Anda di halaman 1dari 23

A.

1.

KONSEP DASAR PENYAKIT ANEMIA DEFISIENSI BESI

DEFINISI

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)
berkurang. Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk
patofisiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis
banding, penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam
pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12
dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin
dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi
dan hormone tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan
tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu
mengangkut oksigen sebagaimana mestinya, (Bakta, I.M ., 2007).
Anemia Karena Kekurangan Zat Besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah
merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada
dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Beberapa zat gizi
diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat
besi, vitamin B12 dan asam folat; tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil
vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormon, terutama
eritropoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah).
Tanpa zat gizi dan hormon tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan
lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak
mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya. Penyakit kronik juga bisa
menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah merah. Asupan normal zat
besi biasanya tidak dapat menggantikan kehilangan zat besi karena perdarahan
kronik dan tubuh hanya memiliki sejumlah kecil cadangan zat besi. Sebagai
akibatnya, kehilangan zat besi harus digantikan dengan tambahan zat besi. Janin
yang sedang berkembang menggunakan zat besi, karena itu wanita hamil juga
memerlukan tambahan zat besi. Makanan rata-rata mengandung sekitar 6 mgram
zat besi setiap 1.000 kalori, sehingga rata-rata orang mengkonsumsi zat besi sekitar
10-12 mgram/hari.
Sumber yang paling baik adalah daging yaitu serat sayuran, fosfat, kulit padi
(bekatul) dan antasid mengurangi penyerapan zat besi dengan cara mengikatnya.
Vitamin C merupakan satu-satunya unsur makanan yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi. Tubuh menyerap sekitar 1-2 mgram zat besi dari makanan
setiap harinya, yang secara kasar sama degnan jumlah zat besi yang dibuang dari
tubuh setiap harinya.
Tabel 1. Zat Besi Dalam Bahan Makanan

No.
Bahan Makanan
Zat Besi (mg/100 g)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Hati
Dafing Sapi
Ikan
Telur Ayam
Kacang-kacangan
Tepung Gandung
Sayuran Hijau Daun
Umbi-umbian
Buah-buahan
Beras
Susu Sapi
6,0 sampai 14,0
2,0 sampai 4,3
0,5 sampai 1,0
2,0 sampai 3,0
1,9 sampai 14,0

1,5 sampai 7,0


0,4 sampai 18,0
0,3 sampai 2,0
0,2 Sampai 4,0
0,5 sampai 0,8
0,1 sampai 0,4
Sumber : Davidson, dkk, 2000 dalam Husaini, 2002
Zat gizi yang telah dikenal luas dan sangat berperanan dalam meningkatkan
absorpsi zat besi adalah vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi
nonhem sampai empat kali lipat. Vitamin C dengan zat besi mempunyai senyawa
ascorbat besi kompleks yang larut dan mudah diabsorpsi, karena itu sayur-sayuran
segar dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C baik dimakan untuk
mencegah anemia .Selain faktor yang meningkatkan absorpsi zat besi seperti yang
telah disebutkan, ada pula faktor yang menghambat absorpsi zat besi. Faktor-faktor
yang menghambat itu adalah tannin dalam the, phosvitin dalam kuning telur,
protein kedelai, phytat, fosfat, kalsium, dan serat dalam bahan makanan (Monsen
and Cook dalam Husaini, 1989). Zat-zat gizi ini dengan zat besi membentuk
senyawa yang tak larut dalam air, sehingga lebih sulit diabsorpsi. Seseorang yang
banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan
lauk-pauk, akan dapat menjadi anemia walaupun zat besi yang dikonsumsi dari
makanan sehari-hari cukup banyak. Kecukupan konsumsi zat besi Nasional yang
dianjurkan untuk anak balita berumur 1-3 tahun adalah 8 mg, sedangkan untuk
anak balita berumur 4-6 tahun adalah 9 mg (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi,
2003).

2.

EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita
ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui.
Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein,
vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada
anak balita sekitar 30 - 40%, pada anak sekolah 25 - 35% sedangkan hasil SKRT
1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang
merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan
daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga
menurunkan prestasi belajar di sekolah.
3.

ETIOLOGI

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.Kehilangan besi
sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :

a.
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b.

Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia

c.

Saluran kemih : hematuria

d.

Saluran napas : hemoptoe.

Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas
besi (bioavaibilitas) besi --yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin
C, dan rendah daging.Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak
dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.Gangguan absorpsi besi : gastrektomi,
tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang
dijumpai di klinik hamper identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau
peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan
paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal,di negara tropik paling
sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering
karena menormetrorhagia.

4.

PATOFISIOLOGI

Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan
Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun,
tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia
hipokromik mikrositik. Tubuh mendaur ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah
mati, zat besi di dalamnya dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan
kembali oleh sel darah merah yang baru.Tubuh kehilangan sejumlah besar zat besi
hanya ketika sel darah merah hilang karena perdarahan dan menyebabkan
kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi merupakan salah satu penyebab
terbanyak dari anemia dan satu-satunya penyebab kekurangan zat besi pada
dewasa adalah perdarahan. Makanan yang mengandung sedikit zat besi bisa
menyebabkan kekurangan pada bayi dan anak kecil, yang memerlukan lebih
banyak zat besi untuk pertumbuhannya. Pada pria dan wanit pasca menopause,
kekurangan zat besi biasanya menunjukkan adanya perdarahan pada saluran
pencernaan. Pada wanita pre-menopause, kekurangn zat besi bisa disebabkan oleh
perdarahan menstruasi bulanan.
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang
disebut terakhir, masalahnya dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel
darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping
proses ini, bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang
terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya. Hemoglobin akan terdisfusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin
(hemoglobinuria).
Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke jaringan menurun.
Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan,
mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hiposekmia, termasuk kegelisahan,
disforesis (keringat dingin), takikardia, napas pendek, dan brkembang cepat
menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Namun, berkurangnya massa SDM dalam waktu
beberapa bulan (bahkan pengurangan sebanyak 50 %) memungkinkan mekanisme
kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya asimptomatik, kecuali
pada kerja fisik berat. Tubuh beradaptasi dengan meningkatkan curah jantung dan
pernapasan, oleh karena itu meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh
SDM, meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, mengembangkan volume
plasme dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan redistribusi aliran darah
ke organ-organ vital.
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya
hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organorgan vital. Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan
kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang
meningkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orang tua dengan stenosis
koroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium.

5.

PATOGENESIS

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat


besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted
state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit,
tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient
erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut
iron deficiency anemia.
6.

GEJALA KLINIS

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan
gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada
anemia jenis lain, seperti :
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang

Glositis : iritasi lidah


Keilosis : bibir pecah-pecah
Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.1
--Dampak AGB :
1.

Anak-anak :

a.

Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.

b.

Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.

c.
Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh
menurun.
2.

Wanita :

a.

Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.

b.

Menurunkan produktivitas kerja.

c.

Menurunkan kebugaran.

3.

Remaja putri :

a.

Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.

b.

Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.

c.

Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.

d.

Mengakibatkan muka pucat.

4.

Ibu hamil :

a.

Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.

b.
Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR
(<2,5 kg).
c.
Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau
bayinya.

7.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah sebagai berikut:

1.
Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia mikrositer
hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan sampai berat. RDW
meningkat yang menunjukan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah mengalami
perubahan sebelun kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukkan anemia
mikrositer hipokromik, anisositosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit
normal, retikulosit rendah.
2.
Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, total iron binding capacity
(TIBC) menigkat lebih dari 350 mg/dl dan saturasi transferin kurang dari 15%.
3.
Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai
dengan 60 Ug/dl.
4.

Protoporfirin eritrosit meningkat (lebih dari 100 Ug/dl)

5.
Sumsum tulang. Menunjukkan hiperflasia normoblastik dengan normoblast
kecil-kecil dominan.
Pemeriksaan Diagnostik :
1)

Anamnesis : Sindrom anemia.

2)

Pemeriksaan fisik : Gejala anemia dan penyakit dasar.

3)

Pemeriksaan laboratorium :

a)
Tes penyaring (screening test) : Kadar Hb, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC),
hapusan darah tepi.
b)

Pemeriksaan rutin : LED, hitung retikulosit.

c)

Pemeriksaan sumsum tulang.

d)
Pemeriksaan atas indikasi khusus : Besi serum, TIBC, serum ferritin, asam
folat, vitamin B12, tes coomb, elektroforesis Hb, pemeriksaan sitokimia, tes faal
hemotasis.
4)

Pemeriksaan laboratorium non hematologik :

a)

Faal ginjal.

b)

Faal hati.

c)

Faal endokrin.

5)

Pemeriksaan penunjang :

a)

Biopsi kelenjar getah bening.

b)

Radiologi.

8.

DIAGNOSIS

Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan


fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik
untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis
anemia defisiensi besi sebagai berikut :
Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber erdarahan.
Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.
Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.

Diagnosis banding :
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya,
seperti :
Thalasemia (khususnya thallasemia minor) : Hb A2 meningkat, Feritin serum
dan timbunan Fe tidak turun.
Anemia karena infeksi menahun : Biasanya anemia normokromik normositik.
Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik. Feritin serum dan timbunan Fe
tidak turun.
-

Keracunan timah hitam (Pb) : terdapat gejala lain keracunan P.

Anemia sideroblastik : terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum


tulang.

9.

PENATALAKSANAAN

Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap
anemia difesiensi besi dapat berupa :
Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
-

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh;

Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman.preparat yang tersedia, yaitu:
Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan
efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.

Besi parenteral : Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal.
Indikasi, yaitu :
Intoleransi oral berat, kepatuhan berobat kurang, kolitis ulserativa, perlu
peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).

Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan :


Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis
diberikan antelmintik yang sesuai.
Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi
(ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai
2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti
perdarahan karena diverticulum Meckel.
Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi
tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacangkacangan).

B.

Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian adalah hal yang paling penting dilakukan oleh perawat untuk mengenal
masalah pasien agar dapat menjadi pedoman dalam melakukan tindakan
keperawatan. Pada pengkajian pasien anemia didapatkan data sebagai berikut:
a) Data subjektif, yaitu pasien mengatakan letih, lemah, lesu, cepat lelah,
jantungnya berdebar-debar, tidak nafsu makan, mual, muntah, diare, aktivitasnya
terganggu, pusing, sakit kepala, sulit tidur, menstruasi tidak normal, dadanya terasa
sakit, matanya berkunang, sesak nafas, nafsu seks berkurang, sulit BAB, BAB
berdarah, muntah darah, berat badan menurun, tidak memahami tentang
penyakitnya.
b). Data objektif, yaitu takikardi, dispne, ortopnu, rambut dan kulit kering,
kardiomegali, hepatomegali, edema perifer, penurunan berat badan, glositis,
hilangnya libido, perubahan aliran menstruasi, melena, hematemesis, diare,
konstipasi, konjungtiva pucat, bibir kering.
Pengkajian pasien dengan anemia defisiensi besi (Doenges, 1999) meliputi :

1) Aktivitas / stirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan
semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur
dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae : dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan
penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat ,angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit dan membrane
mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit
hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). pucat (aplastik) atau kuning
lemon terang. Sklera : biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah
patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia). Rambut : kering, mudah putus,
menipis,tumbuh uban secara premature.
3) Integritas

ego

Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya


penolakan transfuse darah.
Tanda :depresi.
4) Eliminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi. Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah
puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, dan sebagainya.
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak

kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis,


misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah.
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi.Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik).
Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia,
penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala :nyeri abdomen samara : sakit kepala
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea,ortopnea dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan
pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi
kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya.
Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering
infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie
dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore. Hilang
libido (pria dan wanita), Impoten.
Tanda :
2.

serviks dan dinding vagina pucat.

Diagnosa keperawatan (Doenges, 1999) :

a)
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen atau nutrien ke sel ditandai
dengan palpitasi, angina, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku&rambut
rapuh, ekstremitas dingin, penurunan haluaran urine, perubahan TD, pengisian
kapiler lambat.
b)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau
absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal ditandai dengan
penurunan berat badan/berat badan dibawah normal untuk usia, tinggi, dan bangun

badan, penurunan lipatan kulit trisep, perubahan gusi dan membrane mukosa
mulut, penurunan toleransi aktivitas, kelemahan dan kehilangan tonus otot .
c)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dari kebutuhan ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh
penurunan toleransi aktivitas/latihan, lebih banyak memerlukan istirahat/tidur,
palpitasi, takikardia, peningkatan TD.
d)
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko meliputi
perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi .
e)
Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat ditandai dengan
perunahan frekuensi, karakteristik dan jumlah feses, mual/muntah, penurunan
nafsu makan, laporan adanya nyeri abdomen tiba-tiba, dan gangguan bising usus..
f)
Resiko tinggi terhadap infeksi dengan faktor resiko pertahanan primer tidak
adekuat (misal. kerusakan kulit, statis cairan tubuh; prosedur invasif, penyakit
kronis, malnutrisi) dan pertahanan sekunder tidak adekuat ( misal. Penurunan HB,
atau penurunan granulosit)
g)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, pertanyaan salah konsepsi, tidak
akurat mengikutu instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri atas dua tahap yaitu prioritas diagnosa dan
rencana keperawatan. Perencanaan perawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien. Perencanaan ditulis sesuai dengan prioritas diagnosa yang ada.
a. Dx 1 : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam anak
menunjukkan perfusi yang adekuat
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital stabil
Membran mukosa berwarna merah muda
Pengisian kapiler
Haluaran urine adekuat

Intervensi :

No
Intervensi
Rasional
1.
Ukur tanda-tanda vital, observasi pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa,
dasar kuku.

memberikan informasi tentang keadekuatan perfusi jaringan dan membantu


kebutuhan intervensi.
2.
Auskultasi bunyi napas.

dispnea, gemericik menunjukkan CHF karena regangan jantung lama/peningkatan


kopensasi curah jantung.
3
Observasi keluhan nyeri dada, palpitasi
Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial resiko infark.
4
Evaluasi respon verbal melambat, agitasi, gangguan memori, bingung
dapat mengindikasikan gangguan perfusi serebral karena hipoksia
5
Evaluasi keluhan dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh supaya tetap
hangat.

vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.

Kolaborasi
No
Intervensi
Rasional
1.

Observasi hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap

mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons terhadap terapi.

2.
Berikan transfusi darah lengkap/packed sesuai indikasi

meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk


mengurangi resiko perdarahan
3.
Berikan oksigen sesuai indikasi
memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan

b. Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi
nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (SDM) normal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak mampu
mempertahankan berat badan yang stabil
Kriteria hasil :
Asupan nutrisi adekuat
Berat badan normal
Nilai laboratorium dalam batas normal :
Albumin : 4 5,8 g/dL
Hb : 11 16 g/dL
Ht : 31 43 %
Trombosit : 150.000 400.000 L
Eritrosit : 3,8 5,5 x 1012

Intervensi :
No.
Intervensi

Rasional
1.
Observasi dan catat masukan makanan anak
mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
2.
Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering
makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan asupan nutrisi
3.
Observasi mual / muntah, flatus
gajala GI menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
4.
Bantu anak melakukan oral higiene, gunakan sikat gigi yang halus dan lakukan
penyikatan yang lembut
meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan
bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut diperlukan
bila jaringan rapuh/luak/perdarahan

Kolaborasi
No.
Intervensi
Rasional
1.
Observasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, Trombosit, Albumin
mengetahui efektivitas program pengobatan, mengetahui sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan
2.
Berikan diet halus rendah serat, hindari makanan pedas atau terlalu asam sesuai
indikasi
bila ada lesi oral, nyeri membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi anak
3.
Berikan suplemen nutrisi mis : ensure, Isocal

meningkatkan masukan protein dan kalori.

c. Dx.3 : Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak melaporkan
peningkatan toleransi aktivitas.
Kriteria hasil :
Tanda tanda vital dalam batas normal
Anak bermain dan istirahat dengan tenang
Anak melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
Anak tidak menunjukkan tanda tanda keletihan
Intervensi :
No.
Intervensi
Rasional
1.
Ukur tanda tanda vital setiap 8 jam

manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan
2.
Observasi adanya tanda tanda keletihan ( takikardia, palpitasi, dispnea, pusing,
kunang kunang, lemas, postur loyo, gerakan lambat dan tegang
membantu menetukan intervensi yang tepat
3.
Bantu anak dalam aktivitas diluar batas toleransi anak
mencegah kelelahan
4.
Berikan aktivitas bermain pengalihan sesuai toleransi anak
meningkatkan istirahat, mencegah kebosanan dan menarik diri

d. Dx.4 : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan


resiko kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Kriteria hasil : - mengidentifikasi factor
risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local,
eritema, ekskoriasi.

Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat
menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.

2.
Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak
atau ditempat tidur.

Meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/ mempengarhi


hipoksia seluler.

3
Bantu untuk latihan rentang gerak.

Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.

e. Dx. 5 : Konstipasi berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan


proses pencernaan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak menunjukan
perubahan pola defekasi yang normal.
Kriteria hasil :
Frekuensi defekasi 1x setiap hari
Konsistensi feces lembek, tidak ada lender / darah

Bising usus dalam batas normal


Intervensi :

No
Intervensi
Rasional
1.
Observasi warna feces, konsistensi, frekuensi dan jumlah
membantu mengidentifikasi penyebab / factor pemberat dan intervensi yang tepat
2.
Auskultasi bunyi usus

bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
3.
Hindari makanan yang menghasilkan gas
menurunkan distensi abdomen

Kolaborasi
No.
Intervensi
Rasional
1.
Berikan diet tinggi serat
serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang
traktus intestinal
2.
Berikan pelembek feces, stimulant ringan, laksatif sesuai indikasi
mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi
3.

Berikan obat antidiare mis : difenoxilat hidroklorida dengan atropine (lomotil) dan
obat pengabsorpsi air mis Metamucil.

menurunkan motilitas usus bila diare terjadi

f. Dx.6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Tanda tanda vital dalam batas normal
Leukosit dalam batas normal
Keluarga menunjukkan perilaku pencegahan infeksi pada anak

Intervensi
No.
Interverensi
Rasional
1.
Ukur tanda tanda vital setiap 8 jam.

demam mengindikasikan terjadinya infeksi


2.
Tempatkan anak di ruang isolasi bila memungkinkan dan beri tahu keluarga supaya
menggunakan masker saat berkunjung
mengurangi resiko penularan mikroorganisme kepada anak.
3.
Pertahankan teknik aseptik pada setiap prosedur perawatan
mencegah infeksi nosokomial

Kolaborasi
No.

Intervensi
Rasional
1.
Observasi hasil pemeriksaan leukosit
lekositosis mengidentifikasikan terjadinya infeksi dan leukositopenia
mengidentifikasikan penurunan daya tahan tubuh dan beresiko untuk terjadi infeksi

g. Dx.7 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan dan


tidak familiar dengan sumber informasi serta kurangnya informasi tentang
perawatan dan pengobatan penyakitnya.
Tujuan : Setelah di berikan tindakan keperawatan 2x30 menit di harapkan pasien
tahu dan mengerti dan tahu tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria Hasil :
. Pasien dan keluarga mampu mengungkapkan tentang perawatan dan pengobatan
penyakit pasien.
. Pasien dan keluarga pasien tidak bertanya lagi tentang keadaan pasien.
. Keluarga ikut terlibat terhadap kesembuhan pasien.

Intervensi :
No.
Intervensi
Rasional
1.
Beri penjelasan kepada pasien/keluarga pasien tentang kondisi dan pelaksanaan
keperawatan yang di lakukan
Diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga pasien akan bertambah
2.
Libatkan kelurga dalam pengambilan keputusan dan perencanaan

Memungkinkan keluarga pasien menjadi bagian integral dari program yang di


jalankan.
3.

Tekankan pentingnya rencana rehabilitasi , aktifitas , istirahat terhadap kesembuhan


pasien.
Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan

4. Implementasi Keperawatan
Sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana
keperawatan. Tujuan evaluasi adalah menentukan kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan, menilai efektivitas rencana keperawatan
atau strategi asuhan keperawatan.
Dalam proses keperawatan berdasarkan permasalahan yang muncul maka hal-hal
yang diharapkan pada evaluasi adalah sebagai berikut :
1) Menunjukkan perfusi adekuat.
2) Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.
3) Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai
laboratorium normal.
4) Mempertahankan integritas kulit.
5) Mengembalikan pola normal dari fungsi usus.
6) Infeksi tidak terjadi.
7) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit, prosedur diagnostik, dan
rencana pengobatan.

----DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.


Corwin, Elizabeth J. (2001). Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta :
EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
(Edisi Kedelapan). Volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai