Dokumen - Tips Laporan Maserasi 55a74e5e988ad
Dokumen - Tips Laporan Maserasi 55a74e5e988ad
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat Indonesia dimana
kesehatan adalah kebutuhan yang harus dimiliki seluruh bangsa tujuan dan cita-cita
sebagaimana
tercantum
dalam
Pembukaan
Undang-Undang
Dasar
1945
tradisional mudah dicari dan relatif lebih murah. Pada saat sekarang sudah diketahui
bahwa tumbuhan berkhasiat obat mengandung zat-zat kimia aktif yang memiliki
potensi besar. Hal tersebut membutuhkan pengetahuan dan penelitian lebih mendalam
mengenai kandungan kimia dan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktifitas
biologinya. Salah satu caranya yaitu dengan pengolahan simplisia menggunakan
metode yang sesuai dengan jenis simplisia tersebut.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui proses-proses ekstraksi
dari tanaman dan cara identifikasinya.
Sedangkan Tujuan dari praktikum ini yaitu :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan atau biota laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat didalam
sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga
diperlukan metode ekstraksi dan pemilihan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik semua komponen kimia
yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan
antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme.
Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat
modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan
kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya
alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari
senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini,
metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat
diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang
sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan
biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM)
seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air
untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak
akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika
tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara
apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika
tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau
didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa
dengan aktivitas biologi khusus (Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia)
Umumnya zat aktifnya yang terkandung dalam tanaman maupun hewan lebih
larut dalam pelarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dalam tanaman adalah
pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik diluar sel. Larutan dengan
konsentrasi tinggi akan berdifusi keluar sel, dan proses ini berulang terus sampai
terjadi kesetimbangan antara konsentrasi zat aktif didalam dan di luar sel. (Buku
Penuntun Praktikum)
Didalam ekstraksi dikenal beberapa metode ekstraksi, salah satunya adalah
maserasi. Maserasi merupakan proses penyarian senyawa kimia secara sederhana
dengan merendam simplisia atau tumbuhan pada suhu kamar dengan menggunakan
pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi lunak dan larut. Penyarian zat-zat
berkhasiat dari simplisia, baik simplisia berkhasiat dengan zat yang tidak tahan
dengan pemanasan. (Prinsip Bekerja Dalam Bidang Kimia Bahan Alam).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang
dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Cairan penyari
yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan
penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan
bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.
Prinsip kerja dari maserasi yaitu penyarian sederhana dengan merendam serbuk
simplisia dalam suatu bejana dengan cairan penyari yang sesuai selama beberapa hari
dengan temperatur kamar, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk dimana
cairan penyari akan menembus dindig sel dan masuk ke dalam rongga sel melalui zat
aktif, karena adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel maka larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar sel (terjadi proses difusi). Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam
dan di luar sel. ( Buku Penuntun Praktikum ).
Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari, sambil diaduk sesekali untuk
mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel.
Maserasi dilakukan dalam botol yang berwarna gelap dan ditempatkan pada tempat
yang terlindung dari cahaya. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang kali sehingga
sampel terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel
berwarna bening, sampel yang direndam dengan pelarut tadi disaring dengan kertas
saring untuk mendapat maseratnya. Maseratnya dibebaskan dari pelarut dengan
menguapkannya secara in vacuo dengan rotary evaporator. (Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi).
Adapun kelebihan dari metode maserasi ini yaitu :
lapisan batas
Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga p[emanasan tersebut
mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan
c.
Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik
dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan
d.
difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu
dilengkapi dengan pendingin balik sehingga cairan akan menguap ke dalam
bejana.
Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar secara terus menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6-24 jam.
Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama sesudah diendap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi
lagi dengan cairan yang kedua.
Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilakukan secara sempurna,
karena pemindahan masa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi, masalah
a.
ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat, yang akan didapatkan:
Serbuk simplisia mengalami proses p[enyarian beberapakali, sesuai dengan bejana
penampung.
b. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari dilakukan penyarian
dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil
penyarian yang maksimal.
c. Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia
d.
terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pelarut (solvent) pada umumnya
adalah zat yang berada pada larutan dalam jumlah yang besar, sedangkan zat lainnya
dianggap sebagai zat terlarut (solute).
Pelarut memenuhi beberapa fungsi dalam reaksi kimia, dimana pelarut
melarutkan reaktan dan reagen agar keduanya bercampur, sehingga hal ini akan
memudahkan penggabungan antara reaktan dan reagen yang seharusnya terjadi agar
dapat merubah reaktan menjadi produk. Pelarut juga bertindak sebagai kontrol suhu,
salah satunya untuk meningkatkan energi dari tubrukan partikel sehingga partikelpartikel tersebut dapat bereaksi lebih cepat, atau untuk menyerap panas yang
dihasilkan selama reaksi eksotermik.
Pada umumnya pelarut yang baik mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Pelarut harus tidak reaktif (inert) terhadap kondisi reaksi.
2. Pelarut harus dapat melarutkan reaktan dan reagen.
3. Pelarut harus memiliki titik didih yang tepat.
4. Pelarut harus mudah dihilangkan pada saat akhir dari reaksi.
Kriteria kedua adalah dengan menggunakan prinsip like dissolves like, dimana
reaktan yang nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar sedangkan reaktan yang
polar akan larut pada pelarut polar. Dalam hal ini juga terdapat tiga ukuran yang dapat
menunjukkan kepolaran dari suatu pelarut yaitu :
a. momen dipol
b. konstanta dielektrik
c. kelarutannya dengan air
Berdasarkan kepolaran pelarut, maka para ahli kimia mengklasifikasikan pelarut ke
dalam tiga kategori yaitu :
a. Pelarut Protik Polar
Protik menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam
hal ini adalah oksigen. Dengan kata lain pelarut protik polar adalah senyawa yang
memiliki rumus umum ROH. Contoh dari pelarut protik polar ini adalah air H 2O,
metanol CH3OH, dan asam asetat (CH3COOH).
b. Pelarut Aprotik Dipolar
Aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H. Pelarut dalam
kategori ini, semuanya memiliki ikatan yang memilki ikata dipol besar. Biasanya
ikatannya merupakan ikatan ganda antara karbon dengan oksigen atau nitorgen.
Contoh dari pelarut yang termasuk kategori ini adalah aseton [(CH 3)2C=O] dan etil
asetat (CH3CO2CH2CH3).
c. Pelarut Nonpolar
Pelarut nonpolar merupakan senyawa yang memilki konstanta dielektrik yang rendah
dan tidak larut dalam air. Contoh pelarut dari kategori ini adalah benzena (C 6H6),
karbon tetraklorida (CCl4) dan dietil eter (CH3CH2OCH2CH3).
Daftar Nilai Momen Dipol dan Panjang Dipol Beberapa Senyawa Umum
Momen Dipol
Panjang Dipol
Nama Senyawa
Kondisi
(1030p/(Cm))
(lp/pm)
Acetic acid
b
3.3 to 5.0
21 to 31
Acetone
l
10.0
62
Benzene
l
0
0
Ethanol
b
5.7
35
Ethyl acetate
b
6.2
39
Ethylene glycol
b
6.7
42
Ethyl ether
b
4.2
26
Hexane
l
0
0
Methanol
b
5.5
34
Water
l
6.7 to 10.0
42 to 62
Water
g
6.2
39
Keterangan : kondisi setiap senyawa diatas, dimana pengukuran dilakukan, ditandai
dengan simbol; b, substansi dalam larutan benzene; g, substansi sebagai gas; l,
substansi sebagai cairan. Panjang dipol lp adalah sama dengan p/e dimana p adalah
momen dipol dan e adalah nilai dari proton.
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,
yang menghasilkan sebuah larutan.
Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain
yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang
juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih
mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk
membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat
dalam jumlah yang lebih besar.
Rumus kimia
Titik
didih
Konstanta
Dielektrik
Massa
jenis
Pelarut Non-Polar
Heksana
CH3-CH2-CH2-CH2CH2-CH3
69 C
2.0
0.655
g/ml
Benzena
C6H6
80 C
2.3
0.879
g/ml
Toluena
C6H5-CH3
111 C
2.4
0.867
g/ml
Dietil eter
CH3CH2-O-CH2-CH3
35 C
4.3
0.713
g/ml
Kloroform
CHCl3
61 C
4.8
1.498
g/ml
Etil asetat
CH3-C(=O)-O-CH2CH3
77 C
6.0
0.894
g/ml
/-CH2-CH2-O-CH2CH2-O-\
101 C
2.3
1.033
g/ml
Tetrahidrofuran
(THF)
/-CH2-CH2-O-CH2CH2-\
66 C
7.5
0.886
g/ml
Diklorometana
(DCM)
CH2Cl2
40 C
9.1
1.326
g/ml
Asetona
CH3-C(=O)-CH3
56 C
21
0.786
g/ml
Asetonitril (MeCN)
CH3-CN
82 C
37
0.786
g/ml
Dimetilformamida
(DMF)
H-C(=O)N(CH3)2
153 C
38
0.944
g/ml
Dimetil sulfoksida
CH3-S(=O)-CH3
189 C
47
1.092
(DMSO)
g/ml
Pelarut Polar Protic
Asam asetat
CH3-C(=O)OH
118 C
6.2
1.049
g/ml
n-Butanol
CH3-CH2-CH2-CH2OH
118 C
18
0.810
g/ml
Isopropanol (IPA)
CH3-CH(-OH)-CH3
82 C
18
0.785
g/ml
n-Propanol
CH3-CH2-CH2-OH
97 C
20
0.803
g/ml
Etanol
CH3-CH2-OH
79 C
30
0.789
g/ml
Metanol
CH3-OH
65 C
33
0.791
g/ml
Asam format
H-C(=O)OH
100 C
58
1.21
g/ml
Air
H-O-H
100 C
80
1.000
g/ml
dimana s merupakan permitivitas statis dari bahan tersebut, dan 0 adalah permitivitas
vakum.
Permitivitas
vakum
diturunkan
dari
persamaan
Maxwell
dengan
Konstanta dielektrik
1 (sesuai definisi)
1,00054
2,25
3,5
2,1
2,4-2,7
4,7
7
11,68
30
4,5
80,10
1200
a. Klasifikasi tanaman :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon stamineus
b. Morfologi tanaman
Tanaman terna yang tumbuh tegak, pada buku-bukunya berakar tetapi tidak
tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2m. Batang bersegi empat agak beralur. Helai
daun berbentuk bundar telur lonjong, lanset, lancip atau tumpul pada bagian
ujungnya, ukuran daun panjang 1 10cm dan lebarnya 7.5mm 1.5cm, urat daun
sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua permukaan berbintikbintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7
29cm. Kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan jarang
sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota berwarna ungu
pucat atau putih, dengan ukuran panjang 13 27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu
pendek yang berwarna ungu atau putih, panjang tabung 10 18mm, panjang bibir 4.5
10mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari
tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat
gelap, panjang 1.75 2mm.
c. Manfaat
Daun kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai bahan obat-obatan.
Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat yang
memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati
rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai
upaya penyembuhan batuk encok, masuk angin dan sembelit. Disamping itu daun
tanaman ini juga bermanfaat untu pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing
manis, albuminuria, dan penyakit syphilis.
II.3 Uraian Bahan
a.
b.
Rumus Molekul
Pemerian
Kelarutan
: CH3OH
: Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.
: Dapat larut dalam air, membentuk cairan jernih tidak
Bobot jenis
Jarak didih
berwarna.
: (15,5o/15,5o) 0,796 sampai 0.798.
: Tidak kurang dari 95% tersuling pada suhu antara 64,5o dan
Indeks bias
65,5o.
: 1,328 sampai 1,329.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat pelaksanaan praktikum yaitu Laboratorium Farmakognosi, jurusan
Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan danm Keolahragaan, Universitas Negeri
Gorontalo.
Waktu pelaksanaan praktikum : Sabtu, 10 Desember 2011. Pukul 09.00 WITA.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu :
Batang Pengaduk
Corong
Gelas Kimia
Kipas angin (pengganti rotavapor)
Neraca ohauss
Spatel
Toples
Vial
III.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu :
Almunium foil
Kertas saring
Metanol
Simplisia Kumis Kucing
Tissu
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
yang bersifat polar dan non polar. Kemudian pada proses penyimpanan juga
mempengaruhi kualitas dari maserasi, karena seperti kita ketahui bersama bahwa
maserasi harus disimpan pada suhu kamar dan terlindung dari sinar matahari. Untuk
mengantisipasi hal-hal negatif, maka dalam penyimpanan kami membungkus toples
yang telah berisi sampel dan pelarut dengan kantong plastik hitam. Selama
penyimpanan pengadukan tetap dilakukan, agar supaya sampel dapat cepat
terekstraksi oleh pelarut. Setelah dibiarkan selama 24 jam, didapatkan ekstrak
metanol dengan menyaring daun kumis kucing yang telah terekstraksi. Hasilnya
adalah ekstrak metanol. Kemudian dilakukan lagi proses remaserasi, dimana maserat
yang diperoleh dari maserasi I kemudian diekstraksi lagi dengan menambahkan
pelarut, yaitu metanol dengan perbandingan yang sama dengan maserasi I.
Ekstrak metanol kemudian diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental dari
daun kumis kucing. Proses ini biasanya menggunakan rotavapor, tapi karena alat ini
belum tersedia di laboratorium, maka kami mengantisipasinya dengan menggunakan
kipas angin. Keadaan ini berbeda dengan ketika kita menggunakan rotavapor. Jika
menggunakan rotavapor kita akan cepat mendapatkan ekstrak kental. Tapi karena
menggunakan kipas angin maka kita memperoleh ekstrak kental dengan waktu yang
cukup lama. Hasil ekstrak kental daun kumis kucing kemudian disimpan dalam vial.
Setelah didapatkan ekstrak kental dari daun kumis kucing selanjutnya dilakukan
identifikasi senyawa dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu :
1. Metode ekstraksi yang kami lakukan yaitu meserasi, merupakan proses penyarian
senyawa kimia secara sederhana dengan merendam simplisia atau tumbuhan pada
suhu kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi
lunak dan larut.
2. Dalam proses maserasi kita harus memperhatikan cara pelaksanaannya untuk
mendapatkan hasil akhir yang baik
3. Prinsip kerja dari maserasi yaitu penyarian sederhana dengan merendam serbuk
simplisia dalam suatu bejana dengan cairan penyari yang sesuai selama beberapa
hari dengan temperatur kamar, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk
dimana cairan penyari akan menembus dindig sel dan masuk ke dalam rongga sel
melalui zat aktif, karena adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel
maka larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar sel (terjadi proses
difusi).
4. Didapatkan hasil maserasi berwarna hijau pekat
V.2 Saran
Setelah melakukan praktikum kami menyarankan :
1. Diharapkan agar fasilitas laboratorium dapat segera di lengkapi, terutama
pendingin ruangan kiranya dapat di tambah agar praktikum dapat berjalan lancar.
2.
Untuk praktikan harus lebih memahami tentang apa yang akan di praktikumkan,
dan menjaga kebersihan laborotorium.
DAFTAR PUSTAKA
Adam,M.,Hasan,H.2011.Penuntun
Universitas Negeri Gorontalo
Praktikum
Farmakognosi.Gorontalo:
Galenik",Departemen
Kesehatan
Republik