Case Fix
Case Fix
PENDAHULUAN
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini
muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius, seperti perdarahan
masif, trauma dan luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas
atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol
(syok sepsis), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat
respon imun (syok anafilaktik).7
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan
darah yang cepat (syok hemoragik).7
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan
gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok
hipovolemik. Syok hipovolemik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan
darah yang akut secara signifikan dalam rongga dada dan rongga abdomen.
Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah
cedera pada organ padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok
hipovolemik dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan yang signifikan
(selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
cairan, antara lain gastroenteritis masif dan luka bakar yang luas.7
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini
muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius, seperti perdarahan
masif, trauma dan luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas
atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol
(syok sepsis), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat
respon imun (syok anafilaktik).7
Syok diklasifikasikan menurut etiologi, yaitu :
1. Syok hipovolemik : dehidrasi, kehilangan darah dan luka bakar
2. Syok distributif : kehilangan tonus vascular (anafilakfik, septik, syok toksik)
3. Syok kardiogenik : kegagalan pompa jantung
4. Syok obstruktif : hambatan terhadap sirkulasi oleh obstruksi instrinsik
dan ekstrinsik. Emboli paru, robekan aneurisma dan tamponade perikardi.2
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan
darah yang cepat (syok hemoragik).1,5
2.2. Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat
dari volume darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang
masif atau kehilangan plasma darah.7
Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang
terdiri dari:
1. Perdarahan:
renin
dari
apparatus
juxtaglomeruler.
Renin
akan
mengubah
membantu
perbaikan
keadaan
pada
syok
hemoragik,
yaitu
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya
gastrointestinal. Kebutuhan energy untuk penalaksanaan metabolism di jantung
dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ tersebut tidak mampu menyimpan
cadangan energy. Sehingga keduanya sangat bergantung akan kesediaan oksigen
dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang
melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata
(mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ
akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autoimun tubuh
yang mengatur perfusi serta substrak lain.
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti : pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)
ventrikel dan kontraksi miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali
volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan
pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu
peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal
syok,
konsumsi
oksigen
dalam
jaringan
menurun
akibat
sel
terpaksa
melangsungkan
metabolisme
anaerob
dan
pasien
dengan
perdarahan
gastrointestinal,
mengumpulkan
sadar
10
11
2. Stadium dekompensasi
Pada stadium ini telah terjadi laktat asidosis, diperberat oleh penumpukan
CO2 , dimana CO2 menjadi asam karbonat. Laktat meningkatmetabolism
anaerobO2 sangat turun.
a. Perfusi jaringan buruk kerusakan sel, integritas membran sel terganggu, fungsi
lisosom dan mitokondria memburuk.
b. Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump tingkat seluler
c. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi, akan
diperburuk dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus
disertai tendensi perdarahan.
membentuk oksigen radikal serta platelets aggregating factor.
d. Pelepasan mediator vaskular : histamine, serotonin, sitokin (TNF alfa dan
interleukin I), xantin oxydase cardiac output turun.K preload turun K venous
return menurun KPelepsan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi
arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat
Manifestasi klinis : takikardia, tekanan darah sangat turun, perfusi perifer buruk,
asidosis, oliguria dan kesadaran menurun.
3. Stadium irreversible
Tubuh kehabisan energimulti organ failure. Cadangan phosphate berenergi
tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar KSyok yang berlanjut akan
menyebabkan kerusakan dan kematian sel
Manifestasi klinis : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur. Anuria dan
tanda-tanda kegagalan organ.6
12
13
kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik. Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan
untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap
cairan.5
Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%). Gejala-gejalanya berupa
takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau
tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar,
penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.5
Pada pasien dengan trauma, pendarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari
syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain.
Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher),
tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan
trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).5
Ada empat daerah pendarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada,
perut, paha, dan bagian luar tubuh. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar
bunyi pernapasan yang melemah, karena pendarahan yang mengancam hidup
dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru. Abdomen
seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang
menunjukkan cedera intraabdominal. Kedua paha harus diperiksa jika terjadi
deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur dan pendarahan dalam
paha). Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada
pendarahan luar.5
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar pendarahan berasal dari
abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau
bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar.
Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.5
Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan spekulum steril. Meskipun,
pada pendarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double
set-up di ruang operasi. Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.5
14
2.7. Diagnosis
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber pendarahan. Diagnosis akan
sulit bila pendarahan tidak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus
gastrointestinal atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma darah. Setelah
pendarahan maka biasanya hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun
sampai terjadi gangguan kompensasi atau terjadi penggantian cairan dari luar. Jadi
kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya pendarahan.
Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas
ditandai dengan hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan
kecurigaan adanya hipovolemia.7
Pada pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu
nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air,
malabsorbtif, atau berdarah yang tergantung bakteri pathogen yang spesifik.
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :
1. Keadaan klinis : ringan, sedang dan berat (telah dibicarakan di atas)
2. Berat Jenis Plasma : pada dehidrasi BJ plasma meningkat
a. Dehidrasi berat : BJ plasma 1,032 1,040
b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 1,032
c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 1,028
3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP) : Bila CVP +4 s/d +11 cmH2O :
normal. Pada syok dan dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cmH2O.7
Jangan mengandalkan TD sistolik sebagai indikator utama dari syok;
kebiasaan ini mengakibatkan tertundanya diagnosis. Mekanisme kompensasi
mencegah penurunan TD sistolik yang bermakna, sampai pasien telah kehilangan
30% dari volume darahnya. Perhatian harus lebih ditujukan terhadap nadi,
frekuensi nafas, dan perfusi kulit. Disamping itu, pasien-pasien yang sedang
mendapat obat penyekat beta mungkin tidak memperlihatkan takikardia, tanpa
memandang derajat syoknya.2
Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena
15
16
tujuan
penanganan
kegawatdaruratan
pasien
dengan
syok
17
18
diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau
kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah
pendarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar,
peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan Cairan Intravena. Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status
hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai
larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai
kondisi medis.3,8
Prisip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan :
1. BJ plasma dengan rumus :
Kebutuhan cairan = BJ plasma 1,025 x Berat badan x 4 ml
0,001
2. Metode Pierce berdasarkan klinis :
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis :
Kebutuhan cairan = skor x 10% x kgBB x 1 liter 15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan
peroral (sebanyak mungkin, sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok diberikan cairan per intravena. 7
Cairan rehidrasi pada dehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral
melalui selangnasogastrik atau intravena. 7
Bila dehidrasi sedang/beratsebaiknya pasien diberikan cairan melalui
infuse pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan sebaiknya pasien diberikan
cairan peroral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi atau
oral/saluran cerna atas tidak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan
oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 Natrium
Bicarbonat dan 1,5 gr KCl setiap liter. Contoh oralit generik, renalyte, pharolit,
dll.
19
20
dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe O.
Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus
berdasarkan kondisi pasien.5
Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting
yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien
hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer
Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk
resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah
pada pasien kombustio 1824 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral
pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan
darah.3,8
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan
cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid
pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian
berlebih perlu dicegah. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal
syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik.
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler.
RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan
kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma
syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan
sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.Ringer asetat memiliki
profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah
hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir
seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer
Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam
larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam
hati menjadi bikarbonat.3,8
Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi
merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah dikaji untuk
21
resusitasi, antara lain : NaCl 0,9%, larutan Ringer Laktat, NaCl hipertonik,
albumin, fraksi protein murni, plasma beku segar, hetastarch, pentastarch dan
dekstran 70. Penganut resusitasi koloid berkilah bahwa tekanan onkotik yang
meningkat karena penggunaan zat-zat ini adalah mengurangi edema paru. Namun,
vaskular paru memungkinkan aliran zat dalam jumlah besar, termasuk protein, di
antara ruang intravaskular dan interstisial. Dipertahankannya tekanan hidrostatik
paru penting dalam mencegah edema paru. Alasan lain adalah dengan koloid lebih
sedikit jumlah yang dibutuhkan untuk meningkatkan volume intravaskular. Infus
Ringer Laktat sebanyak 1 L hanya menambah volume intravaskular sebesar 194
ml. Banyak kajian membenarkan hal ini. Resusitasi dengan kristaloid saja akan
mengencerkan protein plasma dan dengan mengurangi tekanan onkotik
memudahkan filtrasi cairan dari inravaskular ke interstisial. Edema perifer bisa
mengurangi konsumsi oksigen secara mencolok karena jarak anara sel dan kapiler
menjadi bertambah. Walaupun demikian, perbedaan prognosis belum ditunjukkan
antara koloid dan kristaloid.2
Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch dan deksran 70,
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan koloid alamiah seperti fraksi protein
murni, plasma beku segar, dan albumin. Mereka memiliki sifat ekspansi volume
sama, tetapi karena struktur dan berat molekul yang tinggi, zat-zat koloid ini
hampir seluruhnya tetap di ruangan intravaskular, sehingga mengurangi edema
interstisial.2
Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk
meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan
kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara
koloid dibandingkan dengan kristaloid. Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch,
pentastarch, dan dextran 70 mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan
dengan koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan
albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena
strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada
intravaskuler,
mengurangi
edema
intertisiel.
Meskipum
secara
teoritis
22
ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau
kelangsungan hidup.5
Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya
karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas
dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal
menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan dengan larutan natrium
klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi
yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan Saline Normal atau
Ringer Laktat. Di Amerika Serikat, satu alasan untuk menggunakan kristaloid
untuk resusitasi adalah harga cairan tersebut.2,5
Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan
dengan Ringer Laktat atau Saline Normal pada semua pasien dengan tanda-tanda
dan gejala-gejala syok tanpa memperhatikan penyebab yang mendasari.5
Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat
diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah
disediakan. Pada penanganan trauma. Darah yang berasal dari hemothoraks
dialirkan melalui selang thorakostomi.5
Kontol perdarahan lanjut. Kontrol perdarahan tergantung sumber
perdarahan dan sering memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma,
pendarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara
langsung, pendarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang
panjang ditangani dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah. Pada pasien
dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya, dapat
diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada aorta
diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat
paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi.5
Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan SengstakenBlakemore tube dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan balon
esofagus. Balon gaster pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon esofagus bila
perdarahan berlanjut. Penggunaan selang ini dikaitkan dengan akibat yang buruk,
seperti ruptur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh karena alasan
23
24
dengan somatostatin memiliki efek farmakologi yang sama dengan potensi kuat
dan masa kerja yang lama. Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif
pada sekresi fistula kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan
ileum), atau pankreas. Dosis Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat
dilanjutkan dengan bolus intravena 50 mcg; penanganan hingga 5 hari. Anak-anak
1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal
atau D5W. Kontraindikasi hipersensitivitas kehamilan risiko terhadap janin tidak
diteliti pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada
binatang. Perhatian Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan
motilitas gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan
batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena perubahan pada pusat
pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan), dapat timbul
hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan
terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme,
hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi.5
Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya. Tujuan
penanganan kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien
hipovolemik, menentukan penyebab perdarahan, dan menyediakan penanganan
yang tepat sesegera mungkin. Jika perlu untuk membawa pasien ke rumah sakit
lain, hal ini harus dilakukan segera.5
BAB III
25
:X
Umur
: 6 bulan
Berat Badan
: 8 kg
Perencanaan Penatalaksanaan
1. Resusitasi Cairan
Terapi cairan mencakup 3 faktor :
1. Rehidrasi
2. Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung
3. Rumatan (maintenance) --> Holliday Segar
a. Terapi defisit cairan :
1. Penggantian dari kebutuhan cairan (Defisit + rumatan) dalam 8 jam pertama.
2. Penggantian dari kebutuhan cairan (Defisit + rumatan) dalam 16 jam berikutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. EGC. Jakarta. Hal. 390.
2. Graber, Mark A. 2002. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Farmamedia.
Jakarta. Hal. 1-9.
3. FH Feng, KM Fock. 1996. Pengantar Penuntun Pengobatan Darurat. Yayasan
Essentia Medica - Andi Yogyakarta. Yogyakarta. Hal. 5163.
4. Hadinegoro, Sri Rezeki H, dkk. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Hal. 910.
5. Kolecki, Paul. 2008. Syok Hipovolemik. www. Asrama Medica Fakultas
kedokteran UNHAS. Diakses tanggal 24 Oktober 2009.
6. Leksana, Ery. 2004. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 1214.
7. Sudoyo, Aru. W, Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simabrata K.
2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 18027
181.
8. Sunatrio, S. 14 Agustus 1999. Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis,
Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan. Bagian Anestesiologi
FKUI/RSCM. Jakarta.
28