Anda di halaman 1dari 6

Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu

bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motoric yang tidak disebabkan
oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat, atau kurangnya kesempatan
pendidikan. Anak-anak yang mengalami gangguan ini biasanya memiliki intelegensi rata-rata
atau di atas rata-rata, namun mengalami kesulitan mempelajari beberapa keterampilan tertentu
(a.l., aritmetika atau membaca) sehingga kemajuan mereka di sekolah menjadi terhambat.
Istilah disabilitas belajar tidak digunakan dalam DSM-IV-TR, namun digunakan oleh
sebagian besar profesional kesehatan untuk menggabungkan tiga gangguan yang tercantum
dalam DSM: gangguan perkembangan belajar, gangguan berkomunikasi, dan gangguan
keterampilan motorik. Masing-masing gangguan tersebut dapat ditegakkan pada seorang anak
yang tidak dapat berkembang sesuai dengan tingkat intelektualitasnya dalam bidang akademik
spesifik, bahasa, atau keterampilan motorik.
Disabilitas belajar sering kali teridentifikasi dan ditangani dalam sistem sekolah dan
bukan di berbagai klinik kesehatan mental. Meskipun diyakini jauh lebih umum terjadi pada lakilaki dibanding pada perempuan, bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai studi berbasis populasi
(yang menghindari masalah masalah bias-bias rujukan) mengindikasikan bahwa gangguan
tersebut hanya sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki (a.l., Shaywitz dkk., 1990).
Meskipun para individu dengan disabilitas belajar biasanya dapat menemukan cara untuk
mengatasi masalah mereka, bagaimanapun hal itu mempengaruhi perkembangan akademik dan
sosial mereka, dan terkadang cukup parah.
Gangguan Perkembangan Belajar
Kriteria Gangguan Perkembangan Belajar dalam DSM-IV-TR:
1. Prestasi dalam bidang membaca, berhitung atau menulis ekspresif di bawah tingkat yang
diharapkan sesuai usia penderita, pendidikan, dan intelegensi.
2. Sangat menghambat performa akdemik atau aktivitas sehari-hari.
Gangguan perkembangan belajar dibagi menjadi tiga kategori. Tidak satupun dari diagnosis yang
tepat jika disabilitas tersebut dapat disebabkan oleh defisit sensori, seperti masalah visual atau
pendengaran.

1. Anak dengan gangguan membaca (disleksia) mengalami kesulitan besar untuk mengenali
kata, memahami bacaan, serta umumnya juga menulis ejaan. Masalah ini terus dialami
hingga dewasa. Gangguan ini terjadi 5-10 persen anak usia sekolah, tidak menghambat
penderitanya untuk berprestasi.
2. Gangguan menulis ekspresif menggambarkan hendaya dalam kemampuan untuk
menyusun kata tertulis (termasuk kesalahan ejaan, kesalahan tata bahasa atau tanda baca,
atau tulisan tangan yang buruk) yang cukup parah sehingga dapat sangat menghambat
prestasi akademik atau aktivitas sehari-hari.
3. Anak-anak dengan gangguan berhitung dapat mengalami kesulitan dalam mengingat
fakta-fakta secara cepat dan akurat, menghitung objek dengan benar dan cepat, atau
mengurutkan angka-angka dalam kolom-kolom.
Gangguan Komunikasi
Beberapa kategori gangguan berkomunikasi, antara lain:
1. Gangguan berbahasa ekspresif, dimana anak mengalami kesulitan mengekspreksikan
dirinya dalam berbicara. Anak tampak sangat ingin berkomunikasi tetapi sangat sulit
untuk menemukan kata-kata yang tepat. Misalnya tidak mampu mengucapkan kata mobil
saat menunjuk sebuah mobil yang melintas. Kata-kat yang sudah terkuasai terlupakan
oleh kata-kata yang baru dikuasai, dan penggunaan struktur bahasa sangat di bawah
tingkat usianya.
2. Gangguan fonetik, dimana anak menguasai dan mampu mempegunakan perbendaharaan
kata dalam jumlah besar tetapi tidak dapat mengucapkannya dengan jelas, contohnya biru
diucapkan biu. Mereka tidak menguasai artikulasi suara dari huruf-huruf yang dikuasai
terkemudian, seperti r, s, t, f, z, l, dan c.
3. Gagap, yaitu gangguan kefasihan verbal yang ditandai dengan satu atau lebih pola bicara
berikut ini : seringnya pengulangan atau pemanjangan pengucapan konsonan atau vokal,
jeda yang lama antara pengucapan satu kata dengan kata berikutnya, mengganti kata-kata
yang sulit dengan kata-kata yang mudah diucapkan, dan mengulang kata. Jumlah lakilaki yang mengalami masalah ini sekitar 3 kali lebih banyak dari perempuan, biasanya

muncul sekitar usia 5 tahun dan hampir selalu sebelum usia 10 tahun. DSM
memperkirakan bahwa 80% indivisu yang gagap dapatb sembuh tanpa intervensi
profesional sebelum penderita menmcapai usia 16 tahun.
Gangguan Keterampilan Motorik
Disebut juga gangguan komunikasi perkembangan dimana seorang anak mengalami
hendaya parah dalam perkembangan koordinasi motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi
mental atau gangguan fisik lain yang telah dikenal sebagai serebral palsi. Anak mengalami
kesulitan menalikan sepatu dan mengancingkan baju, dan bila berusia lebih besar kesulitan
membuat suatu bangun, bermain bola, dan menggambar atau menulis. Diagnosis hanya
ditegakkan bila hendaya tersebut sangat menghambat prestasi akademik atau aktivitas sehai-hari.
Etiologi Disabilitas Belajar
Etiologi Disleksia
Kelemahan inti yang membentuk disleksia mencakup berbagai masalah dalam prosesproses visual/pendengaran dan bahasa. Penelitian menunjukkan adanya satu masalah atau lebih
dalam pemrosesan bahasa yang dapat mendasari disleksia, termasuk persepsi bicara dan analisis
bunyi bahasa ucapan dan hubungannya dengan kata-kata tertulis (Mann & Braddy, 1988).
Beberapa anak tertentu lebih mungkin mengalami disleksia, yaitu : mereka yang
mengalami kesulitan mengenali sajak atau puisi di usia 4 tahun (Bradley & Bryant, 1985);
mengalami kesulitan menyebutkan nama objek familiar dengan cepat pada usia 5 tahun
(Scarborough, 1990); dan mereka yang terlambat menguasai berbagai aturan bentuk kalimat pada
usia 2,5 tahun (Scarborough, 1990). Bukti lain, bahwa berbagai studi keluarga dan anak kembar
menegaskan bahwa terdapat komponen keturunan dalam disleksia, yang kemungkinan
dikendalikan oleh kromosom 6 (Cardon dkk. ,1994 ;Fisher dkk. ,1999; Gayan dkk. ,1999;
Grigoreko dkk. , 1997).
Etiologi Disgrafia
Gangguan menulis (disgrafia) disebabkan oleh faktor neurologis, adanya gangguan pada
otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak

mengalami kesulitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan
menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tidak berkaitan dengan tingkat
intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini
juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh
orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan menjadi frustrasi karena pada dasarnya
ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke
dalam bentuk tulisan, hanya saja ia memiliki hambatan.
Etiologi Gangguan Berhitung (Discalculia)
Terdapat tiga subtipe gangguan berhitung menurut para ahli. Pertama, kelemahan pada
memori verbal semantik dan memicu timbulnya masalah dalam mengingat fakta-fakta aritmatik,
bahkan setelah melalui latihan ekstensif. Tipe ini tampaknya berhubungan dengan beberapa
disfungsi pada belahan kiri otak dan seringkali terjadi bersamaan dengan gangguan membaca.
Kedua, menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan
dalam menyelesaikan soal-soal aritmatik dan seringnya melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal-soal sederhana.
Ketiga, jarang terjadi yaitu yang menyangkut hendaya keterampilan visuospasial, yang
mengakibatkan kesalahan dalam mengurutkan angka-angka dalam kolom atau melakukan
kesalahan menempatkan angka (meletakkan poin desimal di tempat yang salah).
Secara khusus, tipe disabilitas berhitung yang menyangkut hendaya memori semantik
merupakan tipe yang paling mungkin diturunkan. Sebuah studi terhadap lebih dari 250 pasangan
kembar menunjukkan bahwa faktor-faktor genetis yang sama mendasari kelemahan membaca
dan berhitung pada anak-anak yang mengalami kedua gangguan tersebut (Gillis & DeFries,
1991).
Etiologi Gangguan Keterampilan Motorik
Penyebab gangguan keterampilan motorik tidak diketahui, tetapi hipotesis adalah termasuk
penyebab organik dan perkembangan. Faktor resikonya adalah prematuritas, hipoksia, malnutrisi

perinatal, dan berat badan lahir rendah. Kelainan neurokimiawi dan lesi lobus parietalis juga
telah diajukan berperan dalam defisit koordinasi .
Gangguan koordinasi motorik dan gangguan komunikasi memiliki hubungan yang kuat,
walaupun agen penyebab spesifik tidak diketahui untuk keduanya. Masalah koordinasi juga lebih
sering dibandingkan biasanya pada anak-anak dengan perilaku impulsif dan berbagai gangguan
belajar. Gangguan koordinasi motorik kemungkinan memiliki penyebab yang multifaktoral .
Penyebab keterlambatan perkembangan umum antara lain gangguan genetik atau kromosom
seperti sindrom Down; gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi serebral atau CP, spina
bifida, sindrom Rubella; riwayat bayi risiko tinggi seperti bayi prematur atau kurang bulan, bayi
berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit berat pada awal kehidupan sehingga memerlukan
perawatan intensif dan lainnya.

Penanganan Disabilitas Belajar


Berbagai program penanganan harus memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk
mengalami rasa kemampuan dan self efficacy, mengurangi masalah behavioral yang diakibatkan
oleh rasa frustrasi, mencakup strategi untuk mengatasi masalah penyesuaian masalah sosial dan
emosional sekunder yang mereka alami.
Intervensi untuk Gangguan Belajar (Lyon & Moats, 1988)
1. Model Psikoedukasi. Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi
anak dari pada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang mendasarinya. Misalnya anak
yang menyimpan informasi auditori lebih baik dibanding visual akan diajar secara verbal,
misalnya mengguanakan rekaman pita, dan bukan materi-materi visual.
2. Model Behavioral. Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki
ketermpilan-keterampilan

dasar,

atau

perilaku

yang

memampukan

(enabling

behaviours). Kompetensi belajar anak akan dinilai untuk menentukan letak defisiensi
dalam hierarki keterampilan. Program intruksi dan penguatan perilaku yang disusun
secara individual akan membantu anak.

3. Model Medis. Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan dalam pengolahan


informasi yang memiliki dasar biologis. Program-program harus diadaptasi untuk
memperhatikan defisit-defisit yang mendasarinya ini dan disesuaikan dengan kebiutuhan
anak (Levine, 2000).
4. Model Linguistik. Terfokus pada defisiensi dasar pada bahasa anak. Menekankan intruksi
dalam keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dengan cara yang
logis, berurutan, dan multi indrawi, seperti membaca dengan keras seraya disupervisi
dengan teliti. Model ini mengajarkan keterampilan bahasa secara bertahap, membantu
murid-murid menangkap struktur dan meggunakan kata-kata (Shaywitz, 1998; Wagner &
Torgesen, 1987)
5. Model Kognitif. Berfokus pada bagaimana anak mengatur pemikiran mereka ketika
belajar materi-materi akademik. Anak dibantu untuk belajar dengan (1) mengenali sifat
dari tugas belajar, (2) menerapkan strategi-strategi untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
(3) memonitor kesuksesan strategi-strategi mereka.
Para peneliti mengembangkan permainan komputer khusus dan rekaman radio yang
memperlambat pengucapan bunyi. Latihan intensif dapat meningkatkan keterampilan bahasa
anak yang mengalami gangguan bahasa berat .

Anda mungkin juga menyukai