Bab Ii-1
Bab Ii-1
yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju
katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens
Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli
yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi
appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi
appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul)
31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%,
dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah
ini.
Anatomi appendiks
Fisiologi
posisi appendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta
mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun,
pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.
C. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yaitu apendisitis akut dan apendisitis
kronis (Sjamsuhidayat, 2005).
a. Apendisitis Akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut ialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Apendisitis Kronis
Diagnosa apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
c. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah
menyebabkan terbendungnya
disertai
edema
dan
Hambatan Aliran Lendir ke Sekum Appendik menghasilkan lendir 1-2 ml per hari,
lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lubang.
E. Patofisiologi/ Pathway
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing. Proses
inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, dan menyebabkan nyeri abdomen atas atau menyebar
hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah
dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terinflamasi berisi pus (Smeltzer & Bare,
2001).
Pathway
Post operasi laparatomy eksisi atas
indikasi apendiksitis perforasi
Kurang
informasi
Kurang
pengetahuan
General Anastesi
Susunan
syaraf
otonom
Susunan
syaraf
pusat
Luka operasi
Peradangan
Hipertermi
Cidera
pembuluh
darah
trauma
Prosedur
infasive
Nyeri
Pusat
reflex
Perdarahan
Saluran pencernaan
Reflex
pernafasan
Penurunan motilitas
gastrointestinal
menurun
Reflek muntah (intake menurun)
Pola nafas
tidak efektif
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Resiko aspirasi
Resiko infeksi
Kekurangan volume
cairan
Kelemahan
Intoleransi
aktivitas
E. Manifestasi Klinis
H. Penatalaksanaan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
rentang normal(RR: 15-30 x/menit, N: 120 x/menit, TD: 98/50 mmHg). Tidak
ada perubahan warnakulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
a. Monitor suhu sesering mungkin
Rasional : untuk mengetahui adanya peningkatan atau penurunan suhu.
b. Monitor warna dan suhu kulit.
Rasional : bila ada peningkatan suhu tubuh kulit terasa panas dan memerah.
c. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Rasional : peningkatan suhu juga diikut ipeningkatan tekanan darah, dan RR
d. Kompres pasien pada lipat paha danaksila.
Rasional :dapat menurunkan suhu tubuh
e. Kolaborasi pemerian antipiretik.
Rasional : Dapat menurunkan suhu tubuh dengan signifikan.
mual/muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi dengan kriteria hasil: nafsu makan meningkat, klien tdak mual.
Intervensi:
a. Kaji keluhan mual, muntah yang dialami pasien
Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya
b. Kaji cara bagaimana makanan dihidangkan
Rasional : cara menghidangkan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien
c. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : untuk menghindari mual
d. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari
rumah
Rasionalnya: agar klien nafsu makan dan mau makan lebih banyak.
e. Timbang pasien pada interval yang tetap
Rasional :agar mampu memantau berat badan klien tiap hari.
Rasional : dengan balutan luka bersih dan tidak basah atau lembab
menjadikan klien nyaman dan menghindarkan terjadinya infeksi.
f. Berikan antibiotik sesuai indikasi,
Rasional : pemberian antibiotik dapat membunuh bakteri atau kuman.
g. Pantau hasil laboraturium (DPL, hitung granulosit absolut, hasil-hasil yang
berbeda, proteinserum, dan albumin)
Rasionalnya adalah untuk mengetahui tanda-tanda infeksi secara dini dan
menentukan tindakan selanjutnya.