Anda di halaman 1dari 7

'Filsafat Manusia'

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah

Filsafat manusia atau juga bisa di sebut dengan antropologi filasafati, secara tidak
langsung menyoroti pada hakekat atau esensi manusia. Filsafat manusia itu sendiri
merupakan bagian (cabang) dari system filsafat, yang secara metodis ia memiliki kedudukan
yang setara dengan cabang-cabang yang lainnya, seperti etika, kosmologi, epistemology,
filsafat social, dan estetika, bahkan bila di bandingkan dengan ilmu-ilmu tentang manusia,
seperti (antropologi dan psikologi). Tetapi secara ontologis ia memiliki kedudukan yang lebih
penting. Karena kajian dari semua cabang filsafat dan ilmu-ilmu tentang manusia tersebut
adalah manusia yang secara spesifik menjadi objek kajian filsafat manusia. Dan disini akan
diuraikan beberapa pokok yang akan dibahas, diantaranya yaitu : pengertian dan ruang
lingkup filsafat manusia, perbedaan dari filsafat manusia dan ilmu-ilmu tentang manusia, ciriciri filsafat manusia, dan manfaat daripada mempelajari filsafat manusia.
B.

Rumusan Masalah

1.
2.
3.
4.
5.

Apakah Pengertian dan ruang lingkup Filsafat Manusia?


Apa perbedan dari Filsafat Manusia dengan ilmu-ilmu tentang manusia?
Bagaimana ciri-ciri Filsafat Manusia itu?
Apa saja aliran-aliran yang terdapat pada Filsafat Manusia?
Apa manfaat daripada mempelajari Filsafat Manusia?

C.
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan
Mengetahui tentang pengertian dan ruang lingkupnya filsafat Manusia.
Mengetahui perbedaan antara Filsafat Manusia dengan ilmu-ilmu tentang manusia
Dapat mengetahui terhadap ciri-ciri Filsafat Manusia.
Mengetahui aliran-alirannya.
Dapat mengetahui dari manfaat mempelajari Filsafat Manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian dan ruang lingkup Filsafat Manusia

Filsafat manusia atau juga bisa di sebut dengan antropologi filasafati, secara tidak
langsung menyoroti pada hakekat atau esensi manusia. Oleh sebab itu, filsafat manusia
berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mendasar tentang manusia, seperti:
apakah hakekat manusia itu bersifat material atau sepiritual? Siapakah manusia itu dan apa
kedudukannya didalam semesta raya yang luas ini? Apakah arti, nilai, atau makna dari hidup
manusia itu? Apakah ada kebebasan pada hidup manusia? Sejauh mana pertanggung jawaban
yang haru dipikul oleh manusia? Apakah sebenarnya tujuan asasi dari hidup manusia?
Bagaimana seharusnya manusia berprilaku? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan
yang lainnya.
Filsafat manusia itu sendiri merupakan bagian (cabang) dari system filsafat, yang

secara metodis ia memiliki kedudukan yang setara dengan cabang-cabang yang lainnya,
seperti etika, kosmologi, epistemology, filsafat social, dan estetika dan bahkan bila di
bandingkan dengan ilmu-ilmu tentang manusia, seperti (antropologi dan psikologi). Adalah
gejala manusia. Baik filsafat manusia ataupun ilmu-ilmu tentang manusia, pada dasarnya
bertujuan untuk menyelidiki, menginterpretasi, dan memahami gejala-gejala atau ekspresiekspresi manusia. Maka Objek material filsafat manusia adalah gejala atau ekspresi
manusia, sama seperti ilmu-ilmu tentang manusia yang lain. Tetapi secara ontologis ia
memiliki kedudukan yang lebih penting. Karena kajian dari semua cabang filsafat dan ilmuilmu tentang manusia tersebut adalah manusia yang secara spesifik menjadi objek kajian
filsafat
manusia.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa setiap cabang ilmu-ilmu tentang manusia
mendasarkan penyelidikanya pada gejala empiris, yang bersifat objektif dan bisa diukur,
dan gejala itu kemudian diselidiki dengan menggunakan metode yang bersifat observasional
atau eksperimental. Sebaliknya, filsafat manuisa tidak membatasi diri pada gejala empiris.
Bentuk atau jenis gejala apapun tentang manusia, sejauh bisa difikirkan, dan memungkinkan
untuk difikirkan secara rasional, bisa menjadi bahan kajian fislafat manusia. Aspek-aspek,
dimensi-dimensi, atau nilai-nilai yang bersifat metafisis, spiritual, dan universal dari menusia,
yang tidak bisa diobservasi dan diukur melalui metode-metode keilmuan bisa menjadi bahan
kajian terpenting bagi filsafat menusia.
Berbeda dengan ilmu-ilmu tentang manusia, dikarenakan luasnya dan tak terbatas
tentang gejala manusiawi yang diselidiki oleh filsafat manusia, maka tidak mungkin ia
menggunakan metode observasi atau eksperimen itu. Aspek-aspek, dimensi-dimensi atau
nilai-nilai yang bersifat metafisis, spiritual, dan universal hanya bisa diselidiki dengan
metode yang lebih spesifik, seperti metode sintesis dan reflektif. Sintesis dan reflektif bisa
dilakukan sejauh gejalanya bisa difikirkan. Karena apa yang bisa difikirkan jauh lebih luas
daripada yang bisa diamati, seperti yang bersifat empiris.
Filsafat manusia yang menggunakan metode sintesis dan reflektif, mempunyai ciri-ciri,
eksitensi, intensif, dan kritis. Penggunaan metode sintesis pada filsafat manusia, yaitu,
mensitesiskan pengalaman dan pengetahuan ke dalam satu visi. Tampak seperti filsafat
Bregson tentang daya penggerak hidup (elan vital), filsafat Schopenhauer tentang
kehendak filsafat Hegel tentang roh dan sebagainya. Dengan metode sintesis maka
tercapailah visi menyeluruh dan rasional tentang hakikat manusia. Metode refleksi
merupakan metode yang tidak biasa dipisahkan dari filsafat, termasuk filsafat manusia.
Refleksi yang di maksudkan menunjuk pada dua hal: pertama, pada pertanyaan esensi suatu
hal, dan yang kedua, pada proses pemahaman diri (self-undrstanding) berdasarkan pada
totalitas gejala dan kejadian manusia yang sedang direnungkannya.
B.

Filsafat Manusia dan Ilmu-Ilmu tentang Manusia

Sebelum pada pembahasan tentang filsafat manusia, alangkah baiknya kita singgung
terlebih dahulu mengenai daripada perbedaan antara filsafat dan ilmu-ilmu tentang manusia.
Ilmu-ilmu tentang manusia jelas bersifat positivistic, dalam artian ilmu yang tetap pada satu
pandangan, dengan model metodologi ilmu-ilmu alam fisik. Karena sesuai dengan rujukan
eksperimental dan/atau observasional. Suatu ilmu yang membatasi diri pada penyelidikan
terhadap gejala empiris dan penggunaan metode yang bersifat observasional/eksperimental,
maka bisa dipastikan mempunyai konsekuensi-konsekuensi teoritis yang positif dan bersifat
negative sekaligus. Demikian pula halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia. Sisi negatif

dari ilmu-ilmu tentang manusia, pertama-tama tampak dari ruang lingkupnya yang serba
terbatas. Ilmu-ilmu tentang manusia hanya bersangkut paut dengan aspek-aspek atau
dimensi-dimensi tertentu dari manusia. Yakni sejauh yang tampak secara empiris dan dapat
diselidiki secara observasional dan/atau eksperimental. Aspek-aspek atau dimensi-dimensi
diluar pengelaman indrawi, yang tidak dapat diobservasi atau eksperimentasi tidak dapat
tempat di dalam ilmu. Oleh sebab itu ilmu-ilmu tentang manusia ini tidak dapat menjawab
pertanyaan yang meskipun sifatnya sederhana dan mendasar, seperti : apakah manusia itu?
Apakah hakikat manusia itu bersifat material atau spiritual? Dan lain sebagainya.
Maka cara kerja ilmu pun (terpaksa) menjadi pragmentaris. Keterbatasan metode
observasi dan eksperimentasi tidak memungkinkan ilmu-ilmu tentang manusia untuk melihat
gejala manusia secara utuh dan menyeluruh. Contohnya ilmu psikologi, ilmu tersebut hanya
menekankan pada aspek psikis dan fisiologis manusia sebagai suatu organisme. Dan enggan
bersentuhan dengan pengalaman spiritual dan eksistensinya. Ilmu laianya seperti antropologi
dan sosiologi lebih memfokuskan pada gejala budaya dan pranata social, dan enggan
bersentuhan
dengan
pengalaman
dan
gejala
individual.
Maka berbeda dengan filsafat manusia terhadap ilmu-ilmu tentang manusia ini, filsafat
manusia ini persis seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, yakni dengan menggunakan
metode sintesis dan reflektif. Dan metode sisntesis dan reflektif ini mempunyai ciri-ciri
ekstensif, intensif, dan kritis. Penggunaan metode sintesis dalam filsafat manusia, yang
mensistensiskan pengalaman dan pengetahuan kedalam satu visi. Dengan metode sintesis
maka tercapailah visi yang menyeluruh dan rasional tentang hakikat manausia. Oleh sebab itu
ketimbang hanya berkisar tentang salah satu aspek atau aspek-aspek tertentu saja dari
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok social, filsafat manusia justru
berkenaan dengan totalitas dan keragaman aspek-aspek yang terdapat pada manusia secara
universal.
Dan penggunnaan metode refleksi, dalam filsafat manusia tampak dari pemikiranpemikiran filsafati besar seperti yang dikembangkan misalnnya oleh Descartes, Kant,
Edmund Husserl, Karl Jasper dan lain-Nya. Refleksi yang dimaksudkan disini menunjuk
pada dua hal : pertama, pada pertanyan tentang esensi sesuatu hal. (misalnya : apakah esensi
manusia itu, apakah esensi keindahan itu, apakah esensi alam semesta itu). Dan kedua, pada
proses pemahaman diri (self-understanding) berdasarkan pada totalitas gejala dan kejadian
manusia yang sedang direnungkannya. Filsup yang sedang berfilsafat pada kenyataannya
bukan hanya berusaha memahami esensi manusia diluar dirinya, tetapi juga hendak
memahami dirinya sendiri. Maka ada kemungkinan dalam filsafat manusia terdapat
keterlibatan pribadi dan pengalaan subjektif dari beberapa filsuf tertentu pada setiap apa
yang
difikirkannya.
Secara umum bisa dikatakan, bahwa tidak mustahil terdapat keterlibatan pribadi dan
pengalaman subjektif dari beberapa filsuf tertentu, pada setiap pemikiran filsafati mereka.
Pandangan negative dan pesimistik tentang manusia dari Schopenhaur, misalnya atau
sebaliknya, pemikiran optimistic dan religius tentang manusia dari Bergson dan Thomas
Aquinas, yang bisa dijadikan contoh kasus tersebut. Kemungkinan keterlibatan pengalaman
pribadi dan pengalaman subjektif, seperti yang terdapat dalam filsafat manusia, paling
tidak secara ideal, sedapat mungkin dihindarkan dari ilmu-ilmu tentang manusia. Ilmu harus
bersifat netral dan bebas nilai. Disini tugas seorang ilmuan adalah mengamati, mengukur,
menjelaskan dan memprediksi dalam bentuk bahasa ilmiah. Kemungkinan untuk terlibat atau
tidak netral itu, relative sangat kecil karena nilai-nilai yang sifatnya subjektif dan manusiawi,
tidak dapat dirumuskan secara statistic dalam bentuk angka atau grafik.

Namun ada yang khas dengan filsafat manusia, dan tidak terdapat pada ilmu-ilmu
tentang manusia. Kalau ilmu adalah netral dan bebas nilai. Maka bisa dikatakan juga bahwa
ilmu berkenaan hanya dengan das Sein (kenyataan sebagaimana adanya). Nilai, dari manapun
asalnya dan apapun bentuknya, diupayakan untuk tidak dilibatkan dalam kegiatan keilmuan.
Nilai dipandang sesuatu yang subjektif dan tidak bisa diukur. Sehingga keberadaanya
dianggap tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sebaliknya di dalam filsafat
manusia, bukan hanya das Sein yang dipertimbangkan, tetapi juga das Sollen (kenyataan
yang seharusnya). Ini berarti bahwa nilai yang selain dipandang subjektif tetapi juga ideal,
mewarnai kegiatan filsafat manusia.
C.

Ciri-ciri Filsafat Manusia

Bila melihat secara umum, filsafat manusia bercirikan :


Ekstensif: dapat kita saksikan dari luasnya jangkauan atau menyeluruhnya objek
kajian yang di geluti oleh filsafat.
Intensif (mendasar): filsafat adalah kegiatan intelektual yang hendak menggali inti
hakikat (esensi), akar, atau struktur dasar, yang melandasi segenap kenyataan.
Kritis: karena tujuan filsafat manusia pada taraf akhir tidak lain adalah untuk
memahami diri sendiri maka hal apa saja yang secara langsung maupun tidak
langsung berhubungan dengan pemahaman diri manusia, tidak luput dari kritik
filsafat.
Diatas mungkin itulah ciri singkat daripada filsafat manusia, sebagai penjelasanya
dari ciri ekstensif itu sendiri ialah bahwa filsafat manusia adalah gambaran menyeluruh atau
synopsis tentang realitas manusia. Berbeda dengan ilmu-ilmu tentang manusia, filsafat
mansuia tidak menyoroti aspek-aspek tertentu dari gejala dan kejadin mansuia secara
terbatas. Aspek-aspek seperti kerohanian dan kejasmanisan, kebebasan dan determinisme,
serta dimensi-dimensi seperti sosialitas dan individualitas. Semuanya itu ditempatkan dalam
kesatuan gejla dan kejadian manusia, yang kwemudian disoroti secvara integral oleh fiolafat
manusia. Dan tentunya filsafat mansuia hanya menggambarkan realitas mamnusia secara
garis besar saja. Ia berbeda dengan ilmu, tidak mempunyai pengetahuan dan informasi yang
sangat mendetail dan spesifik tentang dimensi-dimensi tertentu dari manusia.
Kemudian ciri lain dari filsafat manusia adalah penjelasan yang intensif (mendasar).
filsafat adalah kegiatan intelektual yang hendak menggali inti hakikat (esensi), akar, atau
struktur dasar, yang melandasi segenap kenyataan. Dalam hubungannya dengan filsafat
manusia, dapatlah kita katakan, bahwa filsafat manusia hendak mencari inti, hakikat (esensi),
akar atau struktur dasar, yang melandasi kenyataan manusia, baik yang tampak pada gejala
kehidupan sehari-hari (prailmiah), maupun yang terdapat di dalam data-data dan teori-teori
ilmiah. Orang bisa menggugat ciri intensif filsafat ini, misalnya dengan menyatakan bahwa
ilmu pun pada prinsifnya hendak mencari dasar atau akar (sebab) dibalik gejala atau kejadian
tertentu (akibat). Tetapi tentu saja, ada perbedaan dalam derajat dan intensitasnya.
Dan ciri kritis dari filsafat manusia ialah peka terhadap apa yang digelutinya atau
terhadap objek yang dikajinya. Filsafat manusia hendak memahami manusia secara intensif
dan ekstensif, maka ia tidak puas terhadap pengetahuan atau informasi yang bersifat sempit,
dangkal dan simplistic tentang manusia. Sambil menjalankan usahaya dalam memahami
manusia secara ekstensif dan intensif, filsafat manusia tidak henti-hentinya mengecam
kekuatan-kekuatan atau ideologi-ideologi yang ada dibelakang simplifikasi itu.

D. Aliran-aliran yang terdapat pada Filsafat Manusia


Dalam ilmu filsafat manusia terbagi menjadi tujuh aliran dengan perincian yaitu, dua
dari di antaranya adalah aliran tertua sekaligus terbesar. Sedangkan aliran yang selain dua
aliran tersebut merupakan aliran yang menjadi reaksi atas dua aliran sebelumnya. Dua aliran
tertua dan terbesar dalam filsafat adalah, aliran materialisme dan aliran idealisme.
1.

Materialisme

Materialisme adalah paham dari filsafat manusia yang meyakini bahwa esensi
kenyataan, termasuk manusia adalah bersifat material atau fisik. ciri utamanya adalah bahwa
ia menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (re extensa), dan bersifat objektif. Disebut
juga naturalisme karena kata materi digantidengan natur (alam) atau organisme.
Ciri utamanya adalah menolak adanya kekuatan yang bersifat spiritual gejala yang
bersifatmaterialisme baik Semua dijelaskan dalam hukumdi akibat,material itu. kausalitas
(sebab- Material bergerak bukan stimulus-respons) dari dirinya, melainkan dari kekuatankekuatan di luar dirinya. Pakar materialisme menyebut kekuatan itu mesin atau mekanis.
Ilmu alam yang menganut faham Materialisme diantaranya ialah fisika, biologi, kimia,
kedokteran, sebagian psikologi (psikobiologi, psikologi behavioristik), sebagian sosiologi
(jika berasumsi bahwa esensi alam semesta (termasuk manusia) dan objek kajian-kajian ilmu
alams epenuhnya bersifat material, sehingga bisa dijelaskan secara kausa dan mekanis). 1.
Anaximenes (585 -528), 2.Tokoh-tokoh materialisme antara lain, SM), 3. Thales (625 -545
SM), 4. Demokritos (Anaximandros (610 -545 460 -545 SM), 5. Thomas Hobbes (1588
-1679), 6. La Mettrie (1709 -1751), Feuerbach (1804 -1877), 8. H. Spencer (1820 -1903), 9.
Karl
Marx7.
(1818
-1883).
2.

Idealisme.

Idealime merupakan kebalikan dari materialisme. menurut aliran ini, kenyataan sejati
adalah bersifat spiritual. sedangkan esensi kenyataan dari sepritual itu sendiri adalah berfikir.
(res-cogitans). ciri utama balikyang menyakini adanya kekuatan spiritual (roh absolut) di
Tidak setiap kejadian bisa dijelaskan berdasarkan pada Menggunakan pengamatan empiris
metafor-metafor kesadaran manusia. Misal: kekuatan spiritual dianggap rasional,
berkehendak,
berperasaan,
kreatif,
dll.
Beberapa ilmu yang menganut paham idealism (spiritualisme) antara lain: teologi (tauhid),
sufisme, seminari, budhisme, dll (jika berasumsi bahwa semua berawal dari kekuatan
spiritual (roh absolut) atau sering disebut sebagaiTuhan). Tokoh-tokoh idealism diantaranya
yaitu : Plato, Hegel, Leibnitz, Aristoteles, Descartes, Kant, Goethe, Agustinus.
Aliran-aliran lain yang merupakan reaksi atas materialisme dan idealisme yaitu :
1.
Dualisme.
Menurut aliran dualisme kenyataan sejati pada dasarnya adalah baik bersifat fisik ataun non
fisik (spiritual). mereka berpendapat bahwa berbagai kejadian tidak dapat di asalkan pada
satu subtansi atau satu esensi saja. sehingga mereka beranggapan bahwa kenyataan sejati

merupakan

perpaduan

antara

dua

subtansi

(materi

dan

roh).

2.
vitalisme.
Vitalisme adalah aliran di dalam filsafat yang beranggapan bahwa kenyataan sejati pada
dasarnya adalah energi, daya, kekuatan, atau nafsu yang bersifat irasional. Dengan memberi
tekanan bahwa kenyataan sejati pada dasarnya adalah berupa energi-energi non-fisik yang
irasional dan instingtif. Sehingga vitalisme berbeda dari materialisme dan idealisme.
3.
Eksistensialisme.
Aliran eksistensialisme secara spesifik meneliti kenyataan konkreet manusia sebagaimana
manusia itu sendiri berada dalam dunianya. istilah eksistensi berasal dari kata existere
(ex=keluar dan sistere=ada atau berada). Dengan demikian eksistensi memiliki arti sebagai
"sesuatau yang sanggup keluar dari keberadaannya" atau sesuatu yang mampu melampaui
dirinya sendiri".
4.
Strukturalisme.
Secara sederhana struktrualisme dapat di artikan sebagai aliran dalam filsafat manusia yg
menempatkan struktur atau sistem. Struktrualis meyakini bahwa manusia pada dasarnya
merupakan makhluk yang tidak bebas yang terstruktur oleh sistem, budaya, dan bahasanya.
Aliran struktualisme menolak humanisme, menolak pandangan tentang kebebasan dan
keluhuran (keagungan) manusia.
5.
Posmodernisme.
Pasmodernisme mempunyai kesamaan dengan struktrualisme yaitu sama menentang
humanisme. Menurut pandangan pasmodernisme telah terjadi dominasi dan kolonialisme yg
halus dan diam-m dalam sebuah aspek kehidupan manusia.
E.

Manfaat mempelajari Filsafat Manusia

Dengan mempelajari filsafat manusia, maka kita akan dibawa kepada suatu panorama
pengetahuan yang luas, dalam, dan kritis, yang menggambarkan esensi manusia. Panorama
pengetahuan seperti itu, paling tidak, mempunyai manfaat ganda, yakni manfaat praktis dan
teoretis.
Secara praktis filsafat manusia tidak saja berguna untuk mengetahui apa dan siapa manusia
secara menyeluruh, melainkan juga untuk mengetahui siapakah sesungguhnya diri kita
didalam pemahaman tentang manusia yang menyeluruh itu. Pemahaman yang demikian pada
gilirannya akan memudahkan kita dalam mengambil keputusan-keputusan praktis atau dalam
menjalankan berbagai aktifitas hidup sehari-hari, dalam mengambil makna dan arti dari setiap
peristiwa yang setiap saat kita jalani dalam menentukan arah dan tujuan hidup kita.
Sedangkan secara teoretis, filsafat manusia mampu memberian kepada kita pemahaman yang
esensial tentang manusia, sehingga pada gilirannya, kita bisa meninjau secara kritis asumsiasumsi yang tersembunyi dibalik teori-teori yang terdapat didalam ilmu-ilmu tentang
manusia.
Manfaat lainya dalam mempelaari filsafat manusia adalah mencari dan menemukan
jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia itu. Setelah kita mempelajari filsafat
manusia, maka paling tidak kita akan dapatkan sebuah pelajaran berharga tentang
kompleksitas manusia, yang tidak habis-habisnya dipertanyakan apa makna dan hakikatnya.
Karena kompleksitas yang melekat pada manusia itu, seperti dari beberapa filsup yang
menarik kesimpulan bahwa esensi manusia pada prinsifnya adalah sebuah misteri, sebuah
teka-teki yang barangkali tidak akan pernah terungkap secara tuntas kapan dan oleh siapa

pun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat manusia adalah bagian integral dari sistem filsafat yang secara spesifik
menyoroti hakikat atau esensi manusia. Objek material filsafat manusia adalah gejala atau
ekspresi manusia, sama seperti ilmu-ilmu tentang manusia yang lain. Filsafat manusia
menggunakan metode sintesis dan reflektif, mempunyai ciri-ciri, eksistensi, intensif, dan
kritis. Penggunaan metode sintesis pada filsafat manusia, yaitu, mensitesiskan pengalaman
dan pengetahuan ke dalam satu visi. Dan metode refleksi merupakan metode yang tidak bisa
dipisahkan dari filsafat, termasuk filsafat manusia. Refleksi yang di maksudkan menunjuk
pada dua hal: pertama, pada pertanyaan esensi suatu hal, dan yang kedua, pada proses
pemahaman diri (self-undrstanding) berdasarkan pada totalitas gejala dan kejadian manusia
yang sedang direnungkannya. Untuk perbedaannya dari filsafat manusia dengan Ilmu-Ilmu
Tentang Manusia diantaranya yaitu :
Ilmu tentang manusia membatasi penyelidikan pada gejala empiris, yang besifat
observasional maupun eksperimental, sebaliknya filsafat manusia tidak membatasi
diri. sejauh masih bahan kajian filsafat manusia.
Ilmu tentang manusia, cara kerjanya fragmentaris, hanya aspek atau bagian tertentu
dari manusia yang disentuh. beda dengan filsafat manusia, melihat gejala manusia
secara utuh dan menyeluruh.
Kalau ilmu adalah netral dan bebas nilai, sedang pada filsafat manusia, nilai-nilai,
apakah itu personal, moral, sosial, religius, atau kemanusiaan, diperbolehkan.
Ciri-ciri filsafat manusia diantaranya yaitu Ekstensif, Intensif, Kritis. Dan untuk manfaatnya
sendiri dalam mempelajari filsafat manusia yaitu :
1.
Mengetahui
apa
dan
siapa
manusia
secara
menyeluruh
2. Mencari jawab siapa sesunguhnya manusia
3.
Memahami
kompleksitas
manusia
4. Memahami diri dalam konsep menyeluruh yang pada gilirannya memudahkan menjalani
kehidupan,
mengambil makna dari setiap peristiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Zainal , Filsafat Manusia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.V, 2009.
Jujun S. Suriasumantri. FILSAFAT ILMU (Sebuah Pengantar Populer). Dengan Kata
Pengantar Andi Hakim Nasution. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta 2001.
http://www.goodreads.com/book/show/15746129-filsafat-manusia

Anda mungkin juga menyukai