Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

SEISMIK TERAPAN
MODEL A-VALUE DAN PROBABILITAS SEISMIK WILAYAH
INDONESIA DENGAN CORRELATION DISTANCE 25 KM

Irfan Aufa

12312065

Eric Candra Simanjuntak

12312066

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2016
1. PENDAHULUAN

Indonesia berada pada wilayah dengan aktivitas tektonik yang sangat tinggi dimana
merupakan titik konvergen dari tiga lempeng besar dan Sembilan lempeng yang
lebih kecil (Bird, 2003). Lempeng Eurasia, lempeng pasifik, dan lempeng AustraliaIndia, bersama dengan beberapa lempeng yang lebih kecil secara aktif bergerak
mengarah satu sama lain pada wilayah Asia Tenggara membentuk jaringan yang
kompleks dari batas lempeng. Lantai Samudera Hindia bergerak ke arah utara di
bawah pulau Sumatera dan Jawa, menghasilkan sebuah zona subduksi besar yang
dikenal dengan sistem Sunda Arc. Bagian timur Sunda Arc menunjukkan sebuah
zona tumbukan dengan benua Australia. Interaksi lempeng yang sama ditemukan di
sepanjang bagian timur Indonesia dimana lempeng Eurasia dan Pasifik bertemu.
Pelepasan gaya strain yang terakumulasi di sepanjang batas lempeng yang berbeda
mengakibatkan rentan terhadap ledakan erupsi gunung berapi, gempa-gempa
besar, dan tsunami.

Pada bencana gempa bumi yang diakibatkan oleh penunjaman lempeng, studi dan
evaluasi tentang bahaya dan resiko gempa bumi perlu dilakukan. Salah satu
metode untuk menganalisis probabilitas resiko gempa adalah dengan melakukan
studi seismic hazard. Studi dengan seismic hazard dilakukan dengan pendekatan
probabilitas menggunakan metode event based approach. Ini berarti bahwa
gerakan tanah dihitung secara tiap peristiwa dan hasilnya dikumpulkan secara
terpisah untuk membentuk estimasi probabilitas.

Analisis resiko probabilitas seismic hazard dilakukan untuk memetakan bahaya


seismik dalam hal percepatan tanah maksimum du batuan dasar dan pada batuan
permukaan dengan mempertimbangkan klasifikasi wilayah. Berdasarkan pada
potensial

sumber

gempa,

sejarah

kegempaan,

kondisi

geologi,

dan

kurva

kerentanan maka model resiko wilayah Indonesia dapat digambarkan. Studi tentang
resiko kegempaan dengan pembuatan peta hazard kegempaan perlu dilakukan
sebagai salah satu bahan masukan dalam melakukan mitigasi bencana.
2. TATANAN TEKTONIK INDONESIA
Kepuluan Indonesia merupakan tipe struktur busur kepulauan dengan fisografi yang
unik, yaitu trenches, arc-trench gaps, gravity anomalies, busur volkanik dan
rangkaian pegunungan muda dengan karakteristik sebaran kedalaman gempa
sepanjang zone penunjaman. Fisiografi unik tersebut ditunjukkan dalam bentuk
kondisi tektonik dimana di bagian barat laut dan bagian tenggara berturut-turut
ditempati oleh lempeng Benua Asia (Paparan Sunda) dan lempeng Benua Australia
dimana kedua paparan tersebut membentuk daerah stabil. Di bagian timur laut dan
barat daya berturut-turut ditempati oleh lempeng Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia, sementara di bagian tengah didominasi oleh keratan-keratan benua dan
samudera serta oleh kerak bumi intermediate (intermediate crust). Daerah di
bagian tengah tersebut dikenal juga sebagai daerah transisi.
Keratan-keratan benua tersebut mencerminkan bahwa keratin kerak bumi telah
pindah tempat (allochthone) sejak jutaan tahun lalu dimana telah bergerak sejauh
ratusan kilometer meninggalkan tempatnya dan terus bergerak hingga sekarang.
Sebagai contoh adalah fragmen Banggai-Sula yang secara geografis meliputi
Kepulauan Banggai, Peleng dan Sula. Keratan benua kecil ini disusun oleh batuan
asal benua yang terhanyutkan oleh Patahan Sorong ke arah barat.
Sementara itu, Pulau Sulawesi merupakan pusat benturan ketiga lempeng kerak
bumi. Pulau ini seakan dirobek oleh berbagai patahan (faulting) dan sesar
(thrusting) dimana berbagai jenis batuan tercampur sehingga posisi stratigrafinya
menjadi sangat rumit. Oleh karena itu, pulau ini memiliki empat buah lengan yang
dikenal dengan sebutan Lengan Selatan, Lengan Utara, Lengan Timur, dan Lengan
Tenggara. Lengan Utara merupakan Sulawesi volcanic arc yang terbentuk sejak
zaman neogen akhir (5,44 juta tahun lalu) hingga sekarang dan berkaitan dengan

palung subduksi. Lengan Timur dan Lengan Tenggara ditempati oleh jalur batuan
ophiolit (Eastern Sulawesi ophiolite) dan juga terdapat batuan lain yaitu mandala
benua pindahan (allochtonous continental terrains) sekalipun dengan ukuran yang
kecil. Dengan kata lain, keempat lengan tersebut memiliki sejarah geologi yang
kompleks dimana dicirikan oleh proses tektonik yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Pulau ini dan kepulauan BanggaiSula merupakan kesatuan mosaik geologi
yang disatukan oleh proses tumbukan (collision).
Dampak dari benturan antar lempeng kerak bumi yang berbeda jenis tersebut
menimbulkan terjadinya penimbunan energi (stress energy) di dalam fitur-fitur
geologi dan dalam kurun waktu tertentu dimana akan dilepaskan secara tiba-tiba
dengan nilai besaran gempa yang beragam. Potensi-potensi gempa bumi yang
besar (> 7.5) tersebut dapat terjadi di sepanjang batas lempeng kerak bumi (Ruf
dan Kanamori, 1983 dan McCann et al., 1987).
Benturan (collision) antara Busur Sunda Timur (busur Banda) dengan lempeng
Benua Barat Laut Australia membentuk mosaik elementelemen tektonik kompleks
yang terdiri dari berbagai fitur morfo-struktur. Oleh karena itu, di tepian timur
Paparan Sunda tersebar cekungan tarikan Makassar (Makassar Extensional Basin),
Palung Doang, Tepian Sulawesi, Palung Spermonde, Punggungan Selayar dan
Cekungan Bone. Sementara di bagian selatan ditempati cekungan busur belakang
yang terdiri dari Cekungan Bali, Palung Lombok, Cekungan Flores, Sub-Cekungan
Wetar. Dampak lainnya adalah terbentuknya patahan- 10 patahan di Sulawesi,
Kalimantan Timur, di bagian utara Nusa Tenggara Timur dan struktur belakang
busur (Gambar 6).
Provinsi Papua yang terletak di bagian barat Pulau Nugini sering dipertimbangkan
sebagai salah satu daerah yang memiliki kondisi tektonik yang kompleks di dunia.
Hal ini diakibatkan benturan denngan sudut miring antara lempeng Samudera
PasifikLempeng Caroline yang bergerak ke selatan dengan kecepatan antara 110
mm 125 mm/thn terhadap tepian lempeng Benua Australia. Benturan miring
lempeng-lempeng

tersebut

menghasilkan

gerak

patahanpatahan

kombinasi

thrusting dan geser di seluruh pulau Irian meliputi jalur sesar naik Membramo di
utara Papua, jalur anjak perdataran tinggi (the highland thrust belt) Papua Tengah,
Sesar Sorong, Ransiki, Yapen, dan Zone Sesar TareraAiduna yang terkonsentrasi di

sekitar Papua Barat, kepala dan leher burung Papua. Dengan kata lain, dapat
disimpulkan bahwa Parit Nugini merupakan fitur tektonik utama yang dapat
menggambarkan batas antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia.
Zona subduksi yang terjadi di bagian selatan wilayah Indonesia dikenal dengan
sumber gempa Busur Sunda yang membentang dari bagian barat Pulau Andaman di
bagian barat sampai Pulau Banda di bagian timur. Di bagian timur dari Busur Sunda
membentang Busur Banda yang dimulai dari bagian timur Pulau Sumbawa yang
membentang ke timur di bawah Pulau Timor melengkung berlawanan arah jarum
jam ke arah utara melewati Pulau Seram dan membentang ke arah barat hingga
pulau Buru. Di bagian timur wilayah Indonesia, terjadi pertemuan antara sumber
gempa dari barat dan jalur gempa Busur Banda dengan jalur gempa akibat
benturan atau pertemuan Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Zona-zona
subduksi utama wilayah Indonesia tersebut merupakan zona-zona sumber gempa
yang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kejadian gempa yang telah
lalu dan yang akan datang.
Fault atau sesar yang terdapat di lempeng tektonik dalam perkembangannya juga
mengalami pergerakan dan juga akan memberikan berkontribusi terhadap kejadian
gempa. Besarnya magnituda gempa yang terjadi akibat mekanisme pergerakan
fault ini bergantung pada luas bidang fault yang saling mengunci (asperity area)
dimana makin luas area asperity-nya maka kemungkinan akan kejadian gempanya
juga semakin besar. Mekanisme pergerakan fault ini bisa berupa srike-slip, reverse
dan normal.
3. MODEL SUMBER GEMPA BACKGROUND (GRIDDED SEISMICITY)
Model gridded (smoothed) seismicity digunakan untuk mengestimasi rate dari
kejadian gempa sedang yang akan datang di daerah fault dan gempa-gempa acak
di luar fault I Petersen et al., 2008). Model ini memprediksi bahwa kejadian gempa
yang lebih besar kemungkinan dapat terjadi di daerah sekitar gempa-gempa kecil
sampai sedang yang telah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, pada daerah yang
data fault-nya belum teridentifikasi dengan jelas, tetapi di daerah tersebut
mempunyai sejarah kegempaan, maka model ini sangat sesuai. Kejadian gempa
Jogja tahun 2006 dengan magnitude M=6.4 adalah salah satu conntoh dimana di

daerah tersebut sebelumnya belum jelas teridentifikasi fault-nya dan gempa historis
yang terjadi hanya gempa-gempa kecil.
Model gridded seismicity digunakan untuk sumber gempa background berdasarkan
pada laju gempa (seismicity rates) secara spatially smoothed (Frankel, 1995).
Seismicity rate dari model ini didapatkan dari perhitungan gempa di grid cell
dengan dimensi 0.1 longitude kali 0.1 latitude. Perhitungan ini menggambarkan
kemungkinan maksimum estimansi dari 10a (Weichert, 1980) untuk sel tersebut
untuk gempa di atas Mref. Nilai grid ni lalu dilakukan smoothed spatially dengan
mengalikan dengan fungsi Gaussian bersama-sama dengan corelation distance c.
Untuk tiap sel i, nilai smooth ni diperoleh dari
2
ij

n j e /c
ni=

2
ij

e /c

dimana nilai ni

dinormalisasi untuk mempertahankan jumlah total peristiwa, ij

adalah jarak antara sel ke i dan sel ke j. Penjumlahan diambil dalam seluruh j dalam
jarak 3c dari sel i. Rate tahunan (u>u0) terlampaui dari gerakan tanah u0 pada site
tertentu ditentukan dari jumlah, dalam keseluruhan jarak dan magnituda seperti
ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini.

ref
M l M
N
log k b
T

P(u>u0 Dk , M l )

10

( )
l

( u>u0 ) =
k

dimana, Nk merupakan total dari nilai n i untuk sel-sel didalam penjumlahan jarak
tertentu dari site. T adalah jumlah tahun yang merupakan jumlah tahun katalog
yang digunakan untuk menentukan Nk. Nilai parameter-b diambil seragam dalam

keseluruhan wilayah. P(u > u0|Dk,Ml) adalah probabilitas bahwa u pada site akan
terlampaui u0, untuk satu gempa pada jarak Dk, dengan magnituda Ml. Faktor
pertama dalam penjumlahan adalah rate tahunan dari gempa-gempa dalam bin
jarak k dan bin magnituda l.

4. HASIL PENGOLAHAN DATA


Pengolahan data dilakukan menggunakan data gempa tahun 1964-2006 yang
terjadi di Indonsia dan sekitarnya dan diperoleh peta model a-value yang
menunjukkan tingkat kerentanan pergerakan tanah di Indonesia dengan Corelation
Distance (CD) =25 km.

A-

Berdasarkan peta a-value tersebut terlihat adanya anomali yang menandakan


tingkat kerentanan wilayah tersebut dengan wilayah lain di sekitarnya. Anomali ini
dibagi menjadi 32 cluster yang kemudian berdasarkan data posisi dan magnitude
gempa yang ada pada tiap cluster tersebut dibuat grafik Magnitudo-Log N. Grafik ini
menghasilkan suatu persamaan garis lurus, yaitu

log y m=abx

dimana

ym

merupakan rata-rata laju tahunan gempa dengan magnitude yang

melebihi magnitude m. Parameter a dan b diperoleh dari hasil regresi database


seismisitas. A-value mengindikasikan laju keseluruhan dari gempa dalam suatu
wilayah, dan b-value menggambarkan kemungkinan kejadian gempa kecil dan
besar secara relatif. Adalah suatu hal yang jelas bahwa frekuensi gempa yang kecil
lebih sering terjadi dibanding gempa yang lebih besar, dan karenanya laju
terjadinya kembali gempa yang lebih kecil dapat dievaluasi bahkan dari data 15-20

tahun terakhir. Berbeda dengan itu, untuk gempa yang lebih besar harus
mempertimbangkan jangka waktu yang lebih lama, misalnya 100 tahun.
Kemudian dibuat juga peta probability of occurance sebagai berikut

Peta hasil overlay a-value dan Probability of Occurance :

Berdasarkan peta a-value tersebut terlihat adanya anomali yang menandakan


tingkat kerentanan wilayah tersebut dengan wilayah lain di sekitarnya. Anomali ini
dibagi menjadi 32 cluster yang kemudian berdasarkan data posisi dan magnitude
gempa yang ada pada tiap cluster tersebut dibuat grafik Magnitudo-Log N. Grafik ini
menghasilkan suatu persamaan garis lurus, yaitu

log y m=abx

dimana

ym

merupakan rata-rata laju tahunan gempa dengan magnitude yang

melebihi magnitude m. Parameter a dan b diperoleh dari hasil regresi database


seismisitas. A-value mengindikasikan laju keseluruhan dari gempa dalam suatu
wilayah, dan b-value menggambarkan kemungkinan kejadian gempa kecil dan
besar secara relatif. Adalah suatu hal yang jelas bahwa frekuensi gempa yang kecil
lebih sering terjadi dibanding gempa yang lebih besar, dan karenanya laju
terjadinya kembali gempa yang lebih kecil dapat dievaluasi bahkan dari data 15-20
tahun terakhir. Berbeda dengan itu, untuk gempa yang lebih besar harus
mempertimbangkan jangka waktu yang lebih lama, misalnya 100 tahun.

A-

Cluster 2
f(x) = - 1.47x + 8.64

Cluster 1
f(x) = - 0.96x + 6.1

Cluster 4
f(x) = - 1x + 6.49

Cluster 3
f(x) = - 1.19x + 7.84

Cluster 6
f(x) = - 0.81x + 5.28

Cluster 5
f(x) = - 1.05x + 7.01

Cluster 8
f(x) = - 1.18x + 7.53

Cluster 7
f(x) = - 0.94x + 6.63

Cluster 10
f(x) = - 0.81x + 4.99

Cluster 9
f(x) = - 1.16x + 7.62

Cluster 12
f(x) = - 1.05x + 6.69

Cluster 11
f(x) = - 0.83x + 5.28

Cluster 14
f(x) = - 0.79x + 5.06

Cluster 13
f(x) = - 0.94x + 6.24

Cluster 16
f(x) = - 1.32x + 8.61

Cluster 15
f(x) = - 0.96x + 6.32

Cluster 17
f(x) = - 1.02x + 6.35

Cluster 18
f(x) = - 0.94x + 6.07

Cluster 20
f(x) = - 1.1x + 6.95

Cluster 19
f(x) = - 1.21x + 7.74

Cluster 22
f(x) = - 1.28x + 7.42

Cluster 21
f(x) = - 0.83x + 5.08

Cluster 24
f(x) = - 0.76x + 4.8

Cluster 23

f(x) = - 0.52x + 3.34

Cluster 26
f(x) = - 1.13x + 7.83

Cluster 25
f(x) = - 1.04x + 6.48

Cluster 28
f(x) = - 1.32x + 8.61

Cluster 27
f(x) = - 0.98x + 6.39

Cluster 30
f(x) = - 1.04x + 6.13

Cluster 29
f(x) = - 0.75x + 5

Cluster 32
f(x) = - 1.16x + 7.1

Cluster 31
f(x) = - 1.02x + 6.84

5. ANALISIS DAN KESIMPULAN


Clustering yang dilakukan terhadap peta a-value menunjukkan tingkat kerentanan
pergerakan tanah tiap wilayah Indonesia yang berbeda-beda. A-value merupakan
parameter tektonik yang menunjukkan aktivitas seismik yang ditetentukan oleh

banyaknya event yang bergantung pada penentuan luas daerah dan periode
pengamatan. Parameter a-value bergantung pada periode pengamatan, luas daerah
pengamatan, serta tingkat aktivitas

aktivitas seismik suatu wilayah. B-value

merupakan parameter tektonik yang menunjukkan jumlah relative dari getaran


yang kecil hingga besar. Hal ini menunjukkan sifat medium seismik dengan
mengacu beberapa hal seperti stress atau

kondisi material di wilayah lokal.

Perbedaan parameter b-value pada tiap cluster menunjukkan perbedaan tingkat


stress pada tiap cluster.
Semua nilai b-value yang diperoleh dari tiap cluster bervariasi dari 0.5 sampai 1.5.
Nilai b-value paling tinggi terdapat pada cluster 2, sementara nilai b-value paling
rendah terdapat pada cluster 23. Nilai b-value yang tinggi pada cluster 2 yang
berada di Laut Andaman mengindikasikan bahwa kemunculan gempa kecil yang
lebih banyak secara relatif dibandingkan dengan gempa besar sedangkan nilai bvalue

yang

rendah

pada

cluster

32

yang

berada

di

Sulawesi

tengah

mengindikasikan kemunculan gempa besar yang lebih banyak dibandingkan gempa


kecil.
Tingginya frekuensi kemunculan gempa besar relative terhadap gempa kecil yang
terjadi di Sulawesi tengah kemungkinan berasosiasi dengan keberadaan Megathrust
di utara Sulawesi dengan Mw 8.2. Megathrust ini mengakibatkan sering terjadinya
gempa besar dengan kerentanan tanah yang rendah.

Daftar Pustaka :
Irsyam, M., Sengara W., Aldiamar F., Widiyantoro S., Triyoso W., Natawidjaja D. H.,
Kertapi E.K., Meilano I., Suhardjono., Asrurifak M., Ridwan M., (2010),
Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Departemen
Pekerjaan Umum, Bandung, 01 Juli 2010
Jafari, M. A., (2008), The Distibution of B-Value in Different Seismic Provinces of Iran,
The 14th World Conference on Earthquake Engineering, Beijing, 12-17 Oktober
2008
Kulhanek, O., (2005) Seminar on b-value, Departement of Geophysics, Charles
University, 10-19 Desember 2005

Rahmat, P., Kiyono J., Ono., Y., Parajuli H. R., (2012) Seismic Hazard Analysis for
Indonesia, Journal of Natural Disaster Science, v. 33,n. 2 p. 57-70

Anda mungkin juga menyukai