik nodal. (lihat Gambar 4.11)

Gambar 4.8 Tampilan


Properties

18

Assign

Reinforcement

Gambar 4.11 Tampilan Assign Joint Restraint


Assign Joint Loads
Berisi tentang inputan data beban terpusat maupun
momen pada titik nodal yang dikehendaki baik arah
x,y, atau z. (lihat Gambar 4.12)
Distributed Frame Loads
Sedangkan pada submenu ini data yang didefinisikan
adalah data beban merata pada elemen, baik pada
arah x, y, maupun arah z. (lihat Gambar 4.13)

Gambar 4.12 Tampilan Assign Joint Load

Gambar 4.13 Tampilan Assign Frame Distributed


Load
4.2.1.3
Analyze
Menu bar analysis berfungsi untuk melakukan proses
analisa struktur setelah semua data diinputkan. Menu
bar ini memiliki 3 submenu, yaitu:
1. Run Analysis
untuk
running
analysis
structure
2. Run beam analysis untuk
running
analysis
struktur balok
3. Run column analysis untuk
running
analysis
struktur kolom.
Pada submenu run beam analysis terdapat 3
komponen running program, yaitu run flexure
analysis, run torsion analysis, dan run flexure torsion
analysis.
4.2.1.4
Tools
Menu bar tools ini terdiri dari 5 submenu, yaitu:
1. Local force diagram untuk menampilkan gayagaya dalam dari tiap
elemen yang terjadi dalam
bentuk dua dimensi. Gayagaya dalam tersebut yaitu
shear, moment, aksial, dan
torsion.
2. Local stiffness matrix untuk menampilkan matriks
kekakuan lokal yang terjadi
pada tiap elemen. (lihat
Gambar 4.14)
3. Global stiffness matrix untuk menampilkan matriks
kekakuan
global
keseluruhan struktur.
4. Transformation matrix untuk menampilkan matriks
transformasi
tiap-tiap
elemen.
5. Editor
untuk menampilkan bentuk
file save dari semua data
yang telah diinputkan di
awal.

19

Gambar 4.14 Contoh tampilan local stiffness matrix


4.2.1.5
Graphic Option
Menu bar graphic option ini berfungsi untuk
menampilkan beberapa keterangan dari tampilan
gambar 3D sesuai dengan keinginan dari user. Menu
bar ini terdiri dari 4 submenu, yaitu:
1. Show joint label
2. Show joint coordinates
3. Show joint loads
4. Show frame loads
4.2.1.6
Help
Menu bar help berisikan panduan bagi para pengguna
SFAP.

Gambar 4.15 Tampilan contoh frame list


4.2.2

4.2.2
Tabulasi Input
Seperti yang terlihat pada tampilan jendela utama
SFAP (Gambar 4.1) terdapat sebuah tabulasi dari
input. Tabulasi ini memberikan informasi bagi
pengguna SFAP mengenai data-data yang telah
diinputkan di awal proses pengoperasian
program.
1.
Tabulasi input ini memiliki 5 tabulasi kecil, yaitu:
1. Structure propertiesberisi tentang nama proyek
yang dikerjakan, jenis dan
karakteristik
material dan
2.
tulangan yang digunakan,
serta jumlah titik nodal dan
frame yang
3. digunakan.
2. Node List
berisi
informasi
tentang
koordinat titik-titik nodal
dalam arah sumbu x, y, dan z
yang
telah
diinputkan
sebelumnya.
3. Frame List
berisi
tentang
informasi
panjang dari sebuah elemen
dan identitas elemen tersebut.
(lihat Gambar 4.15)
4. Restraint List
berisi tentan jenis perletakan
yang digunakan pada struktur
dimana telah didefinisikan
saat penginputan data.
5. Load List
berisi tentang data dari semua
beban pada struktur yang
telah diinputkan sebelumnya
baik beban terpusat maupun
beban terbagi rata sepanjang
elemen.

20

Tabulasi Output
Proses analisa struktur pada program SFAP ini
menghasilkan beberapa output, yaitu displacement
dari titik nodal (node displacement), reaksi pada
perletakan (support reaction), dan gaya-gaya dalam
pada tiap elemen (element forces).
Node displacement
output yang ditampilkan
pada tabulasi kecil node displacement ini berupa
translasi dan rotasi pada titik nodal dalam arah sumbu
x, y, dan z. (lihat Gambar 4.16)
Support reaction pada tabulasi support reaction ini
output yang ditampilkan berupa reaksi dan momen
yang terjadi pada perletakan.
Element forces untuk gaya-gaya dalam pada tiap
elemen ditampilkan dalam tabulasi element forces.

Gambar 4.16 Tampilan contoh output pada tabulasi


node displacement
4.2.3

4.2.4

Tabulasi 3D-View
Hasil pendefinisian struktur yang tersusun dari
data titik-titik nodal dan beberapa elemen yang telah
diinputkan sebelumnya ditampilkan pada tabulasi
3D-view dalam bentuk tiga dimensi. Tabulasi ini
memiliki background berwarna hitam sehingga
tampilan struktur dapat terlihat dengan jelas. Pada
tabulasi ini juga ditampilkan beberapa informasi
mengenai struktur tersebut seperti nomor titik nodal
dan nomer elemen.
Frame View Control
User dapat mengatur tampilan gambar 3D
sesuai dengan yang dibutuhkan dengan bantuan dari
tabulasi frame view control ini. Dengan tabulasi ini
gambar struktur dapat digeser ke atas, bawah, kanan
maupun kiri. Selain itu gambar 3D juga dapat
memperbesar dan memperkecil tampilan gambar.
Tabulasi frame view control ini dilengkapi juga
pilihan untuk melihat bentuk deformasi struktur
secara keseluruhan yang terjadi akibat pembebanan.
Caranya tinggal pilih pilihan show deformed shape
pada tampilan tabulasi. Selain itu user juga dapat
mengatur besarnya skala tampilan deformasi sesuai
dengan kebutuhan.
Menggeser gambar ke atas, bawah, kiri, dan kanan
Memutar gambar

Menampilkan bentuk deformasi struktur


Memperbesar/memperkecil gambar
Gambar 4.17
4.3

Tampilan Frame View Control

Prosedur Pengoperasian
Setelah mengetahui dan mengenal bagianbagian dari SFAP ini, ada dua tahapan utama yang
harus dilakukan dalam mengoperasikan program ini,
yaitu proses input data dan proses running program.
Perlu diketahui juga bahwa proses analisa struktur
dalam SFAP ini dibuat berdasarkan peraturan yang
berlaku saat ini, yaitu SNI 2847-2002 dan ACI 31805. Karena sifat dari SFAP yang open source, maka
bisa dilakukan perubahan pada listing program jika
terdapat perubahan peraturan yang berlaku.
4.3.1

Proses Input
Hal pertama kali yang harus dilakukan oleh
user yaitu memasukkan data keseluruhan struktur
yang akan dianalisa, mulai dari mendefinisikan

bentuk struktur sampai pada jenis dan karakteristik


material serta tulangan yang akan digunakan. Proses
input data ini ada 6 tahapan sesuai dengan submenusubmenu yang ada pada menu bar input. Perlu
diperhatikan bahwa dalam melakukan proses input
data ini user harus benar-benar menginputkan semua
data tanpa ada yang terlewatkan dan berurutan.
1. Proses yang pertama adalah input nama project dan
satuan yang akan digunakan. Satuan pada SFAP saat
ini masih menggunakan satuan yang umum
digunakan, yaitu satuan metrik (kg.m). Proses ini
dilakukan dengan mengklik submenu General
Information lalu menginputkan data pada tampilan
yang ada.
2. Proses selanjutnya adalah Define Material
Properties. Pada submenu ini user memasukkan data
berupa nama material yang akan ditentukan dan
besarnya modulus elastisitas, poisson ratio, serta
modulus geser yang diinginkan. Setelah proses input
data tersebut dirasa cukup klik tombol Add untuk
mendefinisikan data.
3. Proses ketiga yang harus dilakukan adalah Define
Section Properties. Pada proses ini user memasukkan
nama dari elemen yang akan digunakan nantinya.
Setelah itu, klik tombol section wizard untuk
memasukkan jenis dan ukuran elemen serta material
yang akan digunakan pada elemen tersebut.
4. Kemudian masukkan data diameter dan kuat leleh (fy)
tulangan pada submenu Assign Reinforcement List.
Pada submenu ini terdiri dari dua submenu lagi yang
berbeda, yaitu balok dan kolom. Jadi, karakteristik
tulangan yang akan digunakan pada balok dan kolom
bisa berbeda.
5. Pada proses kelima, user harus mendefinisikan titiktitik nodal, elemen dari struktur, dan perletakan yang
akan digunakan. Untuk mendefinisikan titik-titik
nodal dilakukan pada submenu Nodal Coordinates.
Sedangkan untuk elemen struktur dilakukan dengan
menghubungkan titik-titik nodal yang telah
terdefinisi. Proses definisi elemen ini dilakukan pada
submenu Frame Properties. Untuk pendefinisian
jenis perletakan yang akan digunakan dilakukan pada
submenu Assign Joint Restraint.
6. Selanjutnya pada proses keenam atau proses terakhir
dari proses input data ini adalah proses input data
semua beban yang direncanakan pada struktur. Beban
yang dimasukkan ada dua macam, yaitu beban
terpusat pada titik nodal yang dilakukan pada
submenu Assign Joint Loads dan beban terbagi rata
pada elemen yang dilakukan pada submenu
Distributed Frame Loads.
4.3.2

Proses Running Program


Setelah user selesai memasukkan semua data
yang akan digunakan, tahapan utama selanjutnya
adalah running program. Proses ini dilakukan dengan
cara mengklik tombol Analyze pada menu bar.
Kemudian akan muncul 3 pilihan proses running
program, yaitu Run Analysis, Run Column Analysis,

21

dan Run Beam Analysis. Akan tetapi, hal pertama


yang harus dilakukan oleh user adalah memilih
pilihan Run Analysis terlebih dahulu. Proses
dilakukan untuk menganalisa struktur terlebih dahulu
sampai menghasilkan output berupa displacement
dari masing-masing titik nodal dan elemen serta
gaya-gaya dalam yang diterima.
Setelah Run Analysis dilakukan, proses
berikutnya adalah Run Beam Analysis. Pada submenu
ini pun masih terbagi lagi menjadi 3 macam running
program, yaitu Run Flexure Analysis, Run Torsion
Analysis, dan Run Flexure Torsion Analysis. Sesuai
dengan bahasan Tugas Akhir ini maka proses running
program yang dipilih adalah Run Torsion Analysis.
Output dari proses Run Torsion Analysis yaitu
berupa jumlah tulangan torsi dan jarak sengkang torsi
yang dibutuhkan dilengkapi dengan gambar tulangan.
Gambar 5.2 Tampilan jendela Define Material
Properties

BAB V
STUDI KASUS
Setelah program selesai
dibuat dan
mengeluarkan sebuah output, maka akan dilakukan
uji perbandingan hasil output tersebut dengan
program professional lain yang telah teruji
kebenarannya dan dengan perhitungan manual. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran dan
keakuratan output program tersebut.
5.1 Kasus 1
5.1.1 Perhitungan Analisa Struktur dengan SFAP
1. Input General Information
Nama Proyek:
Portal Sederhana 1

Gambar 5.1 Tampilan


Information

jendela

3. Input Section Properties


Section Name : balok
Cross Section Area = 0,15 m2
Shear Area = 0,12500000496 m2
Torsional Constant = 2,81737107191
Momen Inersia = 3,12500012417 m4
Use Material : Beton
Section Name : kolom
Cross Section Area = 0,28274336547 m2
Shear Area = 0,25446902892 m2
Torsional Constant = 1,27234524573
Momen of Inertia = 6,36172622866 m4
Use Material : Beton

General

2. Input Material Properties


Data-data material beton sebagai berikut:
E
= 2490342409,13024 kg/m2
G
= 1093771412,02256 kg/m2
fc = 27 MPa
U
= 0.2
1 = 0,85
Gambar 5.3 Tampilan Section Wizard

22

5. Input Frame
Berikut adalah data dari frame struktur:

Tampilan jendela Define Section


Properties
Input Nodal Coordinates
Berikut adalah data dari koordinat titik-titik
nodal struktur:
Tabel 5.1 Data input koordinat titik nodal

Gambar 5.4
4.

Label
1
2
3
4
5
6

Gambar

X (m)
0
0
6
6
0
0

5.5

Y (m)
0
5
5
0
0
5

Z (m)
0
0
0
0
6
6

Tampilan jendela
Coordinates

Gambar 5.6 Tampilan jendela Frame Properties


6. Input Perletakan Struktur
Data perletakan yang diinputkan adalah:
Joint label 1 : fixed
Joint label 4 : fixed
Joint label 5 : fixed
Tampilan jendela Assign Joint Restraint
diperlihatkan pada Gambar 5.7
7. Input Beban
Beban yang digunakan pada kasus 1 ini
adalah beban terbagi rata pada balok 1
(frame 2) sebesar 6500 kg/m dan pada balok
2 (frame 5) sebesar 7500 kg/m.

Nodal

Gambar 5.7 Tampilan jendela Assign Joint


Restraint

23

Gambar 5.8 Tampilan jendela Distributed Frame Load


q = 7500 kg/m

q = 6500 kg/m

5m
2

Gambar 5.10 Tampilan output SFAP untuk


frame 2
2. Frame 5

6m

6m

Gambar 5.9 Portal 3D sederhana 1


Gambar 5.9 menunjukkan hasil gambar setelah
hasil running program dengan inputan data yang
telah diinputkan di atas.
Setelah proses running program menghasilkan
output element forces sebagai berikut:
1. Frame 2
fx1
= 4375,707 kg
fy1
= 19531,97 kg
fz1
= -43,711 kg
Mx1 = 626,617 kgm
My1 = 149,526 kgm
Mz1 = 16246,652 kgm
fx2
= -4375,707 kg
fy2
= 19468,03 kg
fz2
= 43,711 kg
Mx2 = -626,617 kgm
My2 = 112,739 kgm
Mz2 = -16054,793 kgm

24

Gambar 5.11 Tampilan output SFAP untuk


frame 5
5.1.2 Perbandingan
Perhitungan
Analisa
Struktur dan Balok oleh SFAP dengan
SAP2000 v.14
Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil
output dengan program SAP2000 v.14 untuk
mengecek kebenaran dari program SFAP.

Tabel 5.3 Output Element Forces SAP2000 v.14


frame

station
0
5
0
6
0
5
0
5
0
6

1
2
3
4
5

fx
-42075,56
-42075,56
-4735,71
-4735,71
-19468,03
-19468,03
-22456,41
-22456,41
-5462,68
-5462,68

fy
-4695,28
-4695,28
19531,97
19531,97
4735,71
4735,71
-40,42
-40,42
22543,59
22543,59

Mx
8,73
8,73
626,62
-626,62
112,74
-112,74
-101,73
101,73
-542,09
542,09

Tabel 5.4 Output Joint Reaction SAP2000 v14


node
Fx
Fy
Fz
Mx
My
Mz
1
4695,28
42075,56 5418,97 8955,11
8,73
-7771,87
4
-4735,71 19468,03
43,71
-408,06
112,74
7623,7
5
40,42
22456,41 -5462,68 8808,61 -101,73 339,98
Tabel 5.5 Output Displacement SAP2000 v.14
node
1
2
3
4
5
6

ux
uy
uz
Rx
Ry
Rz
0
0
0
0
0
0
-0,00004664 -0,0002988 -0,00004225 0,001449 -0,000003305 -0,001252
-0,0001227 -0,0001382 0,0003786 0,0001633 -0,0000427 0,00133
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,0003206 -0,0001595 -0,00013 -0,00153 0,00003853 -0,0001392

Tabel 5.6 Output Element Forces SFAP


frame
1
2
3
4
5

Joint
1
2
2
3
3
4
5
6
2
6

fx
42075.57
42075.57
4735,71
4735,72
19468,03
19468,03
22456.405
22456.405
5462.681
5462.681

fy
-4695.285
-4695.285
19531,97
19531,97
4735.707
4735.707
-40.422
-40.422
22543.595
22543.595

Mx
8.726
8.726
626.617
-626.617
112.739
-112.739
-101.733
101.733
-542.093
-542.093

Tabel 5.7 Output Joint Reaction SFAP

node
1
4
5

Tabel 5.9 Selisih Output Element Forces


frame

Joint
1
2
2
3
3
4
5
6
2
6

1
2
3
4
5

fx
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

fy
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Mx
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Tabel 5.10 Selisih output joint reaction


node
1
4
5

Fx
0.00
0.00
0.00

Fy
0.00
0.00
0.00

Fz
0.00
0.00
0.00

Mx
0.00
0.00
0.00

My
0.00
0.00
0.00

Mz
0.00
0.00
0.00

Ry
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Rz
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Tabel 5.11 Selisih output displacement


node
1
2
3
4
5
6

ux
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

uy
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

uz
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Rx
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

5.1.3 Perhitungan Tulangan Torsi dengan


SFAP
Dari tabel 5.3 - 5.11 menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan hasil perhitungan yang signifikan
antara output dari SFAP dengan program SAP2000
v.14. Untuk nilai positif dan negative yang berbeda
dikarenakan adanya perbedaan asumsi koordinat
saja dalam perhitungan antara SFAP dan SAP2000
v14.
Setelah melakukan proses running program
pada SFAP, maka dilanjutkan dengan proses
running torsion. Data-data yang dibutuhkan untuk
proses ini adalah:
- Diameter tulangan longitudinal : D13
- Diameter tulangan transversal
: D10
- fy = fyv = 400 MPa

Fx
Fy
Fz
Mx
My
Mz
4695.2849 42075.5646 5418.9703 8955.10668 8.7258 -7771.8656
-4735.7072 19468.0301 43.7108 -408.0625 112.739 7623.7034
40.4223 22456.4053 -5462.6811 -8808.6126 -101.7333 339.9817

Tabel 5.8 Output Displacement SFAP


node
ux
uy
uz
Rx
Ry
Rz
1
0
0
0
0
0
0
2
-0,0000466412 -0,000298778 -0,0000422469 0,001449332 -0,0000033046 -0,001251776
3
-0,0001226773 -0,000138242 0,00037861248 0,000163272 -0,0000426964 0,001330429
4
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
6 0,00032063463 -0,000159463 -0,0001299887 -0,00153005 0,00003852836 -0,0001391911

Gambar 5.12 Tampilan jendela input data


tulangan balok

25

Gambar berikut adalah tampilan jendela SFAP


setelah proses running dilakukan:

Dimensi balok:
bw = x0 = 300 mm
h = y0 = 500 mm
d = h - (50 + Dv + Dl lentur)
= 500 - (50 + 10 + 12,5) ; asumsi Dl lentur = D25
= 427,5 mm
Acp = x0.y0
= 300.(500) = 150000 mm2
pcp
= 2(x0+y0)
= 2(300+500) = 1600 mm

Tu

Gambar 5.13 Tampilan jendela SFAP setelah


running torsion pada frame 2.
Perlu dicatat bahwa decking yang digunakan
pada balok sebesar 50 mm. Pada Gambar 5.13
terlihat bahwa jumlah dari tulangan torsi
longitudinal pada frame 2 yang dibutuhkan
sebanyak 8 buah, ditunjukkan dengan simbol n pada
output. Sedangkan spasi antar tulangan transversal
torsi yang dibutuhkan sebesar 145 mm. Mu dan Vu
yang digunakan langsung secara otomatis diambil
dari input data di awal.

f ' c Acp2

; 0,75
pcp

2
0,75. 27 150000

1600
12

225.10 8

0,3248
1600
12

= 4,5669 kNm

Tu eksternal Tu

f ' c Acp2
12

pcp

6,145 kNm > 4,5669 kNm,


Karena Tu eksternal > Tu maka tulangan torsi
harus disediakan.

f ' c Acp2

Tu.berfaktor
3 pcp
2
27 150000

0,75
3 1600
225.10 8

1,299.
1600
= 18,2677 kNm
Karena Tu berfaktor > Tu eksternal , maka digunakan
nilai yang terkecil untuk mendesain tulangan
torsi balok tersebut yaitu Tu eksternal = 6,145 kNm

Gambar 5.14 Tampilan jendela SFAP setelah


running torsion pada frame 5.
Pada Gambar 5.14 terlihat bahwa jumlah dari
tulangan torsi longitudinal pada frame 5 yang
dibutuhkan sebanyak 8 buah, ditunjukkan dengan
simbol n pada output. Sedangkan spasi antar
tulangan transversal torsi yang dibutuhkan sebesar
300 mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung
secara otomatis diambil dari input data di awal.
5.1.4 Perbandingan Perhitungan Tulangan Torsi
oleh SFAP dengan Perhitungan Manual
1. Frame 2
Tu eksternal
= 6,145 kNm
Vu eksternal = 46441,421 N
fc
= 27 MPa
fyl = fyv
= 400 MPa

26

y0

x1
x0

y1

x1 = bw - 2(50 + Dv) ; asumsi decking = 50 mm


= 300 - 2(50 + 10)
= 190 mm
y1 = h - 2(50 + Dv)
= 500 - 2(50 + 10)

= 390 mm
A0h = x1.y1
= 190 . (390)
= 74100 mm2
A0 = 0,85A0h
= 0,85 . 74100
= 62985 mm2
ph = 2(x1 + y1)
= 2(190 + 390)
= 1160 mm

Vs = V n - V c
= 148,0903 - 111,0678
= 37,0226 kN

Av
V
s
s
f yv d
37,0226

400 x 427,5

= 0,2165 mm2/mm/dua kaki

Avt
A
A
2 t v
s
s
s
2.0,1626 0,2165

Cek Penampang:

Vc

f 'c
bw d
6
27
300 x 427,5
6

= 0,5417 mm2/mm/dua kaki


Dengan menggunakan sengkang 10, D2 =
78,5398 mm2, s = 157,0796/0,5417 = 289,9752
mm. ph/8 = 1160/8 = 145 mm. Maka, dipakai
sengkang 10 dengan spasi 145 mm.

= 111,0678 kN
2

Vu Tu p h


2
bw d 1,7 A0 h

46441,421 6,145 x1160

300.(427,5) 1,774100

0,36212 0,76372

= 0,8452 MPa

V
2 f 'c
c
bw d
3

= 3,2476 MPa

Vu Tu p h


2
bw d 1,7 A0 h

V
2 f 'c
c
bw d
3

0,8452 MPa < 3,2476 MPa


Jadi, penampang cukup kuat.
Tulangan torsi:

Tu

6,145

= 8,1933 kNm
0,75
At
Tn

s
2 A0 f yv cot
8,1933x10 6

2 x62985 x 400 x cot 45

= 0,1626 mm2/mm/satu kaki

Vn

= 188,6216 mm2

0,75 111,0678 2 27

3
300.(427,5)

Tn

Vc

111,0678

0,75

f yv
At
ph
cot 2
s
f yl
400
0,1626.(1160).
cot 2 45
400

Al

Al min

5 f ' c Acp
12 f yl

A
t
s

f yv

ph
f yl

5( 27 .150000
400
0,1626.(1160).
12(400)
400
= 623,2772 mm2 > 188,6216 mm2

Maka Almin menentukan.


2

Al / 4 623,2772 / 4

= 155,8193 mm . Maka dengan menggunakan


tulangan longitudinal yang telah ditentukan
dipakai tulangan sebanyak 8 buah.
2. Frame 5
Tu eksternal
= 5,316 kNm
Vu eksternal = 396,404 N
fc
= 27 MPa
fyl = fyv
= 400 MPa
Dimensi balok:
bw = x0 = 300 mm
h = y0
= 500 mm
d = h - (50 + Dv + Dl lentur)
= 500 - (50 + 10 + 12,5)
Dl lentur = D25
= 427,5 mm

; asumsi

Acp= x0.y0
= 300.(500) = 150000 mm2
pcp
= 2(x0+y0)
= 2(300+500) = 1600 mm

= 148,0903 kN > Vc ; juga > Vc

27

f ' c Acp2

; 0,75
12 pcp
2
0,75. 27 150000

1600
12

8
225.10

0,3248
1600

Tu

= 4,5669 kNm

Tu eksternal Tu

f ' c Acp2

;
pcp

12

5,316 kNm > 4,5669 kNm,


Karena Tu eksternal > Tu maka tulangan torsi
harus disediakan.

f ' c Acp2

Tu.berfaktor
3 pcp
2
27 150000

0,75
3 1600
225.10 8

1,299.
1600
= 18,2677 kNm
Karena Tu berfaktor > Tu eksternal , maka digunakan
nilai yang terkecil untuk mendesain tulangan
torsi balok tersebut yaitu Tu eksternal = 5,316 kNm

y0

y1

Cek Penampang:

Vc

= 111,0678 kN
2

x1 = bw - 2(50 + Dv) ; asumsi decking = 50 mm


= 300 - 2(50 + 10)
= 190 mm
y1 = h - 2(50 + Dv)
= 500 - 2(50 + 10)
= 390 mm
A0h = x1.y1
= 190 . (390)
= 74100 mm2
A0 = 0,85A0h
= 0,85 . 74100
= 62985 mm2
ph = 2(x1 + y1)
= 2(190 + 390)
= 1160 mm

28

Vu Tu p h
396,404 5,316 x10 6 x1160



2
2

300.(427,5) 1,774100
bw d 1,7 A0 h

Vc
2 f 'c

bw d
3

0,75 111,0678 2 27
300.(427,5)

= 3,2476 MPa

Vu Tu p h


2
b
d
w 1,7 A0 h

V
2 f 'c

c
bw d
3

0,6606 MPa < 3,2476 MPa


Jadi, penampang cukup kuat.
Tulangan torsi:

Tn

Tu

5,316

= 7,088 kNm
0,75
At
Tn

s
2 A0 f yv cot
7,088 x10 6
2 x62985 x 400 x cot 45

= 0,1407 mm2/mm/satu kaki

Vn

0,30912 0,66062

= 0,6606 MPa

x1
x0

f 'c
bw d
6
27
300 x 427,5
6

Vc

111,0678

0,75

= 148,0903 kN > Vc ; juga > Vc


Vs = V n - V c
= 148,0903 - 111,0678
= 37,0226 kN

Av
V
s
s
f yv d
37,0226

400 x 427,5

= 0,2165 mm2/mm/dua kaki

1. Input General Information


Nama Proyek: Gedung Sederhana

Avt
A
A
2 t v
s
s
s
2.0,1407 0,2165

= 0,4978 mm2/mm/dua kaki


Dengan menggunakan sengkang 10, D2 =
78,5398 mm2, s = 157,0796/0,4978 = 315,5203
mm. ph/8 = 1160/8 = 145 mm. Maka, dipakai
sengkang 10 dengan spasi 300 mm.

f yv
At
ph
cot 2
s
f yl
400
0,1407.(1160).
cot 2 45
400

Al

= 163,1754 mm2

Al min

5 f ' c Acp
12 f yl

f yv
A
t ph
f yl
s

5( 27 .150000
400
0,1407.(1160).
12(400)
400
= 648,7235 mm2 > 163,1754 mm2

Al / 4 648,7235 / 4

Maka Almin menentukan.

= 162,1809 mm2. Maka dengan menggunakan


tulangan longitudinal yang telah ditentukan
dipakai tulangan sebanyak 8 buah.
5.2 Kasus 2
5.2.1 Perhitungan Analisa Struktur dengan
SFAP
Pada contoh kasus kedua ini dibuat sebuah
contoh struktur struktur gedung dua tingkat
sederhana dengan 4 perletakan jepit. Berikut
urutan input data untuk kasus 2 dengan SFAP:
Berikut adalah gambar struktur pada kasus 2:
q = 15000 kg/m

15

9
10

5m

14

q = 12000 kg/m

q = 15000 kg/m

2
16
q = 16000 kg/m

6
12

11
13

6m

6m

Gambar 5.15 Struktur gedung sederhana

5m

2. Input Material Properties


Data-data material beton sebagai berikut:
E
= 2536040576.93289 kg/m2
G
= 1056683573.72204 kg/m2
fc = 28 MPa
U
= 0.2
1 = 0,85
3. Input Section Properties
Section Name : balok
Cross Section Area = 0,24 m2
Shear Area = 0,20000000794 m2
Torsional Constant = 7.51249458404
Momen Inersia = 7.20000096559 m4
Use Material : Beton
Section Name : kolom
Cross Section Area = 0,3848450964 m2
Shear Area = 0,34636058337 m2
Torsional Constant = 2,35717611214
Momen of Inertia = 1,17858805607 m4
Use Material : Beton
4. Input Nodal Coordinates
Berikut adalah data dari koordinat titik-titik
nodal struktur:
Tabel 5.12 Data input koordinat titik nodal
Label
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

X (m)
0
0
0
6
6
6
0
0
0
6
6
6

Y (m)
0
5
10
10
5
0
0
5
10
10
5
0

Z (m)
0
0
0
0
0\
0
6
6
6
6
6
6

5. Input Frame
Berikut adalah data dari frame struktur:
Tabel 5.13 Data input frame properties
Label
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

node 1
1
2
3
4
5
2
7
8
9
10
11
8
2
3
4
5

node 2
2
3
4
5
6
5
8
9
10
11
12
11
8
9
10
11

Section
kolom
kolom
balok
kolom
kolom
balok
kolom
kolom
balok
kolom
kolom
balok
balok
balok
balok
balok

29

6. Input Perletakan Struktur


Data perletakan yang diinputkan adalah:
Joint label 1 : fixed
Joint label 5 : fixed
Joint label 7 : fixed
Joint label 11 : fixed
7. Input Beban
Beban yang digunakan pada kasus 3 ini
adalah beban terbagi rata pada balok 1
(frame 3) sebesar 15000 kg/m, pada balok 2
(frame 12) sebesar 16000 kg/m, pada balok
3 (frame 14) sebesar 12000 kg/m, pada
balok 4 (frame 16) sebesar 15000 kg/m.
5.2.2 Perbandingan
Perhitungan
Analisa
Struktur dan Balok oleh SFAP dengan
SAP2000 v.14
Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil
output dengan program SAP2000 v.14 untuk
mengecek kebenaran dari program SFAP.
Tabel 5.14 Output Element Forces SAP2000 v.14
frame
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

tabel output element force SAP2000 v14


station
fx
fy
0
-80994.29
1956.169
5
-80994.29
1956.169
5
-80916.68
-8613.46
10
-80916.68
-8613.46
0
-8605.88
-44963.95
6
-8605.88
-44963.95
10
-44988.77
8613.46
0
-44988.77
8613.46
5
-89989.56
-1956.17
6
-89989.56
-1956.17
2
10552.6
-38.41
5
10552.6
-38.41
7
-84010.44
-6490.8
8
-84010.44
-6490.8
8
-36011.23
-4575.9
9
-36011.23
-4575.9
9
-4583.48
36.05
10
-4583.48
36.05
10
-83.33
4575.9
11
-83.33
4575.9
11
-93005.71
6490.8
12
-93005.71
6490.8
8
-1897.88
-48038.41
11
-1897.88
-48038.41
2
8417.49
39.2
8
8417.49
39.2
3
-6888.31
35952.73
9
-6888.31
35952.73
4
-4244.83
-47.27
10
-4244.83
-47.27
5
-1854.44
45039.2
11
-1854.44
45039.2

Mx
2.99
2.99
-4.92
-4.92
-2034.59
-2034.59
38.07
38.07
-35.38
-35.38
1492.08
1492.08
35.38
35.38
-38.07
-38.07
2034.59
2034.59
4.92
4.92
-2.99
-2.99
-1492.08
-1492.08
1651.48
1651.48
2468.32
2468.32
-2468.32
-2468.32
1651.48
1651.48

Tabel 5.15 Output Joint Reaction SAP2000 v14


node
Fx
Fy
Fz
Mx
My
Mz
1 -1956.17 80994.29
1537.45
-2388.76
-2.99
-3079.11
6
1956.17 89989.56 -6107.52
9982.05
35.38
3064.91
7
6490.8 84010.44 -1537.45
2437.2
-35.38
10576.51
12 -6490.8 93005.71
6107.52
-9933.62
2.99
-10590.7

30

Tabel 5.16 Output Displacement SAP2000 v.14

node
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

ux
0
-0.00004904
0.000006098
-0.00007874
0.00005498
0
0
0.00001232
-0.00001373
-0.00005891
-0.000006386
0

uy
0
-0.0004
-0.0008
-0.0007
-0.0005
0
0
-0.0004
-0.0006
-0.0005
-0.0005
0

uz
0
0.00005162
0.00005574
0.00006877
0.0000009873
0
0
-0.00003136
0.0001
0.0001
0.00001927
0

Rx
0
-0.00024
0.00124
-0.0003
0.00088
0
0
0.00024
-0.0013
0.00024
-0.00089
0

Ry
0
0.0000006
-0.0000003878
0.0000005414
-0.000007102
0
0
-0.000007102
0.0000005414
-0.000000388
0.0000006
0

Tabel 5.17 Output Joint Reaction SFAP


node
Fx
Fy
Fz
Mx
1 -1956.1693 80994.2938 -1537.4474 -2388.7645
6
1956.1693 89989.5615 6107.5235
9982.0543
7
6490.804 84010.4385 1537.4474
2437.1984
12 -6490.804 93005.7062 -6107.5235 -9933.6203

My
-2.9889
35.3778
-35.3778
2.9889

Rz
0
-0.0003
0.00157
-0.00161
0.00031
0
0
0.00095
-0.00029
0.00026
-0.00094
0

Mz
3079.1074
-3064.9106
-10576.5073
10590.7041

Tabel 5.18 Output Element Forces SFAP


frame
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Joint
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
2
5
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
8
11
2
8
3
9
4
10
5
11

tabel output element force SFAP


fx
fy
80994.294
1956.169
80994.294
1956.169
80916.678
-8613.464
80916.678
-8613.464
8605.879
44963.952
8605.879
44963.952
44988.773
8613.464
44988.773
8613.464
89989.562
-1956.169
89989.562
-1956.169
-10552.601
38.414
-10552.601
38.414
84010.438
-6490.804
84010.438
-6490.804
36011.227
-4575.896
36011.227
-4575.896
4583.48
-36.048
4583.48
-36.048
83.332
4575.896
83.332
4575.896
93005.706
6490.804
93005.706
6490.804
1897.876
48038.414
1897.876
48038.414
-8417.493
39.203
-8417.493
39.203
6888.306
35952.725
6888.306
35952.725
4244.828
-47.275
4244.828
-47.275
1854.435
45039.203
1854.435
45039.203

Mx
-2.989
-2.989
4.921
4.921
2034.586
2034.586
-38.075
-38.075
35.378
35.378
-1492.084
-1492.084
-35.378
-35.378
38.075
38.075
-2034.586
-2034.586
-4.921
-4.921
2.989
2.989
1492.084
1492.084
1651.484
1651.484
-2468.322
-2468.322
2468.322
2468.322
-1651.484
-1651.484

node
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tabel 5.19 Output Displacement SFAP

ux
0
-0.00004904456
0.00000609751
-0.00007873827
0.00005498178
0
0
0.00001232313
-0.00001372867
-0.00005891209
-0.00000638592
0

uy
0
-0.00041493711
-0.00082947659
-0.00069149958
-0.00046102024
0
0
-0.00043038894
-0.00061487594
-0.00047689893
-0.00047647207
0

uz
0
-0.00005161707
-0.00005574316
-0.00006877272
-0.00000098732
0
0
0.00003136162
-0.0001236473
-0.00011061775
-0.00001926813
0

Rx
0
-0.00024337231
0.00124042102
-0.00029737300
0.00088438408
0
0
0.00023527014
-0.00129597285
0.00024182117
-0.00089248626
0

Ry
0
0.00000059999
-0.00000038777
0.0000005414
-0.00000710173
0
0
0.00000710173
-0.0000005414
0.00000038777
-0.00000059999
0

Rz
0
0.00030300234
-0.00157286644
0.00160667251
-0.00030537722
0
0
-0.0009452330
0.0002927571
-0.0002589511
0.0009428581
0

Tabel 5.20 Selisih output joint reaction

node
1
6
7
12

Fx
0.000
0.000
0.000
0.000

Fy
0.000
0.000
0.000
0.000

Fz
0.000
0.000
0.000
0.000

Mx
0.000
0.000
0.000
0.000

My
0.000
0.000
0.000
0.000

Tabel 5.21 Selisih output displacement

node
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

ux
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

uy
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

uz
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Rx
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Ry
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Tabel 5.22 Selisih Output Element Forces


frame
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Joint
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
2
5
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
8
11
2
8
3
9
4
10
5
11

fx
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

fy
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Mx
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Mz
0.000
0.000
0.000
0.000

Rz
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

5.2.3 Perhitungan Tulangan Torsi dengan


SFAP
Dari tabel 5.14 - 5.22 menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan hasil perhitungan yang
signifikan antara output dari SFAP dengan
program SAP2000 v.14. Untuk nilai positif dan
negatif yang berbeda dikarenakan adanya
perbedaan asumsi koordinat saja dalam
perhitungan antara SFAP dan SAP2000 v14.
Setelah melakukan proses running program
pada SFAP, maka dilanjutkan dengan proses
running torsion. Data-data yang dibutuhkan
untuk proses ini adalah:
- Diameter tulangan longitudinal : D13
- Diameter tulangan transversal
: D10
- fy = fyv = 400 MPa
Perlu dicatat bahwa decking yang digunakan
pada balok sebesar 50 mm. Proses running
program akan memperlihatkan bahwa jumlah
dari tulangan torsi longitudinal pada frame 14
yang dibutuhkan sebanyak 8 buah, ditunjukkan
dengan simbol n pada output. Sedangkan spasi
antar tulangan transversal torsi yang dibutuhkan
sebesar 160 mm. Mu dan Vu yang digunakan
langsung secara otomatis diambil dari data hasil
analisa struktur di awal.
Proses
running
program
akan
memperlihatkan bahwa jumlah dari tulangan
torsi longitudinal pada frame 12 yang dibutuhkan
sebanyak 12 buah, ditunjukkan dengan simbol n
pada output. Sedangkan spasi antar tulangan
transversal torsi yang dibutuhkan sebesar 195
mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung
secara otomatis diambil dari data hasil analisa
struktur di awal.
Berikut adalah tabel jumlah tulangan dan
spasi sengkang pada seluruh balok dari hasil
SFAP:
Tabel 5.23 Hasil jumlah tulangan longitudinal
dan spasi sengkang

frame
3
6
9
12
13
14
15
16

spasi
185
195
185
195
195
160
160
195

n
8
12
8
12
12
8
8
12

Mu (kNm)
19.952
14.632
19.952
14.632
16.196
24.206
24.206
16.196

Vu (N)
84394.843
103485.665
44948.584
18611.806
167.037
74.383
74.383
167.037

31

Section Name : balok2


Cross Section Area = 0.08000001 m2
Shear Area = 6.66666713853 m2
Torsional Constant = 7.32416710322
Momen Inersia = 1.06666673024 m4
Use Material : beton
Section Name : kolom
Cross Section Area = 0,3848450964 m2
Shear Area = 0,34636058337 m2
Torsional Constant = 2,35717611214
Momen of Inertia = 1,17858805607 m4
Use Material : Beton

5.2.4 Perbandingan Perhitungan Tulangan Torsi


oleh SFAP dengan Perhitungan Manual
Tabel 5.24 Perbandingan hasil SFAP dan
hitungan manual
SFAP

frame

spasi
185
195
185
195
195
160
160
195

3
6
9
12
13
14
15
16

Perhitungan Manual
spasi
n
185
8
195
12
185
8
195
12
195
12
160
8
160
8
195
12

n
8
12
8
12
12
8
8
12

Selisih
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

5.3 Kasus 3
5.3.1 Perhitungan Analisa Struktur dengan
SFAP
Pada contoh kasus ketiga ini dibuat sebuah
contoh struktur struktur kantilever sederhana
dengan 4 perletakan jepit. Berikut urutan input data
untuk kasus 3 dengan SFAP:
Berikut adalah gambar struktur pada kasus 3:
q = 5000 kg/m

12

q = 4000 kg/m

14

11

13

11

q = 2500 kg/m

8
7

6
4

10

12
3

5
5

9
2

10
3
7

1
4

Gambar 5.18 Struktur kantilever sederhana


1. Input General Information
Nama Proyek: Kantilever Sederhana
2. Input Material Properties
Data-data material beton sebagai berikut:
E
= 2536040576.93289 kg/m2
G
= 1056683573.72204 kg/m2
fc = 28 MPa
U
= 0.2
1 = 0,85
3. Input Section Properties
Section Name : balok1
Cross Section Area = 0,24 m2
Shear Area = 0,20000000794 m2
Torsional Constant = 7.51249458404
Momen Inersia = 7.20000096559 m4
Use Material : beton

32

4. Input Nodal Coordinates


Berikut adalah data dari koordinat titik-titik
nodal struktur:
Tabel 5.25 Data input koordinat titik nodal
Label
X (m)
Y (m)
Z (m)
1
0
0
0
2
0
4
0
3
0
4
2.5
4
5
0
0
5
5
4
0\
6
5
4
2.5
7
10
0
0
8
10
4
0
9
10
4
2.5
10
15
0
0
11
15
4
0
12
15
4
2.5
5. Input Frame
Berikut adalah data dari frame struktur:
Tabel 5.26 Data input frame properties
Label
node 1
node 2
Section
1
1
2
kolom
2
2
3
balok1
3
4
5
kolom
4
5
6
balok1
5
7
8
kolom
6
8
9
balok1
7
10
11
kolom
8
11
12
balok1
9
2
5
balok1
10
5
8
balok1
11
8
11
balok1
12
3
6
balok2
13
6
9
balok2
14
9
12
balok2
6. Input Perletakan Struktur
Data perletakan yang diinputkan adalah:
Joint label 1 : fixed
Joint label 4 : fixed
Joint label 7 : fixed
Joint label 10 : fixed

7. Input Beban
Beban yang digunakan pada kasus 3 ini
adalah beban terbagi rata pada balok 1
(frame 12) sebesar 2500 kg/m, pada balok 2
(frame 13) sebesar 4000 kg/m, dan pada
balok 3 (frame 14) sebesar 5000 kg/m.

Tabel 5.28 Output Element Forces SAP2000 v.14


frame
1
2
3

Setelah
proses
running
program
menghasilkan output element forces sebagai
berikut:
Tabel 5.27 Output Element Forces SFAP

frame
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Joint
1
2
2
3
4
5
5
6
7
8
8
9
10
11
11
12
2
5
5
8
8
11
3
6
6
9
9
12

fx
5691.463
5691.463
-176.949
-176.949
16632.272
16632.272
102.62
102.62
23403.872
23403.872
264.401
264.401
11772.393
11772.393
-190.072
-190.072
1896.98
1896.98
3501.264
3501.264
3306.403
3306.403
-738.162
-738.162
-1860.124
-1860.124
-1198.38
-1198.38

fy
-1158.817
-1158.817
6365.174
6365.174
-482.323
-482.323
16292.066
16292.066
-466.883
-466.883
22831.163
22831.163
2108.023
2108.023
12461.597
12461.597
-673.711
-673.711
-333.505
-333.505
689.204
689.204
6365.174
6365.174
10157.24
10157.24
12538.24
12538.24

Mx
2083.932
2083.932
5197.916
5197.916
2432.494
2432.494
3674.973
3674.973
236.932
236.932
1204.989
1204.989
-601.829
-601.829
-8523.795
-8523.795
-3189.79
-3189.79
-1868.08
-1868.08
2084.168
2084.168
-557.362
-557.362
-331.846
-331.846
440.275
440.275

5.3.2 Perbandingan
Perhitungan
Analisa
Struktur dan Balok oleh SFAP dengan
SAP2000 v.14
Tabel 5.29 Output Joint Reaction SAP2000 v14
1
1158.82
5691.46
1537.02
-25808.18
2083.93
1384
4
482.32
16632.27
-718.01
-36310.89
2432.49
567.85
7
466.88
23403.87
-2344.74
-41849.58
236.93
655.36
10 -2108.02
11772.39
1525.73
-39781.36
-601.83
-2571.23

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

node
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

node
1
4
7
10

station
0
4
0
2.5
0
5
0
2.5
0
5
0
2.5
0
5
0
2.5
0
5
5
10
10
15
0
5
5
10
10
15

fx
-5691.46
-5691.46
176.95
176.95
-16632.27
-16632.27
-102.62
-102.62
-23403.872
-23403.872
-264.4
-264.4
-11772.393
-11772.393
190.07
190.07
-1896.98
-1896.98
-3501.26
-3501.26
-3306.4
-3306.4
738.16
738.16
1860.12
1860.12
1198.38
1198.38

fy
1158.82
1158.82
-6365.17
-6365.17
482.32
482.32
-16292.07
-16292.07
466.88
466.88
-22831.16
-22831.16
-2108.02
-2108.02
-12461.6
-12461.6
673.71
673.71
333.51
333.51
-689.2
-689.2
-6365.17
-6365.17
-10157.24
-10157.24
-12538.24
-12538.24

Mx
-2083.93
-2083.93
-5197.92
-5197.92
-2432.49
-2432.49
-3674.97
-3674.97
-236.93
-236.93
-1204.99
-1204.99
601.83
601.83
8523.8
8523.8
3189.79
3189.79
1868.08
1868.08
-2084.17
-2084.17
557.36
557.36
331.85
331.85
-440.28
-440.28

Tabel 5.30 Output Displacement SAP2000 v.14


ux
0
0.00003045
-0.0005
0
0.00001487
-0.0005
0
-0.00001389
-0.0004
0
-0.000041060
-0.0004

uy
0
-0.00002333
0.0096
0
-0.00006817
-0.0175
0
-0.00009592
-0.0222
0
-0.00004825
-0.0161

uz
0
-0.0064
-0.0064
0
-0.01
-0.01
0
-0.012
-0.012
0
-0.0101
-0.0101

Rx
0
0.00304
0.00421
0
0.00505
0.00781
0
0.00623
0.00995
0
0.00492
0.00711

Tabel 5.31 Output Joint Reaction SFAP

Fx
1158.817
482.323
466.8829
-2108.0229

Fy
5691.4629
16632.2725
23403.8717
11772.393

Fz
-1537.0227
718.0109
2344.7409
-1525.729

Mx
-25808.1787
-36310.8943
-41849.5744
-39781.3526

Ry
0
-0.00033
0.00019
0
-0.00039
-0.00016
0
-0.00004
-0.0002
0
0.0001
-0.00022

Rz
0
0.00012
0.00176
0
0.00005
0.00121
0
0.00004
0.00042
0
0.00022
-0.0029

My
2083.9322
2432.4936
236.9316
-601.8294

Mz
-1383.9959
-567.8502
-655.3561
2571.2283

33

node
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tabel 5.32 Output Displacement SFAP

ux
0
0.00003045223
-0.00049250489
0
0.00001486872
-0.00047431308
0
-0.00001389383
-0.00042847087
0
-0.00004105562
-0.00039893714

uy
0
-0.00002332608
-0.00961567974
0
-0.00006816625
-0.017498275
0
-0.0000959192
-0.022182914
0
-0.00004824836
-0.01611412823

uz
0
0.00637591119
0.006376638
0
0.0996710125
0.0996667974
0
0.0120122973
0.01201121128
0
0.01011977693
0.01012055764

Rx
0
0.00304242695
0.00420809859
0
0.00505153345
0.00780894351
0
0.0062281538
0.00995283693
0
0.00491542913
0.00710843502

Ry
0
-0.00033466215
-0.00018543817
0
-0.0003906382
-0.00015533756
0
-0.00003804924
-0.00020240991
0
0.0009664878
-0.00021779153

Tabel 5.33 Selisih output joint reaction

node
1
4
7
10

Fx
0.000
0.000
0.000
0.000

Fy
0.000
0.000
0.000
0.000

Fz
0.000
0.000
0.000
0.000

Mx
0.000
0.000
0.000
0.000

My
0.000
0.000
0.000
0.000

Tabel 5.34 Selisih output displacement

node
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

ux
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

uy
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

uz
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Rx
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Ry
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Tabel 5.35 Selisih Output Element Forces


frame
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

34

Joint
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
2
5
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
8
11
2
8
3
9

fx
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

fy
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Mx
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Rz
0
-0.00012494543
-0.00176191336
0
-0.00005310175
-0.00121045266
0
-0.00003725857
-0.00041674304
0
0.00022011999
0.00290449916

Mz
0.000
0.000
0.000
0.000

Rz
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

5.3.3 Perhitungan Tulangan Torsi dengan


SFAP
Dari tabel 5.27 - 5.35 menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan hasil perhitungan yang
signifikan antara output dari SFAP dengan
program SAP2000 v.14. Setelah melakukan
proses running program pada SFAP, maka
dilanjutkan dengan proses running torsion. Datadata yang dibutuhkan untuk proses ini adalah:
- Diameter tulangan longitudinal : D13
- Diameter tulangan transversal : D10
- fy = fyv = 450 MPa
Perlu dicatat bahwa decking yang digunakan
pada balok sebesar 50 mm. Proses running
program akan memperlihatkan bahwa jumlah
dari tulangan torsi longitudinal pada frame 9
yang dibutuhkan sebanyak 8 buah, ditunjukkan
dengan simbol n pada output. Sedangkan spasi
antar tulangan transversal torsi yang dibutuhkan
sebesar 150 mm. Mu dan Vu yang digunakan
langsung secara otomatis diambil dari data hasil
analisa struktur di awal.
Proses
running
program
akan
memperlihatkan bahwa jumlah dari tulangan
torsi longitudinal pada frame 11 yang dibutuhkan
sebanyak 8 buah, ditunjukkan dengan simbol n
pada output. Sedangkan spasi antar tulangan
transversal torsi yang dibutuhkan sebesar 195
mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung
secara otomatis diambil dari data hasil analisa
struktur di awal.
Berikut adalah tabel jumlah tulangan dan
spasi sengkang pada seluruh balok dari hasil
SFAP:
Tabel 5.36 Hasil jumlah tulangan longitudinal
dan spasi sengkang.
frame
9
10
11

spasi
150
195
195

n
8
8
8

Mu (kNm)
31.281
18.32
20.439

Vu (N)
18603.019
34335.671
32424.737

5.3.4 Perbandingan Perhitungan Tulangan


Torsi oleh SFAP dengan Perhitungan
Manual
Frame 9
Tu eksternal
= 31,281 kNm
Vu eksternal = 18603,019 N
fc
= 28 MPa
fyl = fyv
= 450 MPa
Dimensi balok:
bw = x0 = 400 mm
h = y0
= 600 mm
d = h - (50 + Dv + Dl lentur)
= 600 - (50 + 10 + 12,5) ; asumsi Dl lentur = D25
= 527,5 mm
Acp = x0.y0
= 400.(600) = 240000 mm2
pcp
= 2(x0+y0)
= 2(400+600) = 2000 mm

f ' c Acp2

; 0,75
pcp

2
0,75. 28 240000

2000
12

8
576.10
x10 6
0,3307
2000

Tu

12

= 9,5247 kNm

Tu eksternal Tu

f ' c Acp2
12

;
pcp

31,281 kNm > 9,5247 kNm,


Karena Tu eksternal > Tu maka tulangan torsi
harus disediakan.

f 'c A

3 pcp
2
28 240000

0,75
3 2000
576.10 8
x10 6
1,3229.
2000

Tu.berfaktor

2
cp

= 38,0988 kNm
Karena Tu berfaktor > Tu eksternal , maka digunakan
nilai yang terkecil untuk mendesain tulangan
torsi balok tersebut yaitu Tu eksternal = 31,281
kNm.
x1 = bw - 2(50 + Dv) ; asumsi decking = 50 mm
= 400 - 2(50 + 10)
= 290 mm
y1 = h - 2(50 + Dv)
= 600 - 2(50 + 10)
= 490 mm
A0h = x1.y1
= 290 . (490)
= 142100 mm2
A0 = 0,85A0h
= 0,85 . 142100
= 120785 mm2
ph = 2(x1 + y1)
= 2(290 + 490)
= 1560 mm
Cek Penampang:

Vc

f 'c
bw d
6
28
400 x527,5 x10 3
6

Vu Tu p h


2
bw d 1,7 A0 h

18603,019 31,281x1560

400.(527,5) 1,7142100

= 1,4243 MPa

Vc
2 f 'c

bw d
3

0,75 186,0845 228


400.(527,5)

= 3,3072 MPa

Vu Tu p h


2
bw d 1,7 A0 h

V
2 f 'c

c
bw d
3

1,4243 MPa < 3,3072 MPa


Jadi, penampang cukup kuat.
Tulangan torsi:

Tn

Tu

31,281

= 41,708 kNm
0,75
At
Tn

s
2 A0 f yv cot
41,708 x10 6

2 x120785 x 450 x cot 45


= 0,3837 mm2/mm/satu kaki

Vn

Vc

186,0845

0,75

= 248,1127 kN > Vc ; juga > Vc


Vs = V n - V c
= 248,1127 - 186,0845
= 62,0282 kN

Av
V
s
s
f yv d

62,0282 x10 3

450 x527,5

= 0,2613 mm2/mm/dua kaki

Avt
A
A
2 t v
s
s
s
2.0,3837 0,2613

= 1,0287 mm2/mm/dua kaki


Dengan menggunakan sengkang 10, D2 =
78,5398 mm2, s = 157,0796/1,0287 = 152,7033
mm. ph/8 = 1560/8 = 195 mm. Maka, dipakai
sengkang 10 dengan spasi 150 mm.

= 186,0845 kN

35

f yv
A
Al t p h
cot 2
s
f yl
450
0,3837.(1560).
cot 2 45
450

576.10 8
x10 6
1,3229.
2000

= 598,5335 mm2

Al min

5 f ' c Acp
12 f yl

f yv
A
t ph
f yl
s

5 28.240000
450
0,3837.(1560).
12(450)
450

= 577,356 mm2 < 598,5335 mm2


Maka Al menentukan.
2

Al / 4 598,5335 / 4 =

144,339 mm . Maka dengan menggunakan


tulangan longitudinal yang telah ditentukan dipakai
tulangan sebanyak 8 buah.
Frame 11
Tu eksternal
= 20,439 kNm
Vu eksternal = 32424,737 N
fc
= 28 MPa
fyl = fyv
= 450 MPa
Dimensi balok:
bw = x0 = 400 mm
h = y0
= 600 mm
d = h - (50 + Dv + Dl lentur)
= 600 - (50 + 10 + 12,5) ; asumsi Dl lentur = D25
= 527,5 mm
Acp= x0.y0
= 400.(600) = 240000 mm2
pcp
= 2(x0+y0)
= 2(400+600) = 2000 mm

f ' c Acp2

; 0,75
pcp

2
0,75. 28 240000

2000
12

8
576.10
x10 6
0,3307
2000

Tu

12

= 9,5247 kNm

f ' c Acp2

Tu eksternal Tu
12 pcp

20,439 kNm > 9,5247 kNm,


Karena Tu eksternal > Tu maka tulangan torsi
harus disediakan.

f ' c Acp2

Tu.berfaktor
3 pcp
2
28 240000

0,75
3 2000
36

= 38,0988 kNm
Karena Tu berfaktor > Tu eksternal , maka digunakan
nilai yang terkecil untuk mendesain tulangan
torsi balok tersebut yaitu Tu eksternal = 20,439
kNm.
x1 = bw - 2(50 + Dv) ; asumsi decking = 50 mm
= 400 - 2(50 + 10)
= 290 mm
y1 = h - 2(50 + Dv)
= 600 - 2(50 + 10)
= 490 mm
A0h = x1.y1
= 290 . (490)
= 142100 mm2
A0 = 0,85A0h
= 0,85 . 142100
= 120785 mm2
ph = 2(x1 + y1)
= 2(290 + 490)
= 1560 mm
Cek Penampang:

Vc

f 'c
bw d
6
28
400 x527,5 x10 3
6

= 186,0845 kN
2

Vu Tu p h


2
bw d 1,7 A0 h

Vc
2 f 'c

bw d
3

32424,737 20,439 x1560

400.(527,5) 1,7142100

= 0,9415MPa

0,75 186,0845 228


400.(527,5)

= 3,3072 MPa

Vu Tu p h


2
b
d
w 1,7 A0 h

V
2 f 'c

c
bw d
3

0,9415 MPa < 3,3072 MPa


Jadi, penampang cukup kuat.
Tulangan torsi:
T
Tn u

20,439
= 27,252 kNm
0,75

At
Tn

s
2 A0 f yv cot

27,252 x10 6
2 x120785 x 450 x cot 45

= 0,2507 mm2/mm/satu kaki

Vn

BAB VI
PENUTUP

Vc

186,0845

0,75

5.1 Kesimpulan
Setelah beberapa studi kasus perhitungan
tulangan torsi dilakukan dengan menggunakan
program SFAP dan SAP 2000 v14 serta perhitungan
manual di dalam bab sebelumnya dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:

= 248,1127 kN > Vc ; juga > Vc


Vs = V n - V c
= 248,1127 - 186,0845
= 62,0282 kN

Av
V
s
s
f yv d

62,0282 x10 3
450 x527,5

= 0,2613 mm2/mm/dua kaki

Avt
A
A
2 t v
s
s
s
2.0,2507 0,2613

= 0,7627 mm2/mm/dua kaki


Dengan menggunakan sengkang 10, D2 =
78,5398 mm2, s = 157,0796/0,7627 = 205,9533
mm. ph/8 = 1560/8 = 195 mm. Maka, dipakai
sengkang 10 dengan spasi 195 mm.

f yv
At
ph
cot 2
s
f yl
450
0,2507.(1560).
cot 2 45
450

Al

= 391,0817 mm2

Al min

5 f ' c Acp
12 f yl

f yv
A
t ph
f yl
s

5 28.240000
450
0,2507.(1560).
12(450)
450
= 784,8078 mm2 > 598,5335 mm2

Maka Al

min

menentukan.
2

Al / 4 784,8078 / 4

= 196,2019 mm . Maka dengan menggunakan


tulangan longitudinal yang telah ditentukan dipakai
tulangan sebanyak 8 buah.
Tabel 5.37 Perbandingan hasil SFAP dan hitungan
manual

frame
9
10
11

SFAP

spasi
150
195
195

n
8
8
8

Perhitungan Manual
spasi
n
150
8
195
8
195
8

Selisih
0.00
0.00
0.00

1. Dalam menganalisa suatu struktur dapat


dihitung dengan program SFAP yang jauh lebih
cepat dibandingkan dengan perhitungan manual
dan dengan keakuratan yang cukup tinggi.
2. Penggunaan program dapat dilakukan dengan
mudah karena program SFAP disertai
keterangan yang jelas dalam proses input dan
desain tampilan yang sederhana.
3. Hasil
output
program
SFAP
dapat
dipertanggung-jawabkan
karena
telah
diverifikasi dengan program SAP2000 v14 dan
perhitungan manual dengan hasil perhitungan
yang hampir sama atau memiliki selisih yang
sedikit.
4. Program SFAP telah disusun dalam beberapa
modul yang terpisah untuk proses perhitungan,
pengelolaan data dan penggambaran grafik
tampilan. Jadi, hal ini akan memudahkan user
dalam pemahaman alur perhitungan di dalam
program sehingga proses pengembangan
program di masa yang akan datang dapat
dilakukan dengan mudah.
5.2 Saran
Setelah menyelesaikan program SFAP dan
melakukan beberapa studi kasus mengenai
perhitungan tulangan torsi dan geser terkombinasi
pada balok beton bertulang sebagai perbandingan
hasil output program, maka penulis memberikan
beberapa saran:
1. Program SFAP ini perlu dikembangkan dalam
prosedur kerja program untuk hal perancangan
(desain).
2. Menambahkan kelengkapan tampilan output
tulangan agar lebih mudah dipahami lagi.
3. Program SFAP ini perlu dikembangkan dalam
menambah metode perhitungan salah satu
contohnya perhitungan tulangan geser pada
balok, hubungan balok kolom, dan lain
sebagainya sesuai dengan perkembangan di
masa yang akan datang.
4. Program SFAP ini perlu dikembangkan dalam
proses
analisa
stuktur
balok
dengan
menggunakan bentuk penampang yang lain.

37

Anda mungkin juga menyukai