Anda di halaman 1dari 11

I.

DEFINISI
Anemia aplastik adalah suatu penyakit kegagalan sumsum tulang
untuk membentuk sel-sel darah yang cukup. Sumsum tulang
merupakan bagian dalam tulang berupa jaringan lunak, yang
memproduksi 3 tipe dari sel darah, yaitu :

Sel darah merah, yang fungsinya membawa oksigen ke seluruh

jaringan tubuh dari paru-paru.


Sel darah putih, yang tugasnya untuk melawan infeksi.
Trombosit, yang fungsinya memperbaiki pembuluh darah ketika
terjadi perdarahan.
Semua sel darah tersebut dibentuk oleh stem cell pembentuk

darah (blood-forming stem cells) yang berada di sumsum tulang


belakang. Pada anemia aplastik, stem cell tersebut mengalami
kerusakan dan hanya tersisa sangat sedikit pada sumsum tulang,
sehingga sel-sel darah yang dihasilkan juga sedikit. Pada kebanyakan
kasus anemia aplastik, ketiga tipe sel - seldarah jumlahnya sangat
rendah (keadaan ini yang disebut sebagai pansitopenia). Gangguan
jarang terjadi hanya pada salah satu dari ketiga sel-sel darah tersebut,
seperti hanya sel darah merahnya, atau sel darah putihnya, atau hanya
trombositnya yang terganggu.
Anemia aplastik bukan merupakan suatu jenis kanker, namun
dapat dikaitkan dengan beberapa jenis tipe kanker (terutama kanker
yang mempengaruhi sumsum tulang belakang, seperti leukemia) atau
terapi kanker.
Anemia aplastik dapat berupa anemia aplastik yang diturunkan
ataupun anemia aplastik yang didapat. Anemia aplastik yang didapat
lebih umum ditemukan daripada anemia aplastik yang diturunkan.4

II.

EPIDEMIOLOGI
Di temukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik
derajat berat pada saat di diagnosis. Tidak ada perbedaan secara
bermakna antara laki dan perempuan, namun dalam beberapa
penelitian tampak insidens laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita.
Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di Negara barat
dengan insiden 1-3/juta/tahun. Namun Negara timur seperti Thailand,
Negara asia lainnya termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina, insidenya
jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan
insidens 3.7/1juta/tahun. Perbedaan ini diperkirakan oleh karena
adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat-obatan yang tidak
pada tempatnya, pemakaian pestisida serta insidens virus hepatitis

III.

yang tinggi.1
ETIOLOGI
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak
diketahui, atau bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab
penyakit ini disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung
perlahan-lahan.5
Paparan terhadap beberapa obat-obatan ataupun bahan-bahan
kimia dapat meningkatkan faktor risiko terkena anemia aplastik.
Sangat penting menyadari bahwa penggunaan obat-obat tertentu aman
bagi orang yang menggunakannya. Pada beberapa kasus, misalnya,
beberapa orang menderita anemia aplastik setelah menggunakan
beberapa obat-obatan. Demikian juga beberapa virus dihubungkan
dengan anemia aplastik. Namun, anemia aplastik yang terjadi akibat
infeksi virus sangat kecil persentasinya.5

PENYEBAB

JENIS

CONTOH

Obat-obatan

NSAID

Indometasin(Indocin),

1.

Piroxicam (Feldene), dan


Diclofenac (Foltaren).
Amfetamin
Antibiotik
Anti-tiroid
Carbonic Anhydrase Inhibitor
Obat Diabetes
Diuretik

Tolbutamide, Carbutamide,
Chlorpropamide
Furosemide (Lasix), Thiazide

Obat Malaria

Kloroquin

Golongan Phenothiazine

Thorazine, Compazine

Allopurinol

Zyloprim

Anti Agregasi

Ticlodipine

Obat Anti Kejang

Karbamazepin (Tegretol ),
Fenitoin (Dilantin), dan Asam
Valproat
Mesalazine

Golongan aminosalisilat
2.

Bahan Kimia

Benzena

Pestisida
3.

Faktor Resiko Lain

MDMA(ekstasi)
Sulfonamid, Penisilin,
Kloramfenikol
Propylthiouracil, Metimazole
(Tapazole)
Azetasolamide, Methazolamide

Bensin, Asap buangan kendaraan,


Rokok, Gas emisi dari pabrik,
Limbah industri
Organofosfat

Hepatitis
Virus

Epstein-Barr virus,
Cytomegalovirus (CMV),
Parvovirus B19, HIV

Kehamilan
Penyakit Autoimun

Systemic Lupus
Eritematous(SLE), Rheumatoid
Arthritis

Radiasi

Tabel 1. Penyebab Anemia Aplastik4

IV.

KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik
dapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat.
Risiko morbiditas dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat

keparahan sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Infeksi


jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian utama.
Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian
besar tidak membutuhkan terapi.5
Klasifikasi
Anemia aplastik tidak berat

Kriteria
Sumsum tulang hiposeluler namun sitopenia
tidak memenuhi kriteria berat

Anemia aplastik berat

Selularitas

< 25% ( < 50% jika sel hematopoietik pada


sumsum

sumsum tulang < 30%

tulang

Sitopenia sedikitnya dua

Hitung neutrofil < 0.5 x 109/L

dari tiga seri sel darah

Hitung trombosit < 20 x 109/L


Hitung retikulosit absolut < 20 x 109/L

Anemia aplastik sangat berat

Sama seperti di atas, kecuali hitung


neutrofil < 0.2 x 109/L

Tabel 2. KlaTabel 2. Klasifikasi Anemia Aplastik Menurut


Derajatnya6

V.

PATOGENESIS
Patogenesis Anemia Aplastik1,5,9,10
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :
1. Kerusakan sel induk (seed theory)

Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah


pengurangan

yang

bermakna

dalam

jumlah

sel

induk

pluripotensial hemopoietik, dan kelainan pada sel induk yang ada


atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut yang membuatnya
tidak mampu membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk
mengisi sumsum tulang.
Antigen yang menjadi pencetus timbulnya proses autoimun
belum

diketahui.

Mediator

yang

menyebabkan

supresi

hematopoesis mungkin adalah proliferasi limfosit T sitotoksik :


CD-8 dan HLA-DR yang dapat dideteksi baik dalam darah tepi
maupun dalam sumsum tulang penderita anemia aplastik. Sel-sel
ini memproduksi sitokin inhibitor seperti TNF dan interferon-
yang dapat menghambat pertumbuhan sel-sel progenitor dengan
cara memengaruhi mitosis dan mengadakan apoptosis (kematian
sel terprogram). Sel-sel ini juga merangsang sumsum tulang untuk
memproduksi asam nitrat yang membantu timbulnya sitotoksisitas
melalui proses imun sehingga menyebabkan dienyahkannya sel-sel
hematopoetik.5
Oleh karena kebanyakan pasien anemia aplastik berespon
baik terhadap terapi immunosupresif, dan hasil penelitian
terhadap

limfosit

penderita

anemia

aplastik

mendukung

patofisiologi peranan limfosit dan limfokin dalam merusak sel


hematopoietik, maka diduga bahwa proses imunologik yang
berperan penting dalam patomekanisme terjadinya anemia
aplastik karena sel limfosit T tipe 1 sitioksik yang teraktivasi. 9,10
2. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)
Teori kerusakan lingkungan mikro ini dibuktikan melalui
percobaan pada tikus yang diberikan radiasi. Teori kerusakan pada
lingkungan mikro sumsum tulang disangkal karena ternyata sel-sel

stroma fungsinya masih normal masih dapat memproduksi faktorfaktor pertumbuhan dalam jumlah cukup berdasarkan penelitian
yang dilakukan dengan transplantasi sel induk (Stem Cell
Transplantation) yang memperlihatkan bahwa hal ini jarang
terjadi karena sel induk donor yang normal biasanya mampu hidup
dalam rongga sumsum tulang resepien.
Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar
dari kerusakan sel induk dan kerusakan lingkungan mikro sumsum
tulang.5 Kenyataan

bahwa

terapi

imunosupresif

memberikan

kesembuhan pada sebagian besar pasien anemia aplasik merupakan


bukti meyakinkan tentang peran mekanisme imunologik dalam
patifisiologi penyakit ini. Pemakaian gangguan sel induk dengan
siklosporin atau metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%
dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi
sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresif ini sangat mendukung
teori proses imunologik.1
VI.

GAMBARAN KLINIS
a.

Sindrom anemia : gejala umum anemia disebut juga sebagai


sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau
sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis
anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian
rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ
target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin.

Gejala-gejala

tersebut

apabila

diklasifikasikan

menurut sistem organ adalah sebagai berikut :1,5


- Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,
sesak waktu kerja, angina pectoris, dan gagal jantung.
- Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
Eritrosit
Leukosit
iritabel, lesu, perasaan
berkunang-kunang,
kelemahan
otot,
Trombosit
dingin pada ekstremitas.
- Epitel : warna pucat Mudah
pada kulit
dan mukosa, elastisitas kulit
infeksi
Sindrom anemia (a)
Perdarahan
ulkus
menurun, rambut tipis, (febris,
dan halus.
A(a(aa *(a)
(kulit, mukosa,
mulut/faring,
organ dalam) (c)
sepsis) (b)

b.

Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahan


kulit seperti peteki dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa
epistaksis,

perdarahan

subkonjungtiva,

perdarahan

gusi,

hematemesis/melena, dan pada wanita dapat dijumpai menorhagia.


Perdarahan organ dalam jarang dijumpai, tetapi jika terjadi
c.

d.

perdarahan otak, sering bersifat fatal.5


Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok,
selulitis leher, febris, dan sepsis atau syok septik.
Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali,

atau

limfadenopati tidak dijumpai.


Adapun kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia
aplastik adalah :
a.
b.
c.

d.
e.

VII.

Anemia normositik normokrom disertai retikulositopenia


Anemia sering berat dengan kadar Hb < 7 g/dl
Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda
dalam darah tepi
Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat
Sumsum tulang : hipoplasia sampai aplasia.5

KRITERIA DIAGNOTIK
Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan
adanya pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia
sumsum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau
supresi pada sumsum tulang. Kriteria diagnosis anemia aplastik
menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study
Group (IAASG) adalah:1,5
1. Satu dari tiga sebagai berikut :
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit
kurang dari 30%
b. Trombosit kurang dari 50 x109/L
c. Leukosit kurang dari 3,5 x109L, atau netrofil kurang
dari 1,5 x109/L
2. Dengan retikulosit <30x109L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen
adekuat) :

a. Penurunan

selularitas

dengan

hilangnya

atau

menurunnya semua sel hemopetik atau selularitas


normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan deplesi
seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi
4.

neoplastik
Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik
harus diekslusi.
Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat
penyakit anemia aplastik. Hal ini sangat penting dilakukan
karena menentukan strategi terapi. Pada anemia aplastik berat
pasien mengalami pansitopenia dengan memenuhi 2 dari 3
keriteria berikut ini :
Granulosit < 500/mm3

Platelet < 20,000/mm3

Retikulosit < 40,000/mm3

Eritropoesis

mungkin

dapat

merefleksikan

makrositosis

(MCV> 100fL), peningkatan hemoglobin fetus, dan antigen


fetus pada membran sel darah merah. Sumsum tulang
hiposeluler dengan peningkatan lemak dan lebih dari 70%
sumsum tulang bersifat nonhematopoetik (hanya 30% yang
memiliki sel-sel hematopoetik). Megakariosit juga mengalami
penurunan jumlah. Kategorisasi ini memiliki kegunaan untuk
menentukan prognosis karena pasien dengan anemia aplastik
berat memiliki prognosis yang kurang baik.5,8
VIII. PENATALAKSANAAN
Secara garis besar, terapi untuk anemia aplastik terdiri atas :
1.

Terapi kausal5
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.
Hindarkan pemaparan lenih lanjut terhadap agen penyebab yang

diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya


2.

a.

yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.


Terapi suportif 1,5,7,11,12
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
Untuk mengatasi infeksi antara lain :
Menjaga higiene mulut dengan mengedukasi pasien agar
menyikat gigi secara teratur setiap hari dan membersihkan sisasisa makanan yang berada pada seluruh permukaan gigi dengan
menggunakan sikat gigi ataupun dental floss. Pasien juga
-

diedukasi untuk membersihkan caries pada gigi secara rutin.11,12


Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang
tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotik
berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan
negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik
(ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai
sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang,
sesuaikan antibiotik dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7
hari panas tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan

b.

amphoterisin-B atau flukonasol parenteral.


Usaha untuk mengatasi anemia :
Berikan transfusi Packed Red Cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl
atau ada tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik.
Koreksi sampai Hb 9-10% tidak perlu sampai Hb normal karena

c.

akan menekan hematopoesis internal.5


Usaha untuk mengatasi perdarahan :
Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan
mayor atau trombosit <20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang
dapat menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi

3.

antitrombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.


Terapi definitif yang terdiri atas : 5,7
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan
jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2
jenis pilihan terapi :
a. Terapi imunosupresif antara lain :
- Pemberian anti-lymphocyte globuline
- Terapi imunosupresif lain :

Pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan/ atau


siklosporin-A dilaporkan memberikan hasil pada beberapa
kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut.
Pernah

juga

dilaporkan

keberhasilan

pemberian

siklofosfamid dosis tinggi.


b. Transplantasi sumsum tulang :
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat maha,
membutuhkan peralatan canggih, serta adanya kesulitan mencari
donor yang kompatible. Transplantasi sumsum tulang yaitu :
- Merupakan pilihan untuk kasus di bawah 40 tahun
- Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft
versus host disease)
Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka
panjang pada 60-70% kasus, dengan kesembuhan komplit.5
IX.

KOMPLIKASI2
Komplikasi utama pansitopenia berat adalah sebagian besar
berhubungan dengan keadaan yang mengancam jiwa berkaitan dengan
pansitopenia yang berkepanjangan atau infeksi sekunder akibat
neutropenia yang juga berkepanjangan. Pasien dengan neutropenia
berkepanjangan akibat kerusakan sumsum tulang tidak hanya berisiko
untuk terkena infeksi bakteri tetapi juga infeksi jamur yang invasif.
Terdapat prinsip umum perawatan suportif yang telah dikembangkan
berdasarkan pengunaan kemoterapi tentang untuk menekan infeksi
jamur yang invasif sebaiknya juga digunakan untuk mengobati pasien

X.

dengan pansitopenia.
PROGNOSIS1,2
Prognosis bergantung pada :
1.
Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.
2.
Kadar Hb F yang lebih dari 200 mg% memperlihatkan prognosis
3.

yang lebih baik.


Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis
yang lebih baik.

4.

Pencegahan infeksi sekunder, terutana di Indonesia karena kejadian


infeksi masih tinggi. Gambaran sumsum tulang merupakan
parameter terbaik untuk menentukan prognosis.1
Penyembuhan spontan jarang terjadi. Pansitopenia berat yang

dibiarkan tidak terobati memiliki angka rata-rata kematian secara


keseluruhan sebesar 50% selama 6 bulan setelah didiagnosis dan lebih
dari 75% angka kematian dan kecacatan disebabkan oleh infeksi dan
pedarahan sebagai penyebab utamanya. Kebanyakan anak-anak dengan
anemia aplastik berat yang berespon terhadap transplantasi sumsum
tulang, imunosupresan, atau sitokin akan memiliki jumlah sel-sel darah
yang normal atau hampir normal.2

Anda mungkin juga menyukai