Anemia
Anemia
1.
DEFINISI
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)
berkurang. Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk
patofisiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis
banding, penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam
pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12
dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin
dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi
dan hormone tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan
tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu
mengangkut oksigen sebagaimana mestinya, (Bakta, I.M ., 2007).
Anemia Karena Kekurangan Zat Besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah
merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada
dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Beberapa zat gizi
diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat
besi, vitamin B12 dan asam folat; tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil
vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormon, terutama
eritropoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah).
Tanpa zat gizi dan hormon tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan
lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak
mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya. Penyakit kronik juga bisa
menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah merah. Asupan normal zat
besi biasanya tidak dapat menggantikan kehilangan zat besi karena perdarahan
kronik dan tubuh hanya memiliki sejumlah kecil cadangan zat besi. Sebagai
akibatnya, kehilangan zat besi harus digantikan dengan tambahan zat besi. Janin
yang sedang berkembang menggunakan zat besi, karena itu wanita hamil juga
memerlukan tambahan zat besi. Makanan rata-rata mengandung sekitar 6 mgram
zat besi setiap 1.000 kalori, sehingga rata-rata orang mengkonsumsi zat besi sekitar
10-12 mgram/hari.
Sumber yang paling baik adalah daging yaitu serat sayuran, fosfat, kulit padi
(bekatul) dan antasid mengurangi penyerapan zat besi dengan cara mengikatnya.
Vitamin C merupakan satu-satunya unsur makanan yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi. Tubuh menyerap sekitar 1-2 mgram zat besi dari makanan
setiap harinya, yang secara kasar sama degnan jumlah zat besi yang dibuang dari
tubuh setiap harinya.
Tabel 1. Zat Besi Dalam Bahan Makanan
No.
Bahan Makanan
Zat Besi (mg/100 g)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Hati
Dafing Sapi
Ikan
Telur Ayam
Kacang-kacangan
Tepung Gandung
Sayuran Hijau Daun
Umbi-umbian
Buah-buahan
Beras
Susu Sapi
6,0 sampai 14,0
2,0 sampai 4,3
0,5 sampai 1,0
2,0 sampai 3,0
1,9 sampai 14,0
2.
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita
ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui.
Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein,
vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada
anak balita sekitar 30 - 40%, pada anak sekolah 25 - 35% sedangkan hasil SKRT
1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang
merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan
daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga
menurunkan prestasi belajar di sekolah.
3.
ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.Kehilangan besi
sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
a.
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b.
c.
d.
Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas
besi (bioavaibilitas) besi --yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin
C, dan rendah daging.Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak
dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.Gangguan absorpsi besi : gastrektomi,
tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang
dijumpai di klinik hamper identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau
peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan
paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal,di negara tropik paling
sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering
karena menormetrorhagia.
4.
PATOFISIOLOGI
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan
Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun,
tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia
hipokromik mikrositik. Tubuh mendaur ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah
mati, zat besi di dalamnya dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan
kembali oleh sel darah merah yang baru.Tubuh kehilangan sejumlah besar zat besi
hanya ketika sel darah merah hilang karena perdarahan dan menyebabkan
kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi merupakan salah satu penyebab
terbanyak dari anemia dan satu-satunya penyebab kekurangan zat besi pada
dewasa adalah perdarahan. Makanan yang mengandung sedikit zat besi bisa
menyebabkan kekurangan pada bayi dan anak kecil, yang memerlukan lebih
banyak zat besi untuk pertumbuhannya. Pada pria dan wanit pasca menopause,
kekurangan zat besi biasanya menunjukkan adanya perdarahan pada saluran
pencernaan. Pada wanita pre-menopause, kekurangn zat besi bisa disebabkan oleh
perdarahan menstruasi bulanan.
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang
disebut terakhir, masalahnya dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel
darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping
proses ini, bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang
terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya. Hemoglobin akan terdisfusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin
(hemoglobinuria).
Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke jaringan menurun.
Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan,
mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hiposekmia, termasuk kegelisahan,
disforesis (keringat dingin), takikardia, napas pendek, dan brkembang cepat
menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Namun, berkurangnya massa SDM dalam waktu
beberapa bulan (bahkan pengurangan sebanyak 50 %) memungkinkan mekanisme
kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya asimptomatik, kecuali
pada kerja fisik berat. Tubuh beradaptasi dengan meningkatkan curah jantung dan
pernapasan, oleh karena itu meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh
SDM, meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, mengembangkan volume
plasme dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan redistribusi aliran darah
ke organ-organ vital.
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya
hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organorgan vital. Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan
kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang
meningkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orang tua dengan stenosis
koroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium.
5.
PATOGENESIS
GEJALA KLINIS
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan
gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada
anemia jenis lain, seperti :
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
Anak-anak :
a.
b.
c.
Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh
menurun.
2.
Wanita :
a.
b.
c.
Menurunkan kebugaran.
3.
Remaja putri :
a.
b.
c.
d.
4.
Ibu hamil :
a.
b.
Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR
(<2,5 kg).
c.
Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau
bayinya.
7.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah sebagai berikut:
1.
Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia mikrositer
hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan sampai berat. RDW
meningkat yang menunjukan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah mengalami
perubahan sebelun kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukkan anemia
mikrositer hipokromik, anisositosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit
normal, retikulosit rendah.
2.
Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, total iron binding capacity
(TIBC) menigkat lebih dari 350 mg/dl dan saturasi transferin kurang dari 15%.
3.
Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai
dengan 60 Ug/dl.
4.
5.
Sumsum tulang. Menunjukkan hiperflasia normoblastik dengan normoblast
kecil-kecil dominan.
Pemeriksaan Diagnostik :
1)
2)
3)
Pemeriksaan laboratorium :
a)
Tes penyaring (screening test) : Kadar Hb, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC),
hapusan darah tepi.
b)
c)
d)
Pemeriksaan atas indikasi khusus : Besi serum, TIBC, serum ferritin, asam
folat, vitamin B12, tes coomb, elektroforesis Hb, pemeriksaan sitokimia, tes faal
hemotasis.
4)
a)
Faal ginjal.
b)
Faal hati.
c)
Faal endokrin.
5)
Pemeriksaan penunjang :
a)
b)
Radiologi.
8.
DIAGNOSIS
Diagnosis banding :
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya,
seperti :
Thalasemia (khususnya thallasemia minor) : Hb A2 meningkat, Feritin serum
dan timbunan Fe tidak turun.
Anemia karena infeksi menahun : Biasanya anemia normokromik normositik.
Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik. Feritin serum dan timbunan Fe
tidak turun.
-
9.
PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap
anemia difesiensi besi dapat berupa :
Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
-
Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman.preparat yang tersedia, yaitu:
Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan
efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
Besi parenteral : Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal.
Indikasi, yaitu :
Intoleransi oral berat, kepatuhan berobat kurang, kolitis ulserativa, perlu
peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
B.
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian adalah hal yang paling penting dilakukan oleh perawat untuk mengenal
masalah pasien agar dapat menjadi pedoman dalam melakukan tindakan
keperawatan. Pada pengkajian pasien anemia didapatkan data sebagai berikut:
a) Data subjektif, yaitu pasien mengatakan letih, lemah, lesu, cepat lelah,
jantungnya berdebar-debar, tidak nafsu makan, mual, muntah, diare, aktivitasnya
terganggu, pusing, sakit kepala, sulit tidur, menstruasi tidak normal, dadanya terasa
sakit, matanya berkunang, sesak nafas, nafsu seks berkurang, sulit BAB, BAB
berdarah, muntah darah, berat badan menurun, tidak memahami tentang
penyakitnya.
b). Data objektif, yaitu takikardi, dispne, ortopnu, rambut dan kulit kering,
kardiomegali, hepatomegali, edema perifer, penurunan berat badan, glositis,
hilangnya libido, perubahan aliran menstruasi, melena, hematemesis, diare,
konstipasi, konjungtiva pucat, bibir kering.
Pengkajian pasien dengan anemia defisiensi besi (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / stirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan
semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur
dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae : dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan
penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat ,angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit dan membrane
mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit
hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). pucat (aplastik) atau kuning
lemon terang. Sklera : biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah
patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia). Rambut : kering, mudah putus,
menipis,tumbuh uban secara premature.
3) Integritas
ego
a)
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen atau nutrien ke sel ditandai
dengan palpitasi, angina, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku&rambut
rapuh, ekstremitas dingin, penurunan haluaran urine, perubahan TD, pengisian
kapiler lambat.
b)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau
absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal ditandai dengan
penurunan berat badan/berat badan dibawah normal untuk usia, tinggi, dan bangun
badan, penurunan lipatan kulit trisep, perubahan gusi dan membrane mukosa
mulut, penurunan toleransi aktivitas, kelemahan dan kehilangan tonus otot .
c)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dari kebutuhan ditandai dengan kelemahan dan kelelahan, mengeluh
penurunan toleransi aktivitas/latihan, lebih banyak memerlukan istirahat/tidur,
palpitasi, takikardia, peningkatan TD.
d)
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko meliputi
perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi .
e)
Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat ditandai dengan
perunahan frekuensi, karakteristik dan jumlah feses, mual/muntah, penurunan
nafsu makan, laporan adanya nyeri abdomen tiba-tiba, dan gangguan bising usus..
f)
Resiko tinggi terhadap infeksi dengan faktor resiko pertahanan primer tidak
adekuat (misal. kerusakan kulit, statis cairan tubuh; prosedur invasif, penyakit
kronis, malnutrisi) dan pertahanan sekunder tidak adekuat ( misal. Penurunan HB,
atau penurunan granulosit)
g)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, pertanyaan salah konsepsi, tidak
akurat mengikutu instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri atas dua tahap yaitu prioritas diagnosa dan
rencana keperawatan. Perencanaan perawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien. Perencanaan ditulis sesuai dengan prioritas diagnosa yang ada.
a. Dx 1 : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam anak
menunjukkan perfusi yang adekuat
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital stabil
Membran mukosa berwarna merah muda
Pengisian kapiler
Haluaran urine adekuat
Intervensi :
No
Intervensi
Rasional
1.
Ukur tanda-tanda vital, observasi pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa,
dasar kuku.
Kolaborasi
No
Intervensi
Rasional
1.
2.
Berikan transfusi darah lengkap/packed sesuai indikasi
Intervensi :
No.
Intervensi
Rasional
1.
Observasi dan catat masukan makanan anak
mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
2.
Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering
makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan asupan nutrisi
3.
Observasi mual / muntah, flatus
gajala GI menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
4.
Bantu anak melakukan oral higiene, gunakan sikat gigi yang halus dan lakukan
penyikatan yang lembut
meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan
bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut diperlukan
bila jaringan rapuh/luak/perdarahan
Kolaborasi
No.
Intervensi
Rasional
1.
Observasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, Trombosit, Albumin
mengetahui efektivitas program pengobatan, mengetahui sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan
2.
Berikan diet halus rendah serat, hindari makanan pedas atau terlalu asam sesuai
indikasi
bila ada lesi oral, nyeri membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi anak
3.
Berikan suplemen nutrisi mis : ensure, Isocal
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan
2.
Observasi adanya tanda tanda keletihan ( takikardia, palpitasi, dispnea, pusing,
kunang kunang, lemas, postur loyo, gerakan lambat dan tegang
membantu menetukan intervensi yang tepat
3.
Bantu anak dalam aktivitas diluar batas toleransi anak
mencegah kelelahan
4.
Berikan aktivitas bermain pengalihan sesuai toleransi anak
meningkatkan istirahat, mencegah kebosanan dan menarik diri
Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat
menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2.
Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak
atau ditempat tidur.
3
Bantu untuk latihan rentang gerak.
No
Intervensi
Rasional
1.
Observasi warna feces, konsistensi, frekuensi dan jumlah
membantu mengidentifikasi penyebab / factor pemberat dan intervensi yang tepat
2.
Auskultasi bunyi usus
bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
3.
Hindari makanan yang menghasilkan gas
menurunkan distensi abdomen
Kolaborasi
No.
Intervensi
Rasional
1.
Berikan diet tinggi serat
serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang
traktus intestinal
2.
Berikan pelembek feces, stimulant ringan, laksatif sesuai indikasi
mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi
3.
Berikan obat antidiare mis : difenoxilat hidroklorida dengan atropine (lomotil) dan
obat pengabsorpsi air mis Metamucil.
f. Dx.6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Tanda tanda vital dalam batas normal
Leukosit dalam batas normal
Keluarga menunjukkan perilaku pencegahan infeksi pada anak
Intervensi
No.
Interverensi
Rasional
1.
Ukur tanda tanda vital setiap 8 jam.
Kolaborasi
No.
Intervensi
Rasional
1.
Observasi hasil pemeriksaan leukosit
lekositosis mengidentifikasikan terjadinya infeksi dan leukositopenia
mengidentifikasikan penurunan daya tahan tubuh dan beresiko untuk terjadi infeksi
Intervensi :
No.
Intervensi
Rasional
1.
Beri penjelasan kepada pasien/keluarga pasien tentang kondisi dan pelaksanaan
keperawatan yang di lakukan
Diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga pasien akan bertambah
2.
Libatkan kelurga dalam pengambilan keputusan dan perencanaan
4. Implementasi Keperawatan
Sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana
keperawatan. Tujuan evaluasi adalah menentukan kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan, menilai efektivitas rencana keperawatan
atau strategi asuhan keperawatan.
Dalam proses keperawatan berdasarkan permasalahan yang muncul maka hal-hal
yang diharapkan pada evaluasi adalah sebagai berikut :
1) Menunjukkan perfusi adekuat.
2) Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.
3) Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai
laboratorium normal.
4) Mempertahankan integritas kulit.
5) Mengembalikan pola normal dari fungsi usus.
6) Infeksi tidak terjadi.
7) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit, prosedur diagnostik, dan
rencana pengobatan.
----DAFTAR PUSTAKA