Anda di halaman 1dari 14

Tugas Mata Kuliah

Materia Medika Herbal

Dosen:
Dr. Katrin, M.Si, Apt

Disusunoleh:

NissaMaulina 1506777240

MAGISTER HERBAL FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jerawat adalah penyakit kulit kronis akibat abnormalitas produksi sebum pada kelenjar
sebasea yang muncul pada saat kelenjar minyak pada kulit terlalu aktif (Kumar, 2008). Jerawat
dapat terjadi pada usia muda atau tua dengan persentase kejadian pada wanita sebanyak 27% dan
34% pada pria (Klaus, 2005). Walaupun tidak termasuk penyakit serius yang dapat menyebabkan
kematian, jerawat jika tidak ditangani dapat menimbulkan depresi dan krisis kepercayaan diri
penderitanya (Purvis dkk., 2006).
Kulit buah manggis berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen anti jerawat.
Chomnawang dkk. (2005) menyatakan bahwa ekstrak diklorometana kulit buah manggis
memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus
epidermidis, 2 bakteri utama timbulnya jerawat. Kadar hambat minimum (KHM) dan kadar
bunuh minimum (KBM) terhadap P. acnes sebesar 0,039 mg/mL, sedangkan terhadap S.
epidermidis mempunyai nilai KHM sebesar 0,039 mg/mL dan nilai KBM sebesar 0,156 mg/mL.
Werayut dkk. (2009) melaporkan bahwa senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
antibakteri ini adalah mangostin, yang merupakan senyawa turunan xanthon.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tumbuhan yang dapat berkhasiat sebagai
anti-acne dilihat dari jurnal-jurnal penelitian (preklinik) yang telah dilakukan. Sehingga akan
meningkatkan pemanfaatan nilai fungsi tumbuhan dalam dunia kesehatan.

BAB II
Tinjauan Pustaka
A. JERAWAT
Jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat tersumbatnya folikel pilosebacea,
sehingga menyebabkan sebum tidak dapat keluar dan menimbulkan peradangan. Peradangan ini
menyebabkan komedo yang merupakan permulaan terjadinya jerawat (Wasitaatmadja, 1997).
Faktor utama penyebab terjadinya jerawat adalah peningkatan produksi sebum, peluruhan
keratinosit, pertumbuhan bakteri, dan inflamasi (Athikomkulchai dkk., 2008).
Acne (jerawat) sering disebut juga sebagai acne (jerawat) vulgaris yang diakibatkan oleh
gangguan folikel pilosebaceous. (USCF Dermatology, 2010). Sedangkan menurut Harper (2007),
jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelanjar pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul dan nodul. Penyebaran jerawat terdapat pada muka, dada,
punggung yang mengandung kelenjar sebasues.
Patogenesis
Jerawat terbentuk ketika kelenjar minyak pada kulit terlalu aktif, sehingga menyebabkan pori
kulit tersumbat oleh timbunan lemak. Keberadaan keringat, debu, dan kotoran lain akan
meneyebabkan timbunan lemak menjadi kehitaman yang lebih dikenal dengan komedo. Komedo
yang disertai dengan infeksi bakteri akan menimbulkan peradangan yang dikenal dengan jerawat,
dimana ukurannya bervariasi mulai dari kecil hingga besar serta berwarna merah, kadang
bernanah serta menimbulkan rasa nyeri (Jung dkk., 2004). Selain itu jerawat juga dapat
dipengaruhi oleh hormon-hormon androgenik seperti testosteron yang mengakibatkan
pembesaran kelenjar sebasea yang akhirnya meningkatkan produksi sebum (Odom, 2000).
Pengobatan
Tujuan pengobatan jerawat adalah mencegah timbulnya jaringan parut akibat jerawat,
mengurangi proses peradangan kelenjar polisebasea dan frekuensi eksaserbasi jerawat, serta
memperbaiki penampilan pasien. Ada tiga hal yang penting pada pengobatan jerawat (Price &
Lorraine, 2006), yaitu:

1) Mencegah timbulnya komedo, biasanya digunakan bahan pengelupas kulit.


2) Mencegah pecahnya mikrokomedo atau meringankan reaksi peradangan.
3) Mempercepat resolusi lesi peradangan

B. KULIT
Kulit adalah organ tubuh yang merupakan pembatas terhadap lingkungan luar tubuh
manusia, baik fisik maupun kimia dan berperan penting dalam pertahanan tubuh. Kulit berfungsi
menjaga bagian dalam tubuh, membatasi keluar masuknya zat-zat kimia dari tubuh, menjaga
tekanan darah, suhu, dan sebagai mediator panas, dingin, sentuhan dan luka (Lachman dkk.,
1994).
Anatomi fisiologi Kulit

Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:
1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas :
a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk)
b. Stratum lusidium terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin
c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri
atas keratohialin.

d. Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut pula pricle cell layer (lapisan akanta)
terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda
karena adanya proses mitosis. Sel-sel spinosum mengandung banyak glikogen.
e. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen seluler dan
folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan.
3. Lapisan subkutan
Lapisan subkutan adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah.
Fungsi Kulit
Kulit memiliki beberapa fungsi, ada pun fungsinya yaitu :
1. Fungsi proteksi. Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, misalnya zat- zat kimia
terutama yang bersifat iritan.
2. Fungsi absorpsi. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, atau benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
3. Fungsi ekskresi. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
4. Fungsi persepsi. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutan
terhadap rangsang panas yang terletak di dermis dan subkutis serta rangsang dingin yang
terletak di dermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi). Kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
6. Fungsi pembentukan pigmen. Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan
basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal dengan melanosit

adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosom)
menentukan warna kulit ras maupun individu.
7. Fungsi keratinisasi. Kulit memberi perlindungan terhadap infeksi secara mekanis maupun
fisiologik.
8. Fungsi pembentukan vitamin D. Perubahan dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari memungkinkan terlaksananya fungsi ini (Wasitaatmadja, 1997).
C. Bakteri Penyebab Jerawat
Bakteri utama yang menjadi penyebab timbulnya jerawat adalah :
a. Propionibacterium acnes
Sistematika dari P. acnes (Salle, 1961) adalah :
Kerajaan : Bacteria
Divisi

: Actinobacteria

Kelas

: Actinobacteridae

Bangsa

: Actinomycetales

Suku

: Propionibacteriaceae

Marga

: Propionibacterium

Jenis

: Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes merupakan bakteri anaerob Gram positif yang toleran terhadap
udara. Sel berbentuk batang yang tidak teratur, bercabang atau campuran antara bentuk batang

dengan bentuk koloid. Propionibacterium acnes dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan
endospora. Beberapa endospore bersifat patogen untuk hewan dan tanaman. Propionibacterium
acnes termasuk ke dalam kelompok bakteri corynebakteria anaerob yang biasanya menetap pada
kulit normal (Jawetz dkk., 2001). Pada proses patogenesis jerawat, P. acnes menghasilkan lipid
dengan memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak yang dihasilkan menimbulkan
radang jaringan dan menyebabkan jerawat (Jawetz dkk., 1996).
b. Staphylococcus epidermidis
Sistematika dari S. epidermidis (Salle, 1961) adalah :
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Bangsa

: Eubacteriales

Suku

: Micrococcaceae

Marga

: Staphylococcus

Jenis

: Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri aerob Gram positif pembentuk spora


yang banyak terdapat di udara, air, dan tanah. Sel berbentuk bola dengan diameter 1 m yang
tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, dan tampak sebagai kokus tunggal,
berpasangan, tetrad dan berbentuk rantai dalam biakan cair. Koloni biasanya berwarna putih atau
kuning dan bersifat anaerob fakultatif. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada

kulit manusia (Jawetz dkk., 2001). Aktivitas S. epidermidis adalah menginfeksi kulit terluar
sampai unit sebasea (Burkhart dkk., 1999). Enzim lipase yang dimiliki S. epidermidis telah
diketahui dapat menghidrolisis trigliserida di unit sebasea menjadi asam lemak bebas yang dapat
menyebabkan terjadinya keratinisasi dan inflamasi. Inflamasi dan keratinisasi yang berlebihan
inilah yang akan menimbulkan jerawat (Kligman, 1994).

D. Uji Aktivitas Antibakteri


Aktivitas antibakteri diukur secara in vitro untuk menentukan potensi zat antibakteri
dalam larutan, konsentrasi dalam cairan tubuh dan jaringan, serta kepekaan mikroorganisme
terhadap obat pada konsentrasi tertentu. Stabilitas obat, pH lingkungan, komponen-komponen
pembenihan, besarnya inokulum, masa pengeraman, dan aktivitas metabolik mikroorganisme
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri in vitro sehingga harus
diperhatikan (Jawetz dkk., 2001). Metode pengukuran daya antibakteri ada dua macam, yaitu :
a. Dilusi
Metode dilusi digunakan untuk menghitung konsentrasi minimal antibakteri yang
dibutuhkan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme. Prinsipnya adalah
antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair, masingmasing konsentrasi sampel ditambah suspensi bakteri dalam media. Konsentrasi terendah
dimana terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan tidak
adanya kekeruhan disebut Kadar Hambat Minimal (KHM). Pada dilusi padat tiap
konsentrasi sampel dicampur dengan media agar lalu ditanami bakteri. Konsentrasi yang
mempunyai hambatan masing-masing digores pada media padat dan diinkubasi hingga
didapat Kadar Bunuh minimal (KBM) (Anonim, 1993).
b. Difusi
Metode difusi digunakan untuk menentukan sifat suatu bakteri uji yaitu peka, resisten
atau intermediet terhadap suatu antibakteri (Murray dkk., 1995). Prinsipnya yaitu uji
aktivitas berdasarkan pengamatan luas daerah hambatan pertumbuhan bakteri dari titik
awal pemberian ke daerah difusi (Warsa, 1993). Pada metode difusi ini dikenal beberapa

metode, yaitu metode Kirby-Bauer (disk diffusion) dan metode sumuran. Terdapat dua
macam zona dalam pembacaan hasil pengukuran daya antibakteri dengan metode difusi,
yaitu :

Zona radikal adalah daerah di sekitar disk dimana tidak ditemukan adanya

pertumbuhan bakteri sama sekali


Zona irradikal adalah daerah di sekitar disk dimana hanya terjadi penghambatan
pertumbuhan bakteri tetapi bakteri tersebut tidak mati.

Pengukuran aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur diameter zona tersebut (Anonim,
1993).
E. Tanaman Manggis
1. Sistematika Tumbuhan
Kedudukan manggis dalam sistem taksonomi tumbuhan (Backer & Van den Brink, 1965)
adalah :
Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae


Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Clusiaceales

Suku

: Clusiaceae

Marga

: Garcinia

Jenis

: Garcinia mangostana L.

2. Morfologi tanaman

Tanaman manggis merupakan pohon besar, berdaun rapat (rimbun), tinggi mencapai 625m, berbatang lurus dengan cabang simetris membentuk piramid ke arah ujung tanaman dan
berdaun tebal, permukaan daun bagian atas berwarna hijau kekuningan sedangkan permukaan
daun bagian bawah berwarna kuning kehijauan. Buah manggis berdiameter 4-8 cm, berbentuk
bulat, berwarna kekuningan hingga berwarna ungu kehitaman pada saat masak dan beratnya
berkisar 30-180 g. Daging buah manggis terdiri atas 5-7 segmen berwarna putih, rasanya manis
dan hanya mengandung 1-2 biji (Nakasone & Paull, 1998). Kulit buah (perikarp) manggis
mempunyai ketebalan 0,8-10 cm, berdaging dan bergetah kuning. Pada awal pertumbuhan, kulit
luar berwarna hijau yang sangat muda dan pada tingkat kematangan berikutnya, warnanya
menjadi lebih pekat, kemudian timbul bercak coklat hingga merah, yang pada akhirnya menjadi
ungu kehitaman pada seluruh permukaan kulit apabila telah matang (Lodh & Selvaraj, 1972).

3. Kandungan
Kulit manggis mengandung berbagai senyawa xanthon seperti mangostin, yang
merupakan komponen utamanya dan senyawa bioaktif lain seperti tannin, flavonoid, dan
polifenol (Pedraza dkk., 2008), mangostenol, mangostenon A, dan mangostenon B,
trapezifolixanton,

tovofilin

B,

-mangostin,

-mangostin,

garsinon

B,

mangostinon,

mangostanol, flavonoid epikatekin (Suksamram dkk., 2002). Walker (2007) mengisolasi kurang
lebih enam puluh xanthon dari buah manggis yaitu -mangostin, 1-isomangostin, 3isomangostin, 9-hidroksicalabaxanton, 8-deoksigartanin, dimetilcalabaxanton, garsinon B,
garsinon D, garsinon E, gartanin, mangostanol, mangostanin, dan mangostinon. Huang dkk.
(2001) berhasil mengisolasi 4 senyawa dari kulit buah manggis yaitu garcimangoson A,
garcimangoson B, garcimangoson C dan garcimangoson D.

4. Manfaat tanaman
Penelitian membuktikan bahwa kandungan yang terdapat dalam kulit buah manggis
memiliki aktivitas farmakologis seperti mengobati infeksi kulit, luka, diare, ulcer, gonorrhea
(Pedraza dkk., 2008), antioksidan (Mrquez, 2009), antiinflamasi (Lin, 1996), dan menghambat
HIV (Chen, 1996). Xanton dalam kulit buah manggis dapat digunakan sebagai anti jerawat,
antioksidan, antiinflamasi, antimalaria, dan antimikroba (Walker, 2007). Ekstrak kulit buah
manggis mempunyai nilai KBM 0,039 mg/mL terhadap P. acnes dan S. epidermidis. Harga KBM
ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai KBM dari ekstrak tanaman lain seperti
sambiloto, kirinyuh, amisamisan, sena (Chomnawang dkk., 2005). Ekstrak etanol buah manggis
dapat mengurangi produksi dari sel TNF- dari sel mononuklear perifer darah secara signifikan
oleh stimulan P. acnes (Chomnawang dkk., 2007). Selain itu berdasarkan penelitian Sukatta &
Rugthaworn (2008) gel anti jerawat dari ekstrak kulit buah manggis dengan kadar 0,50% tidak
menunjukkan iritasi yang berarti pada responden.

BAB III
JURNAL PRE-KLINIK

A. Pembahasan Jurnal
Judul

Metoda ekstraksi

Ekstrak dibuat menggunakan pelarut ethanol dengan perbandingan 1 bagian serbuk kulit
manggis dengan 20 bagian ethanol 95%. Dimana didapatkan konsentrasi xanthone pada ekstrak
6311 ppm.
Selanjutnya ekstrak tersebut dicampurkan dalam sediaan liposom untuk membuat sabun dan
formulasi selanjutnya dalam ekstrak tersebut dicampurkan dengan basis cream. Untuk kemudian
dilihat efektivitas antibakteri nya.

Hasil

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa baik dalam sediaan cream maupun sabun, ekstrak kulit
manggis dalam ethanol memiliki efektifitas antibakteri. Hal ini terlihat dari daerah bening yang
terbentuk disekitar disk dalam cakram yang berisi medium yang telah terdapat bakteri P.acne.

DAFTAR PUSTAKA

Atlas, M. R. and L. C. Parks. (1993). Hand book of microbiological media. London: CRC Press.
Berghe, D. A. V., and A, J. Vientick. (1991). Screening methods for antibacterial and antiviral
agents from higher plants. K. H. Osttettm (Ed). Method in plant biochemistry., 6, 47-48.
Brook, G.F., Butel, J.S., dan Morse, S.A. (2005). Mikrobiologi kedokteran. Jakarta : Salemba
Medika.
Cowan, M.M. (1999). Plant product as antimicrobial agents. Clinical microbiology reviews, 12,
4, 564 582.
Djuanda, A., Hamzah, M., dan Aisah, S. (1999). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Dwidjoseputro. (2003). Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Freeman, A., and F. Burrows, (1985). Textbook of microbiology. (22nd ed). New York: Sunders
Company

Anda mungkin juga menyukai