Anda di halaman 1dari 43

BAB II

DASAR PERENCANAAN
Dalam

pelaksanaan

perencanaan,

pengambil

kebijakan

harus mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan di sekitar


lokasi proyek, sehingga tidak terjadi kesulitan ataupun permasalahan

dikemudian

hari

setelah

struktur

perkerasan

jalan

dilaksanakan.
Struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2
golongan,

yaitu:

struktur

perkerasan

lentur

dan

struktur

perkerasan kaku. Pengelompokkan struktur perkerasan umumnya


lebih didasarkan pada bahan perkerasan jalan yang digunakan.
2.1

Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Konstruksi perkerasan yang menggunakan aspal sebagai


bahan pengikat. Desain struktur perkerasan lentur didasarkan
pada analisis sistem lapisan dimana beban kendaraan dipikul oleh
semua lapisan perkerasan sebagai satu kesatuan. Dapat juga
dikatakan bahwa lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul
dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Kontribusi
setiap lapisan perkerasan dalam memikul beban kendaraan
ditentukan oleh karakteristik bahan dan tebal dari masing-masing
lapisan perkerasan tersebut. Bahan perkerasan dengan kualitas
yang lebih baik pada umumnya digunakan sebagai lapisan
perkerasan

yang

lebih

atas.

Sedangkan,

lapisan-lapisan

di

bawahnya menggunakan bahan perkerasan dengan kualitas yang


lebih rendah meskipun harus tetap lebih baik dari kualitas tanah
dasar yang mendukungnya.

2..1.1.

Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur

Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada


sipemakai jalan, maka konstruksi perkerasan jalan haruslah
memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok yaitu :
Syarat-syarat berlalu lintas
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan
kenyamanan berlalu

lintas haruslah memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut
dan tidak berlubang.
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah
bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik
antara ban dan permukaan jalan sehingga tak mudah selip.
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar
matahari.
Syarat-syarat kekuatan struktural
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan
memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syaratsyarat :

a. Ketebalan

yang

cukup

sehingga

mampu

menyebarkan

beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.


b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap
kelapisan dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang
jatuh diatasnya dapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan

untuk

memikul

beban

yang

bekerja

tanpa

menimbulkan deformasi yang berarti.


Untuk dapat memenuhi hal-hal tersebut diatas, perencanaan dan
pelaksanaan

konstruksi

perkerasan

lentur

jalan

haruslah

mencakup :
1. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan.
Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban
lalu lintas yang akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis
lapisan yang dipilih, dapatlah ditentukan tebal masingmasing lapisan berdasarkan beberapa metoda yang ada.
2. Analisa campuran bahan
Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat
yang tersedia, direncanakan suatu susunan campuran
tertentu sehingga terpenuhi spesifikasi dari jenis lapisan
yang dipilih.
3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan.
Perencanaan

tebal

perkerasan

yang

baik,

susunan

campuran yang memenuhi syarat, belumlah dapat menjamin


dihasilkannya lapisan perkerasan yang memenuhi apa yang
diinginkan jika tidak dilakukan pengawasan pelaksanaan
yang cermat mulai dari tahap penyiapan lokasi dan material

sampai

tahap

pencampuran

atau

penghamparan

dan

akhirnya pada tahap pemadatan dan pemeliharaan.


Disamping itu tak dapat dilupakan sistim pemeliharaan yang
terencana

dan

tepat

selama

umur

pelayanan,

termasuk

didalamnya sistim drainase jalan tersebut.


2..1.2.

Jenis dan Fungsi Lapisan Konstruksi Perkerasan

Lentur
Struktur perkerasan jalan terdiri dari lapisan-lapisan yang
diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisanlapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan
menyebarkan ke lapisan dibawahnya. Penetapan besaran rencana
tanah dasar dan material-material yang akan menjadi bagian dari
rencana tanah dasar dan material-material yang akan menjadi
bagian dari lapisan konstruksi perkerasan, harus didasarkan atas
penilaian hasil survey dan penyelidikan laboratorium oleh seorang
ahli.
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi : lapis pondasi bawah
(sub

base

course),

lapis

pondasi

(base

course),

dan

lapis

permukaan (surface course).


SUSUNAN LAPIS

D1

KONSTRUKSI

D2

JALAN

D3

Lapis permukaan
Lapis pondasi
Lapis pondasi bawah

Gambar2.1:
TipikalStrukturPerkerasan Jalan

Tanah dasar

Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat


dibedakan atas :
Muatan kendaraan yang berupa gaya vertikal
1.

Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal

2.

Pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran


Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis

gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerima gaya vertikal dan
getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya
vertikal saja. Oleh karena itu terdapat perbedaan syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh masing-masing lapisan.
Tanah Dasar (Subgrade Course)
Lapisan tanah setebal 50-100 cm diatas mana akan
diletakkan lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar.
Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar
dibedakan atas :
1. Lapisan tanah dasar, tanah galian
2. Lapisan tanah dasar, t daptanah timbunan.
3. Lapisan tanah dasar, tanah asli.
Lapisan

tanah

dasar

dapat

berupa

tanah

asli

yang

dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari


tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasidengan
kapur atau bahan lainnya.

Sebelum diletakkan lapisan-lapisan

lainnya, tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga tercapai


kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume. Pemadatan
yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan
diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal

ini dapat dicapai dengan pelengkapan drainase yang memenuhi


syarat.
Kekuatan dan keawetan struktur perkerasan jalan sangat
tergantung dari sifatsifat dan daya dukung tanah dasar. Dari
bermacam-macam cara pemeriksaan untuk menentukan kekuatan
tanah dasar, yang umum dipakai adalah cara CBR. Dalam hal ini
digunakan nomogram penetapan tebal perkerasan, maka harga
CBR tersebut dapat dikorelasikan terhadap Daya Dukung Tanah
Dasar (DDT)
Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi
hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat mencakup secara
detail (tempat demi tempat) sifat-sifat dan daya dukung tanah
dasar sepanjang suatu bagian jalan.
dilakukan

baik

dalam

tahap

Koreksi-koreksi perlu

perencanaan

detail

maupun

pelaksanaan, disesuaikan dengan kondisi setempat. Koreksikoreksi semacam ini akan diberikan pada gambar rencana atau
dalam spesifikasi pelaksanaan.
Umumnya

masalah-masalah

yang

sering

ditemui

menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:


a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam
tanah tertentu akibat beban lalu lintas. Perubahan bentuk
yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak.
Tanah-tanah dengan plastisitas tinggi cenderung untuk
mengalami hal tersebut.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat


perubahan kadar air. Hal ini dapat dikurangi dengan
memadatkan tanah pada kadar air optimum .
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan
secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat
berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
Perencanaan

tebal

dapat

dibuat

berbeda-beda

dengan

membagi jalan menjadi segmen-segmen berdasarkan sifat


tanah yang berlainan.
d. Lendutan

dan

lendutan

balik

selama

dan

sesudah

pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.


e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan
penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir
kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada
saat pelaksanaan.
Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan diatas
maka tanah dasar harus dikerjakan sesuai dengan Peraturan
Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya edisi terakhir.
Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis Pondasi Bawah adalah Lapis Perkerasan yang terletak
antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Fungsi lapisan pondasi
bawah antara lain :
a. Sebagai

bagian

dari

konstruksi

perkerasan

untuk

mendukung dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

b. Mencapai effisiensi penggunaan material yang relatif murah


agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya
(penghematan biaya konstruksi)
c. Lapis peresapan untuk mencegah agar air tanah dasar tidak
berkumpul di lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan
lancar. Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya
dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar atau
karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
e. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah
dasar naik ke lapis pondasi atas. Untuk lapisan pondasi
bawah haruslah memenuhi syarat filter yaitu:
D15 Subbase
D15 Subgrade

D15 Subbase
D85 Subgrade

dimana:
D15 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang
lolos 15%
D85 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang
lolos 85%
Bermacam-macam type tanah setempat (CBR 20%, PI
10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan
sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah
setempat dengan kapur atau semen portland dalam beberapa
hal sangat dianjurkan, agar didapat bantuan yang effektif
terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

Jenis Lapis Pondasi Bawah yang umum digunakan di Indonesia


antara lain adalah:
1. Agregat bergradasi baik yang dapat dibedakan atas:
a.

Sirtu/Pitrun Kelas A

b.

Sirtu/Pitrun Kelas B

c.

Sirtu/Pitrun Kelas C

Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B,yang


masing-masing dapat dilihat pad spesifikasi.
2. Stabilisasi
a.

Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated


Subbase)

b.

Stabilisasi

agregat

dengan

kapur

(Lime

Treated

semen

(Soil

Cement

Subbase)
c.

Stabilisasi

tanah

dengan

Stabilization)
d.

Stabilisasi

tanah

dengan

kapur

(Soil

Lime

Stabilization)

Lapis Pondasi Atas (LPA)


Lapis Pondasi Atas (Base Course) adalah Lapisan perkerasan
yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan.
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai lapisan perkerasan yang menahan gaya lintang dari
beban roda dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
c. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup


kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda.
Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai
bahan

pondasi,

hendaknya

dilakukan

penyelidikan

dan

pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan


teknik. Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR
50%, PI 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi,
antara lain : batu pecah, kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan
semen atau kapur.
Jenis Lapis Pondasi Atas yang umum digunakan di Indonesia
antara lain adalah :
1. Agregat bergradasi baik yang dapat dibedakan atas:
Batu Pecah Kelas A
Batu Pecah Kelas B
Batu Pecah Kelas C
Batu pecah kelas A mempunyai gradasi yang lebih kasar
dari batu pecah kelas B, batu pecah kelas B lebih kasar dari
batu pecah kelas C. Kriterianya dapat dilihat dari spesifikasi
yang diberikan.
2. Pondasi Macadam
3. Pondasi Telford
4. Penetrasi Macadam (Lapen)
5. Aspal Beton Pondasi (Asphalt Concrete Base/Asphalt treated
Base)
Lapis Permukaan (Surface Course)

Lapis Permukaan adalah Lapisan yang terletak paling atas.


Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan
dari kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (Wearing Course).
d. Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah
Guna dapat memenuhi fungsi tersebut diatas, lapis permukaan
dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga
menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi
dan daya tahan yang lama.
Jenis lapis permukaan yang umum diguanakan di Indonesia
antara lain.
1. Lapisan yang bersifat non struktural, berfungsi sebagai lapisan
aus dan kedap air antara lain :
a. Burtu (Laburan aspal satu lapis)
Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi
dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal
maksimum 2 cm.
b. Burda (Laburan Aspal Dua Lapis)
Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi
agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan
tebal padat maksimum 3,5cm.
c. Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir)
Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam
bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan
pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.

d. Buras (Laburan Aspal)


Lapis penutup terdiri dari lapisan aspal taburan pasir
dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch.
e. Latasbum (Lapis Tipis Asbuton Murni)
Lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan
bahan

pelunak

dengan

perbandingan

tertentu

yang

dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1


cm.
f. Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton)s..
Dikenal dengan nama Hot Roll Sheet (HRS) yang merupakan
lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat
bergradasi

timpang,

filler

dan

aspal

keras

dengan

perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan


dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2,5 3 cm.

2. Lapisan yang bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang


menahan dan menyebarkan beban roda.
a. Penetrasi Macadam (Lapen)
Lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat
pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh
aspal dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini beri
laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu
lapis dapat bervariasi dari 4-10 cm.
b. Lasbutag

Lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton


dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan
secara dingin. Tebal padat tiap lapisan antara 3-5 cm.
c. Laston (Lapis Aspal Beton)
Lapisan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat
yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan
dipadatkan pada suhu tertentu.

2.1.3. Proses Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan

Mulai

Kekuatan tanah dasar Daya


Dukung Tanah Dasar (DDT)

Input Parameter Perencanaan

Faktor Regional (FR)


- Intensitas curah hujan
- Kelandaian jalan
- % kendaraan berat
- Pertimbangan teknis

Konstruksi bertahap

Beban lalu lintas LER pada lajur


rencana
Konstruksi bertahap atau tidak
dan pentahapannya

Tentukan ITP1
tahap I

Tentukan ITP
selama UR

Tentukan ITP 1+2


untuk tahap I dan
tahap II

Indeks permukaan
- awal - IPo
- akhir - IPt

Jenis lapisan
perkerasan

Koefisien kekuatan
relatif

Tentukan tebal lapis


perkerasan

Selesai

Gambar2.2:
Bagan Alir Metode Bina Marga

2.2

Kontruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Pelaksanaan perencanaan ini mengacu pada Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd T-14-2003) yang
merupakan penyempurnaan Petunjuk Perencanaan Perkerasan
Kaku (Rigid Pavement) yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Tahun 1985 SKBI 2.3.28.1985.
Dalam penerapan jalan beton semen, pengambil kebijakan
harus mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan di sekitar
lokasi proyek, sehingga tidak terjadi kesulitan ataupun permasalahan dikemudian hari setelah perkerasan beton semen dilaksanakan.
Perlu diketahui bahwa pedoman Pd T-14-2003 merupakan
adopsi dari AUSTROADS, Pavement Design, A Guide to the Structural
Design of Pavements (1992), dengan demikian setelah diterbitkannya

pedoman ini, maka pedoman yang terdahulu oleh Departemen


Pekerjaan Umum dinyatakan tidak berlaku lagi.
2.2.1 Struktur dan Jenis Perkerasan Beton Semen
Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4(empat) jenis,
yaitu :

Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan;

Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan;

Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan;

Perkerasan beton semen pra-tegang.


Jenis perkerasan beton semen pra-tegang tidak dibahas

dalam laporan ini. Perkerasan beton semen adalah struktur yang


terdiri atas pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus)

tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan,


terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau
dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton
semen secara tipikal sebagaimana terlihat pada gambar di bawah
ini1.

Gambar2.3:
TipikalStrukturPerkerasan
BetonSemen

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan


terutama diperoleh dari pelat beton. Sifat, daya dukung dan
keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan
kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan. Lapis pondasi bawah
pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian
utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang
berfungsi sebagai berikut :

Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar;

-----, (2003), Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, No. : Pd-T14/2003, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta, p 7/46

Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan


dan tepi-tepi pelat;

Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat;

Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.


Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta

dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya.
Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi, permukaan perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal
setebal 5 cm.
2.2.2 Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik
lentur (flexural strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil
pengujian balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang
besarnya secara tipikal sekitar 35 MPa (30-50 kg/cm2). Kuat
tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat
seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat
tarik lentur 55,5 MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus
dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan
hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat
tarik-lentur beton dapat didekati dengan rumus berikut :
fcf

= K (fc)0,50 dalam MPa

fcf

= 3,13 K (fc)0,50 kg/cm2

Dimana,

fcf

= kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)

fc

= kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)

= 0,7 untuk agregat tidak dipecah;


0,75 untuk agregat pecah

Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat
tarik belah beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991
sebagai berikut :
fcf

= 1,37 fcs, dalam MPa atau

fcf

= 13,44 fcs, dalam kg/cm2

Dimana, fcs : kuat tarik belah beton 28 hari


Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk
meningkatkan kuat tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada
pelat khususnya untuk bentuk tidak lazim. Serat baja dapat
digunakan pada campuran beton, untuk jalan plaza tol, putaran
dan perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm
yang bagian ujungnya melebar sebagai angker dan/atau sekrup
penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara tipikal serat dengan
panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam
adukan beton, masing-masing sebanyak 75 dan 45 kg/m. Semen
yang akan digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan
sesuai dengan lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.
2.2.3 Umur Rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai

ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat ditentukan antara


lain dengan metode Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return
(IRR), kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak
terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan
beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20
tahun sampai 40 tahun.

2.2.4 Pertumbuhan Lalu-Lintas


Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur
rencana atau sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai
dengan faktor pertumbuhan lalu-lintas yang dapat ditentukan
berdasarkan rumus sebagai berikut :

Dimana,
R

= Faktor pertumbuhan lalu-lintas;

= Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %;

UR = Umur rencana
2.2.5 Lalu-Lintas Rencana
Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur rencana selama umur rencana, meliputi
proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu

kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai
beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
dihitung dengan rumus berikut :
JSKN = JSKNH x 365 x R x C
Dimana,
JSKN

Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur


rencana ;

JSKNH

Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari


pada saat jalan dibuka;

Faktor pertumbuhan komulatif yang besarnya


tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan
dan umur rencana.

Koefisien distribusi kendaraan.

2.2.6 Bahu
Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah
dengan atau tanpa lapisan penutup beraspal atau lapisan beton
semen. Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur lalu-lintas
akan memberikan pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal tersebut
dapat diatasi dengan bahu beton semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi tebal pelat.
Bahu beton semen dalam pengertia ini adalah bahu yang
dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar

minimum 1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan lajur lalulintas selebar 0,60 m, yang juga dapat mencakup saluran dan
kereb.
2.2.7 Sambungan
Sambungan baik memanjang maupun melintang

pada

perkerasan beton semen ditujukan untuk :

Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan


oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas;

Memudahkan pelaksanaan;

Mengakomodasi gerakan pelat.


Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis

sambungan antara lain :

Sambungan memanjang

Sambungan melintang

Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup

(joint sealer), kecuali pada sambungan isolasi terlebih dahulu


harus diberi bahan pengisi (joint filler).
2.2.7.1 Memanjang Dengan Batang Pengikat (tie bars)
Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambung-an
memanjang sekitar 3 - 4 m. Sambungan memanjang harus
dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24
dan berdiameter 16 mm.

Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai


berikut :
At

= 204 x b x h dan

= (38,3 x ) + 75

Dimana,
At

= Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2);

= Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi perkerasan (m);

= Tebal pelat (m);

= Panjang batang pengikat (mm);

= Diameter batang pengikat yang dipilih (mm);

Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm. Tipikal sambungan memanjang diperlihatkan pada halaman berikutnya.

Gambar2.4:
TipikalStrukturPerkerasan
BetonSemen

Sambungan pelaksanaan memanjang


Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan
dengan cara penguncian. Bentuk dan penguncian dapat berbentuk

trapesium atau setengah lingkaran sebagai mana diperlihatkan


pada Gambar 2.3.

Gambar2.5:
Ukuran Standar Penguncian Sambungan Memanjang

Sebelum penghamparan pelat beton di sebelahnya, permukaan sambungan pelaksanaan harus dicat dengan aspal atau
kapur tembok untuk mencegah terjadinya ikatan beton lama
dengan yang baru.
Sambungan Susut Memanjang
Sambungan susut memanjang dapat dilakukan dengan
salah satu dari dua cara ini, yaitu menggergaji atau membentuk
pada saat beton masih plastis dengan kedalaman sepertiga dari
tebal pelat.
Sambungan Susut Melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat
dari tebal pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir

atau sepertiga dari tebal pelat untuk lapis pondasi stabilisasi


semen sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 6 dan 7.
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton
bersambung tanpa tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk
perkerasan beton bersambung dengan tulangan 8 - 15 m dan
untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan tulangan
sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini harus
dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30
cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi
gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut. Setengah panjang
ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti lengket
untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.

Gambar2.6:
Sambungan Susut Melintang Tanpa Ruji

Gambar2.7:
Sambungan Susut Melintang Dengan Ruji

2.2.7.2 Sambungan Pelaksanaan Melintang


Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan (darurat) harus menggunakan batang pengikat berulir,
sedangkan pada sambungan yang direncanakan harus menggunakan batang tulangan polos yang diletakkan di tengah tebal pelat.
Tipikal sambungan pelaksanaan melintang diperlihatkan pada
Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.
Sambungan pelaksanaan tersebut di atas harus dilengkapi
dengan batang pengikat berdiameter 16 mm, panjang 69 cm dan
jarak 60 cm, untuk ketebalan pelat sampai 17 cm. Untuk ketebalan lebih dari 17 cm, ukuran batang pengikat berdiameter 20
mm, panjang 84 cm dan jarak 60 cm.

Gambar2.8:
Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan untuk pengecoran per lajur

Gambar2.9:
Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan untuk pengecoran seluruh lebar perkerasan

2.2.7.3 Sambungan Isolasi


Sambungan isolasi memisahkan perkerasan dengan bangunan yang lain, misalnya manhole, jembatan, tiang listrik, jalan
lama, persimpangan dan lain sebagainya. Contoh persimpangan
yang membutuhkan sambungan isolasi diperlihatkan pada Gbr
2.8. Sambungan isolasi harus dilengkapi dengan bahan penutup
(joint sealer) setebal 5 7 mm dan sisanya diisi dengan bahan
pengisi (joint filler) sebagai mana diperlihatkan pada Gbr 2.9.

Gambar2.10:
Contoh Persimpangan Yang Membutuuhkan
Sambungan Isolasi

Gambar2.11a:
Sambungan Isolasi Dengan Ruji

Gambar2.11b:

Sambungan Isolasi Tanpa Ruji

Gambar2.11c:
Sambungan Isolasi Dengan Penebalan Tepi

2.2.7.4 Pola Sambungan


Pola sambungan pada perkerasan beton semen harus mengikuti batasan-batasan sebagai berikut :

Hindari bentuk panel yang tidak teratur. Usahakan bentuk


panel sepersegi mungkin;

Perbandingan maksimum panjang panel terhadap lebar adalah


1,25;

Jarak maksimum sambungan memanjang 3 - 4 meter;

Jarak maksimum sambungan melintang 25 kali tebal pelat,


maksimum 5,0 meter;

Semua sambungan susut harus menerus sampai kerb dan


mempunyai kedalaman seperempat dan sepertiga dari tebal
perkerasan masing-masing untuk lapis pondasi berbutir dan
lapis stabilisasi semen;

Antar sambungan harus bertemu pada satu titik untuk menghindari terjadinya retak refleksi pada lajur yang bersebelahan;

Sudut antar sambungan yang lebih kecil dari 60 derajat harus


dihindari dengan mengatur 0,5 m panjang terakhir dibuat
tegak lurus terhadap tepi perkerasan;

Apabila sambungan berada dalam area 1,5 meter dengan


manhole atau bangunan yang lain, jarak sambungan harus
diatur sedemikian rupa sehingga antara sambungan dengan
manhole atau bangunan yang lain tersebut membentuk sudut
tegak lurus. Hal tersebut berlaku untuk bangunan yang
berbentuk bundar. Untuk bangunan berbentuk segi empat,
sambungan harus berada pada sudutnya atau di antara dua
sudut;

Semua bangunan lain seperti manhole harus dipisahkan dari


perkerasan dengan sambungan muai selebar 12 mm yang
meliputi keseluruhan tebal pelat;

Perkerasan yang berdekatan dengan bangunan lain atau


manhole harus ditebalkan 20% dari ketebalan normal dan
berangsur-angsur berkurang sampai ketebalan normal sepanjang 1,5 meter;

Panel yang tidak persegi empat dan yang mengelilingi manhole


harus diberi tulangan berbentuk anyaman sebesar 0,15%
terhadap penampang beton semen dan dipasang 5 cm di bawah
permukaan atas. Tulangan harus dihentikan 7,5 cm dari
sambungan.

2.2.7.5 Penutup Sambungan

Penutup sambungan dimaksudkan untuk mencegah masuknya air dan atau benda lain ke dalam sambungan perkerasan.
Benda-benda lain yang masuk ke dalam sambungan dapat
menyebabkan kerusakan berupa gombal dan atau pelat beton
yang saling menekan ke atas (blow up).

Gambar2.12:
Detail Potongan Melintang Sambungan Perkerasan
A
B
C
D
E
F

=
=
=
=
=
=

Sambungan isolasi
Sambungan pelaksanaan memanjang
Sambungan susut memanjang
Sambungan susut melintang
Sambungan susut melintang yang direncanakan
Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan

2.2.8 Perkerasan Beton Semen Untuk Kelandaian Curam


Untuk jalan dengan kemiringan memanjang yang lebih besar
dari 3%, perencanaannya harus ditambah dengan angker panel
(panel anchored) dan angker blok (anchor block). Jalan dengan
kondisi ini harus dilengkapi dengan angker yang melintang untuk

keseluruhan lebar pelat sebagaimana diperlihatkan pada Gambar


2.11 dan Gambar 2.12.

Gambar2.13:
Angker Panel

Gambar2.14:
Angker Blok

2.2.9 Langkah Perencanaan Perkerasan Beton Semen


Bagan alir perencanaan perkerasan beton semen dapat
dilihat pada Gambar 2.13 di bawah ini atau secara penjelasan
dapat dilihat pada Daftar 2.1.

Gambar2.15:
Bagan Alir Perencanaan
Perkerasan Beton Semen

Tabel 2.1:
Langkah-langkah Perencanaan
Perkerasan Beton Semen

Pilih jenis perkerasan beton semen, bersambung tanpa


ruji, bersambung dengan ruji, atau menerus dengan
tulangan.

Tentukan apakah menggunakan bahu beton atau tidak.

Tentukan jenis dan tebal pondasi bawah berdasarkan


nilai CBR rencana dan perkirakan jumlah sumbu
kendaraan niaga selama umur rencana.

Tentukan CBR efektif bedasarkan nilai CBR rencana dan


jenis pondasi bawah yang dipilih.

Pilih kuat tarik lentur atau kuat tekan beton pada umur
28 hari (fcf).

Pilih faktor keamanan beban lalu lintas (FKB).

Taksir tebal pelat beton (taksiran awal dengan tebal


tertentu berdasarkan pengalaman atau menggunakan
contoh yang tersedia.

Tentukan tegangan ekivalen (TE) dan faktor erosi (FE)


untuk STRT.

Tentukan faktor rasio tegangan (FRT) dengan membagi


tegangan ekivalen (TE) oleh kuat tarik-lentur (fcf).

10

Untuk setiap rentang beban kelompok sumbu tersebut,


tentukan beban per roda dan kalikan dengan faktor
keamanan beban (Fkb) untuk menentukan beban
rencana per roda. Jika beban rencana per roda 65 kN
(6,5 ton), anggap dan gunakan nilai tersebut sebagai
batas tertinggi.

11

Dengan faktor rasio tegangan (FRT) dan beban rencana,


tentukan jumlah repetisi ijin untuk fatik dari Gambar 19,

yang dimulai dari beban roda tertinggi dari jenis sumbu


STRT tersebut.
12

Hitung persentase dari repetisi fatik yang direncanakan


terhadap jumlah repetisi ijin.

13

Dengan menggunakan faktor erosi (FE), tentukan jumlah


repetisi ijin untuk erosi.

14

Hitung persentase dari repetisi erosi yang direncanakan


terhadap jumlah repetisi ijin.

15

Ulangi langkah 11 sampai dengan 14 untuk setiap beban


per roda pada sumbu tersebut sampai jumlah repetisi
beban ijin, yang masing-masing mencapai 10 juta dan
100 juta repetisi.

16

Hitung jumlah total fatik dengan menjumlahkan


persentase fatik dari setiap beban roda pada STRT
tersebut. Dengan cara yang sama hitung jumlah total
erosi dari setiap beban roda pada STRT tersebut.

17

Ulangi langkah 8 sampai dengan langkah 16 untuk


setiap jenis kelom-pok sumbu lainnya.

18

Hitung jumlah total kerusakan akibat fatik dan jumlah


total kerusakan akibat erosi untuk seluruh jenis
kelompok sumbu.

19

Ulangi langkah 7 sampai dengan langkah 18 hingga


diperoleh kete-balan tertipis yang menghasilkan total
kerusakan akibat fatik dan atau erosi 100%. Tebal
tersebut sebagai tebal perkerasan beton semen yang
direncanakan.

2.2.10 Perencanaan Tulangan


Tujuan utama pemakaian perkuatan / penulangan pada
perkerasan beton semen, adalah untuk :

Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan;

Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar


dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga
dapat meningkatkan kenyamanan;

Mengurangi biaya pemeliharaan;


Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak

sambungan susut, sedangkan dalam hal beton bertulang menerus,


diperlukan jumlah tulangan yang cukup untuk mengurangi
sambungan susut.

2.2.11 Perkerasana Beton Semen Bersambung Tanpa Tulangan


Pada perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan,
ada kemungkinan penulangan perlu dipasang guna mengendalikan retak. Bagian-bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan pola sambungan, maka pelat harus diberi
tulangan.
Penerapan tulangan umumnya dilaksanakan pada :
a. Pelat dengan bentuk tak lazim (odd-shaped slabs);
b. Pelat disebut tidak lazim bila perbadingan antara panjang
dengan lebar lebih besar dari 1,25, atau bila pola sambungan
pada pelat tidak benar-benar berbentuk bujur sangkar atau
empat persegi panjang;
c. Pelat dengan sambungan tidak sejalur (mismatched joints);
d. Pelat berlubang (pits or structures).

2.2.12 Perkerasan Beton Semen Bersambung Dengan Tulangan


Luas penampang tulangan dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Dimana,
As = Luas penampang tulangan baja (mm2/m lebar pelat)
fs

= Kuat-tarik ijin tulangan (MPa). Biasanya 0,6 kali tegangan


leleh.

= Gravitasi (m/detik2).

= Tebal pelat beton (m)

= Jarak antara sambungan yang tidak diikat dan/atau tepi


bebas pelat (m)

M = Berat per satuan volume pelat (kg/m3)

= Koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi bawah

2.2.13 Perkerasan Beton Semen Menerus Dengan Tulangan


Tulangan memanjang yang dibutuhkan pada perkerasan
beton semen bertulang menerus dengan tulangan dihitung dari
persamaan berikut :

Dimana,
Ps = Persentase luas tulangan memanjang yang dibutuhkan
terhadap luas penampang beton (%);

fct = Kuat tarik langsung beton = (0,4 0,5 fcf) (kg/cm2)


fy = Tegangan leleh rencana baja (kg/cm2)
n

= Angka ekivalensi antara baja dan beton (Es/Ec), dapat dihitung dari persamaan tersebut;

= Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan di


bawahnya;

Es = Modulus elastisitas baja = 2,1 x 106 (kg/cm2)


Ec = Modulus elastisitas beton = 1485 fc (kg/cm2)
Untuk menjamin agar didapat retakan-retakan yang halus
dan jarak antara retakan yang optimum, maka :

Persentase tulangan dan perbandingan antara keliling dan luas


tulangan harus besar;

Perlu menggunakan tulangan ulir (deformed bars) untuk


memperoleh tegangan lekat yang lebih tinggi.
Jarak retakan teoritis yang dihitung dengan persamaan di

atas harus memberikan hasil antara 150 dan 250 cm. Jarak antar
tulangan 100 mm - 225 mm. Diameter batang tulangan memanjang berkisar antara 12 mm dan 20 mm.
Sementara untuk luas tulangan melintang (As) yang diperlukan pada perkerasan beton menerus dengan tulangan direkomendasikan sebagai berikut:

Diameter batang ulir tidak lebih kecil dari 12 mm;

Jarak maksimum tulangan dari sumbu-ke-sumbu 75 cm.


Penulangan melintang pada perkerasan beton semen harus

ditempatkan pada kedalaman lebih besar dari 65 mm dari permukaan untuk tebal pelat 20 cm dan maksimum sampai seper-

tiga tebal pelat untuk tebal pelat > 20 cm. Tulangan arah memanjang dipasang di atas tulangan arah melintang.
2.2.14 Perencanaan Lapis Tambah
Pelapisan tambahan pada perkerasan beton semen dibedakan atas :

Pelapisan tambahan perkerasan beton semen di atas perkerasan lentur;

Pelapisan tambahan perkerasan beton semen di atas perkerasan beton semen;

Pelapisan tambahan perkerasan lentur di atas perkerasan


beton semen.

2.2.15 Pelapisan Tambahan Perkerasan Beton Aspal di Atas


Perkerasan Beton Semen
Struktur perkerasan beton semen harus dievaluasi agar
supaya tebal efektifnya dapat dinilai sebagai aspal beton. Untuk
menentukan tebal efektif (Te) setiap lapisan perkerasan yang ada
harus dikonversikan kedalam tebal ekivalen aspal beton sesuai
dengan Daftar 2.2.
Dengan demikian tebal lapis tambahan yang diperlukan,
dihitung berdasarkan perhitungan lapis tambahan pada perkerasan lentur. Dalam menentukan tebal ekivalen perkerasan beton
semen perlu memperhatikan kondisi dan daya dukung lapisan
beton semen yang ada. Apabila lapisan-lapisan perkerasan telah
diketahui dan kondisinya ditetapkan, kemudian faktor konversi

yang sesuai dipilih dari Daftar 2.2 dan tebal efektif dari setiap
lapisan dapat ditentukan.
Tebal efektif setiap lapisan merupakan hasil perkalian
antara tebal lapisan dan faktor konversi. Tebal efektif untuk
seluruh perkerasan merupakan jumlah tebal efektif dari masingmasing lapisan.
Tebal lapisan tambahan dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

Tr

T - Te

Dimana,
Tr = Tebal lapisan tambahan;
T

= Tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung


tanah dasar dan atau lapis pondasi bawah dari jalan lama
sesuai prosedur yang telah diuraikan;

Te = Tebal efektif perkerasan lama.


Tebal lapis tambahan perkerasan lentur yang diletakkan
langsung di atas perkerasan beton semen dianjurkan minimum
100 mm. Apabila tebal lapisan tambahan lebih dari 180 mm,
konstruksi lapis tambahan dapat menggunakan lapisan peredam
retak sebagai mana terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar2.16:
Lapisan Peredam Retak Pada Sistem Pelapisan Tambahan
KETERANGAN :
1.
2.
3.
4.
5.

Beton aspal sebagai lapisan aus


Beton aspal sebagai lapis perata
Beton aspal sebagai lapisan peredam retak
Perkerasan beton semen lama (yang ada)
Tanah dasar
Tabel2.2:
Faktor Konversi Lapis Perkerasan Lama
Untuk Perencanaan Lapis Tambahan
Menggunakan Perkerasan Beton Aspal

Klassi
fikasi
Bahan

DESKRIPSI
BAHAN

Faktor
Konver
si

Tanah dasar asli, tanah dasar perbaikan


dengan bahan berbutir, atau stabilisasi kapur

II

Lapis pondasi atau pondasi bawah yang terdiri 0,1 0,2


dari bahan berbutir bergradasi baik, keras
mengandung bahan halus bersifat plastis,
dengan CBR 20. Fk = 0,2 untuk PI (Plastisitas
Indek) 6, dan 0,1 untuk PI > 6.

III

Lapis pondasi atau pondasi bawah yang 0,2 0,3


distabilisasi semen atau kapur dengan PI 10

IV

a. Lapis permukaan atau lapis pondasi dengan 0,3 0,5


bahan pengikat aspal emulsi atau aspal cair
yang telah retak menyeluruh, pelepasan
butir, penurunan mutu agre-gat, pengaluran
pada jejak roda, dan penurunan sta-bilitas.

b. Perkerasan
beton
semen
(termasuk
perkerasan
yang
telah
itutup
lapis
peraspalan)
yang
telah
patah-patah
menjadi
potongan-potongan
dengan
berukuran 0,6 m dalam arah dimensi
maksimal. Fk = 0,5 apabila digunakan lapis
pondasi bawah, dan 0,3 apabila pelat
langsung diatas tanah dasar..
V

a. Lapis permukaan dan lapis pondasi beton 0,5 0,7


aspal, yang telah menunjukkan pola retak
yang jelas.
b. Lapis permukaan dan lapis pondasi, dengan
bahan pengikat aspal emulsi atau aspal
cair, yang telah me-nunjukkan retak halus,
pelepasan butir atau penurun-an mutu
agregat, dan alur kecil pada jejak roda tapi
masih mantap.
c. Perkerasan
beton
semen
(termasuk
perkerasan yang telah ditutup peraspalan)
yang telah retak dan tidak rata dan tidak
bisa ditutup secara baik. Potongan-potongan pelat berukuran sekitar 1 sampai 4
m2, dan telah diperbaiki.

VI

a. Lapis permukaan dan lapis pondasi beton 0,7 0,9


aspal yang telah menunjukkan retak halus
dengan pola setempat-setempat dan alur
kecil pada jejak roda tapi masih mantap.
b. Lapis permukaan dan lapis pondasi dengan
bahan pe-ngikat aspal emulsi atau aspal
cair yang masih mantap, secara umum
belum retak, tidak menunjukkan kegemukan (bleeding), dan terjadi alur kecil
pada jejak roda.
c. Perkerasan
beton
semen
(termasuk
perkerasan yang telah ditutup lapis
peraspalan) yang masih mantap dan telah
ditutup (undersealed), telah retak-retak tapi
ti-dak terdapat potongan potongan pelat
yang berukur-an lebih kecil dari 1 m2

VII

a. Lapis permukaan dan lapis pondasi beton 0,9 1,0


aspal, secara umum belum retak, dan
terdapat alur kecil pada jejak roda.
b. Perkerasan beton semen yang masih
mantap, sudah ditutup (undersealed) dan

umumnya belum retak


c. Lapis pondasi beton semen, dibawah lapis
permukaan beraspal, yang masih mantap,
tidak terjadi pamping (pumping) dan
memberikan retak refleksi yang kecil pada
permukaan

Anda mungkin juga menyukai