Anda di halaman 1dari 7

Hubungan Vaginosis Bakterialis dengan Persalinan Preterm

Javed Ali, S.I Borah, D. Barkataki, Nungdila Imsong


Abstrak
Tujuan: Untuk mempelajari hubungan persalinan preterm dengan vaginosis
bakterialis dan untuk menganalisa komplikasi maternal dan fetal yang berkaitan
dengan vaginosis bakterialis. Material dan Metode: Penelitian ini merupakan sebuah
penelitian potong lintang dari 100 orang wanita hamil dengan persalinan preterm.
Masing-masing wanita, setelah dianamnesis mengenai data relevan, diinvestigasi dan
diperiksa, kemudian diteliti mengenai keberadaan vaginosis bakterialis (BV)
berdasarkan kriteria Amsel dan dilakukan follow up terhadap berat lahir neonatus,
perawatan neonatus di unit perawatan intensif neonatus (NICU), komplikasi neonatal
dan komplikasi postpartum. Hasil: persentase pasien dalam kelompok persalinan
preterm yang memenuhi 3 dari 4 kriteria Amsel adalah 28%. Pada persalinan preterm
dengan vaginosis bakterialis, 89.28% neonatus memiliki berat lahir yang rendah.
Persentase neonatus yang membutuhkan perawatan NICU, komplikasi postpartum
(perdarahan postpartum dan pireksia puerperium) pada persalinan preterm dengan
vaginosis bakterialis secara berturut-turut adalah 64.28%, 35.71%. Komplikasi
neonatal seperti sepsis dan sindroma distres pernapasan (RDS) lebih banyak secara
signifikan neonatus yang lahir dari ibu yang positif BV dalam persalinan preterm
(p=0.432). Kesimpulan: Hubungan vaginosis bakterialis dengan persalinan preterm
acapkali terjadi dan dapat disarankan bahwa semua kasus yang simptomatik dan
mereka yang memiliki faktor risiko untuk persalinan preterm harus di skrining untuk
vaginosis bakterialis.
Kata kunci: vaginosis bakterialis, persalinan preterm, kriteria Amsel
Vaginosis bakterialis adalah kondisi yang dicirikan dengan sebuah perubahan
ekologi vagina dimana flora normal yang didominasi oleh lactobasilus diganti oleh
gabungan flora bakterial meliputi Gardnella vaginalis, Mobiluncus species,

Mycoplasma hominis, Bacteroides species dan bakteri anaerob lainnya (1). Vaginosis
bakterialis dapat membawa berbagai gejala atau tidak memiliki gejala sama sekali.
Sebanyak 50% wanita dengan vaginosis bakterialis bisa asimptomatik. Dua gejala
klasik dari vaginosis bakterialis adalah: discharge vagina dan bau amis.
Prevalensi vaginosis bakterialis pada wanita hamil bervariasi dari 6-32% dalam
berbagai penelitian. Infeksi uterin ascending dari traktus genitalia bawah akibat
vaginosis bakterialis telah disangkutkan sebagai faktor penyebab penting dari banyak
komplikasi kehamilan seperti abortus spontan, persalinan dan kelahiran preterm,
endometritis postpartum dan infeksi luka postseksio sesaria (3-6). Vaginosis
bakterialis dapat didiagnosa dengan tes diagnostik klinis sederhana yang cepat yang
murah: kriteria Amsel dan skor Nugent (7,8). Metronidazol adalah pilihan obat dalam
penatalaksanaan vaginosis bakterialis (9,10). Klindamisin yang diberikan secara oral
menghasilkan efek yang signifikan terhadap bakteri anaerob dan G. vaginalis dan
merupakan alternatif yang baik untuk metronidazol (12-16). Metronidazol
intravagina, krim klindamisin, gel dan tablet vagina juga diketahui efektif. Penelitian
ini didesain untuk melihat hubungan antara vaginosis bakterialis dengan persalinan
preterm dan untuk menganalisis komplikasi maternal dan fetal yang berhubungan
dengan vaginosis bakterialis.
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional pada 100 wanita hamil yang
mengunjungi departemen obstetri dan ginekologi, bekerja sama dengan department
mikrobiologi, Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit Gauhati, Guwahati, dalam jagka
waktu satu tahun (1 Juni 2013 ke 31 Mei 2014).
Kriteria inklusinya adalah -- wanita dengan persalinan preterm dengan atau
tanpa keluhan dengan usia, paritas yang berturut turut dengan temuan berikut a)
usia kehamilan kurang dari 37 minggu, b) kontraksi uterin regular (empat kali atau
lebih dalam 20 menit atau delapan kali atau lebih dalam 60 menit) masing-masing
berlangsung lebih dari 40 detik, c)dilatasi serviks setara atau lebih dari 1 cm namun

kurang dari 4 cm, d) selaput ketuban intak. Para wanita ini diskreening untuk
vaginosis bakterialis setelah menyetujui kesepakatan tertulis.
Kriteria eksklusi adalah inkompentitas serviks, operasi serviks, plasenta
previa, abrupsio plasenta, abnormalitas uterin, kehamilan multipel, polihidramnion,
isoimunisasi Rh, kelainan medis seperti hipertensi, diabetes, kelainan ginjal, kelainan
tiroid, kelainan jantung dsb, serta pasien yang tidak bekeinginan untuk memberikan
persetujuan.
Dengan menggunakan spekulum vagina yang steril, apusan vagina diambil dari
dinding lateral vagina atau fornix posterior, dengan menghindari kontaminasi dengan
mukus servikal. Apusan vagina dikategorikan berdasarkan kriteria diagnose berikut:
1) Tampilan discharge vagina: suatu cairan vagina yang tipis dan homogen yang
menempel pada dinding vagina adalah suatu diagnostik vaginosis bakterialis. 2) pH
cairan vagina: pH vagina diukur dengan menggunakan indikator pH strip cardinal.
Peningkatan pH vagina >4.5 merupakan cirri vaginosis bakterialis. 3) sel clue dengan
sediaan wet mount: uji mikroskopis dengan menggunakan sediaan cairan wet mount
dilakukan. Satu tetes discharge dicampur dengan tetesan normal salin pada objek
kaca, ditutupi dengan kaca penutup yang bersih dan diuji dibawah mikroskop dengan
kekuatan tinggi untuk menilai kemunculan sel clue, sel pus, sel epitel, Trichomonas
vaginalis/ candida. 4)Uji Whiff: 2 hingga tiga tetes potassium hidroksida 10%
ditambahkan pada vaginal discharge pada spekulum dan cium aroma campuran
tersebut. Tes ini diinterpretasikan positif jika tercium bau amis. Vaginosis bakterialis
didiagnosa jika tiga atau lebih criteria (criteria Amsel) ditemukan.
Setelah komplikasi persalinan puerperium ibu, berat lahir anak, dan jumlah
neonatus yang dirawat di NICU dicatat untuk mengobservasi outcome fetomaternal.
Untuk analisis statistik, alat berikut digunakan a) microsoft excel untuk menyiapkan
tabel dan diagram, b) uji chi-square Pearson untuk menemukan signifikansi
perbedaan dalam berbagai data kategorikal yang beragam, c) uji-t independen untuk
menentukan rataan.

Hasil
Dalam penelitian ini, rata-rata usia maternal dan usia kehamilan adalah 23.710
3.636 tahun dan 31.787 1.909 minggu berturut-turut. Status sosioekonomi
ditemukan lebih rendah pada pasien positif BV dibandingkan dengan pasien negatif
BV. Proporsi pasien yang didiagnosis menderita vaginosis bakterialis menurut kriteria
Amsel adalah 28%. Dalam studi ini, 89.29% dari neonatus yang lahir dari ibu positif
BV memiliki berat lahir yang rendah dibandingkan dengan 94.4% neonatus yang
lahir dari ibu negatif BV (p=0.03963). Perawatan di NICU untuk pasien yang positif
BV adalah 64.28% berbanding dengan 43% dalam pasien yang negatif BV
(p=0.0751). Namun demikian, 25% neonatus yang lahir dari ibu positif BV
mengalami komplikasi, dibanding 8.33% neonatal yang lahir dari ibu negatif BV.
Perbedaan ini signifikan secara statistik (p=0.0432). Hampir serupa, 35.71% pasien
yang positif BV mengalami komplikasi postpartum dibandingkan dengan 16.66%
pasien yang negatif BV, dimana perbedaan ini tidak signifikan secara statistik
(p=0.0584).
Pembahasan
Dalam penelitian ini kelompok usia maternal rata-rata adalah 23.710 3.636
tahun. Aruma dkk 2007 (17) dan Chawan paiboondkk 2010 (18) dalam penelitiannya
menemukan rata-rata usia maternal adalah 23.8 tahun dan 26.7 tahun secara berturutturut. Usia kehamilan rata-rata dalam studi kami adalah 31.7871.909 minggu.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aruna dkk (17) usia kehamilan rata-rata adalah
31.7 minggu sementara Chawanpaiboon S dkk (18) menemukan usia kehamilan ratarata adalah 33.6 minggu. Kelahiran preterm dengan BV positif memiliki lebih banyak
pasien dengan status sosial-ekonomi rendah (7.141%, 35.71%,57.71% dimiliki oleh
kelas menengah kebawah, menengah keatas dan kelas bawah secara berturut-turut)
dibandingkan dengan pasien BV negatif (25%, 47.22%, 27.77% yang mewakili kelas
menengah kebawah, menengah keatas dan kelas bawah secara berturut-turut). Aruna,
dkk 2007, mengamati bahwa 52.27% pasien dengan BV memiliki status sosial-

ekonomi rendah. Lata dkk 2010 (19) menemukan bahwa kejadian Vaginosis
Bakterialis lebih umum terjadi pada pasien dengan status sosial-ekonomi rendah
(p=0.0477). Kalemaj dkk 2013 (20), dalam penelitiannya, mengamati bahwa
perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah memperlihatkan prevalensi yang
lebih tinggi terhadap BV jika dibandingkan dengan wanita dengan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi. Pada penelitian ini, 40% wanita memiliki pH vagina yang bersifat
basa, yang dapat dibandingkan dengan Murad dkk, 2009 (21) dan Chawanpaiboon
dkk 2010 (18). Uji whiff positif pada 38% pasien dengan kelahiran preterm dimana
Chawanpaiboonet al (180 menemukan uji Whiff positif pada 20% pasien yang
menjalani persalinan preterm.
Tabel 1. Diagnosis Vaginosis Bakterialis (BV) menurut Kriteria Amsel (n=100)
Kriteria vaginosis bakterialis
Jumlah (%)
Tipe discharge
Tidak ada discharge
40 (40%)
Discharge putih mukoid

22 (22%)

Discharge putih curdy

10 (10%)

PH vagina

Discharge putih keabua


Basa

28 (28%)
40 (40%)

Uji Whiff

Asam
Positif

60 (60%)
38 (38%)

Clue Cell

Negatif
Ada

62 (62%)
14 (14%)

3 kriteria Amsel

Tidak ada
Ada

86 (86%)
28 (28%)

Mengesankan VB

Tidak ada

72 (72%)

Clue cell dideteksi dalam 14% pasien namun Murad dkk (21) menyatakan
bahwa sel clue merupakan salah satu prediktor untuk diagnosis BV pada angka 84%.
Aruna dkk (17) mengamati bahwa sensitivitas dan spesifisitas sel clue adalah sebesar
82.6% dan 90.2% secara berturut-turut. Chawanpaiboon dkk (18) menemukan sel
clue dalam 30% pasien dengan kelahiran preterm. Dalam penelitian ini, jumlah pasien

yang memenuhi kriteria Amsel adalah 28%. Namun demikian Aruna dkk (17) dan
Chawanpaiboon dkk (18) menemukan kriteria Amsel 3 dalam 44% dan 30%
kelahiran preterm secara berturut-turut.
Tabel 2. Komplikasi Maternal dan Fetal
Komplikasi
BV (+) n=28
Berat lahir
Berat lahir
25 (89.28%)
rendah
Berat lahir
Perawatan

normal
di Ya

BV (-) n= 72

Nilai P

68 (94.4%)
0.03963

3 (10.71%)

4 (5.56%)

18(64.28%)

31 (43.05%)

NICU
Komplikasi

Tidak
Tidak ada

10 (35.71%)
21 (75%)

41 (56.94%)
66 (91.66%)

Neonata
Komplikasi

Ada
Tidak ada

7 (25%)
18 (64.28%)

6 (8.33%)
60 (83.33%)

Postpartum

Ada

10 (35.71%)

12 (16.66%)

0.0751
0.0432
0.0584

Dalam penelitian ini, prevalensi Vaginosis Bakterialis adalah 28% pada


kelahiran preterm. Nejad dkk 2008 (22) menemukan prevalensi sebesar 25%. Aruna
dkk 917) dalam studinya menemukan prevalensi sebesar 44%. Dalam kelompok
preterm yang berkaitan dengan BV, 64.28% dari neonatus memerlukan perawatan di
NICU. Roy dkk 2006(23) menemukan bahwa 83.3% bayi dalam kelompok ELBW
dan 40% bayi dalam kelompok VLBW yang memerlukan bantuan ventilator segera
atau dalam perawatan yang berturut turut di NICU. Laxmi dkk 2012 (24) mengamati
bahwa 15% neonatus dengan ibu positif BV memerlukan perawatan NICU. Dalam
penelitian kami, 94.44% neonatus yang lahir dari pasien yang tidak menderita BV
memiliki berat lahir rendah dibandingkan dengan 89.29% dalam pasien positif BV.
Holst dkk 1994 (5) menamati bahwa BV terkait dengan berat lahir yang rendah.
Shilpa MN dkk 2013 (25) menemukan bayi dengan berat lahir rendah dalam 90.9%
pasien dengan BV sementara hal ini hanya ditemukan sebesar 9.1% dari pasien tanpa

BV. Dalam penelitian ini, 25% neonatus yang lahir dari ibu yang merupakan pasien
BV positif memiliki komplikasi neonatus dibandingkan dengan pasien BV negatif.
Komplikasi neonatal yang teramati adalah RDS dan sepsis. Roy dkk 2006 (22), dalam
penelitian terhadap 92 pasien dengan persalinan preterm memiliki BV yang
dihubungkan dengan 26% kasus. Mereka mengamati komplikasi neonatus seperti
RDS, jaundice neonatorum dan sepsis. Laxmi dkk 2012 (24) menemukan RDS dalam
14% kelahiran neonatus dari pasien dengan vaginosis bakterialis.
Komplikasi postpartum terlihat pada 35.71% pasien dengan BV positif dalam
persalinan preterm dibandingkan dengan 16.6% pasien dengan BV negative dalam
persalinan preterm. Komplikasi yang teramati dalam penelitian ini adalah pireksia
puerperium dan perdarahan postpartum atonia. Svare dkk2006 (6) menemukan 0.6%
BV dengan endometritis. Lata dkk 2010(19) menemukan pireksia puerperium pada
4.87% pasien dengan BV.

Anda mungkin juga menyukai