Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DAN CONTINOUSE AMBULATORY


PERITONEAL DYALISIS (CAPD)
DI RUANG HEMODIALISA RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Oleh :
NIRMALA KS
150070300113001
Kelompok 14

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD)


A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Gagal ginjal kronik adalah distruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus, terjadi perubahan fungsi ginjal secara progresif. (Corwin,Elizabeth J,2000).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah ). (Brunner
dan suddarth ,2001).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangaan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung berapa tahun. Ginjal kehilangan kemampuan asupan diet
normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit merusak nefron
ginjal. (Price, Sylvia Anderson,2004).
Gagal ginjal kronik (CKD) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 ml/menit. (Suyono,
Slamet, 2001).
2. ETIOLOGI
a. Infeksi saluran kemih (ISK)
ISK dibagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah (pielonefritis akut).
Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang progresif berupa kelainan ginjal
disebabkan oleh infeksi yang berulang dan menetap pada ginjal, yang
menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan saluran kemih seperti refluks
vesikoureter, obstruksi, kalkuli atau kandung kemih neurogenik. Kerusakan ginjal
pada pielonefritis akut / kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan
refluks urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parinkim ginjal. (refluks
internal). Piolonefritis kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan
penyebab utama gagal ginjal pada anak-anak.
b. Nefrosklerosis Hipertensif

Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan
pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan air, pengaruh vaso presor dari
system renin-angiotensin mungkin

juga melalui defisiensi prostaglandin.

Nefrosklerosis menunjukan adanya perubahan patologis pada pembuluh darah


ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama
gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang kulit putih.
c. Glomerulonefritis
Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau
hemoturia. Meskipun lesi terutama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, mengakibatkan gagal ginjal kronik.
d. Penyakit ginjal kronik
Penyakit ginjal polikistik dintandai dengan kista-kista multiple bilateral yang
mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan.ginjal dapat membesar dan terisi oleh klompokklompok kista yang menyarupai anggur. Perjalanan penyakit progresif cepat dan
mengakibatkan kematian sebelum mencapai usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang
sering tampak adalah rasa sakit didaerah pinggang, hematuria, poliuria, proteinuria
dan ginjal membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering terjadi adalah
hipertansi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan
penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.
e. Gout
Gout merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperurisemia
(peningkattan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada gout terutama berupa
endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan tubuh. Pada gout kronik endapan
kristal urat dalam interstisium ginjal dapat menyebabkan nefritis interstisial,
nefrosklerosis dan gagal ginjal yang berjalan progresif lambat.
f. Diabetes mellitus
Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang umum
pada penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah
nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola, pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan
glomerulus sklerosis. Lesi tersebut disebabkan oleh peningkatan endapan matriks
mesingeal. Membrane basalis perifer juga lebih menebal. Mula-mula lumen kapiler

masih utuh tetapi lambat laun mengalami obliterasi bersamaan dengan


berlanjutnya penyakit.
g. Hiperparatirodisme
Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone paratiroid merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan nefrokalasinosis dan selanjutnya dapat
menyebutkan gagal ginjal. Penyebab yang paling sering adalah adenoma kelenjar
paratiroid.
h. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25 % dari curah
jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat.
Sehingga insufiensi ginjal mengakibatkan peninbunan obat dan meningkatkan
konsentrasi dalam cairan tubulus.
3. STADIUM GAGAL GINJAL
Penyakit gagal ginjal kronik umumnya dibagi menjadi 5 stadium, pembagiannya
dilakukan berdasarkan nilai GFR (Glomerular filtration rate)
http://spiritia.or.id/cst/dok, www.ikcc.or.id diakses tanggal 31 Oktober 2015, yaitu :
a

Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini,
tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal
kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.

Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja
dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.

Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD
dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing

pengobatan

membutuhkan

persiapan.

Bila

kita

memilih

hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan


memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum
secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut
kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang
satu ginjal untuk dicangkok.
e

Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan
ginjal.

http://spiritia.or.id/cst/dok, www.ikcc.or.id diakses tanggal 31 Oktober 2015


4. MANIFESTASI KLINIS
a. Sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea, vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein.
2) Foter uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksik uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologis.
3) Urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat
c. Sistem hematologi
1) Berkurangnya produksi eritropoitin, sehingga rangsangan eritropoisis pada
sumsum tulsng menurun.
2) Hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritroosit dalam suasana uremia
toksik.
3) Difisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan yang kurang.
4) Perdarahan pada saluran cerna dan kulit
5) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidismesekunder
6) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia akibat agregasi dan adhesi
trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III dan adenosis
difosfat.

d. Sistem saraf dan otot


a) Resties leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan.
b) Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar terutama ditelapak
kaki.
c) Ensefalopati metabolik: Lemah tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi tremor,
miokionus dan kejang.
d) Miopati: Kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.
e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas
system renin-angiotensin-aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit
jantung koroner akibat arterosklerosis dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan dan hipertensi.
f. Sistem endokrin
1)

Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun akibat


penurunan sekresi testosterone dan spermatogenesis.

2)

Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan sekresi dan


insulin.

3)

Gangguan metabolisme.

4)

Gangguan metabolisme vitamin D.

g. Gangguan system lain


1) Tulang: osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteofibfosa, osteoskerosis dan
kalsifikasi metastatik.
2) Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolisme
3) Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalsemia, hipokalsemia.
5. PATOFISIOLOGI
Fungsi renal menurun. Produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.

Menjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.

Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomerulus) klirens
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstran
oleh tubuh.
Retensi

cairan

dan

natrium.

Ginjal

juga

tidak

mampu

untuk

mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap
akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga
dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin-angio-tensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron.

Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk

kehilangan garam; mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.


Asidosis. Dengan berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk mensekresi amonia (NH3-) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3)-)
Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal.

Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal

menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
napas sesak.
Ketidak seimbangan kalsium dan posfat. Abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronik adalah gangguan metabolisme kalsium dan posfat. Kadar serum
kalsium dan posfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar posfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dan
akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan

penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekasiferol)


yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal
ginjal.
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, posfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan
fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronik berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.

Pasien yang

mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan


tekanan darah cenderung akan cepat memburuk daripada mereka yang tidak
mengalami kondisi ini.
6. KOMPLIKASI
a. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium, tamponade jantung
b. Gangguan elekrolit: hiponatremia, asidosis, hiperkalemia (akibat penuruan
ekskresi, asidosis mertabolik, katabolisme dan masukan diet yang berubah)
c. Neurology: iritabilitas, neuromuscular, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran,
kejang
d. Gastrointestinal:

nausea,

muntah,

gastritis,

ulkus

peptikum,

pendarahan

gastrointestinal
e. Hematologi: anemia (akibat penurunan eritropeitin penurunan tentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrom testinal akibat iritasi diet toxin, dan kehilangan
darah selama hemodialisis), diatesis, hemoragik
f. Infeksi: pneumonia, septicemia, infeksi nosokomial
g. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin
angiotensin aldosteron.
h. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat refensi fosfat, kadar kalsium
peningkatan kadar aluminium

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk menetapkan adanya CKD, adanya kegawatan, menentukan
derajat CKD, menentukan gangguan system dan membantu menentukan etiologi.
Uji laboratorium yang biasa dilakukan adalah ulji filtrasi glomerulus.
1)

Urine:
- Volume biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria)
- Warna secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri;
sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin
porfirin.
- Berat jenis kurang dari 1,015 (menetap pada 1.010 menunjukkan kesusakan
berat); natrium lebih besar dari 40 meq/l; derajat tinggi proteinuria (3 4 +).
- Osmolalitas kurang dari 350 m osm/kg menunjukan kerusakan tubular dan
rasio urine: serum sering 1:
- Klirens Kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium; lebih besar dari 40 meq IL karena ginjal tidak mampu meriabson
natrium.

2)

Darah:
- BUN atau Creatinin; meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dl, diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
- Darah Lengkap: Hematokrit menurun pada adanya anemia, Hemoglobin
kurang dari 7-8 mg/dl,
- Sel darah merah (SDM); menurun pada defisiensi eritropoetin seperti
azotemia
- Analisa gas darah (AGD); pH asidosis metabolik (pH kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hydrogen dan
ammonia atau hasil akhir katabolisme protein, bikarbonat (HCO3) menurun,
PC02 menurun.
- Natrium serum; mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium atau normal),
memungkinkan status delusi, hipernatremi.
- Kalium; terjadi peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM),

pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5
mEq atau lebih besar.
- Magnesium atau fosfat meningkat.
- Kalsium menurun
- Protein (khususnya albumin); kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urin, terjadinya perpindahan cairan dan
penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena kurang asam amino
esensial.
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis
(misalnya voltase rendah), aritemia, dan ganggguan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalsemia).
c. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi saluran kemih dan prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari
adanya factor yang reversible seperti obstruksi oleh batu atau masa tumor, juga
untuk menilai proses penyakit sudah lanjut.
d. Foto polos Abdomen
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain, sebaiknya
tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
e. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan apabila dicurigai ada obstruksi reversible.
f. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat bendungan paru akibat kelebihan cairan, efusi fleura, kardio megali
efusi pericardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang
Mencari ostodistrofi (terutama falang atau jari) dan klasifikasi metastatik.
h. Pielografi Intra-vena (PIV)
Pada CKD lanjut tidak bermanfaat lagi karena ginjal tidak dapat mengeluarkan
kontras dan pada CKD ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat
terutama pada usia lanjut, DM dan nefropati asam urat.
i. Renogram
Pemeriksan yang digunakan untuk melihat fungsi ginjal kanan dan kiri.

j. CT Scan
Dapat melihat adanya perdarahan dan atau iskemik pada otak.
8. PENATALAKSANAAN KONSERVATIF GAGAL GINJAL KRONIK.
a. Memperlambat Progresi Gagal Ginjal.
1) Pengobatan hipertensi target penurunan tekanan darah yang dianjurkan lebih
dari 140/90 mmHg.
2) Pembatasan

asupan protein bertujuan untuk mengurangi

hiperfiltrasi

glomerulus.
3) Restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
4) Mengurangi proteinurea.
5) Mengendalikan hiperlipidemia.
b. Mencegah Kerusakan Ginjal Lebih Lanjut.
1) Pencegahan kekurangan cairan, dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat
menyebabkan gagal ginjal. Kelainan yang dapat ditemukan adalah penurunan
tugor kulit, kulit dan mukosa kering, gangguan sirkulasi ortostatik, penurunan
vena jugularis, dan penurunan tekanan vena sentral merupakan tanda-tanda
yang membantu menegakkan diagnosis.
2) Sepsis. ISK akan memperburuk faal ginjal.
3) Hipertensi yang tidak terkendali. Kenaikan tekanan yang lanjut akan
memperburuk fungsi ginjal. Tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan
juga aakan memperburuk fungsi ginjal. Obat-obatan yang dapat diberikan
adalah furosemial, obat penyekat beta, vasodilator, antagonis kalsiumdan
penghambat alfa. Dosis obat disesuaikan dengan GFR karena kemungkinan
adanya akumulasi obat.
4) Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS (obat anti inflamasi
nonsteroid), kontras radiology harus dihindari.
5) Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya eklamsia. Resiko kehamilan meningkat
apabila kreatinin serum > 1.5 mg/dl dan apabila kadar kreatinin serum > 3
mg/dl dianjurkan tidak hamil.

c. Pengelolaan Uremia dan Komplikasinya.


1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien dengan gagal ginjal
lanjut mengalami peningkatan jumlah cairan ekstraseluler karena retensi cairan
dan

natrium.

Peningkatan

cairan

intravaskuler

menyebabkan

hipertensi,sementara ekspansi cairan ke ruang interstisial menyebabkan edema.


Hiponatremi sering juga ditemukan pada kasus CKD lanjut akibat ekskresi air
yang menurun oleh ginjal. Penatalaksanaan meliputi retraksi asupan cairan dan
natrium serta pemberian terapi diuretic. Jenis diuretic yang menjadi pilihan
adalah furosemid karena efek furosemid tergantung pada sekresi aktif ditubulus
proksimal. Asupan cairan dibatasi < 1000ml/hari pada keadaan berat < 500
ml/hari. Natrium diberikan < 2-4 gram/hari.
2) Asidosis metabolic. Manifestasi timbul apabila GFR < 25 ml/menit. Diet
rendah protein 0,6 gram/hari membantu mengurangi kejadian asidosis. Bila
bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan substitusi alkali
(tablet natrium bikarbonat).
3) Hiperkalemia terjadi akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang, keadaan
metabolic, makanan (pisang) dapat meningkatkan kadar kalium. Hiperkalemia
dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian mendadak akibat aritmia
kordis yang fatal. Untuk mengatasi kegawatan akibat hiperkalemi dapat
diberikan obat-obat berikut ;
a

Kalsium glukosa 10%, 10 ml darah waktu 10 menit IV.

Bikarbonat natrikus 50-150 mEq IV dalam waktu 15-30 menit.

Insulin dan glukosa 6 U insulin dan glukosa 50 g dalam waktu 1 jam.

Kayexalate (resim pengikat kalsium) 25-50 gram oral atau rectal.

4) Diet rendah protein. Diet rendah proten akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik. Selain itu diet tinggi
protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis akibat meningkatnya
beban kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus) dan fibrosis interstisial.
Kalori diberikan 35 kal/kg BB, protein 0,6 gram/kg BB/hari.
5) Anemia, penyebab utama anemia pada CKD adalah defisiensi eritropoetin.
Penyebab lainnya adalah perdarahan gastrointestinal, umur eritrosit yang
pendek dan adanya hambatan eritropoisis, malnutrisi dan defisiensi besi.
Transfusi darah yang baik apabila hemoglobin kurang dari 8gram% dengan
pemberian eritropoetin.

d. Kalsium dan Fosfor.


Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfor serum
harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (daging dan susu). Apabila GFR < 30
ml/menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti kalsium karbonat atau
kalsium asetat serta pemberian vitamin D yang bekerja meningkatkan abssorbsi
kalsium di usus. Vitamin D juga mensupresi sekresi hormone paratiroid.
e. Hiperuresemia.
Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg apabila kadar asam urat >10mg/dl
atau apabila adaa riwayat penyakit gout.
Penatalaksanaan konservatif dihentikan apabila pasien sudah memerlukan dialysis
tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 mL/ menit dan
ditemukan keadaan berikut:
1) Asidosis metabolic yang tidak dapat diatasi denngan obat-obatab
2) Hiperkallemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
3) Overload cairan (edema paru)
4) Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran
5) Efusi pericardial
6) Sindrom uremia: mual, muntah, anereksia dan neuropati yang memburuk
f. Indikasi penatalaksanaan konservatif
Pada CRF dan tahap insufisiensi ginjal
Faal ginjal 10-50% atau kreatinin serum 2mg%-10mg%
9. PENATALAKSANAAN DIET PADA PASIEN GAGAL GIJAL KRONIK
DENGAN TERAPI KONSERVATIF
Untuk mengatur makanan diperlukan zat-zat gizi yang terdiri dari sumber
protein, energi, lemak, vitamin, dan mineral yang jumlahnya tidak sama/ berbeda
dengan orang sehat. Tujuannya agar status gizi optimal, tidak ada katabolisme protein,
serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
Diet pasien gagal ginjal kronik engan terapi konservatif diberikan apabila tes
kliren kreatinin < 25 ml/menit. Beberapa penelitian menyimpulkan untuk diet pasien
CKD yang belum dialysis adalah rendah protein. Protein yang diberikan 0,6 gr/kg BB
ideal dapat mempertahankan status gizi. Energi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari
sumber karbohirat 60%, lemak 30% dan sisanya dari protein 10%.

Selain kebutuhan diatas perlu juga diperhatikan kebutuhan kalium, natrium,


pospor, dan kalium.pasien harus membatasi kalium apabila kadar kalium darah 5,5
meq. Pada pasien gagal ginjal kronik dengan terapi konservatif kasus hiperkalemi
jarang terjadi apa bila urin pasien masih cukup banyak (> 400 ml). garam dan cairan
dibatasi apabila pasien mengalami hipertensi dan ada penumpukan cairan. Pembatasan
garam berkisar 2,5-7,6 gram, rata-rata 5 gr, serta menghindari makanan yang tinggi
garam. Anjurkan konsumsi air adalah urine output 24 jam + 500 ml. fosfor yang
dianjurkan adalah < 10 mg/kg BB/hari dan kalsium 1200 mg/hari.

10. PATOFLOW
ISK

Nefrosklerosis
Hipertensif

Glomerulusnefritis

Penyakit ginjal
kronik

Gout

DM

Hiperparateoroidisme

Parenkim ginjal
terinfeksi akibat
refluks urine

Perubahan
patologis PD
ginjal

Proteinuria & hemoturia

Kista-kista
multiple bilateral

Asam urat plasma


meningkat

Nefropati
diabetika

nefrokalasinosis

Nefropati toksik

Insufisiensi ginjal

Gagal ginjal

Produksi eritropoitin menurun & usia


SDM memendek

Destrusi gromerulus

GFR menurun

Gangguan erotropoesis

Produksi eritrosit
menurunn

BUN darah meningkat

Foiter uremik
Anemia

Gangguan filtrasi, reabsorpsi % ekskresi

Gaangguan metabolism
Kalsium & Fosfat

Retensi cairan dan elektrolit

Edema

Aktifitas system
RAA

Cairan >>>

Hemodilusi

hipertensi

Fosfat meningkat & Ca serum menurun

Sekresi H+
menurun

Calsium tulang menurun

Asam metabolik
Osteodistrofi renal

Mual & muntah

Hemoglobin menurun

Risti penurunan curah jantung

Aktifitas miokard
meningkat
Suplay O2 kejaringan & organ
organ menurun

Anoreksia
Insufisiensi O2 jantung
Gangguan pemenuhan
nutrisi

Keletihan

Gangguan pola napas

Intoleransi aktivitas

produksi ADH
terganggua

Disfungsi kognitif

Deficit cairan tubuh

Sel saraf pusat


bingung

Angina
Eksresi natrium

Gangguan rasa nyaman nyeri


hipernatremi

Intoleransi

Gngguan rasa nyaman nyeri

lemah
kejang

dehidrasi

Kekurangan volume
cairan
Cidera

Gangguan keseimbangan
asam basa

Pengkerutan sel

CIS keluar ke CES untuk


menyeimbangkan osmolarits CES

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Adapun yang perlu dilakukan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah
sebagai berikut:
a.

Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b.

Riwayat Keperawatan
1)

Riwayat kesehatan sekarang, meliputi perjalanan


penyakitnya, awal gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul secara
mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut.

2)

Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit


yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat
dirawat dirumah sakit dan riwayat penggunaan obat.

3)

Riwayat

kesehatan

keluarga,

meliputi

adakah

keluarga yang mempunyai penyakit keturunan Hipertensi, Gagal Ginjal


dan lain-lain.
4)

Riwayat psiko sosial meliputi, adakah orang


terdekat dengan klien, interaksi dalam keluarga, mekanisme koping yang
digunakan klien untuk mengatasi masalah dan bagaimana motivasi
kesembuhan dan cara klien menerima keadaannya, masalah yang
mempengaruhi klien, persepsi klien terhadap penyakitnya dan sistem nilai
kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan.

5)

Kondisi lingkungan rumah, lingkungan rumah


merupakan faktor utama yang mempengaruhi kesehatan klien.

6)

Kebiasaan sehari-hari sebelum sakit dan di rumah


sakit, meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal higiene, pola
istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan serta pola kebiasaan yang
mempengaruhi kesehatan.

c.

Pengkajian Fisik yang dapat dilakukan mulai dari ujung


rambut sampai ujung kaki (head to toe) dengan menggunakan teknik yaitu:

inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi, adapun hasil pengkajian dari ujung
rambut sampai ujung kaki dengan teknik tersebut pada klien Gagal Ginjal
Kronik adalah sebagai berikut :
1) AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala: kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise gangguan tidur (insomnia /
gelisah atau somnden)
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) SIRKULASI
Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi: nyeri dada (angina)
Tanda: hipertensi: DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pittine pada
kaki, telapak tangan disitmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi
ortostatik menunjukkan hipovotemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir.
Friction rub perikardial (respos terhadap akumulasi sisa)
Pucat ; kulit coklat kehijauan kuning, kecenderungan perdoral.
3) INTEGRITAS EGO
Gejala: faktor stress, contoh finansial, hubungan.perasaan tak berdaya, tak
ada harapan tak ada kekuatan.
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah, terangsang, perubahan
kepribadian.
4) ELIMINASI
Gejala: penurunan frekuensi urine, ohguria, anuria, (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat
berawan. oliguria dapat menjadi anuria.
5) MAKANAN / CAIRAN
Gejala: peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
anereksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernafasan ammonia). Pengguna diuretic.
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir) perubahan
turgor kulit / kelembapan.

Edema (umum: tergantung)


Ulserasi gusi: perdarahan gusi / lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6) NEUROSENSORI
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang, sindrom kaki
gelisah kebas rasa terbakar pada

telapak kaki. Kebas /

kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah,


(neuropati perifer)
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang berhati,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma.penurunan DTR, tanda chostek
dan trousenu positif. kejang, fasikulasi, otot, aktifitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7) NYERI / KENYAMANAN
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki (memburuk
saat malam hari)
Tanda: perilaku berhati-hati / distroksi, gelisah.
8) PERNAPASAN
Gejala: Napas pendek, dispnea nocturnal paroksismal, batuk dengan
spuntum kental dan banyak.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman pernapasan
kusmaul. batuk produktif dengan spuntum merah muda, encer
(edema-paru)
9) KEAMANAN
Gejala: Kulit gatal ada/berulangnya infeksi
Tanda: Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi) ; normotermia dapat secara
actual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal (efek CKD/depresi respon umum).ptekie, area
ekimosis pada kulit, fraktur tulang; deposit fosfat kalsium

(kalsifikasi metastatik) pada kulit, jaringan lunak, sendi,


keterbatasan gerak sendi.
10)

SEKSUALITAS
Gejala:penurunan libido, amenorea, anfektilitas.

11)

INTERAKSI SOSIAL
Gejala; kesulitan menentukan kondisi, contohnya; tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

12)

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

Gejala: Riwayat DM keluarga (resti untuk gagal ginjal), penyakit


polikistik, nefritis herediter. Kalkulus urinaria, malignasi. Riwayat
terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan
antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.
Pertimbagan rencana pemulangan; DRG menunjukkan rata-rata lama
dirawat ; 6,4 hari, memerlukan bantuan dalam obat, pengobatan,
suplai, transportasi pemeliharaan rumah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Marilyn E. Doengoes, diagnosa keperawatan pada klien dengan
Gagal Ginjal Kronik adalah :
a.

Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan


dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi.

b.

Risiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan


penekanan produksi/sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah,
gangguan factor pembekuan, peningkatan kerapuhan kapiler.

c.

Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan


fisiologis.

d.

Risiko

tinggi

terhadap

kerusakan

integritas

kulit

berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia dengan


iskemia), sensasi (neuropati perifer), gangguan turgor kulit, akumulasi toksin
dalam kulit.

e.

Risiko tinggi terhadap perubahan membran mukosa oral


berhubungan dengan penurunan fungsi salifa, pembatasan cairan.

f.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat.

g.

Perubahan ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem


keyakinan, pengaruh budaya.

3. INTERVENSI
Diagnosa 1; Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi.
Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan yang hendak dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam, diharapkan penurunan curah jantung tidak terjadi, dengan
kriteria hasil nyeri dada berkurang, batuk berkurang, nafas tidak sesak dan
tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal.
Intervensi
Mandiri
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema pada konvesti
vaskuler dan keluhan dipnea.
Rasional ;
S3 / S4 dengan tonus muflea, takikardia, frekuensi jantung tidak teratur,
takipnea,

dispnea,

gemerisik,

mengi

dan

edema/distensi

jugular

menunjukkan CKD.
b. Kaji adanya /derajat hipertensi awasi TD, perhatikan perubahan postura
contoh duduk, berbaring, berdiri.
Rasional ;
Hipertensi bermakna terjadi karena gangguan pada system aldosteran renin,
angiotensin (karena disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya (skala 0-10)
dan apakah tidak menetap dengan inspirasi dalam dari posisi terlentang.

Rasional :
Hipertensi dan GJK kronis dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien
dengan CKD dengan dialisis mengalami perikardisis, potensial insikoefusi
perikardial/temponade.
d. Evaluasi bunyi jantung (perhatikan frcition rub), TD, nadi perifer, pengisian
kapiler, kongesti vaskular, suhu dan sensori / mental.
Rasional :
Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan tekanan nadi,
penurunan / tidak adanya nadi perifer, distendi jugular nyata, pucat dan
penyimpangan mental cepat menunjukkan temponode, yang merupakan
kedaruratan medik.
e. Kaji tingkat aktifitas, respons terhadap aktfitas
Rasional ;
Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
Kolaborasi :
f. Awasi pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit (kalium, natrium, kalsium,
magnesium), BUN :
Rasional :
Ketidak seimbangan dapat mengganggu konduksi elektrikal dan fungsi
jantung.
g. Foto dada
Rasional :
Berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau kalsifikasi
jaringan lunak.
h. Berikan obat anti hipertensi contoh prozozin (minipresis), kaptopril
(capoten) klonodin (cata pres), hidralazin (apresoline).
Rasional :
Menurunkan tahanan vaskular sistemik dan / atau pengeluran

untuk

menurunkan kerja miokardikal dan membantu mencegah GJK dan / atau IM.
i. Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.
Rasional :

Akumulasi cairan dalam kantung parikardial dapat mempengaruhi pengisian


jantung dan kontraktilitas miokardial mengganggu cural jantung dan
potensial resiko henti jantung.
j. Siapkan dialisis.
Rasional :
Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidak seimbangan elektrolit dan
kelebihan cairan dapat membatasi / mencegah manifestasi jantung, termasuk
hipertensi dan efusi perikardial.

Diagnosa 2: Risiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penekanan


produksi/sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah
merah, gangguan factor pembekuan, peningkatan kerapuhan
kapiler.
Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan yang hendak dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan cidera tidak terjadi, dengan kriteria hasil
kelelahan tidak terjadi, perubahan mental tidak terjadi, tidak ada tanda atau
gejala perdarahan, aktivitas kembali normal.
Intervensi
Mandiri
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan,
Rasional: Dapat menunjukkan anemia dan respon jantung untuk
mempertahankan oksigenasi sel.
b. Awasi tingkat kesadaran dan perilaku.
Rasional:
Anemia dapat menyebabkan hipoksia serebral dengan perubahan mental,
orientasi dan respon perlilaku.
c. Evaluasi respon terhadap aktifitas, kemampuan untuk melakukan tugas.
Bantu sesuai kebutuhan dan buat jadwal untuk istirahat.
Rasional :

Anemia dapat menurunkan oksigen dalam jaringan dan meningkatkan


kelelahan sehingga memerlukan intervensi, perubahan aktivitas dan istirahat.
d. Batasi contoh vaskular, kombinasikan tes laboratorium bila mungkin.
Rasional :
Pengambilan contoh darah berulang / kelebihan dapat memperburuk anemia.
e. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan /
okimosis karena trauma kecil, ptekie, pembengkakan sendi atau membran
mukosa, contoh perdarahan gusi, epistaksis, berulang, melena dan urine
merah/berkabut.
Rasional :
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena kerapuhan kapiler/gangguan
pembekuan dan dapat memperburuk anemia.
f. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik; gunakan jarum kecil bila
mungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan penusukan
vaskuler.
Rasional :
Menurunkan resiko perdarahan / pembentukan hemotoma.
Kolaborasi
g. Awasi pemeriksaan laboratorium seperti ;
-

Hitung darah lengkap SDM, Hb/Ht


Uremia (contoh peningkatan amonia, urea, atau toksin lain), menurunkan
produksi eritoproetin dan menekan produksi SDM dan waktu hidupnya.
Biasanya Hb dan Ht CKD rendah tetapi ditoleransi contoh Hb tidak
dibawah 7.

Jumlah trombosit, faktor pembekuan


Penekanan pembentukan trombosit dan ketidak adekuatan kadar faktor III
dari VIII mengganggu potensial resiko perdarahan. Catatan perdarahan
menjadi sulit teratasi pada saat akhir penyakit.

Kadar PT
Konsumsi

protombin

abnormal

menurunkan

mengganggu pembekuan.
h. Berikan darah segar, SDM kemasan sesuai indikasi

kadar

serum

dan

Rasional :
Diperlukan bila menunjukkan gejala anemia simtomatik. SDM kemasan
biasanya diberikan bila pasien kelebihan cairan atau dilakukan dialisis.
i. Berikan obat sesuai indikasi, contoh ;
1)

Sediaan besi, asam folat (Folvite); sianokobalamin


(betalin)

Rasional :
Memperbaiki gejala anemia sehubungan dengan kekurangan nutrisi /
karena dialisis.
Catatan ; besi tidak boleh diberikan dengan ikatan fosfat karena
menurunkan obserbsi besi.

2)

Simetidin (tagamet ) ranitidin (zantac) ; antasida


Rasional :
Diberikan secara profilaktik untuk menurunkan / menetralkan asam
lambung dan menurunkan resiko perdarahan GL

3)

Hemastatik / penghambat fibrinolisis, contoh asam


aminokoproik (amicar)
Rasional :
Menghambat perdarahan yang tidak ada secara spontan / berespon
terhadap pengobatan biasa.

4)

Pelunak feces (coloce): laksatif bulk (metamucil)


Rasional :
Mencegah terhadap feces bentuk keras meningkatkan perdarahan
mukosa/rektal.

Diagnosa 3 Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan


fisiologis.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan yang hendak dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan proses pikir kembali normal, dengan kriteria

hasil mudah mengambil kesimpulan, klien tidak bingung, mudah untuk


mengingat, klien tidak lupa.
Intervensi
Mandiri
a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berfikir, memori dan orientasi.
(perhatikan lapang perhatian)
Rasional :
Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan kekacauan / peka minor dan
berkembang

keperubahan

kepribadian

atau

ketidakmampuan

untuk

mengasimilasi informasi dan berpartisipasi dalam perawatan.


b. Pastikan dari orangtua terdekat, tingkat mental pasien biasanya.
Rasional :
Memberikan perbandingan untuk mengevaluasi perkembangan / peningkatan
gangguan.
c. Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.
Rasional :
Beberapa perbaikan dalam mental mungkin diharapkan dengan kadar BUN,
elektrolit. PH serum yang lebih normal.
d. Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televisi, radio dan
kunjungan.
Rasional :
Meminimalkan rangsangan lingkungan untuk menurunkan kelebihan
sensori/peningkatan kekacauan saat mencegah depresi sensori.
e. Buatkan jadwal teratur untuk aktivitas yang diharapkan.
Rasional :
Membantu

dalam

mempertahankan

orientasi

kenyataan

dan

menurunkan takut/kekacauan.
f. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode.
Rasional :
Gangguan tidur dapat mengganggu kemampuan kognitif lebih lanjut.
Kolaborasi

dapat

g. Awasi pemeriksaan laboratorium contoh BUN / kreatinin, elektrolit serum,


kadar glukosa dan GDA (PD2, PH).
Rasional :
Perbaikan peningkatan/ketidak seimbangan dapat mempengaruhi kognitif
/mental.
h. Berikan tambahan D2 sesuai tambahan.
Rasional :
Perbaikan hipoksia saja dapat memperbaiki kognitif.
i. Hindari penggunaan barbiturat dan opiat.
Rasional :
Obat-obatan secara normal didetoksifikasi dalam ginjal akan mengalami
waktu paruh/efek akumulasi, memperburuk kekacauan.
j. Siapkan untuk dianalisis.
Rasional :
Penyimpangan proses pikir nyata dapat menunjukkan azotemia dan kondisi
umum memerlukan intervensi untuk meningkatkan himoestasis.
Diagnosa 4 Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia dengan
iskemia), sensasi (neuropati perifer), gangguan turgor kulit,
akumulasi toksin dalam kulit.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan yang hendak dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan tidak terjadi,
dengan kriteria hasil turgor kulit elastis, kulit lembab, warna kulit kemerahan
(tidak pucat), kulit tampak tidak ada bekas garukan.
Intervensi
Mandiri
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular.
Rasional :
Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus/infeksi
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran

Rasional :
Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan seluler.
c. Ubah posisi sesering mungkin.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada oedema.
d. Berikan perawatan kulit, batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim
(misalnya ; lanilin, aquaphor).
Rasional :
Mandi dengan bedak menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan kulit
oleh sabun.
e. Anjurkan pasien memakai pakaian longgar.
Rasional :
Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan vaporasi lembab pada
kulit.
Kolaborasi
f. Berikan matras busa / flotasi.
Rasional :
Menurunkan tekanan lama pada jaringan yang dapat membatasi perfusi
seluler yang menyebabkan iskemis / nekrosis.
Diagnosa 5 Risiko tinggi terhadap perubahan membrane mukosa
berhubungan dengan penurunan fungsi saliva, pembatasan
cairan.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan yang hendak dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan membrane mukosa lembab, mulut tidak
kering, tidak ada bau ammonia pada mulut
Intervensi
Mandiri
a. Inspeksi rongga mulut (kelembaban, karakter saliva)
Rasional:

Memberikan kesempatan untuk intervensi segera dan mencegah infeksi


b. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan,
Rasional:
Mencegah kekeringan mulut berlebihan dari periode lama tanpa masukan
oral;
c. Berikan perawatan mulut.
Rasional:
Perawatan

mulut

dapat

menyejukkan,

melumasi

dan

membantu

menyegarkan rasa mulut yang sering tak menyenangkan karena uremia dan
keterbatasan masukan oral.
d. Anjurkan hygiene gigi pada saat setelah makan dan sebelum tidur.
Rasional:
Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi;
e. Anjurkan klien menghentikan merokok dan menghindari pencuci mulut yang
mengandung alkohol.
Rasional:
Bahan ini dapat mengiritasi mukosa dan mempunyai efek mengeringkan,
menimbulkan ketidaknyamanan.
Kolaborasi
f.

Berikan obat-obatan sesuai indikasi antihistamin (kipheptadin),


Rasional:
Dapat diberikan untuk menghilangkan gatal.

Diagnosa 6 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan

berhubungan

dengan

keterbatasan

kognitif,

kurang terpajan/mengingat.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan yang hendak dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 25 menit diharapkan pengetahuan klien dan keluarga bertambah,
dengan kriteria hasil klien memahami tentang kndisi/proses penyakit dan

pengobatan, klien tidak bertanya tanya lagi, klien dapat menyebutkan


tanda dan gejala CKD.
Intervensi
Mandiri
a. Kaji ulang proses penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami
Rasional:
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
b. Kaji ulang pembatasan diet, termasuk fosfat dan magnesium,
Rasional:
Pembatasan fosfat merangsang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium
dari tulang dan akumulasi magnesium dapat mengganggu fungsi neurologis
dan mental.
c. Dorong pemasukan kalori tinggi, khususnya dari karbohidrat.
Rasional:
Penyimpanan protein, mencegah penggunaan dan memberikan energi;.
d. Kaji ulang tindakan untuk mencegah perdarahan.
Rasional:
Menurunkan resiko sehubungan dengan perubahan faktor pembekuan atau
penurunan jumlah trombosit.
e. Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga mengenai CKD.
Rasional:
Menambah pengetahuan klien dan keluarga dalam hal penyakit maupun
pengobatannya.
Diagnosa 7 Perubahan

ketidakpatuhan

berhubungan

dengan

sistem

kepatuhan, pengaruh budaya.


Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan yang hendak dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam diharapkan klien dan keluarga dapat mematuhi aturan
yang berlaku, dengan kriteria hasil klien mengikuti anjuran yang diberikan,

klien menerima masukan yang telah dijelaskan, klien menjalankan program


yang telah diberikan.
Intervensi
Mandiri
a. Yakinkan persepsi/pemahaman pasien/orang terdekat terhadap situasi dan
konsekuensi perilaku.
Rasional:
Memberikan kesadaran pasien memandang penyakitnya sendiri dan program
pengobatan dan membantu dalam memahami masalah klien.
b. Dengarkan keluhan/pernyataan klien.
Rasional:
Menyampaikan pesan masalah, keyakinan pada kemampuan individu dan
mengatasi situasi dalam cara positif.
c. Identifikasi perilaku yang mengidentifikasi kegagalan untuk mengikuti
program pengobatan.
Rasional:
Dapat memberikan informasi tentang alasan kurangnya kerja sama dan
memperjelas area yang memerlukan pemecahan masalah.
d. Kaji tingkat ansietas.
Rasional:
Tingkat ansietas dapat mempengaruhi kemampuan klien dalam mengatasi
situasi.
e. Berikan umpan balik positif untuk upaya keterlibatan dalam perilaku.
Rasional:
Meningkatkan harga diri, mendorong partisipasi dalam program selanjutnya.
4. EVALUASI
Adapun evaluasi yang dapat diterapkan pada klien Chronic Kidney Desease
yaitu ;
a. Frekuensi jantung dalam batas normal.
b. Tidak ada tanda tanda perdarahan.
c. Kemampuan dalam berpikir normal.

d. Keutuhan kulit terjaga.


e. Integritas membran mukosa dapat dipertahankan.
f. Pengetahuan klien dan keluarga meningkat.
g. Dapat menyatakan pengetahuan mengenai penyakit dan pemahaman
program therapi.

CONTINOUSE AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS (CAPD)

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J, 2004. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan &
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi: 3, Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 2. Jakarta: Mediaesculapius
Price, Sylvia A..2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.Smeltzer, Suzanne C,
2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
http://arwinlim.blogspot.com/2007/10/anfis-sistemperkemihan.html. Diakses tanggal
20 Maret 2016.
http://spiritia.or.id/cst/dok. www.ikcc.or.id . Diakses tanggal 20 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai