Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat Indonesia dimana
kesehatan adalah kebutuhan yang harus dimiliki seluruh bangsa tujuan dan cita-cita
sebagaimana

tercantum

dalam

Pembukaan

Undang-Undang

Dasar

1945

Pembangunan Kesehatan diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan


kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal.
Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan diatur sedemikian rupa oleh pemerintah
namun pelaksaannya dilakukan bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat
secara serasi dan seimbang, terutama melalui upaya peningkatan dan pencegahan
yang dilakukan secara terpadu dengan upaya penyembuhan dan pemulihan yang
diperlukan. Dengan demikian upaya kesehatan diselenggarakan dalam suatu tatanan
terbuka dan bersifat dinamis, dengan tujuan tercapainya kemampuan setiap penduduk
untuk hidup sehat. Masyarakat diarahkan untuk dapat hidup sehat yang optimal hal
tersebut dimaksudkan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang diselenggarakan dengan
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut harus dilakukan bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat secara
serasi dan seimbang. Kemampuan setiap penduduk untuk hidup sehat membawa
pengertian masyarakat sebagai subyek dan bukan hanya sebagai obyek. Dengan
demikian upaya kesehatan merupakan upaya yang berorientasi kepada kesehatan
masyarakat yang bersifat menyeluruh dengan peran serta aktif masyarakat.
Namun yang menjadi pokok permasalahannya adalahk kondisi perekonomian
masyarakat untuk mendapatkan pengobatan. Hal ini menyebabkan permintaan akan
obat tradisional meningkat. Karena seperti kita ketahui bersama bahwa obat

tradisional mudah dicari dan relatif lebih murah. Pada saat sekarang sudah diketahui
bahwa tumbuhan berkhasiat obat mengandung zat-zat kimia aktif yang memiliki
potensi besar. Hal tersebut membutuhkan pengetahuan dan penelitian lebih mendalam
mengenai kandungan kimia dan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktifitas
biologinya. Salah satu caranya yaitu dengan pengolahan simplisia menggunakan
metode yang sesuai dengan jenis simplisia tersebut.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui proses-proses ekstraksi
dari tanaman dan cara identifikasinya.
Sedangkan Tujuan dari praktikum ini yaitu :

Dapat mengetahui metode-metode ekstraksi yang dilakukan pada sampel


Dapat menjelaskan proses ekstraksi tersebut
Dapat memperoleh hasil akhir yang dapat berlanjut pada tahap selanjutnya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan atau biota laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat didalam
sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga
diperlukan metode ekstraksi dan pemilihan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik semua komponen kimia
yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan
antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme.
Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat
modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan
kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya
alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari
senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini,
metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat
diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang
sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan
biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM)
seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air
untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak
akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika
tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.

4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara
apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika
tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau
didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa
dengan aktivitas biologi khusus (Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia)
Umumnya zat aktifnya yang terkandung dalam tanaman maupun hewan lebih
larut dalam pelarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dalam tanaman adalah
pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik diluar sel. Larutan dengan
konsentrasi tinggi akan berdifusi keluar sel, dan proses ini berulang terus sampai
terjadi kesetimbangan antara konsentrasi zat aktif didalam dan di luar sel. (Buku
Penuntun Praktikum)
Didalam ekstraksi dikenal beberapa metode ekstraksi, salah satunya adalah
maserasi. Maserasi merupakan proses penyarian senyawa kimia secara sederhana
dengan merendam simplisia atau tumbuhan pada suhu kamar dengan menggunakan
pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi lunak dan larut. Penyarian zat-zat
berkhasiat dari simplisia, baik simplisia berkhasiat dengan zat yang tidak tahan
dengan pemanasan. (Prinsip Bekerja Dalam Bidang Kimia Bahan Alam).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang
dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Cairan penyari
yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan
penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan
bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.
Prinsip kerja dari maserasi yaitu penyarian sederhana dengan merendam serbuk
simplisia dalam suatu bejana dengan cairan penyari yang sesuai selama beberapa hari
dengan temperatur kamar, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk dimana
cairan penyari akan menembus dindig sel dan masuk ke dalam rongga sel melalui zat

aktif, karena adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel maka larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar sel (terjadi proses difusi). Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam
dan di luar sel. ( Buku Penuntun Praktikum ).
Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari, sambil diaduk sesekali untuk
mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel.
Maserasi dilakukan dalam botol yang berwarna gelap dan ditempatkan pada tempat
yang terlindung dari cahaya. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang kali sehingga
sampel terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel
berwarna bening, sampel yang direndam dengan pelarut tadi disaring dengan kertas
saring untuk mendapat maseratnya. Maseratnya dibebaskan dari pelarut dengan
menguapkannya secara in vacuo dengan rotary evaporator. (Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi).
Adapun kelebihan dari metode maserasi ini yaitu :

Alat dan cara yang digunakan sederhana


Dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan
Sedangkan kekurangan dari metode maserasi, yaitu :
Banyak pelarut yang dipakai
Waktu yang dibutuhkan cukup lama
Maserasi juga dapat dilakukan dengan beberapa modifikasi, yaitu :
Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 400-500 C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara
lain :
a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisanb.

lapisan batas
Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga p[emanasan tersebut
mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan

c.

Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik
dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan

d.

difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu
dilengkapi dengan pendingin balik sehingga cairan akan menguap ke dalam

bejana.
Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar secara terus menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6-24 jam.
Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama sesudah diendap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi
lagi dengan cairan yang kedua.
Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilakukan secara sempurna,
karena pemindahan masa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi, masalah
a.

ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat, yang akan didapatkan:
Serbuk simplisia mengalami proses p[enyarian beberapakali, sesuai dengan bejana

penampung.
b. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari dilakukan penyarian
dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil
penyarian yang maksimal.
c. Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia
d.

yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal


Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih baik
dari pada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang sama. (Metode
Pemisahan)
Sebagian besar reaksi kimia secara luas dilakukan di dalam larutan. Larutan

terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pelarut (solvent) pada umumnya

adalah zat yang berada pada larutan dalam jumlah yang besar, sedangkan zat lainnya
dianggap sebagai zat terlarut (solute).
Pelarut memenuhi beberapa fungsi dalam reaksi kimia, dimana pelarut
melarutkan reaktan dan reagen agar keduanya bercampur, sehingga hal ini akan
memudahkan penggabungan antara reaktan dan reagen yang seharusnya terjadi agar
dapat merubah reaktan menjadi produk. Pelarut juga bertindak sebagai kontrol suhu,
salah satunya untuk meningkatkan energi dari tubrukan partikel sehingga partikelpartikel tersebut dapat bereaksi lebih cepat, atau untuk menyerap panas yang
dihasilkan selama reaksi eksotermik.
Pada umumnya pelarut yang baik mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Pelarut harus tidak reaktif (inert) terhadap kondisi reaksi.
2. Pelarut harus dapat melarutkan reaktan dan reagen.
3. Pelarut harus memiliki titik didih yang tepat.
4. Pelarut harus mudah dihilangkan pada saat akhir dari reaksi.
Kriteria kedua adalah dengan menggunakan prinsip like dissolves like, dimana
reaktan yang nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar sedangkan reaktan yang
polar akan larut pada pelarut polar. Dalam hal ini juga terdapat tiga ukuran yang dapat
menunjukkan kepolaran dari suatu pelarut yaitu :
a. momen dipol
b. konstanta dielektrik
c. kelarutannya dengan air
Berdasarkan kepolaran pelarut, maka para ahli kimia mengklasifikasikan pelarut ke
dalam tiga kategori yaitu :
a. Pelarut Protik Polar
Protik menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam
hal ini adalah oksigen. Dengan kata lain pelarut protik polar adalah senyawa yang
memiliki rumus umum ROH. Contoh dari pelarut protik polar ini adalah air H 2O,
metanol CH3OH, dan asam asetat (CH3COOH).
b. Pelarut Aprotik Dipolar
Aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H. Pelarut dalam
kategori ini, semuanya memiliki ikatan yang memilki ikata dipol besar. Biasanya
ikatannya merupakan ikatan ganda antara karbon dengan oksigen atau nitorgen.

Contoh dari pelarut yang termasuk kategori ini adalah aseton [(CH 3)2C=O] dan etil
asetat (CH3CO2CH2CH3).
c. Pelarut Nonpolar
Pelarut nonpolar merupakan senyawa yang memilki konstanta dielektrik yang rendah
dan tidak larut dalam air. Contoh pelarut dari kategori ini adalah benzena (C 6H6),
karbon tetraklorida (CCl4) dan dietil eter (CH3CH2OCH2CH3).
Daftar Nilai Momen Dipol dan Panjang Dipol Beberapa Senyawa Umum
Momen Dipol
Panjang Dipol
Nama Senyawa
Kondisi
(1030p/(Cm))
(lp/pm)
Acetic acid
b
3.3 to 5.0
21 to 31
Acetone
l
10.0
62
Benzene
l
0
0
Ethanol
b
5.7
35
Ethyl acetate
b
6.2
39
Ethylene glycol
b
6.7
42
Ethyl ether
b
4.2
26
Hexane
l
0
0
Methanol
b
5.5
34
Water
l
6.7 to 10.0
42 to 62
Water
g
6.2
39
Keterangan : kondisi setiap senyawa diatas, dimana pengukuran dilakukan, ditandai
dengan simbol; b, substansi dalam larutan benzene; g, substansi sebagai gas; l,
substansi sebagai cairan. Panjang dipol lp adalah sama dengan p/e dimana p adalah
momen dipol dan e adalah nilai dari proton.
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,
yang menghasilkan sebuah larutan.
Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain
yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang
juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih
mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk
membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat
dalam jumlah yang lebih besar.

Tabel sifat-sifat pelarut umum


Solvent

Rumus kimia

Titik
didih

Konstanta
Dielektrik

Massa
jenis

Pelarut Non-Polar
Heksana

CH3-CH2-CH2-CH2CH2-CH3

69 C

2.0

0.655
g/ml

Benzena

C6H6

80 C

2.3

0.879
g/ml

Toluena

C6H5-CH3

111 C

2.4

0.867
g/ml

Dietil eter

CH3CH2-O-CH2-CH3

35 C

4.3

0.713
g/ml

Kloroform

CHCl3

61 C

4.8

1.498
g/ml

Etil asetat

CH3-C(=O)-O-CH2CH3

77 C

6.0

0.894
g/ml

Pelarut Polar Aprotic


1,4-Dioksana

/-CH2-CH2-O-CH2CH2-O-\

101 C

2.3

1.033
g/ml

Tetrahidrofuran
(THF)

/-CH2-CH2-O-CH2CH2-\

66 C

7.5

0.886
g/ml

Diklorometana
(DCM)

CH2Cl2

40 C

9.1

1.326
g/ml

Asetona

CH3-C(=O)-CH3

56 C

21

0.786
g/ml

Asetonitril (MeCN)

CH3-CN

82 C

37

0.786
g/ml

Dimetilformamida
(DMF)

H-C(=O)N(CH3)2

153 C

38

0.944
g/ml

Dimetil sulfoksida

CH3-S(=O)-CH3

189 C

47

1.092

(DMSO)

g/ml
Pelarut Polar Protic

Asam asetat

CH3-C(=O)OH

118 C

6.2

1.049
g/ml

n-Butanol

CH3-CH2-CH2-CH2OH

118 C

18

0.810
g/ml

Isopropanol (IPA)

CH3-CH(-OH)-CH3

82 C

18

0.785
g/ml

n-Propanol

CH3-CH2-CH2-OH

97 C

20

0.803
g/ml

Etanol

CH3-CH2-OH

79 C

30

0.789
g/ml

Metanol

CH3-OH

65 C

33

0.791
g/ml

Asam format

H-C(=O)OH

100 C

58

1.21
g/ml

Air

H-O-H

100 C

80

1.000
g/ml

Konstanta dielektrik atau permitivitas listrik relatif, adalah sebuah konstanta


dalam ilmu fisika. Konstanta ini melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam
suatu bahan bila diberi potensial listrik. Konstanta dielektrik merupakan
perbandingan energi listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi sebuah
potensial, relatif terhadap vakum (ruang hampa).
Konstanta dielektrik dilambangkan dengan huruf Yunani r atau kadangkadang , K, atau Dk. Secara matematis konstanta dielektrik suatu bahan
didefinisikan sebagai

dimana s merupakan permitivitas statis dari bahan tersebut, dan 0 adalah permitivitas
vakum.

Permitivitas

vakum

diturunkan

dari

persamaan

Maxwell

dengan

menghubungkan intensitas medan listrik E dengan kerapatan fluks listrik D. Di


vakum (ruang hampa), permitivitas sama dengan 0, jadi konstanta dielektriknya
adalah 1.
Tabel berikut ini berisi daftar konstanta dielektrik beberapa bahan pada suhu kamar.
Bahan
Vakum
Udara
Polietilena
Kertas
PTFE (Teflon(TM))
Polistirena
Kaca pyrex
Karet
Silikon
Metanol
Beton
Air (20 C)
Barium titanat

Konstanta dielektrik
1 (sesuai definisi)
1,00054
2,25
3,5
2,1
2,4-2,7
4,7
7
11,68
30
4,5
80,10
1200

II.2 Uraian Tanaman Kumis Kucing ( Orthosiphon stamineus )

a. Klasifikasi tanaman :

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon stamineus
b. Morfologi tanaman
Tanaman terna yang tumbuh tegak, pada buku-bukunya berakar tetapi tidak
tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2m. Batang bersegi empat agak beralur. Helai
daun berbentuk bundar telur lonjong, lanset, lancip atau tumpul pada bagian
ujungnya, ukuran daun panjang 1 10cm dan lebarnya 7.5mm 1.5cm, urat daun
sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua permukaan berbintikbintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7
29cm. Kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan jarang
sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota berwarna ungu
pucat atau putih, dengan ukuran panjang 13 27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu
pendek yang berwarna ungu atau putih, panjang tabung 10 18mm, panjang bibir 4.5
10mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari
tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat
gelap, panjang 1.75 2mm.
c. Manfaat
Daun kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai bahan obat-obatan.
Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat yang
memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati
rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai
upaya penyembuhan batuk encok, masuk angin dan sembelit. Disamping itu daun
tanaman ini juga bermanfaat untu pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing
manis, albuminuria, dan penyakit syphilis.
II.3 Uraian Bahan
a.
b.

Daun Kumis Kucing ( Orthosiphon folii )


Methanol ( FI Ed.III, 1997 )
Sinonim
: Methanol P

Rumus Molekul
Pemerian
Kelarutan

: CH3OH
: Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.
: Dapat larut dalam air, membentuk cairan jernih tidak

Bobot jenis
Jarak didih

berwarna.
: (15,5o/15,5o) 0,796 sampai 0.798.
: Tidak kurang dari 95% tersuling pada suhu antara 64,5o dan

Indeks bias

65,5o.
: 1,328 sampai 1,329.

II.4 Prosedur Kerja


a. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
b. Ditimbang 100gr sampel yang telah dipotong-potong kecil dan kemudian
dimasukan ke dalam toples
c. Kedalam toples yang berisi sampel dimnasukan pelarut metanol sebanyak 500 ml
d. Toples kemudian ditutup dengan menggunakan almunium foil dan kemudian
ditutup rapat dengan penutupnya
e. Proses maserasi dibiarkan selama kurang lebih 24 jam atau lebih sehingga semua
zat aktif telah terekstraksi semua
f. Sampel disaring dan ditampung, kemudian uapkan dengan menggunakan
rotavapor
g. Ekstrak yang diperoleh dari rotavapor diuapkan hingga kering (ekstrak metanol)
kemudian ditimbang

BAB III
METODE KERJA
III.1 Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat pelaksanaan praktikum yaitu Laboratorium Farmakognosi, jurusan
Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan danm Keolahragaan, Universitas Negeri
Gorontalo.
Waktu pelaksanaan praktikum : Sabtu, 10 Desember 2011. Pukul 09.00 WITA.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu :

Batang Pengaduk
Corong
Gelas Kimia
Kipas angin (pengganti rotavapor)
Neraca ohauss
Spatel
Toples

Vial

III.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu :

Almunium foil
Kertas saring
Metanol
Simplisia Kumis Kucing
Tissu

III.3 Cara Kerja


a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang simplisia daun kumis kucing sebanyak 100gr menggunakan
neraca ohauss
c. Setelah ditimbang dimasukan ke dalam toples kaca
d. Ditambahkan metanol dengan perbandingan 1:3 yaitu 100gr simplisia dan
1500 ml metanol
e. Diaduk dengan menggunakan spatel hingga tercampur
f. Toples ditutup menggunakan almunium foil dan penutup toples, serta
disimpan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung selama
24 jam dan diaduk
g. Setelah proses maserasi I selesai kemudian dilanjutkan dengan maserasi II
(penggantian pelarut)
h. Hasil maserasi I disaring menggunakan corong dan kertas saring dan
hasilnya diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental (berlaku untuk
maserasi II)

BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan

Hasil akhir maserasi berwarna hijau pekat


IV.2 Pembahasan
Tujuan dari praktikum ini yaitu kita dapat mengekstraksi daun kumis kucing
dengan metode maserasi. Maserasi merupakan penyarian sederhana dengan
merendam serbuk simplisia dalam bejana dengan cairan penyari yang sesuai selama
beberapa hari dengan temperatur kamar, terlindung dari cahaya matahari sambil
diaduk, dimana cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel lalu menyari zat aktif. Dalam hal ini kami melakukan maserasi dengan
sampel daun kumis kucing dan pelarut yang digunakan yaitu metanol. Perbandingan
dari sampel dan pelarut yaitu 1:3, dimana 1 bagian dari 100gr daun kumis kucing dan
3 bagian metanol dari 500ml metanol. Jumlah perbandingan ini menunjukan bahwa
dalam proses maserasi kita membutuhkan pelarut yang banyak karena sampel
simplisia harus terendam seluruhnya dalam pelarut. Pelarut yang digunakan adalah
metanol karena metanol bersifat semipolar, yaitu dapat melarutkan senyawa baik

yang bersifat polar dan non polar. Kemudian pada proses penyimpanan juga
mempengaruhi kualitas dari maserasi, karena seperti kita ketahui bersama bahwa
maserasi harus disimpan pada suhu kamar dan terlindung dari sinar matahari. Untuk
mengantisipasi hal-hal negatif, maka dalam penyimpanan kami membungkus toples
yang telah berisi sampel dan pelarut dengan kantong plastik hitam. Selama
penyimpanan pengadukan tetap dilakukan, agar supaya sampel dapat cepat
terekstraksi oleh pelarut. Setelah dibiarkan selama 24 jam, didapatkan ekstrak
metanol dengan menyaring daun kumis kucing yang telah terekstraksi. Hasilnya
adalah ekstrak metanol. Kemudian dilakukan lagi proses remaserasi, dimana maserat
yang diperoleh dari maserasi I kemudian diekstraksi lagi dengan menambahkan
pelarut, yaitu metanol dengan perbandingan yang sama dengan maserasi I.
Ekstrak metanol kemudian diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental dari
daun kumis kucing. Proses ini biasanya menggunakan rotavapor, tapi karena alat ini
belum tersedia di laboratorium, maka kami mengantisipasinya dengan menggunakan
kipas angin. Keadaan ini berbeda dengan ketika kita menggunakan rotavapor. Jika
menggunakan rotavapor kita akan cepat mendapatkan ekstrak kental. Tapi karena
menggunakan kipas angin maka kita memperoleh ekstrak kental dengan waktu yang
cukup lama. Hasil ekstrak kental daun kumis kucing kemudian disimpan dalam vial.
Setelah didapatkan ekstrak kental dari daun kumis kucing selanjutnya dilakukan
identifikasi senyawa dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu :
1. Metode ekstraksi yang kami lakukan yaitu meserasi, merupakan proses penyarian
senyawa kimia secara sederhana dengan merendam simplisia atau tumbuhan pada
suhu kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi
lunak dan larut.
2. Dalam proses maserasi kita harus memperhatikan cara pelaksanaannya untuk
mendapatkan hasil akhir yang baik
3. Prinsip kerja dari maserasi yaitu penyarian sederhana dengan merendam serbuk
simplisia dalam suatu bejana dengan cairan penyari yang sesuai selama beberapa
hari dengan temperatur kamar, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk
dimana cairan penyari akan menembus dindig sel dan masuk ke dalam rongga sel
melalui zat aktif, karena adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel
maka larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar sel (terjadi proses
difusi).
4. Didapatkan hasil maserasi berwarna hijau pekat
V.2 Saran
Setelah melakukan praktikum kami menyarankan :
1. Diharapkan agar fasilitas laboratorium dapat segera di lengkapi, terutama
pendingin ruangan kiranya dapat di tambah agar praktikum dapat berjalan lancar.
2.

Untuk praktikan harus lebih memahami tentang apa yang akan di praktikumkan,
dan menjaga kebersihan laborotorium.

3. Diharapkan alat yang terdapat di lab di perlengkap hingga praktikum dapat


berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Adam,M.,Hasan,H.2011.Penuntun
Universitas Negeri Gorontalo

Praktikum

Farmakognosi.Gorontalo:

Gunawan,D.,Mulyani,S.2004.Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1. Jakarta:


Penebar Swadaya

Poedjiadi.2009.Dasar-dasar Biokimia.Jakarta:Universitas Indonesia Press


Ditjen POM, (1986),"Sediaan
Indonesia,Jakarta.

Galenik",Departemen

Kesehatan

Republik

Wijaya H. M. Hembing (1992),Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia,Cet


1, Jakarta.
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.
ITB: Bandung. 3-5
Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta
Djamal, R., Prinsip-Prinsip bekerja Dalam Bidang Kimia Bahan Alam, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Padang, 1990.
Voigt, R., Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi ke-5, UGM Press, Yogyakarta,
1995.

Anda mungkin juga menyukai