Anda di halaman 1dari 7

Nama : Septiyana

NPM : 1411011123
Jurusan : Manajemen
Analisis Jurnal
Dimensions of Mood in Mood-Dependent Memory

Data Pustaka Jurnal


Balch, William R. & Myers, David M. (1999). Dimension of mood in mood-dependent memory.
Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, Cognition, 25 (1)
I.

Tujuan, Pertanyaan, dan Asumsi Dasar


Tujuan dari penelitian ini adalah menginvestigasi peran dari dua model dimensi mood

berupa perasaan senang dan bergairah terhadap

mood-dependent memory (MDM) dengan

melakukan percobaan diperdengarkannya para partisipan kepada mood-music selection dan juga
verbal-mood scenario yang sudah disediakan oleh peneliti. Selain itu juga penelitian ini
bertujuan untuk mencari tahu yang mana diantara kedua dimensi mood tersebut yang paling
efektif menyebabkan MDM.
Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan dari hasil penelitian sebelumnya yang
belum jelas mengenai apakah manipulasi yang dilakukan terhadap perasaan senang terlibat
secara bersamaan dengan perubahan gairah?
Pertanyaan lain yang berusahaan dijawab oleh peneliti adalah pertanyaan dari Macaulay et al.
(1993) yaitu mengenai apakah perbedaan pada kedua komponen dasar emosi dibutuhkan untuk
menghasilkan efek-efek mood-dependent?
Hipotesis:
1.
2.

Perubahan pada perasaan senang maupun gairah akan menyebabkan MDM.


Perubahan yang terjadi pada dimensi perasaan senang atau gairah dapat menghasilkan

efek MDM.
II.

Teori
Penelitian ini dilakukan berdasarkan teori MDM yang melihat adanya pengurangan

dalam proses recall atau recognition terhadap suatu material yang seringkali melibatkan
perubahan mood.(e.g., Eich, Macaulay, & Ryan, 1994; Eich & Metcalfe,1989 dalam Balch,
Myers, & Papotto, 1999). Berangkat melalui teori ini, peneliti ingin mengklarifikasi sifat dari

perubahan mood yang dapat secara efektif menyebabkan MDM. Menurut Macaulay, Ryan, and
Eich (1993, hal. 89 dalam Balch, Myers, & Papotto, 1999) sebagian besar penelitian tentang
MDM berfokus pada berkurangnya kemampuan me-recall memori dengan berubahnya dua
emosi, yaitu kesenangan (atau kebahagiaan) dan ketidaksenangan (atau kesedihan) sehingga
mengabaikan emosi-emosi lain.
Akan tetapi, pada penelitian ini, model yang digunakan adalah model teori dua dimensi
(e.g.,Bradley, Greenwald, Petry, & Lang, 1992; Macaulay et al.,1993; Russell, 1980; Russell,
Weiss, & Mendelsohn, 1989 dalam Balch, Myers, & Papotto, 1999). Model ini menyebutkan,
bahwa pada dasarnya, mood kurang lebih bervariasi pada dua dimensi primer yaitu kesenangan
dan tingkat arousal.
Implikasi dari teori tersebut terhadap MDM yaitu bahwa perubahan pada mood yang
menyenangkan dan tinggi rendahnya arousal, jika digabungkan menyebabkan MDM yang lebih
besar dibandingkan jika perubahan terisolasi yang hanya terjadi dalam tingkat kesenangan mood
ataupun dalam tinggi rendahnya arousal saja. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk
menguji pengaruh dua dimensi mood tersebut terhadap MDM.
III.

Sudut Pandang dalam Psikologi


Sudut pandang yang diambil oleh penelitian ini adalah kognitivisme. Kognitivisme itu

sendiri adalah aliran yang mempelajari bagaimana kita berpikir mengenai informasi untuk
memori dan penyelesaian masalah (problem solving)? Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa
dalam kognitivisme, manusia dapat diibaratkan sebagai komputer yang mengolah berbagai
informasi secara dinamis. Bisa dilihat bahwa penelitian ini meneliti proses mental manusia,
yaitu proses pengingatan kembali mood-dependent memory. Jika kita melihat kembali kepada
apa itu fenomena MDM, yaitu fenomena dimana kemampuan untuk mengakses memori menurun
saat terjadinya perubahan mood, terlihat bahwa kognitivisme merupakan landasan bagi teori
MDM yang diteliti dalam penelitian ini.
IV. Data, Informasi dan Metode
A. Metode
Untuk mendapatkan data yang dimaksud, peneliti menggunakan metode eksperimental.
Pertama, peneliti mencoba desain penelitian dengan melihat efek yang terjadi terhadap MDM
dan mood sampel jika mendengar musik serta skenario verbal. Setelah peneliti yakin dengan

desain penelitian yang digunakan, peneliti mulai melakukan penelitian eksperimental yang
dilakukan sebanyak 5 kali.

B. Data dan Informasi


1. Mood dan Pilihan Musik
Pada setiap set pengukuran, tingkat pleasant dan arousal mood dalam musik
didefinisikan di antara kelompok eksperimen. Data yang diperoleh dari penelitian ini
menggunakan ambang batas 95%. Secara umum, tingkat pleasant danarousal mood dalam musik
cukup sesuai dengan tingkat mood para partisipan.
2. Verbal-Mood Scenario
Pada Eksperimen Skenario Verbal, peneliti menggunakan cara yang hampir sama dengan
eksperimen Mood dalam Musik. Hanya saja, eksperimen ini melihat hubungan antara tingkat
pleasant dan arousal dari skenario verbal terhadap mood para partisipan. Hasil penelitian dari
eksperimen ini secara umum tingkat skenario verbal memiliki hasil yang konsisten dengan
desain yang ditetapkan oleh peneliti melalui eksperimen sebelumnya.
3. Eksperimen 1
Untuk melihat efek yang terjadi pada memori jika terjadi
pergantian antara rasa pleasant dan arousal, maka pertama-tama
para peserta diberikan satu kata dari empat area mood yang ada:
the high-pleasantness / high-arousal, the high-pleasantness / lowarousal, the low-pleasantness / high-arousal, atau the lowpleasantness / low-arousal mood. Kemudian, mereka mengingat
kata-kata berdasarkan satu dari empat tipe mood: mood yang sama,
beda tingkat pleasant, beda tingkat arousal, atau berbeda
keduanya. Dalam usaha partisipan untuk mengingat ini, peneliti
akan memutarkan lagu yang telah dipilih sesuai mood tertentu sesuai dengan yang dideskripsikan
pada (1).

Data yang dinyatakan tabel merupakan rata-rata dan standar deviasi dari jumlah kata yang
berhasil diingat dengan benar oleh partisipan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa
dari rata-rata total, kemampuan peserta dalam mengingat mood yang sama dan tingkat arousal
yang berbeda relatif tinggi, yakni sebesar 12,13. Angka ini disusul oleh kemampuan mengingat
dalam mood yang berbeda sebesar 10,53 dan dalam tingkat pleasant yang berbeda sebesar 10,22.
Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa perubahan tingkat pleasant, lebih berpengaruh
terhadap kemampuan mengingat daripada tingkat arousal.
4. Eksperimen 2
Eksperimen

memiliki

kemiripan

dengan

eksperimen 1. Hanya saja, terdapat dua modifikasi yang


dilakukan peneliti, yakni: pertama, peneliti hanya terfokus
untuk mengukur memori yang dipengaruhi oleh arousal
dengan cara meminta partisipan untuk mengingat kata yang
tergolong dalam mood yang sama dan mood yang berbeda
tingkat gairahnya. Kedua, terdapat suatu variabel baru,
yakni definisi mood. Maksud dari definisi mood adalah
mood yang tampil ketika partisipan mengingat sambil
mendengarkan musik yang telah dipilih oleh peneliti. Jika
memori yang tergantung pada arousal memang dipengaruhi
oleh atensi dan kesadaran seseorang seperti hipotesis
peneliti, maka seharusnya hal tersebut muncul dalam
definisi mood. Berdasarkan tabel, peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian konsisten
dengan hipotesis bahwa kesadaran mempengaruhi MDM, setidaknya pada dimensi mood
arousal.
5. Eksperimen 3
Pada eksperimen ke 3, para peneliti berupaya untuk
menguatkan kesimpulan yang didapatkan dari eksperimen
ke 2 mengenai MDM pada arousal dengan meneliti hanya
mengenai memori yang terkait dengan pleasant mood.
Penelitian dilakukan dengan tambahan variabel mood yang

didefinisikan, seperti halnya eksperimen ke 2. Berdasarkan data, tidak terlihat adanya perbedaan
yang signifikan dalam mengingat mood yang sama, baik dengan adanya mood yang didefiniskan
maupun tidak.
6. Eksperimen 4
Dalam eksperimen 4, seperti eksperimen 1, hanya
menguji pengaruh mood bahagia atau gairah (arousal) saja
atau kedua dimensi mood. Tetapi, perbedan dengan
eksperimen 1, dalam eksperiman 4, pertama metode
pemunculan mood berbeda dimana disini digunakan dua
metode, yaitu pemilihan musik pada fase pembentukan katakata dan skenario verbal. Kedua, pada eksperimen 4,
partisipan diberi waktu lebih untuk merasakan mood pada
kedua fase eksperimen. Terakhir, peneliti memberikan Beck
Depression Inventory (BDI) kepada semua partisipan.
Hasilnya, kemampuan mengingat sepanjang pembentukan mood cukup tinggi pada mood
yang sama dan tingkat gairah (arousal) yang berbeda-beda. Tetapi, rata-rata kemampuan
mengingat lebih rendah pada tingkat mood bahagia yang berbeda-beda dan pada mood yang
berbeda.
7. Eksperimen 5
Dalam eksperimen ini, partisipan diuji secara individual dengan
hanya satu pilihan musik pada tahap word-generation. Pertama
partisipan diminta mendengarkan musik tersebut, kemudian
menilai mood yang dirasakannya dan melkukan hal yang sama
setelah word generation. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
pengaruh pilihan musik partisipan dan dampaknya terhadap
moodnya. Penelitian ini seperti menggabungkan prosedur dari
eksperimen 1 dengan penelitian normatif mood-music scenarios,
dan hasilnya pun konsisten. Kedua dimensi mood yang dipakai
dapat dijadikan manipulasi yang efektif dalam eksperimen.

V. Analisis dan Kesimpulan


Mendukung latar belakang dilakukannya penelitian ini, peneliti tetap pada asumsi
awalnya yang mendukung dapat diaplikasikannya two-dimensional theories of mood terhadap
fenomena mood dependent memory (MDM). Dimana teori tersebut mengatakan bahwa
perubahan pada dimensi pleasantness atau arousal sudah dapat menimbulkan MDM. Penelitian
ini membuktikan bahwa dimensi pleasantness-lah yang paling berperan besar dalam MDM.
Bahkan perubahan dimensi pleasantness sendiri sudah cukup untuk menimbulkan MDM, tidak
perlu terjadi perubahan pada kedua dimensi. Hal ini dibuktikan dalam eksperimen 1 dan 3.
Berarti pengaruh perubahan pleasantness dengan MDM tidak dipengaruhi keberadaan pemberian
defined-mood. Kemudian pada eksperimen ke-4 hal yang sama dibuktikan kembali, bahkan
ketika peneliti mempertimbangkan pengaruh pemilihan musik dan pengaruh tingkat depresi
partisipan. Pada eksperimen terakhir dengan perubahan penentuan sifat musik yang
diperdengarkan pun, hasilnya tetap sama. Berdasarkan hasil dari eksperimen-eksperimen yang
dilakukannya tersebut, tim peneliti menyimpulkan bahwa memang benar hanya dibutuhan
perubahan pada salah satu dimensi mood, yaitu pleasantness, yang dibutuhkan untuk
menimbulkan MDM.
Penemuan penting lain yang disimpulkan peneliti dari proses penalarannya adalah
bagaimana perubahan dimensi arousal hanya akan menimbulkan MDM ketika partisipan
diberikan defined-mood. Partisipan perlu secara jelas diberitahukan mood apa yang ingin
dibangun dalam proses word generation dan word recall, yang dibuktikan pada eksperimen ke-2.
VI. Implikasi dan Konsekuensi Kesimpulan
Dalam penelitian ini, kesimpulan yang dihasilkan tim peneliti menghasilkan implikasi
pada sesedikitnya 3 aspek yaitu teoritis, klinis, dan juga metodologis. Dalam aspek teoritis,
seperti telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini memberikan banyak pembuktian terhadap
teori-teori sebelumnya yang banyak dinilai kurang dapat membuktikan kemampuan perubahan
pleasantness dalam menimbulkan MDM Untuk implikasi di dunia klinis, penelitian ini dapat
lebih menjelaskan penurunan memori yang disebabkan oleh mood-swing disorders. Dapat dilihat
bagaimana perubahan mood pleasantness sangat berpengaruh terhadap apa yang diingat oleh
seseorang. Di segi metodologisnya tim peneliti memberikan implikasi perlunya penelitianpenelitian lanjutan dengan memberikan beberapa saran untuk ke depannya. Penelitian perlu
dilakukan untuk dapat lebih jelas menggambarkan mekanisme bagaimana perubahan mood dapat

mempengaruhi atau dalam hal ini menurunkan kemamuan mengingat sesuatu. Dalam meneliti
topik ini, peneliti juga menyaranikan control yang lebih ketat terhdap dimensi yang diteliti dan
juga kemuungkinan meneliti pleasantness dan arousal pada saat yang bersamaan. Maka itu dapat
disimpulkan bahwa penelitian lebih lanjut perlu memfokuskan pada perbedaan dan kesamaan
antara memori yang bergantung pada pleasantness dan arousal.

Anda mungkin juga menyukai