Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan luka
sekitar jaringan lunak,kerusakan otot,ruptur tendon,kerusakan pembukuh darah,dan luka
organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.( Syamsutidayat,2007 )
Fraktur adalah patah tulang,kebanyakan fraktur akibat trauma,beberapa fraktur sekunder
terhadap proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang
patologis( Brunner&suddarth,2013 )
Fraktur adalah terputusnya kontivitas jaringan tulang yang ditandai oleh rasa
nyeri,pembengkakan,deformitas,gangguan fungsi,pemendekan dan
krepitas( Mansjoer,Arif.2009 )
Jadi,fraktur adalah terputusnya kontivitas jaringan tulang yang bisa disebabkan oleh
trauma atau oleh proses penyakit,yang ditandai dengan adanya rasa
nyeri,deformitas,gangguan fungsi,pemendekan dan adanya krepitas.
B. Klasifikasi
1. Berdasarkan sifat fraktur
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar,disebut juga fraktur bersih(karena kulit masih utuh)tanpa komplikasi.
Klasifikasi fraktur berdasarkan jaringan lunak disekitar trauma,yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedkit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memor kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
b. Fraktur terbuka (open/compound)
Dikatakan terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar karena adanya perlukaan dikulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat,yaitu:
1) Derajat 1
a) Luka <1cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit
c) Fraktur sederhana
d) Kontaminasi minimal
2) Derajat 2

a) Laserasi>1cm
b) Kerusakan jaringan lunak tidak luas,flap/avulsi
c) Fraktur komunitif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat 3
a) Kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,otot,dan
neurovaskuler
b) Kontaminasi masif/tingkat tinggi
c) Luka pada pembuluh anteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
2. Berdasarkan kerusakan tulang
a. Patah tulang lengkap (complete fraktur)
Dikatakan lengkap apabila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainnya atau
garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap (incomplete fraktur)
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian,salah satu sisi yang
patah biasanya hanya bengkak yang sering disebut green stick.
3. Berdasarkan jumlah garis patahan
a. Fraktur komunitif
Fraktur dimana garis patahan lebih satu dan saling berhubungan
b. Fraktur segmental
Fraktur dimana garis patahan lebih dari satu tapi tidak berhubungan
c. Fraktur multiple
Fraktur dimana garis patahan lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama
4. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma
a. Fraktur transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung
b. Fraktur oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat dari trauma angulasi juga
c. Fraktur spiral
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk spiral yang disebabkan oleh trauma
d. Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kearah
permukaan lain
e. Fraktur avulsi
Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang
C. Etiologi
1. Peristiwa trauma
a. Trauma langsung/direct trauma

Trauma langsung yaitu apabila fraktur terjadi dimana bagian tersebut merupakan
titik terjadinya trauma,misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil,maka tulang
akan patah ditempat terjadinya benturan.
b. Trauma tidak langsung/indirect trauma
Trauma tidak langsung apabila fraktur tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jahu dari tempat terjadinya tarauma,misalnya seseorang jatuh dari
ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu,selai tulang tumit yang patah,terjadi
pula fraktur pada tibia dan kemungkinan fraktur pada femur dan fraktur pada
ventebra.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan ini dapat menimbulkan dislokasi dan fraktur. Fraktru jenis ini jarang
terjadi,contohnya fraktur potella dan olekranom karena otot triseps dan bisep
mendadak berkontraksi
2. Peristiwa patologis
a. Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang melakukan aktivitas berulang-ulang pada suatu
daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya.
Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada
tempat yang sama,atau peningkatan beban secara tiba-tiba pada suatu tulang.
b. Kelemahan tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang
akibat penyakit infeksi,penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis dan
tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh makan
akan terjadi fraktur.
D. Patofisiologi
1. Proses perjalan penyakit
Fraktur biasanya terjadi karena adanya trauma,baik trauma langsung ataupun tidak
langsung juga karena adanya proses patologis. Sewaktu tulang patah,perdarahan
biasanya terjadi disekitar tempat fraktur ke dalam jaringan lunak sekitar tulang
tersebut. Jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya
timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut,akitivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang
sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrenitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,oklusi darah total
dan mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
disebut sindrom kompratemen.
Trauma pada tulang dapat mengakibatkan keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan,fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara
lain: nyeri,iritasi kulit karena penekanan hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan
diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi. Reduksi terbuka dan fiksasi
interna fragmen. Fragmen tulang dipertahankan dengan fen, sekrup,plat. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi.
Ada lima stadium penyembuhan fraktur:
a. Stadium I (pembentukan hematoma)
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar fraktur.sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini brlangsung 24-48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali
b. Stadium II (proliferasi seluler)
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan diferensiasi sel menjadi fibro kortilago
yang berasal dari feriosteum,endoosteum,dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung 8 jam.
c. Stadium III(pembentukan kalus)
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik,bila
diberikan keadaan yang tepat,sel itu akan mulai membentuk tulang dan kartilago.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,membentuk
kalus/bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang
imatur menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat farktur berkurang pada
4 minggu setelah fraktur menyatu.
d. Stadium IV(konsolidasi)
Pola aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamera. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
e. Stadium V(remodelling)
Fraktur yang telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan,tahun,pergelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses reabsorbsi
dan pembentukan tulang yang terus menerus dan akhirnya dibentuk struktur yang
mirip dengan normalnya.
2. Manifestasi klinis
a. Nyeri terus menerus
b. Deformitas (kelainan bentuk)
c. Krepitas (suara berdesik)
d. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
e. Pergerakan yang abnormal
f. Kehilangan fungsi
3. Komplikasi

a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,CRT
menurun,sianosi bagian distal,hematoma yang lebar dan dingin pada
ekstremitas.
2) Kompartemen sindrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup
di otot yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat & menyebabkan kerusakan
otot.
3) Fat embolism syndrome
Merupakan keadaan pulmonary akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal.
Hal ini terjadi ketika glembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati
sirkulasi,dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernapas.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan
5) Avaskuler nekrosis (AVN)
AVN terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang
6) Shock
Shock terjadi karena kehilngan banyak darah.
b. Komplikasi dalam waktu lama
1) Delayed Union (penyatuan tertunda)
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang di butuhkan
tulang untuk menyambunng,ini disebabkan penurunan suplai darah ketulang.
2) Non Union (tidak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi,cacat diisi oleh jaringan fibrosa,kadang-kadang
dapat terbentuk sendi palsu.
3) Mal Union
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk,menimbulkan
deformitas,angulasi/pergeseran.
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
1) Rontgen X-Ray
Hal yang dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak,tipis tebalnya
kontreks,turbukullasi ada tidanya rare fraction,sela sendi serta arsitektur sendi.
2) Tomografi
Menggambarkan tidak hanya 1 struktur saja tetapi struktur lain yang tertutup
dan sulit divisualisasi
3) Myeolografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang
tulang yang mengalami kerusakan akibat trauma.

4) Arthografi
Menggambarkan jaringan-jaringan yang rusak
5) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan
suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Kalium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang
3) Enzim otot seperti: krestinin kinase,laktal dehidroginase (LDN-S),as portat
animo transferase(AST),oldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang
c. Pemeriksaan lain
1) Biopsi tulang dan otot
Diindikasikan bila terjadi infeksi
2) Elektromyografi
Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
3) Arthioscopy
Didapatkan jaringan ikat yang rusak/sobek karena trauma yang berlebihan
4) MRI
Menggambarkan semua kelainan akibat fraktur.
E. Penatalaksanaan konservasif dan operatif
1. Prinsip dalam penangan fraktur
a. Rekognisi : menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi : reporasi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya
c. Imobilisasi : setelah fraktur direduksi,fragmen tulang harus di imobilisasi untuk
membantu tulang pada posisi yang benar hingga menyambung kembali.
d. Retensi : menyatakan metode-metode yang dilaksanankan untuk mempertahankan
fragmen-fregmen tersebut.
e. Rehabilitasi : lagsung dilaksanankan segera bersamaan dengan pengobatan
fraktur.
2. Penatalaksanaan konservasif
a. Gips
Gips yang ideal adalah membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
pemasangan gips : immobilisasi dan penyangga fraktur,istirahatkan dan
stabilisasi,koreksi deformitas,mengurangi aktivitas.
b. Pembidaian
Benda keras yang ditemapatkan didaerah sekeliling tulang.
c. Traksi (mengangkat/menarik)
Secara umum, traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstremitas.
Metode pemasangan traksi:
1) Traksi manual
Tujuan: perbaikan dislokasi,mengurangi fraktur dan pada keadaan emergency.
2) Traksi mekanik
Ada dua macam,yaitu traksi kulit dan traksi skeletal

3. Penatalaksanaan operasif
a. Orif (open reduction ona internal fivation)
Insisi dilakukan pada tempat yang mengaami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomi menuju tempat yang mengalami fraktur.
b. Eksternal fiksasi
Metode altenatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal,biasanya pada
ekstremitas dan tidak untuk fraktur lama.
F. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian primer
a. Airway
Kaji adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kaji frekuensi pernapasan,adanya suara napas tambahan seperti
ronchi/wheezing,adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat,hipotensi terjadi pada tahap
lanjut,takikardi,bunyi jantung abnormal,distmia,kulit dan membran mukosa
pucat,dingin,sianosis.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum
e. Exposure
Buka semua pakaian pasien untuk melihat adanya luka.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas / latihan
1) Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
3) Takikardi
4) Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera
5) Capillary refill melambat
6) Sianosis
7) Massa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas ,krepitasi,pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri
2) Spasme/kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna

3.
4.
5.

3.

4.

4) Pembengkakan lokal
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan lubang telinga,hidung dan mulut untuk menenntukan adanya perdarahan
/tidak
Lakukan anamnesa dengan metode:
a) K : keluhan pasien
b) O : obat-obatan yang dikonsumsi pasien
c) M : makanan
d) P : penyakit yang diderita oleh pasien
e) A : alergi
f) K : kejadian
Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen penyebab cedera
b. Resiko terjadinya syok b.d perdarahan
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
d. Gangguan intergritas kulit b.d fraktur terbuka
e. Resiko infeksi b.d ketidakadekuat pertahanan primer
Intervensi keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen penyebab cedera
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan,diharapkan nyeri dapat
terkontrol/teratasi
K.H :-nyeri berkurang
-skala nyeri 0-1
-pasien tampak nyaman
-ttv normal(TD:120/80 mmhg,HR:60-100x/m,RR:16-20x/m,S:36,5-37,5)
Intervensi
1) Kaji karakteristik nyeri,lokasi,intensitas,durasi dan penyebab nyeri
R:menguatkan indikasi ketidaknyaman,terjadinya komplikasi dan evaluasi
keefektifan intervensi
2) Observasi reaksi non verbal pasien
R:untuk mendukung pernyataan verbal pasien
3) Ajarkan teknik relaksasi
R:membantu mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi dalam pemberian analgesik
R:membantu mengurangi rasa nyeri
b. Resiko terjadinya syok b.d perdarahan
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan,diharapkan stok tidak terjadi
K.H: -tidak ada tanda tanda syok(sianosis(-),akral dingin(-),nadi
cepat&lemah(-)crt<2 detik)
ttv dalam batas normal (TD:120/80mmhg,HR:60-100x/I,RR:16-20x/I,S:36,537,5)
intervensi
1) Observasi ttv
R:mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
2) Kaji sumber,lokasi dan banyaknya perdarahan
R:menentukan intervensi selanjutnya

3) Tutup perdarahan
R:mengurangi perdarahan
4) Berikan banyak minum
R:mencegah terjadinya kekurangan volume cairan
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
R:mengganti cairan tubuh yang hilang
6) Kolaborasi dalam pemberian obat kougulasi (vit.k,adana)
R:membantu proses pembekuan darah
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan,diharapkan gangguan mobilitas
fisik dapat teratasi
K.H :-pasien meningkat dalam aktivitas
-pasien melakukan pergerakan
-paisen dapat menggunakan alat bantu dalam pergerakan
Intervensi
1) Kaji tingkat imobilisasi dan persepsi pasien tentang imobilisasi
R:pasien akan membatasi gerak karena persepsi
2) Dorong partisipasi dalam beraktivitas
R:memberikan kesempatan untuk memandirikan pasien
3) Anjurkan pasien untuk latihan pasif&aktif
R:meningkatkan aliran darah keotot
4) Bantu pasien dalam perawatan diri
R:membantu meningkatkan sirkulasi otot
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
R:menentukan program latihan
d. Gangguan integritas kulit b.d fraktur terbuka
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan,diharapkan gangguan integritas
kulit dapat teratasi
K.H :-penyembuhan luka baik
-luka bersih
-ttv normal
Intervensi
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
R:mengetahui sejahu mana perkembangan luka
2) Kaji lokasi,ukuran,bau serta jumlah&tipe cairan luka
R:mengidentifikasi tingkat keparahan luka
3) Pantau peningkatan suhu tubuh
R:mengidentifikasi proses peradangan
4) Kolaborasi dalam pemberian obat topikal
R:membantu proses penyembuhan luka
e. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahan primer
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan,diharapkan infeksi tidak terjadi
K.H: -tidak ada tanda-tanda infeksi,pus(-),luka bersih
-leukosit dalam batas normal(4000-10.000/mm3)
Intervensi
1) Kaji kondisi luka (edema,rubur,kalor,dolor,funtio laesa)

2)
3)
4)
5)

R:mengetahui tanda tanda infeksi


Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
R:mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen
Kaji tanda-tanda vital
R:mengetahui keadaan umum pasien
Kolaborasi dalam pemeriksaan darah (leukosit)
R:peningkatan leukosit terjadi karena proses infeksi
Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
R:mencegah pertumbuhan & perkembangan mikroorganisme

Anda mungkin juga menyukai