Anda di halaman 1dari 7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang


dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara.
Serangga tersebut menjadi hama baru pada beberapa jenis tanaman sayuran di
beberapa sentra sayur dataran tinggi. Tanaman kentang, kacang-kacangan
(Leguminosae), dan bawang-bawangan (Amarillidae) dilaporkan peneliti tersebut
sebagai inang lalat Liriomyza sp. (Solis, 1997).
Pada tahun1994. Liriomyza sp. Pertama kali ditemukan menyerang
pertanaman kentang di Cisarua Bogor. Hama ini kemudian menyabar dibeberapa
daerah di Jawa, Sumatera dan Sulawesi dan menimbulkan keresakan berat pada
tanaman lain seperti mentimun, buncis dan kacang merah. Kehilangan hasil pada
tanaman kentang akibat hama ini mencapai 34 % dan pada tanaman buncis 70 %
(Baliadi, 2010).
A. Biologi Liriomyza huidobrensis
Klasifikasi lalat penggorok daun Liriomyza huidobrensis menurut
Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Diptera

Family

: Agromyzidae

Genus

: Liriomyza

Species

: Liriomyza huidobrensis

Lalat penggorok daun termasuk genus Liriomyza, ordo Diptera, famili


Agromyzide. Liriomyza adalah salah satu dari lima genus lalat penggorok daun
(Agromyza, Japanaromyza, Liriomyza, Phytomyza, dan Tropicomyza) yang
berasosiasi dengan tanaman leguminosa. Genus liriomyza terdiri atas banyak
spesies. Lalat dengan tipe makan polifag ini dapat ditemukan pada berbagai jenis
tanaman, sehingga memungkinkan terbentuknya banyak spesies akibat adaptasi,
mutasi, dan evolusi (Baliadi, 2010)
Telur lalat kacang berbentuk lonjong, berukuran panjang 0,31 mm, lebar
0,15 mm, berwarna putih seperti mutiara. Telur di letakkan pada keping biji
(kotiledon) serta daun pertama tanaman. Telur ini akan menetas setelah berumur
2 - 4 hari dan keluar larva (Soehardjan, 1987)
Larva menggorok bagian jaringan palisade. Larva mengalami tiga instar,
larva instar terakhir berukuran 2-3 mm berwarna kuning. Larva dewasa jatuh ke
tanah dan membentuk pupa pada serasah tanaman. Siklus hidup dari telur sampai
imago berlangsung sekitar 21 hari (Baliadi, 2010).
Pupa berwarna kuning kecoklatan, berukuran lebih kurang 2,25-2,5 mm.
pada rumah kaca dengan suhu 27C stadia pupa berkisar 8-9 hari tergantung pada
tanaman inang. Lama perkembangan pupa ini berkorelasi negatif terhadap suhu.
Pupa terdapat di bawah daun di ujung korokan dengan posisi menggantung atau
berada di permukaan tanah (Steck, 1996).
Lalat dewasa sangat kecil berukuran sekitar 2,5 mm. Lalat dewasa
berwana kuning pada bagian kepala, berwarna hitam pada bagian dekat oceli dan

mata, antena berwarna kuning dengan 3 segmen dan membulat, terdapat rambutrambut kaku yang tegak disekitar punggung yang berwarna kuning (Gambar 1).

Gambar 1: Liriomyza huidobrensis


Sumber: http://balittra.litbang.deptan.go.id
Warna tubuh kehitaman atau kekuningan. Bagian dorsal berwarna gelap, namun
skuletumnya kuning terang. Mesonotum berwarna hitam mengkilat, scutelum
kuning agak lancip, tungkai dengan koksa dan femur berwarna kuning, tibia dan
tarsus berwarna coklat. Lebar sayap jantan 1,5 mm dan betina 1,6 mm. Abdomen
hampir keseluruhan berwarna hitam mengkilap. Imago betina memiliki ovipositor
yang berkembang sempurna, dan alat ini yang merupakan pembeda dengan lalat
jantan. Lalat betina membuat beberapa tusukan, pada bagian atas permukaan daun
yang diawali pada daun bagian atas (Malipatil, 2004).

B. Gejala Serangan
Gejala serangan lalat penggorok daun pada tanaman mudah dikenali
dengan adanya liang korokan beralur warna putih bening pada bagian mesofil
daun. Apabila liang korokan tersebut dibuka, akan terlihat larva yang aktif
bergerak. Larva hidup dan makan didalam liang korokan. Pada satu helai daun
dapat dijumpai lebih dari satu liang korokan. Pada serangan lanjut, warna liang
korokan menjadi kecoklatan, daun layu dan gugur (Soehardjan, 1987)

Gejala berupa liang korokan beralurwarna putih bening pada bagian


mesofil daun, gejala ini banyak ditemukan pada daun tanaman. Jumlah alur
korokan bervariasi, bergantung pada jumlah larva yang menetas. Pada serangan
lanjut, liang korokan berubah warna menjadi kecoklatan dan di dalamnya larva
berkembang. Gejala tersebut merupakan ciri khas serangan lalat penggorok daun,
Liriomyza sp (Baliadi, 2010)
Selanjutnya larva menggerek pada keping biji atau daun akan menuju ke
batang, terus ke pangkal batang dan pangkal akar melalui jaringan epidermis kulit
batang. Gejala serangan pada kulit batang sukar dilihat tanpa menggunakan
mikroskop, terutama gerekan pada batang dekat pangkal keping biji atau pangkal
tangkai daun (BPTP Sumut, 2007).
Apabila liang-liang yang disebabkan gerekan larva cukup banyak. Gejala
serangan sudah tampak pada 14 hari setelah tanam (Gambar 2).

Gambar 2: Gejala serangan L. huidobrensis


Sumber: foto langsung di lapangan
Sebagai akibat putusnya jaringan kulit, maka akar tanaman menjadi layu, kering
dan mati karena akar tidak dapat lagi berfungsi normal untuk menghisap air dan

unsur hara dari dalam tanah. Pada tingkat serangan ringan tanaman dapat tumbuh
terus, karena diatas pangkal akar yang rusak masih dapat tumbuh akar-akar baru
(Soehardjan, 1987).
Gejala serangan larva pada keping biji menunjukkan suatu kecenderungan
bahwa semakin tua umur tanaman semakin rendah persentase tanaman terserang.
Semakin tua umur tanaman semakin kurang disukai lalat sebagai tempat untuk
meletakkan telurnya, Diduga kandungan nutrisi termasuk airnya menurun bagi
kesesuaian peneluran imago, sehingga imago kurang tertarik dengan daun yang
tua dan berkadar air rendah (Supratha, 2002).
C. Pengendalian Hama Liriomyza huidobrensis
Berdasarkan komponen pengendalian yang tersedia pada tanaman hias dan
sayuran, rekomendasi PHT untuk lalat penggorok daun dapat dilakukan dengan:
- Tanam serentak pada hamparan kisaran waktu 14 hari
- Pergiliran tanaman dengan padi atau jagung untuk lahan sawah dan jagung ubi
untuk lahan kering.
- Pemantauan lalat penggorok daun mulai 6-30 hari
- Pemupukan berimbang dan
- Pemasangan perangkap warna likad kuning (16 cm x 15 cm) (Baliadi, 2010).
Pengendalian hama yang paling utama dilakukan petani adalah
penggunaan pestisida. Akan tetapi apabila penggunaan bahan insektisida tersebut
kurang bijaksana akan menimbulkan dampak negatif bagi flora maupun fauna
serta lingkungan, dan disamping itu pula bahan kimia atau pestisida tersebut
harganya cukup mahal (Thamrin, 2008) .

Di Indonesia, untuk mengatasi lalat penggorok daun, petani sayuran


umumnya melakukan aplikasi insektisida setiap minggu, bahkan terkadang
seminggu dua kali. Salah satu insektisida yang digunakan adalah yang berbahan
aktif profenopos (Baliadi, 2010).

D. Penggunaan Perangkap Warna


Umumnya serangga tertarik dengan cahaya, warna, aroma makanan, atau
bau

tertentu.

Metode

penggunaan

perangkap

dikembangkan

dengan

memanfaatkan kelemahannya. Caranya adalah dengan merangsang agar serangga


berkumpul pada perangkap yang disesuaikan dengan kesukaannya sehingga
nantinya serangga yang terperangkap tersebut tidak dapat terbang dan akhirnya
mati. Pengendalian metode ini cukup efektif bila digunakan secara meluas dan
tepat waktu sebelum terjadi ledakan hama. Perlu diperhatikan dalam penggunaan
perangkap adalah sebagai berikut : (1) ukuran atau jenis serangga yang akan
ditangkap, (2) kebiasaan serangga keluar: siang atau malam hari (3) stadium
perkembangan serangga, (4) makanan kesukaannya, (5) warna kesukaannya, (6)
kekuatan atau kemampuan hama untuk berinteraksi terhadap jerat. Namun
perangkap ini hanya bisa digunakan pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanya
pun tidak jauh berbeda dengan perangkap cahaya dimana serangga yang datang
pada tanaman dialihkan perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang. Bila
pada obyek

tersebut telah dilapisi semacam lem, perekat atau getah maka

serangga tersebut akan menempel dan mati (Firmansyah, 2008).


Salah satu teknik untuk menekan populasi dari serangga hama penggorok
daun adalah melalui penggunaan perangkap kuning. Penggunaan perangkap warna

kuning untuk melakukan pemantauan populasi hama. Perangkap ini berguna


untuk menentukan sebaran dan aktivitas kehidupan hariannya. Perangkap warna
kuning tersebut cukup efisien menjebak lalat untuk memantau populasi dan
keberadaan lalat di lapangan (Hartanto, 2008).
Perangkap warna berperekat cukup aman di gunakan dan tidak membunuh
predator dan parasitoid dari hama. Perangkap ini telah digunakan untuk
monitoring hama di lapangan dan di rumah kaca. Penggunaan perangkap
berperekat tidak menyebabkan kerusakan tanaman namun dapat mengurangi
populasi hama. Hal ini sesuai dengan program Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) (Sastrosiswoyo dkk, 1993).
Warna

dan

posisi

ketinggian

perangkap

sangat

efektif

dalam

mengendalikan hama lalat penggorok daun dan juga untuk memonitor efek
perangkap yang dibuat di lapangan (Solis,1997). Tinggi pemasangan perangkap
berpengaruh nyata terhadap efisiensi penangkapan hama, yakni semakin menjauhi
kanopi tanaman semakin sedikit jumlah hama yang tadi tertangkap. Perangkap
yang paling efisien menangkap hama adalah yang dipasang di sekitar kanopi
tanaman. Hal ini memberi indikasi bahwa aktivitas terbang

hanya terjadi di

sekitar tinggi tanaman, ukuran tubuh lalat yang relatif kecil, migrasinya sangat
tergantung pada bantuan angin (Supriyadi dkk, 2002).

Anda mungkin juga menyukai