NIM : 1301114108
TUGAS INDIVIDU
BUMN / BUMD ( PERUM DAMRI)
Perum DAMRI kurang membebankan PPh Pasal 21 atas uang pesangon atau
Jaminan Hari Tua (JHT) karyawan yang menjalani PHK sebesar Rp 43,65 juta.
Pada tahun 2006 Perum DAMRI telah menjalani pemutusan hubungan kerja
(PHK) kepada sejumlah karyawannya sebanyak 284 orang. Jumlah kewajiban
Perum DAMRI untuk memberikan Jaminan Hari Tua (JHT), Tabungan Hari Tua
(THT), Jaminan Kematian (JKM) dan pesangon terhadap karyawan yang di PHK
tersebut sebesar Rp9.188.695.883,00 dan yang sudah dibayar baru sebesar
Rp3.532.863.485,00. Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa Perum
DAMRI untuk tahun 2006 belum memungut dan menyetor ke kas negara PPh
Pasal 21 atas pembayaran kepada karyawan yang di PHK tersebut sebesar
Rp43.648.650,00. Hal ini terjadi dikarenakan Perum DAMRI kurang memahami
ketentuan perpajakan yang berlaku atas pembayaran uang pesangon/JHT
karyawan.
Direksi Perum DAMRI belum melakukan penyelesaian kerja sama program JHT
karyawan dengan PT Asuransi Jiwasraya sehingga iuran yang telah dibayarkan
sebesar Rp22.860,83 juta tidak jelas statusnya dan tidak memberikan manfaat
sesuai tujuannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa:
A. Sejak tahun 2001 Perum DAMRI tidak lagi mampu membayar kewajiban
premi kepada PT Asuransi Jiwasraya, dan Direksi Perum DAMRI tidak pernah
mengajukan permohonan penangguhan pembayaran atau pemutusan
sementara kerja sama dengan PT Asuransi Jiwasraya, sehingga mulai akhir
tahun 2005 PT Asuransi Jiwasraya tidak bersedia membayar uang JHT
karyawan Perum DAMRI yang pensiun.
Pengendalian intern atas pembukuan dan administrasi aktiva bus lemah sehingga
jumlah bus milik Perum DAMRI belum dapat diketahui secara pasti. Berdasarkan
pemeriksaan lebih lanjut terhadap aktiva bus, diketahui:
a. Bus yang dilaporkan UPT jumlahnya berbeda dengan jumlah fisik bus yang
berada di UPT, sehingga jumlah bus yang dimiliki Perum DAMRI tidak dapat
diketahui secara pasti dan berpotensi hilang.
b. Daftar rincian aktiva bus yang dibuat oleh Bagian Akuntansi tidak selalu
diperbarui sesuai dengan data-data yang ada. Selain itu, penyusunan dan
pencatatan yang dilakukan tidak dapat menggambarkan jumlah bus yang
berada di masing-masing UPT serta jumlah keseluruhan bus yang dimiliki oleh
Perum DAMRI.
c. Bagian Teknik dalam membuat Buku Taman Kendaraan hanya berdasarkan
laporan UPT, Bagian Teknik tidak pernah melakukan inventarisasi secara fisik.
d. Bagian Akuntansi dan Bagian Teknik tidak pernah melakukan koordinasi dan
atau rekonsiliasi mengenai jumlah bus yang dimiliki perusahaan.
e. Perum DAMRI belum memiliki aturan atau sistem yang memadai untuk
melakukan administrasi dan pengendalian atas aktiva bus.
Terdapat beberapa tanah milik Perum DAMRI yang tidak dilaporkan dalam laporan
keuangan serta yang tercatat dalam laporan keuangan tetapi diantaranya sudah
dikuasai oleh pihak ketiga dan masih dalam sengketa dengan pihak ketiga. Hasil
pemeriksaan terhadap daftar aktiva tetap tanah menunjukkan adanya beberapa
masalah:
a. Terdapat 3 lokasi tanah yang sertifikatnya dimiliki atas nama Perum DAMRI
namun belum tercatat, yaitu tanah di UPT Serang seluas 285 M2, tanah di UPT
Ende seluas 1.200 M2, dan tanah di UBK Malang seluas 3.540 M2.
b. Terdapat 6 lokasi tanah seluas 21.864 M2 yang masih tercatat di dalam laporan
keuangan sebagai tanah milik Perum DAMRI, tetapi status tanah sudah bukan
milik dan tidak dikuasai oleh Perum DAMRI, yaitu tanah di UPT Mataram
seluas 590 M2, tanah di UPT Palu seluas 4.000 M2, tanah di UPT Tegal seluas
3.600 M2, tanah di UPT Ungaran seluas 1.500 M2, tanah di UPT Dili seluas
10.000 M2, dan tanah di Kantor Pusat seluas 2.174 M2.
c. Terdapat 5 lokasi tanah yang masih dalam sengketa dengna pihak ketiga, seluas
23.219 m2, yaitu tanah di Pool Kemayoran seluas 12.230 M2, tanah di UPT
Bandung seluas 1.829 M2, tanah di UPT Biak seluas 7.500 M2, tanah di UPT
Surabaya seluas 700 M2, dan tanah di UPT Mataram seluas 960 M2.
d. Dengan adanya permasalahan tersebut mengakibatkan nilai perolehan tanah
Perum DAMRI tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan
berpotensi hilangnya aset tanah perusahaan.
2. ANALISA
Dari laporan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal:
- Pemahaman yang kurang terhadap objek yang menjadi tanggungjawab
Perum DAMRI. Hal ini terlihat pada Perum DAMRI kurang membebankan
PPh pasal 21 atas uang pesangon atau Jaminan Hari Tua (JHT) karyawan
yang menjalani PHK karena Perum DAMRI kurang memahami ketentuan
perpajakan yang berlaku atas pembayaran uang pesangon/JHT karyawan.
-
Kelalaian dalam menjalankan aturan. Hal ini terlihat misalnya pada Hasil
Pemeriksaan BPK-RI Tahun Buku 2004 dan 2005 yang menyangkut
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan belum seluruhnya
ditindaklanjuti oleh Perum DAMRI.