PROPOSAL
Proposal Penelitian
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................
i
1. PENDAHULUAN
1.1.........................................................................................................................
Latar Belakang
........................................................................................................................
1
1.2.........................................................................................................................
Rumusan Masalah
........................................................................................................................
2
1.3.........................................................................................................................
Tujuan Penelitian
........................................................................................................................
2
1.4.........................................................................................................................
Manfaat Penelitian
........................................................................................................................
2
1.5.........................................................................................................................
Hipotesis
........................................................................................................................
2
1.6.........................................................................................................................
Keaslian Penelitian
........................................................................................................................
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.........................................................................................................................
Scabies
........................................................................................................................
4
2.2.........................................................................................................................
Aloe Vera
........................................................................................................................
7
2.3.........................................................................................................................
Kambing
........................................................................................................................
14
2.4.........................................................................................................................
Alur Penelitian
........................................................................................................................
16
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.........................................................................................................................
Waktu dan Tempat
........................................................................................................................
17
3.2.........................................................................................................................
Jenis Penelitian dan Metode Pengambilan Sampel
........................................................................................................................
17
3.3.........................................................................................................................
Materi Penelitian
........................................................................................................................
17
3.4.........................................................................................................................
Metode Penelitian
........................................................................................................................
18
3.5.........................................................................................................................
Analisis Data
........................................................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
19
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu mengenal dan
memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam
penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi, jauh sebelum pelayanan
kesehatan formal dengan obat-obatan modern (Wijayakusuma, 1992).
Pemeliharaan dan pengembangan pengobatan tradisional sebagai warisan budaya
bangsa terus ditingkatkan dan didorong pengembangannya melalui penggalian,
pengujian dan penemuan obat-obat baru, termasuk budidaya tanaman yang secara
medis dapat dipertanggungjawabkan (Syukur dan Hermani, 2002). Hal ini telah
terbukti dari masih cukup banyaknya peminat obat alami yang dijadikan sebagai
pengobatan alternative.
Salah satu tanaman yang banyak manfaatnya adalah aloe vera
(Maryam,2013). Aloe vera telah lama diketahui sebagai tanaman penyembuh
utama. Gel aloe vera memiliki aktifitas sebagai antibakteri, antijamur, peningkat
aliran darah ke daerah yang terluka dan penstimulasi fibroblast yang bertanggung
jawab untuk penyembuhan luka. Publikasi pada American Pediatric Medical
Association menunjukkan bahwa pemberian gel Aloe vera pada hewan coba baik
dengan cara diminum maupun dengan cara dioleskan pada permukaan kulit, dapat
mempercepat penyembuhan luka.
Tanaman lidah buaya daun dan akarnya mengandung saponin dan flavonoid,
di samping itu daunnya mengandung tannin dan polifenol (Hutapea,1993).
Saponin ini mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk
menyembuhkan luka terbuka, sedangkan tannin dapat digunakan sebagai
pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptik dan obat
luka bakar. Flavonoid dan polifenol mempunyai aktivitas sebagai antiseptik
(Harborne, 1987)
Kambing merupakan ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat luas,
karena memiliki sifat yang menguntungkan bagi pemeliharaannya seperti, ternak
kambing mudah berkembang biak, tidak memerlukan modal yang besar dan
tempat yang luas, dapat digunakan memanfaatkan tanah yang kosong dan
membantu menyuburkan tanah, serta dapat dibuat sebagai tabungan
(Sasroamidjojo dan Soeradji, 1978).
Penyakit parasitik merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan
produktivitas ternak. Parasit bertahan hidup dalam tubuh hospes dengan memakan
jaringan tubuh, mengambil nutrisi yang dibutuhkan dan menghisap darah hospes.
Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan bobot badan, pertumbuhan yang
lambat, penurunan daya tahan tubuh dan kematian hospes. Ternak yang terinfeksi
parasit biasanya mengalami kekurusan sehingga mempunyai nilai jual yang
rendah (Khan dkk., 2008).
Scabies merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai pada ternak di
Indonesia dan cenderung sulit disembuhkan. Penyakit ini disebabkan oleh tungau
Sarcoptes scabiei yang ditandai dengan gejala khas yaitu gatal pada kulit dan
akhirnya mengalami kerusakan pada kulit yang terserang. Parasit Sarcoptes
scabiei adalah ektoparasit yang menyerang hewan terutama pada bagian kulit,
yang dapat menurunkan produksi daging, kualitas kulit dan mengganggu
serupa sebelumnya pernah dilakukan mengenai uji aktivitas ekstrak etanol daun
lidah buaya (Aloe Vera) sebagai antiskabis secara in vitro oleh Yuyun Mawaddatur
Rohmah pada tahun 2012.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Scabies
Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh adanya infestasi
Sarcoptes scabiei var. hominis di kulit, ditandai dengan adanya gatal dan erupsi
kulit dengan derajat keparahan yang bervariasi. Onset gejala klinis biasanya
menandai terbentuknya respon imun terhadap kutu dan produknya yang berada di
epidermis (Prendiville, 2011).
2.1.1
Morfologi
Penyakit Scabies disebabkan tungau Sarcoptes scabiei. Tungau jantan
berukuran panjang 213- 285m dan lebar 162-210 m, sedangkan yang betina
berukuran panjang 300-504 m dengan lebar 230- 420 m. Tungau betina bertelur
pada kulit dipinggir-pingir luka atau liang kulit, telur yang dihasilkan sebnyak 40
-90 butir. Telur-telur ini kan menetas 1-5 hari menjadi larva berkaki enam. Larva
berkembang menjadi nimfa yang berkaki delapan tetapi belum mempuinyai alatalat kelamin. Dari nimfa akhirnya terbentuk tungau dewasa. Dari telur sampai
dewasa diperlukan 11-16 hari. Tungau betina diperkirakan hidup tidak lebih dari
40 hari. Tungau ini amat peka terhadap kekeringan (Budiantono,2004).
Siklus Hidup
Dalam Buku Manual Penyakit Hewan Mamalia (2014) halaman 432
dijelaskan bahwa infestasi diawali dengan tungau betina atau nimfa stadium
kedua yang aktif membuat liang di epidermis atau lapisan tanduk. Di liang
tersebut sarcoptes meletakkan telurnya. Telur tersebut akan menetas dalam 3-4
hari, lalu menjadi larva berkaki 6. Dalam kurun waktu 1-2 hari larva akan
berkembang menjadi nimfa stadium I dan II yang berkaki 8. Kemudian tungau
akan berkembang menjadi dewasa dan mampu berkembang biak dalam 2-4 hari.
Patogenesis
Masa inkubasi dari penyakit Scabies bervariasi antara 10-42 hari. Rasa gatal
akan nampak lebih jelas pada saat cuaca panas yaitu terjadi peningkatan aktifitas
tungau (Sheahan, 1974) dalam Budiantono (2004). Bervariasinya masa inkubasi
ini diduga erat kaitannya dengan kelebatan dari bulu bagian tubuh yang terserang.
Penderita mengalami iritasi, tampak tidak tenang, menggosok-gosokkan
tubuhnya, turunnya nafsu makan yang mengakibatkan merosotnya kondisi tubuh,
serta turunnya pertambahan berat badan, kelemahan umum dan dapat berakhir
dengan kematian. Disamping itu penderita dapat mengalami anemia (Sheahan,
1974; Putra dan Gunawan, 1981; Abu-Samra et all., 1981a). Kejadian eosinofilia
pada babi penderita (Sheahan, 1974) dapat sampai 4-5%, serta pada kambing
penderita sampai 16-30% (Abu-Samra et al.,1981a) dibanding dengan hewan
normal.
Pada kambing, dilaporkan oleh Abu-Samra et al. (1981a; 1984) dalam
Budiantono (2004) menjelaskan bahwa lesi biasanya dimulai dari bagian
punggung dari hidung untuk selanjutnya dapat menyebar keseluruh tubuh. Bagian
tubuh yang lembab lebih disukai oleh tungau Sarcoptes dibandingkan dengan
bagian tubuh yang kering.
2.1.3
Gejala Klinis
Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pendapat lain menjelaskan bahwa lidah buaya
berasal dari Bombay yang kemudian menyebar ke seluruh pelosok dunia (Sudarto,
1997)
Berdasarkan hasil penelitian, aloe vera kaya akan kandungan zat-zat seperti
enzim, asam amino, mineral, vitamin, polisakarida dan komponen lain yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Selain itu, menurut Wahyono E dan Kusnandar, aloe vera berkhasiat sebagai
anti inflamasi, anti jamur, anti bakteri dan membantu proses regenerasi sel. Di
samping menurunkan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes, mengontrol
tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker.
Taksonomi dan Tata nama Aloe vera
Spesies aloe vera memiliki sejumlah sinonim seperti aloe berbadensis,
Aloe indica, Aloe perfoliata dan Aloe vulgaris. Nama spesies vera berarti benar
atau asli. Aloe vera pertama kali dideskripsikan oleh Carl Linnaeus pada tahun
1753 sebagai Aloe perfoliata vera. Selanjutnya dideskrpsikan ulang oleh Nicolas
Laurens pada tahun 1768 sebagai aloe vera. Aloe vera termasuk kedalam:
Kingdom
: plantae (tumbuhan)
Divisi
Kelas
Ordo
: Asparagales
Famili
: Asphodelaceae
Genus
: Aloe
Spesies
: Aloe vera
Nama Binomial
Zat aktif yang dikandung lidah buaya yang berperan sebagai penyembuh luka
bakar yaitu:
1. Flavonoid
Flavanoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar dan
terdapat dalam semua tumbuhan hijau dan memiliki senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flovonoid tersusun
dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin
benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk
suatu susunan C6-C3-C6 seperti yang di tunjukkan pada gambar 1. Dalam
lidah buaya ini flavonoid berfungsi sebagai antibakteri, antioksidan, dan dapat
menghambat pendarahan pada kulit (Rizky,2013).
Flavonoid
Isoflavonoid
Neoflavonoid
10
pori-pori
kulit,
menghentikan
3. Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan.
Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan
dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama.
Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter. Saponin memiliki
rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir.
Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau
hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan
banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat
keras atau racun biasa disebut sebagai Sapotoksin (Robert, 1997).
Efek saponin berdasarkan sistem fisiologis meliputi aktivitas pada sistem
kardiovaskular dan aktivitas pada sifat darah (hemolisis, koagulasi,
kolesterol), sistem saraf pusat, sistem endokrin, dan aktivitas lainnya.
Saponin mampu berikatan dengan kolesterol, sedangkan saponin yang masuk
kedalam saluran cerna tidak diserap oleh saluran pencernaan sehingga
saponin beserta kolesterol yang terikat dapat keluar dari saluran cerna. Hal ini
menyebabkan kadar kolesterol dalam tubuh dapat berkurang.
Sifat-sifat Saponin adalah:
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
c. Menghemolisis eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula
empiris yang mendekati. Toksisitasnya mungkin karena dapat
merendahkan tegangan permukaan (surface tension).
Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin steroid dan saponin
triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul
karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang
dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki efek anti jamur. Pada
binatang menunjukkan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid
diekskresikan setelah konjugasi dengan asam glukoronida dan digunakan
sebagai bahan baku pada proses biosintesis dari obat kortikosteroid.
Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul
karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin.
Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan.
4. Polifenol
Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas
sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah
kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetik, farmasi dan
11
plastik. Fungsi polifenol sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari
rusaknya ion ion logam. Kelompok tersebut sangat mudah larut dalam air dan
lemak serta dapat bereaksi dengan vitamin C dan E (Anief, 1997).
13
14
15
Pengamatan
Data
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan
16
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2016. Dilaksanakan di
Peternakan
3.2 Jenis Penilitian dan Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories dengan
rancangan post test only control group design dengan ruang lingkup keilmuan
meliputi Parasitologi dan Farmasi.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah selektif. Sampel
diambil dengan cara memilih kambing yang terinfeksi scabies, berat badan yang
relative sama, cara pemeliharaan yang sama, dan berasal dari tempat budidaya
yang sama. Sampel diperoleh di Peternakan di Kabupaten Soppeng.
3.3 Materi Penelitian
3.3.1 Alat
Alat penelitian yang digunakan antara lain:
1. Handskun
2. Scalpel dan blade
3. Mikroskop
4. Kaca objek
5. Rotavafor
3.3.2 Bahan
Bahan penelitian yang digunakan antara lain; ekstrak lidah buaya 25%,
50%, dan 100%. Cairan DMSO 15 ml, ivermectin 1% untuk kontrol positif. Juga
digunakan air sebagai bahan kelompok kontrol negative.
3.3.3 Sampel
Populasi hewan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kambing
yang terinfeksi scabies, berat badan yang relative sama, cara pemeliharaan yang
sama, dan berasal dari tempat budidaya yang sama. Pada penelitian ini sampel
diperhitungkan dengan Rumus Federer (Gaspers,2007).
Rumus Federer:
( n - 1) ( t 1) 15
n = jumlah sampel tiap kelompok perlakuan
t = jumlah kelompok perlakuan
Dalam penelitian ini terdapat 5 perlakuan, dimana 2 perlakuan pada
kelompok control yaitu control positif dan negatif dan 3 perlakuan pada kelompok
pemberian perlakuan berupa extrak lidah buaya dengan konsentrasi 25 %, 50 %,
100%. Maka nilai teh yang digunakan 5.
17
Bila dimasukkan pada rumus diatas, maka dapat ditentukan jumlah sampel
per perlakuan yaitu :
(n-1)(5-1) = 15
(n-1)(4) = 15
4n-n = 15
4n = 19
n = 19/4
n = 4,75 = 5
maka jumlah sampel per perlakuan minimal 5. Sehingga dalam penelitian ini
dipakai 25 ekor kambing yang terdiri dari 10 ekor kambing dalam kelompok
control dan 15 ekor kambing dalam kelompok perlakuan
3.4 Metode Penelitian
Pembuatan ekstrak lidah buaya (Aloe Vera) dengan cara sebagai berikut:
1. Pengenceran ekstrak dengan menggunakan pelarut cairan DMSO hingga
konsentrasi.
2. Aloe vera dibersihkan terlebih dahulu, kemudian antara buah dan kulit
dipisahkan.
3. Buah Aloe vera kemudian dipotong dadu-dadu kecil, kemudian
dimasukkan kedalam wadah kemudian dicampurkan dengan pelarut
(ethanol 96 %) direndam selama 3 x 24 jam.
4.
Setelah direndam ekstrak Aloe vera kemudian disaring menggunakan
kertas saring, air rendaman kemudian dimasukkan ke dalam rotavafor
untuk memudahkan ekstrak Aloe vera mengental selain itu juga
dimaksudkan untuk memisahkan antara pelarut dengan ekstrak murni
Aloe vera selama 1 jam dengan suhu 60o
Untuk pengobatan scabies digunakan dua puluh lima ekor kambing yang
terinfeksi scabies dan dibagi atas 5 kelompok (K1 (kontrol positif), K2 (kontrol
negatif), K3, K4, dan K5) masing-masing kelompok berjumlah 5 ekor. Semua
kambing dihitung jumlah tungaunya per satu sentimeter bujur sangkar sebelum
perlakuan, sehari dan tujuh hari setelah pelumuran ekstrak lidah buaya.
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengerok kulit di antara yang sehat dan
terinfeksi seluas 1 cm2 menggunakan scalpel dan minyak mineral di dua lokasi
yang berbeda (telinga dan punggung). Kerokan kulit yang didapat diletakkan di
atas gelas objek dan diteteskan larutan NaOH 10% untuk menghancurkan lemak
ataupun kotoran yang ada.
3.5 Analisis Data
Pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap jumlah tungau. Data jumlah
ungau sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis dengan analisis varians dan
dilanjutkan dengan uji Duncan. Data yang diperoleh, dianalisis dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Apabila ada perbedaan yang
nyata akan dilanjutkan dengan Newman-Keuls.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Samra, M.T., B.E.D. Hago, M.A. Aziz and F.W. Awad. 1981a. Sarcoptic
mange in sheep in the Sudan. Annal of Tropical Medicine and
Parasitology 75 : 639-645.
Anief, M. 1997. Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Anonimus. 1981. Kudis menular. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan
Menular, Jilid III hal.78-83.Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat
Jenderal Peternakan, Jakarta.
Batubara, A. 2007. Tujuh Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Edisi 25
April- 1 Mei 2007.
Budiantono.2004. Kerugian Ekonomi Akibat Scabies dan Kesulitan Dalam
Pemberantasannya. Dalam Prosiding Seminar Parasitologi dan
Toksikologi Veteriner. Denpasar: Balai Penyidikan dan Pengujian
Veteriner Regional VI.
Chen, S. Y.Y.H. 2005. Mitochondrial diversity and Phylogeografhic structure of
chinese domestic goats. Molecular phylogenetic anf evolution 37 : 804814.
Harbone, J.B, 1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Kosasih, Padmawinata. Bandung:
Penerbit ITB.
Hutapea, J. R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II). Departemen
Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Idris, Maryam. 2013. Efektivitas Ekstrak Aloe Vera Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Streptococcus Sangus. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Iskandar, T. 2000. Masalah Skabies Pada Hewan Dan Manusia Serta
Penanggulangannya. Wartazoa Vol. 10 No. 1.
Jubb, K.V.F., C.K. Peter and P. Nigel. 1985. Pathology of Domestic Animals 3rd
ed. Vol.1 pp. 495-496. Academic Press Inc. London.
Kasmar, Ihwal Nur. 2015. Prevelansi Scabies pada Kambing Di Kecamatan
Bontoduri, Kabupaten Bulukumba. Makassar. Program Studi Kedokteran
Herwan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuffin.
Kertayadnya, I.G., D.H.A. Unruh, M. Gunawan dan K.S. Adhyputra. 1982.
Scabies, epizotiologi, pengobatan dan perkiraan kerugian ekonomi,
Laporan Tahunan Hasil Penyidikan Penyakit Hewan di Indonesia
19
21