Anda di halaman 1dari 2

Adat istiadat atau budaya adalah bukti dari nilai keluhuran bangsa dan juga bagian dari pola

pikir
masyarakat. Di Aceh juga terdapat banyak suku bangsa, seperti: Aceh, Alas, Aneuk Jamee, Gayo,
Kluet, Simeulu, Singkil, dan Tamiang. Tentu hal ini perlu dikaji oleh generasi penerus secara kritis
tentang alasan atau sebab-musababnya dan referensi dari adat istiadat itu sendiri, terlebih para
generasi muda di era globalisasi yang mewarisi dan kewajiban untuk melestarikannya.
Dari segi historis Aceh sangat strategis untuk tempat persinggahan bangsa-bangsa asing,

bahkan teritorial Aceh merupakan jalur perdangangan internasional. Tentu, banyak orang Asing
meninggalkan jejaknya di Aceh dan menyebarkan pemahamannya di Aceh. Terutama bangsa
Arab dan India tidak terkecuali bangsa eropa. Tentu ada evolusi budaya dalam seluk beluk
masyarakat Aceh dan tatanan kehidupan masyarakat Aceh. Ini terlihat dari struktur budaya dan
agama yang dianut oleh masyarakat Aceh yang seratus persen Muslim kecuali warga asing
yang lama menetap seperti orang Cina yang Tionghoa atau Kristen. Melihat situasi historis,
keberagaman dan aspek masyarakat Aceh yang seratus persen memeluk Islam. Timbul
pertanyaan, adakah implementasi hukum Islam dalam pelaksanaan adat istiadat dalam
masyarakat
Aceh,
terlebih
dalam
masalah
adat
perkawinan.
A. Adat Sebelum Perkawinan Dalam prosesi adat perkawinan masyarakat Aceh pada umumnya
sangat kental dengan keIslaman,Hukom ngen adat lagee zat ngen sipheuet, Sehingga hukum
adat dengan hukum Islam dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-sehari, begitu juga
dengan
adat
di
kota
Lhokseumawe.
1. Memilih Jodoh. Sesuai dengan hadist Rasulullah menganjurkan untuk menikahi seorang
perempuan berdasarkan 4 hal, yaitu: (a) Karena hartanya: agar istri dapat meringankan beban
keluarga dan terhindar dari iri hati terhadap orang lain.(b) Karena kecantikan: agar rasa cinta
tidak akan pernah luntur. (c) Karena keturunan: agar tidak memilih pasangan dari keturunan
yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. (d) Karena agamanya: agar semua kriteria diaatas
dapat
terselamatkan
dengan
imannya
yang
kuat.
2. Perkawinan Ideal dan Pembatasan Jodoh. Maksudnya adalah masyarakat aceh di kota Lhokseumawe
sangat tabu untuk menikah dengan gadis sekampungnya, pada umumnya pemuda di kota ini menikah
dengan gadis-gadis di luar daerah begitu pula sebaliknya. Bisa dikatakan jika keturunan mereka nanti
adalah blasteran. Tentu mengenai hal ini masyarakat di Lhokseumawe tidak menikah dengan yang bukan
agama Islam dan juga menikah dengan saudara/i senasab sesuai dengan hukum Islam, walaupun dalam
Islam menikah dengan sepupu diperbolehkan akan tetapi masyarakat di kota ini sangat jarang
melakukannya. Masyarakat di kota ini lebih memilih pasangan yang setara dengannya, dalam kedudukan
ekonomi maupun pendidikan. Sangat jarang orang yang berpendidikan tinggi memilih pasangan yang
hanya tamat SMA dan pemuda di kota ini tidak akan memilih pasangan yang ekonominya lebih tinggi
darinya, mereka hanya akan memilih pasangan yang sesuai dengannya dalam segi ekonomi. Ini
bertujuan semua bertujuan untuk membentuk keluarga yang harmonis dan jauh dari percekcokan, sesuai
dengan hukum Islam yang mengharamkan pernikahan jika bertujuan untuk menyakitipasangannya.
3. Syarat-syarat Perkawinana. (a) Telah dewasa (18-22 tahun), (b) Sanggup membayar mas kawin atau
mahar, (c) Dapat membaca Al-Qur`an dengan lancar (d) Dapat mengerjakan perintah Shalat, begitu juga
perintah-perintah Islam lainnyae. Paham mengenai adat sopan-santun dalam pergaulan sehari-hariSehat

jasmani dan rohanif. Dianjurkan untuk mengkhatamkan Al-Qur`an terlebih dahulu. Dari semua
persyaratan ini tidak bertentangan dengan hukum Islam dan sesuai dengan anjuran-anjuran dalam Islam,
kecuali masalah umur. Dalam Islam dewasa itu ditandai dengan telah datangnya haidh bagi perempuan
yang bisa dikatakan umurnya berkisar antara 9 sampai 12 tahun dan dewasa bagi laki-laki ketika berumur
18 tahun. Akan tetapi peraturan dari masyarakat ini sendiri lebih menilai dewasa itu dari segi psikologis,
karena bagi mereka menikahkan anak gadis seumur itu malah akan merusak rumah tangga. Dan dalam
Islam pun tidak memaksa harus menikah dalam umur yang demikian dan membuat kota ini menjadi
istimewa adalah tidak menetapkan berapa jumlah mahar yang harus diserahkan oleh pihak laki-laki yang
berbeda dengan suku Aceh pada umumnya, akan tetapi karena rasa idealisme kaum lelaki maka jumlah
mahar

sesuai

dengan

predikat

sang

gadis.

4. Cara Memiliki Jodoh. Para gadis dan pemuda berhak menentukan jodohnya masing-masing sesuai
dengan tipenya. Akan tetapi jika mereka belum juga mendapatkan jodoh maka orang tualah yang
berperan mencarikan jodoh anak-anaknya. Sesuai dengan hukum Islam yang mengharuskan nikah
secara suka sama suka atau tidak ada paksaan.

Anda mungkin juga menyukai