Dosen:
Dr. Katrin, M.Si, Apt
Disusunoleh:
NissaMaulina 1506777240
BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tumbuhan yang dapat berkhasiat sebagai
anti-acne dilihat dari jurnal-jurnal penelitian (preklinik) yang telah dilakukan. Sehingga akan
meningkatkan pemanfaatan nilai fungsi tumbuhan dalam dunia kesehatan.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. JERAWAT
Jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat tersumbatnya folikel pilosebacea,
sehingga menyebabkan sebum tidak dapat keluar dan menimbulkan peradangan. Peradangan ini
menyebabkan komedo yang merupakan permulaan terjadinya jerawat (Wasitaatmadja, 1997).
Faktor utama penyebab terjadinya jerawat adalah peningkatan produksi sebum, peluruhan
keratinosit, pertumbuhan bakteri, dan inflamasi (Athikomkulchai dkk., 2008).
Acne (jerawat) sering disebut juga sebagai acne (jerawat) vulgaris yang diakibatkan oleh
gangguan folikel pilosebaceous. (USCF Dermatology, 2010). Sedangkan menurut Harper (2007),
jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelanjar pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul dan nodul. Penyebaran jerawat terdapat pada muka, dada,
punggung yang mengandung kelenjar sebasues.
Patogenesis
Jerawat terbentuk ketika kelenjar minyak pada kulit terlalu aktif, sehingga menyebabkan pori
kulit tersumbat oleh timbunan lemak. Keberadaan keringat, debu, dan kotoran lain akan
meneyebabkan timbunan lemak menjadi kehitaman yang lebih dikenal dengan komedo. Komedo
yang disertai dengan infeksi bakteri akan menimbulkan peradangan yang dikenal dengan jerawat,
dimana ukurannya bervariasi mulai dari kecil hingga besar serta berwarna merah, kadang
bernanah serta menimbulkan rasa nyeri (Jung dkk., 2004). Selain itu jerawat juga dapat
dipengaruhi oleh hormon-hormon androgenik seperti testosteron yang mengakibatkan
pembesaran kelenjar sebasea yang akhirnya meningkatkan produksi sebum (Odom, 2000).
Pengobatan
Tujuan pengobatan jerawat adalah mencegah timbulnya jaringan parut akibat jerawat,
mengurangi proses peradangan kelenjar polisebasea dan frekuensi eksaserbasi jerawat, serta
memperbaiki penampilan pasien. Ada tiga hal yang penting pada pengobatan jerawat (Price &
Lorraine, 2006), yaitu:
B. KULIT
Kulit adalah organ tubuh yang merupakan pembatas terhadap lingkungan luar tubuh
manusia, baik fisik maupun kimia dan berperan penting dalam pertahanan tubuh. Kulit berfungsi
menjaga bagian dalam tubuh, membatasi keluar masuknya zat-zat kimia dari tubuh, menjaga
tekanan darah, suhu, dan sebagai mediator panas, dingin, sentuhan dan luka (Lachman dkk.,
1994).
Anatomi fisiologi Kulit
Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:
1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas :
a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk)
b. Stratum lusidium terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin
c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri
atas keratohialin.
d. Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut pula pricle cell layer (lapisan akanta)
terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda
karena adanya proses mitosis. Sel-sel spinosum mengandung banyak glikogen.
e. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen seluler dan
folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan.
3. Lapisan subkutan
Lapisan subkutan adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah.
Fungsi Kulit
Kulit memiliki beberapa fungsi, ada pun fungsinya yaitu :
1. Fungsi proteksi. Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, misalnya zat- zat kimia
terutama yang bersifat iritan.
2. Fungsi absorpsi. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, atau benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
3. Fungsi ekskresi. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
4. Fungsi persepsi. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutan
terhadap rangsang panas yang terletak di dermis dan subkutis serta rangsang dingin yang
terletak di dermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi). Kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
6. Fungsi pembentukan pigmen. Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan
basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal dengan melanosit
adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosom)
menentukan warna kulit ras maupun individu.
7. Fungsi keratinisasi. Kulit memberi perlindungan terhadap infeksi secara mekanis maupun
fisiologik.
8. Fungsi pembentukan vitamin D. Perubahan dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari memungkinkan terlaksananya fungsi ini (Wasitaatmadja, 1997).
C. Bakteri Penyebab Jerawat
Bakteri utama yang menjadi penyebab timbulnya jerawat adalah :
a. Propionibacterium acnes
Sistematika dari P. acnes (Salle, 1961) adalah :
Kerajaan : Bacteria
Divisi
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteridae
Bangsa
: Actinomycetales
Suku
: Propionibacteriaceae
Marga
: Propionibacterium
Jenis
: Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes merupakan bakteri anaerob Gram positif yang toleran terhadap
udara. Sel berbentuk batang yang tidak teratur, bercabang atau campuran antara bentuk batang
dengan bentuk koloid. Propionibacterium acnes dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan
endospora. Beberapa endospore bersifat patogen untuk hewan dan tanaman. Propionibacterium
acnes termasuk ke dalam kelompok bakteri corynebakteria anaerob yang biasanya menetap pada
kulit normal (Jawetz dkk., 2001). Pada proses patogenesis jerawat, P. acnes menghasilkan lipid
dengan memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak yang dihasilkan menimbulkan
radang jaringan dan menyebabkan jerawat (Jawetz dkk., 1996).
b. Staphylococcus epidermidis
Sistematika dari S. epidermidis (Salle, 1961) adalah :
Divisi
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Bangsa
: Eubacteriales
Suku
: Micrococcaceae
Marga
: Staphylococcus
Jenis
: Staphylococcus epidermidis
kulit manusia (Jawetz dkk., 2001). Aktivitas S. epidermidis adalah menginfeksi kulit terluar
sampai unit sebasea (Burkhart dkk., 1999). Enzim lipase yang dimiliki S. epidermidis telah
diketahui dapat menghidrolisis trigliserida di unit sebasea menjadi asam lemak bebas yang dapat
menyebabkan terjadinya keratinisasi dan inflamasi. Inflamasi dan keratinisasi yang berlebihan
inilah yang akan menimbulkan jerawat (Kligman, 1994).
metode, yaitu metode Kirby-Bauer (disk diffusion) dan metode sumuran. Terdapat dua
macam zona dalam pembacaan hasil pengukuran daya antibakteri dengan metode difusi,
yaitu :
Zona radikal adalah daerah di sekitar disk dimana tidak ditemukan adanya
Pengukuran aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur diameter zona tersebut (Anonim,
1993).
E. Tanaman Manggis
1. Sistematika Tumbuhan
Kedudukan manggis dalam sistem taksonomi tumbuhan (Backer & Van den Brink, 1965)
adalah :
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Clusiaceales
Suku
: Clusiaceae
Marga
: Garcinia
Jenis
: Garcinia mangostana L.
2. Morfologi tanaman
Tanaman manggis merupakan pohon besar, berdaun rapat (rimbun), tinggi mencapai 625m, berbatang lurus dengan cabang simetris membentuk piramid ke arah ujung tanaman dan
berdaun tebal, permukaan daun bagian atas berwarna hijau kekuningan sedangkan permukaan
daun bagian bawah berwarna kuning kehijauan. Buah manggis berdiameter 4-8 cm, berbentuk
bulat, berwarna kekuningan hingga berwarna ungu kehitaman pada saat masak dan beratnya
berkisar 30-180 g. Daging buah manggis terdiri atas 5-7 segmen berwarna putih, rasanya manis
dan hanya mengandung 1-2 biji (Nakasone & Paull, 1998). Kulit buah (perikarp) manggis
mempunyai ketebalan 0,8-10 cm, berdaging dan bergetah kuning. Pada awal pertumbuhan, kulit
luar berwarna hijau yang sangat muda dan pada tingkat kematangan berikutnya, warnanya
menjadi lebih pekat, kemudian timbul bercak coklat hingga merah, yang pada akhirnya menjadi
ungu kehitaman pada seluruh permukaan kulit apabila telah matang (Lodh & Selvaraj, 1972).
3. Kandungan
Kulit manggis mengandung berbagai senyawa xanthon seperti mangostin, yang
merupakan komponen utamanya dan senyawa bioaktif lain seperti tannin, flavonoid, dan
polifenol (Pedraza dkk., 2008), mangostenol, mangostenon A, dan mangostenon B,
trapezifolixanton,
tovofilin
B,
-mangostin,
-mangostin,
garsinon
B,
mangostinon,
mangostanol, flavonoid epikatekin (Suksamram dkk., 2002). Walker (2007) mengisolasi kurang
lebih enam puluh xanthon dari buah manggis yaitu -mangostin, 1-isomangostin, 3isomangostin, 9-hidroksicalabaxanton, 8-deoksigartanin, dimetilcalabaxanton, garsinon B,
garsinon D, garsinon E, gartanin, mangostanol, mangostanin, dan mangostinon. Huang dkk.
(2001) berhasil mengisolasi 4 senyawa dari kulit buah manggis yaitu garcimangoson A,
garcimangoson B, garcimangoson C dan garcimangoson D.
4. Manfaat tanaman
Penelitian membuktikan bahwa kandungan yang terdapat dalam kulit buah manggis
memiliki aktivitas farmakologis seperti mengobati infeksi kulit, luka, diare, ulcer, gonorrhea
(Pedraza dkk., 2008), antioksidan (Mrquez, 2009), antiinflamasi (Lin, 1996), dan menghambat
HIV (Chen, 1996). Xanton dalam kulit buah manggis dapat digunakan sebagai anti jerawat,
antioksidan, antiinflamasi, antimalaria, dan antimikroba (Walker, 2007). Ekstrak kulit buah
manggis mempunyai nilai KBM 0,039 mg/mL terhadap P. acnes dan S. epidermidis. Harga KBM
ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai KBM dari ekstrak tanaman lain seperti
sambiloto, kirinyuh, amisamisan, sena (Chomnawang dkk., 2005). Ekstrak etanol buah manggis
dapat mengurangi produksi dari sel TNF- dari sel mononuklear perifer darah secara signifikan
oleh stimulan P. acnes (Chomnawang dkk., 2007). Selain itu berdasarkan penelitian Sukatta &
Rugthaworn (2008) gel anti jerawat dari ekstrak kulit buah manggis dengan kadar 0,50% tidak
menunjukkan iritasi yang berarti pada responden.
BAB III
JURNAL PRE-KLINIK
A. Pembahasan Jurnal
Judul
Metoda ekstraksi
Ekstrak dibuat menggunakan pelarut ethanol dengan perbandingan 1 bagian serbuk kulit
manggis dengan 20 bagian ethanol 95%. Dimana didapatkan konsentrasi xanthone pada ekstrak
6311 ppm.
Selanjutnya ekstrak tersebut dicampurkan dalam sediaan liposom untuk membuat sabun dan
formulasi selanjutnya dalam ekstrak tersebut dicampurkan dengan basis cream. Untuk kemudian
dilihat efektivitas antibakteri nya.
Hasil
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa baik dalam sediaan cream maupun sabun, ekstrak kulit
manggis dalam ethanol memiliki efektifitas antibakteri. Hal ini terlihat dari daerah bening yang
terbentuk disekitar disk dalam cakram yang berisi medium yang telah terdapat bakteri P.acne.
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, M. R. and L. C. Parks. (1993). Hand book of microbiological media. London: CRC Press.
Berghe, D. A. V., and A, J. Vientick. (1991). Screening methods for antibacterial and antiviral
agents from higher plants. K. H. Osttettm (Ed). Method in plant biochemistry., 6, 47-48.
Brook, G.F., Butel, J.S., dan Morse, S.A. (2005). Mikrobiologi kedokteran. Jakarta : Salemba
Medika.
Cowan, M.M. (1999). Plant product as antimicrobial agents. Clinical microbiology reviews, 12,
4, 564 582.
Djuanda, A., Hamzah, M., dan Aisah, S. (1999). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Dwidjoseputro. (2003). Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Freeman, A., and F. Burrows, (1985). Textbook of microbiology. (22nd ed). New York: Sunders
Company