ILUSTRASI KASUS
1.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama
: Tn. US
Umur
: 46 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Talang
No Rekam Medik
: 76.90.03
Seorang pasien laki-laki usia 46 tahun datang ke IGD RSUD Arosuka pada
tanggal 15 Desember 2015 dengan pukul 12.00 WIB rujukan Puskesmas Talang
dengan Appendisitis :
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah yang dirasakan sejak 1 hari bulan yang lalu. Nyeri tidak
berpindah. Nyeri sudah sering dirasakan berulang sejak 5 tahun yang lalu dan
pasien sudah sering berobat ke dokter karena nyeri perut, pasien lupa obat yang
didapatkan dan nyeri berkurang ketika pasien minum obat .
Demam sejak 1 hari yang lalu, demam tinggi, terus menerus, tidak menggigil dan
tidak berkeringat
Buang air besar encer sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 7 kali, tidak berlendir,
tidak berdarah. BAB terakhir 12 jam yang lalu
Mual (+) muntah (+) frekuensi 1x, berisi apa yang dimakan
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran
: Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah
: 120/80
Denyut Nadi
: 105x/menit
Pernafasan
: 22x/menit
Suhu
: 39,5C
Mata
THT
KGB
Thorak
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di kuadran
: (-)
Psoas sign
: (-)
Obturator sign
: (-)
Punggung
Ekstremitas
Rectal Touche : tonus spincter ani baik, mukosa licin, ampula rekti tidak kolaps,
tidak nyeri, pada handscoon feses (+), darah (-)
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
Hb
Leukosit
Trombosit
: 14,2 gr/dl
: 23.500 /mm
: 301.000/mm
Hematokrit : 39,3 %
GDR
:146 mg/dl
: Sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 105x/menit
Nafas
: 22x/menit
Suhu
: 39,5C
16/12/2015
S/ Nyeri bekas operasi (+)
Demam (-)
Mual berkurang, Muntah (-)
O/
Keadaan Umum
: Sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
: 110/70
Nadi
: 78x/menit
Nafas
: 21x/menit
Suhu
: 37,5C
Abdomen
Balance cairan
: input : 1400 cc
Output : 1000 cc
: Sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
: 110/80
Nadi
: 82x/menit
Nafas
: 22x/menit
Suhu
: 37,5C
Abdomen
Balance cairan
: input : 2000 cc
Output : 600 cc
: Sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
: 100/60
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 36,5C
Abdomen
Balance cairan
: input : 2000 cc
Output : 750 cc
: Sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
: 140/90
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 36,8C
Abdomen
Balance cairan
: input : 2000 cc
Output : 800 cc
20/12/2015
S/ Nyeri bekas operasi (+) berkurang
Demam (+)
Mual (-), Muntah (-)
O/
Keadaan Umum
: Sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
: 110/70
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 38,5 C
Abdomen
Balance cairan
: input : 2300 cc
Output : 800 cc
21/12/2015
S/ Nyeri bekas operasi (+) berkurang
Demam (+)
Mual (-), Muntah (-)
O/
Keadaan Umum
: Sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
: 120/708
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 38 C
Abdomen
2. Objektif
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya peningkatan Suhu tubuh
yaitu 39,5C
dan nyeri tekan (+) di kuadran kanan bawah. Pada pemeriksaan darah rutin
didapatkan peningkatan leukosit yaitu 23.500 /mm
Sikap
: Rawat Bedah
Rencana
: Laparatomi eksplorasi
Konsul
BAB II
Tinjauan Pustaka
II.1 Appendiksitis
II.1.1 Anatomi Appendix
Appendix vermicularis adalah divertikulum intestinal yang berukuran kurang lebih 6
10 cm dan terletak pada caecum. Organ ini berbentuk tabung dengan lumen yang sempit pada
bagian proximal dan melebar pada bagian distal, kapasitas appendix sendiri kurang lebih 0,1 ml.
Organ ini tersusun dari jaringan limfoid dan merupakan bagian integral dari GALT (GutAssociated Lymphoid Tissue). Lokasi appendix terbanyak berasal dari bagian posteromedial
caecum, di bawah ileocaecal junction. Appendix sendiri memiliki mesenterium yang
mengelilinginya, yang disebut mesoappendix, yang berasal dari bagian posterior mesenterium
yang mengelilingi ileum terminalis. Posisi terbanyak dari appendix sendiri adalah retrocaecal,
namun demikian ada variasi dari lokasi appendix ini.
65% dari posisi appendix terletak intraperitoneal sementara sisanya retroperitoneal. Di
sini variasi posisi appendix menentukan gejala yang akan muncul saat terjadi peradangan.
Beberapa variasi posisi appendix terhadap caecum adalah sebagai berikut :
1. Retrocaecal (65%)
4. Preileal
2. Pelvinal
5. Postileal
3. Antecaecal
Posisi terbanyak adalah retrocaecal, namun demikian posisi appendix dapat ditemukan dengan
menelusuri ketiga taenia yang terdapat pada caecum (dan colon), yaitu taenia colica, taenia
libera, dan taenia omental.
Vaskularisasi appendix berasal dari arteri ileocolica yang merupakan cabang dari arteri
mesenterika superior. Cabang arteri ileokolika ini disebut arteri appendicularis, dengan aliran
venanya berasal dari vena ileocolica dan akan kembali ke vena mesenterika superior. A.
appendicularis ini tidak memiliki kolateral sehingga ketika terjadi oklusi apapun penyebabnya,
maka mudah terjadi iskemia dan gangren, hingga akhirnya perforasi. Persarafan parasimpatis
berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada
appendicitis bermula di sekitar umbilicus.
anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
dengan jumlah penderita pria lebih banyak sedikit daripada wanita.
Fecalith
Parasit
lumen appendix yang kemudian menyebabkan gejala gejala, di mana biasanya akan terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri, bakteri yang sering dapat ditemukan antara lain adalah :
Tabel 1. Bakteri yang diisolasi / sering ditemui pada appendicitis
Bakteri aerob fakultatif
Bakteri anaerob
Escherichia coli
Bacteroides fragilis
Viridans streptococci
Peptostreptococcus micros
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
Lactobacillus species
Jadi etiologi terbanyak dari appendicitis adalah obstruksi, namun bukan tidak mungkin
Bilophila species
terjadi proses inflamasi yang tidak melibatkan obstruksi lumen terlebih dahulu, hal in dapat
terjadi jika memang ada penyebaran infeksi langsung ke appendix misalnya, baik virus maupun
bakteri.
sehingga terbentuk massa periappendikuler yang dikenal dengan istilah appendicitis infiltrat. Di
dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun,
jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periappendikuler akan menjadi
tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak, dengan omentum
yang lebih pendek, appendix yang lebih panjang, dan dinding appendix yang lebih tipis, serta
daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang
tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.
Appendix yang pernah mengalami inflamasi tidak akan sembuh dengan sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlekatan dengan
jaringan sekitarnya. Perlekatan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan
bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. Keadaan di mana appendix telah mengalami fibrosis dan
pembentukan jaringan parut ini disebut sebagai appendicitis kronis, di mana biasanya hal ini
ditandai dengan nyeri kanan bawah yang hilang timbul, dan riwayat nyeri pertama kali yang
tidak ditangani dengan terapi bedah, di mana nyerinya kemudian berkurang dan menjadi hilang
timbul. Pada pemeriksaan USG juga akan nampak appendix yang mengalami penebalan dan
fibrosis.
II.1.6 Gejala & Manifestasi Klinis Appendicitis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik appendicitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium, di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual dan muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun /
anorexia. Kemudian dalam beberapa jam (4 6 jam), nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik McBurney (Migratory pain). Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas
letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Terkadang appendicitis juga disertai
dengan low-grade fever sekitar 37,5 -38,5 0C. Biasanya urutan gejala juga berpengaruh, di mana
pada 95% kasus urutannya adalah sebagai berikut : Anorexia ==> Abd. pain ==> Vomiting /
muntah, walaupun demikian urutan gejala ini bukanlah patokan untuk penegakan diagnosa.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
appendicitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak appendix ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak appendix retrocaecal retroperitoneal, yaitu di belakang caecum (terlindung
oleh caecum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri
ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala appendicitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya appendicitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala appendicitis
tidak jelas dan tidak khas :
Anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa
menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak
menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering appendicitis diketahui
setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % appendicitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
Wanita
Gejala appendicitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa
dengan appendicitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul,
atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala
appendicitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa
timbul pada kehamilan
terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih
ke regio lumbal kanan.
Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut
II.1.7.1 Anamnesis
Urutan kejadian gejala mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang
besar, lebih dari 95% apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala pertama,
diikuti oleh nyeri
abdominal dan baru diikuti oleh vomitus.
a) Nyeri/Sakit perut
Keluhan utama pada pasien apendistis akut ialah nyeri
perut. Gambaran klinisnya yang umum ialah nyeri perut dibagian
tengah yang seiring waktu berpindah ke daerah fosa iliaka kanan.
Gambaran klasik ini pertama kali dideskripsikan oleh Murphy
namun hanya terjadi pada setengah kasus apendistis akut. 4
Khasnya, nyeri awalnya muncul disekitar umbilikus dan semakin
lama semakin meningkat intensitasnya selama 24 jam pertama.
Nyeri kemudian berpindah dan menetap di fosa iliaka kanan.
Nyeri yang pertama kali dirasakan pasien merupakan nyeri
alih akibat inervasi visceral dari usus tengah (midgut). Nyeri ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan
terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral
dirasakan pada seluruh perut (tidak pin-point). Selain itu nyeri
juga timbul oleh karena kontraksi apendiks, distensi dari lumen
apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami
peradangan. Nyeri visceral ini merupakan nyeri yang sifatnya
hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus
dengan sifat nyeri ringan sampai berat.
Nyeri
yang
terlokalisir
kemudian
disebabkan
oleh
appendicitis
akibat
proses
peradangan
apendiks
didekatnya
dan
akibat
dari
ini.
Untuk
masa
atau
infiltrat
ini,
beberapa
ahli
infeksi.
Selain posisi apendiks, gambaran klinis apendistis akut juga
dipengaruhi oleh umur pasien dan keadaan fisiologis tertentu
seprti kehamilan. 4 Meskipun jarang terjadi pada anak-anak,
apendistis akut dapat menimbulkan kesulitan diagnosis pada
pasien dengan usia muda. Anak-anak terutama bayi biasanya
tidak mampu mengungkapkan keluhan yang dialaminya. Selain
itu, gejala dan tanda yang muncul juga tidak bersifat spesifik.
Oleh karena itu, diagnosis apendistis akut sering terlambat atau
bahkan sama sekali tidak dapat ditegakkan sehingga memberikan
kontribusi terhadap laju perforasi yang cukup tinggi yaitu sebesar
50% pada kelompok umur ini. 6
Pasien appendicitis akut berusia lanjut memiliki laju
mortalitas paling tinggi. Pada pasien ini sering kali gejala dan
tanda apendistis akut tidak khas, berkurang, atau tidak muncul
sama sekali. Sebagai tambahan, pasien lanjut usia biasanya
keadaan umumnya agak jelek dan sering disertai dengan kondisi
komorbid lain seperti penyakit jantung, diabetes, dan ginjal.
Kombinasi kedua faktor ini memberikan kontribusi terhadap laju
mortalitas yang tinggi hingga lebih dari 5% pada kelompok usia
lanjut. 1,6
Kondisi lain yang perlu mendapatkan perhatian lebih ialah
pasien apendistis akut dengan kehamilan. Pada kehamilan, posisi
apendiks mulai bergeser pada bulan keempat sampai kelima
kehamilan.
Gejala-gejala
yang
menyertai
kehamilan
sering
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa ditemui perbedaan suhu aksila dan rectal
>= 1oC. 1
Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk
dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler yang besar.
Palpasi
Beberapa tanda penting yang dapat ditemukan saat melakukan
palpasi pada pemeriksaan abdomen kuadran kanan bawah :1,4,6
mengalami kontraksi.
Rovsing sign : Penekanan perut sebelah kiri akan menyebabkan
nyeri sebelah kanan. Hal ini disebabkan karena tekanan tersebut
menyebabkan organ dalam terdorong kearah kanan dan
dilepaskan.
Dunphy's sign : Nyeri bertambah saat batuk.
Kocher/Kosher's sign : Didapati saat anamnesis, nyeri muncul
pertama kali di regio epigastrium atau di sekitar lambung,
terjadi
karena
peradangan
appendiksmenyentuh
pelvis.
Auskultasi
Peristaltik biasanya normal, peristaltik yang menghilang akan
ditemukan pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
perforasi
apendiks.
Auskultasi
tidak
banyak
membantu
dalam
( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah CRP
pada serum yang meningkat.
Pemeriksaan urin bisa dilakukan untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
Pemeriksaan Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-scan.
Abdominal X-Ray :
Bila
Ultrasonography :
hasil
pemeriksaan
fisik
meragukan,
dapat
dilakukan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
oleh cairan, penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan
apendiks perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris,
cairan bebas intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel.
Pada wanita, USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adneksitis, dan sebagainya.
CT Scan :
Diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding
appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran dinding
appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran perubahan inflamasi
periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free
fluid, free air bubbles, abscess, dan adenopathy. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90 100% dan 96 97%, serta akurasi 94 100%. CtScan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon
Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.
Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.
Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis.
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Apendisitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Apendiks
dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang
akut.
Tabel 3. Alvarado Score untuk membantu menegakkan diagnosis
Gejala
Tanda
Laboratorium
Manifestasi
Skor
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Total poin
Keterangan:
0-4 : bukan appendicitis
5-6 : kemungkinan kecil
7-8 : kemungkinan besar appendicitis
9-10 : hampir pasti appendicitis
10
: observasi
56
7 10 : operasi dini
Gastroenteritis :
Ditandai dengan mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakitperut lebih ringan,
hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
dengan appendisitis akut
-
Limfadenitis mesenterika :
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan
disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.
-
Demam dengue :
Dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif untuk rumple leed,
trombositopenia dan hematokrit yang meningkat
-
Folikel de Graaf yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada
pertengahan siklis menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam
waktu 24 jam.
-
Kehamilan ektopik :
28
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yangtidak jelas seperti ruptur
tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri
mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.
-
Divertikulitis Meckel :
Gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan sering dihubungkan
dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut sehinggadiperlukan pengobatan
serta tindakan bedah yang sama.
-
Sangat mirip dengan appendisitis jika isi gastroduodenum mengendap turun ke daerah
usus bagian kanan sekum, karena dapat menyebabkan inflamasi appendix juga.
-
Ureterolithiasis :
Elektif : kronik
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi.
Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis
akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat
apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan
jaringan granulasi, dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada
apendiks tidak dapat diatasi oleh mekanisme tubuh, massa tadi menjadi terisi nanah, semula
dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah, jika penderita ditemui lewat sekitar 48 jam,
saat dilakukan operasi untuk membuang apendiks, sudah terbentuk suatu massa dengan
perlekatan yang memiliki banyak vaskularisasi, sehingga membuat operasi pembuangan
appendiks menjadi berbahaya karena struktur appendiks menjadi tidak jelas dan resiko
29
30
Indikasi Operasi
Apabila diagnosis apendisitis telah ditegakkan dengan berbagai pemeriksaan yang
mendukung, hal tersebut sudah merupakan suatu indikasi operasi (apendektomi), kecuali pada
kasus-kasus tertentu seperti halnya pada keadaan dimana masa akut telah dilewati namun muncul
komplikasi dengan terbentuknya abses. Pada beberapa kasus dapat digunakanantibiotic sebagai
terapi tunggal untuk mengurangi massa abses tersebut. Bila massa absestelah terbentuk di ekitar
apendiks maka basis dari sekum akan sulit untuk ditemukan, selain itu tindakan operatif secara
aman akan sulit untuk dikerjakan.
Persiapan pre-operasi
Analgetik dapat diberikan pada pasien setelah diagnosis dari apendisitis sudah dapat
ditegakkan dan manajemen operatif telah direncanakan. Status cairan harus dipantau dengan ketat
menggunakan indicator klinis seperti nadi, tekanan darah, dan jumlah pengeluaran urine.
Pemberian antibiotik dapat dimulai, umumnya diberikan cephalosporine generasi 2 secara tunggal
atau dikombinasikan dengan antibiotic spectrum luas yang melingkupi bakteri gram negatif aerob
(e.coli) dan anaerob (bacteroides spp.). Perlu diingat bahwa tujuan utama dari pemberian
antibiotic bukan untuk memberantas appendicitis itu sendiri. Pada kasus yang tidak disertai
dengan komplikasi, antibiotic umumnya diberikan untuk mengurangi insidens infeksi dari luka
dan peritoneum bagian dalam setelah operasi dan melindungi terhadap kemungkinan terjadinya
bakteremia.Pada kasus-kasus dimana telah terjadi komplikasi berupa pembentukan abses maupun
bakteremia, maka pemberian antibiotic ditujukan untuk mengobati komplikasi tersebut. Terdapat
beragam pendapat tentang pemberian antibiotic profilaksis, namun terdapat konsensus bahwa:
sesaat sebelum
pembedahan atau pada saat pembedahan dilakukan agar tercapai kadar yang
optimal pada saat akan dilakukan insisi.
3. Pada kasus non-komplikata, pemberian antibiotic cukup dengan dosis
tunggal.Penambahan dosis setelah operasi tidak berguna dalam menurunkan
resiko infeksi lebih lanjut
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut
(peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut adn
dinding perut dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difus, riwayat akut atau kronik
31
dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu
kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan baktericemia atau sepsis. Apabila tidak
ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal disebut peritonitis primer.
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau peradangan infeksi
pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah. Walaupun
apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda, angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik.
II.2 Peritonitis
A. Anatomi
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Dinding perut mengandung struktur
muskulo aponeurosis yang kompleks. Dibagian belakang, struktur ini melekat pada tulang
belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul.
Dinding perut terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri
dari:
1. Kutis.
2. Subkutis.
- Fascia superfisial (fascia camper).
- Fascia profunda (fascia scarpa).
3. Otot dinding perut.
a. Kelompok ventrolateral
- Tiga otot pipih: Musculus obliquus abdominis eksternus, Musculus obliquus
abdominis internus, Musculus transversus abdominis.
- Satu otot vertikal: musculus rectus abdominis.
b. Kelompok posterior: musculus psoas major, musculus psoas minor, musculus iliacus,
musculus quadratus lumborum.
4. Fascia tranversalis.
5. Peritoneum.
32
Hypochondrium dextra, yaitu regio kanan atas: Hepar dan Vesica fellea
Epigastrium, regio yang berada di ulu hati: Gaster, Hepar, Colon transversum
Hypochondrium sinistra, regio kiri atas: Gaster, Hepar, Colon Transversum
Lumbaris dextra, regio sebelah kanan tengah: Colon ascendens
Umbilicalis, regio tengah: Intestinum tenue, Colon transversum
Lumbaris sinistra, regio sebelah kiri umbilikalis: Intestinum tenue, Colon descendens
Inguinalis/Iliaca dextra, regio kanan bawah: Caecum, Appendix vermiformis
Hypogastrium/Suprapubicum, regio di tengah bawah: Appendix vermiformis, Intestinum
serosa tipis yang terdiri atas selapis mesotel yang terletak pada jaringan ikat dan
melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietal yang melapisi rongga pelvis.
Peritoneum dibagi dua:
1) Peritoneum pars parietal, yang melapisi dinding internal abdominal serta mendapat suplai
neurovaskular dari regio dinding yang dilapisinya.
2) Peritoneum pars visceral, yang melapisi organ intraperitoneal dan mendapat suplai
neurovaskular dari organ yang ditutupinya.
Organ peritoneal adalah organ yang ditutupi oleh peritoneum pars visceral,
diantaranya: hati, spleen, gaster, duodenum pars bulbosa, jejunum, ileum, colon
transversum, colon sigmoid, rektum pars superior. Organ retroperitoneal terdiri dari ginjal,
kelenjar adrenal, pankreas, sisa duodenum, colon ascenden dan descenden.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 315 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar pada
33
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan melebar pada bagian ujung apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal,
yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami gangren.
B.
Etiologi
Infeksi peritoneal diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi bakteri hematogen dari organ peritoneal atau
monomikrobial. Penyebab paling sering peritonitis primer adalah spontaneous bacterial
peritonitis akibat penyakit hepar kronis. Kira- kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis
dengan asictes akan berkembang menjadi peritonitis bacterial.
2. Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder polimonobakterial. Sering terjadi pada appendicitis,
perforasi gaster, kolon akibat diverkulitis, volvulus.
3. Peritonitis tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman dan akibat
tindakan operasi sebelumya.
Penyebab apendisitis akut yang paling sering adalah terjadinya obstruksi lumen.
Obstruksi lumen biasanya diakibatkan oleh fekalit (batu tinja), hyperplasia jar limfe, tumor
apendiks dan parasit yang ada di usus besar. Parasit yang berperan menyebabkan obstruksi
adalah cacing ascaris dan strongiloides species.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intralumen, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis.
C.
Patofisiologi
34
D.
Gejala
1. Nyeri abdomen
35
Nyeri abdomen merupakan gejala yang selalu ada pada peritonitis. Nyeri biasanya
datang dengan onset tiba-tiba, hebat pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan
pada seluruh bagian abdomen.
Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, rasa seperti
terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri lebih terasa pada daerah dimana
terjadinya peradangan peritoneum. Menurunnya intesitas dan penyebaran dari nyeri
menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intesitasnya bertambah
meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran dari
peritonitis. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,
batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri
tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
2. Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau
bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.
3. Anoreksia, mual, muntah dan demam
Pada penderita ditemukan gejala anoreksia, mual, muntah. Penderita diikuti badan
terasa demam dan mengigil hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh dapat mencapai
38C sampai 40C.
4. Facies hipocrates
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies hipocrates. Gejala ini termasuk
ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, dan muka tampak pucat.Peritonitis
dengan facies hiprocrates biasanya pda stadium pre terminal. Hal ini ditandai dengan
posisi mereka berbaring dengan lutut difleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas
karena gerakan dapat menyebabkan nyeri pada abdomen.
5. Syok
Syok dapat terjadi oleh dua faktor. Yang pertama akibat perpindahan cairan
intravaskular ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal. Yang kedua disebabkan
terjadinya sepsis generalisata.
E.
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Ini merupakan tes yang paling sederhana dilakukan adalah hitung sel darah dan
urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih lebi dari 20.000/mm. Pada
perhitungan
diferensial
menunjukan
pergeseran
ke
kiri
dan
dominasi
oleh
36
Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dan
sebagainya) atau penyebab radang lainnya.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera setelah diagnosis peritonitis bakteri
ditegakkan. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana
yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan
drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia
akan berkembang selama operasi.
Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan
radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan drainase abses dan
endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi rongga
peritoneum.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi yang
dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh
abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas
tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,
kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi,
atau mereseksi viskus yang perforasi.
37
Daftar Pustaka
Towsend, M. Jr, dkk. 2008. Sabiston textbook of Surgery. Elsivier. United State of America
Cole et al. 1970. Cole and Zollinger textbook of Surgery 9th edition. Appelton-Century Corp
Fauci et al. 2008. Horrisons Principal of Internal Medicine Volume 1. McGraw hill
Brunicardi, F. Charles, dkk. Schwartzs Principles of Surgery Eight Edition
Zinner M. Dkk. 1997. Abdominal Operations tenth editions. United States of America
38