TINJAUAN PUSTAKA
2.1
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang
berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan
daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah
output. Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum. Dalam literatur klasik, terdapat beberapa
perbedaan pandangan mengenai kebajikan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan
tiori klasik tradisional (Nopirin, 2000). Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa
kebijakan fiskal lebih besar pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan
moneter. Hal ini didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan
uang terhadap tingkat bunga kecil sekali (extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak.
Kebijakan fiskal yang ekspansif akan menggeser kurva IS kekanan sehingga output
meningkat. Sedangkan ekspansi moneter dengan penambahan jumlah uang beredar
pada kurva IS yang tetap tidak akan berpengaruh terhadap output. Hal ini
menunjukkan bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan
kebijakan moneter.
2.2
dua yaitu Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan
Fiskal Ekspansif
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional
gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (Y F ) lebih tinggi dibandingkan
dengan output Actual ( ). Pada saat terjadi kontraksional gap ini kondisi
perekonomian ditandai oleh tingginya tingkat pengangguran dimana
>
.
Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran
pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun
mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T)
terhadap output adalah sebagai berikut, pada grafik (2.1) maka dapat dijelaskan
bahwa disaat pengeluaran pemerintah (G) naik atau selisih pajak (T) turun maka
akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan akan naik
dari (Y 1 ) menjadi (Y f ).
kebijakan pemerintah
dengan cara
menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan
untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah
untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang
mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat
munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output
potensial (Y f ) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual ( ). Adapun
mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun kenaikan pajak (T)
terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara grafik kebijakan fiskal kontraktif
diagram sebagai berikut:
2.3
2.3.1
Teori IS Curve
Pasar barang adalah pasar dimana semua barang dan jasa yang diproduksi
Y C I G
(2.1)
C C[(Y T ), R]
(2.2)
I I [Y , R]
(2.3)
Y C[(Y T ), R] I [Y , R] G
(2.4)
1
1 1 1
[ 0 0 G 1T ( 2 2 ) R ]
Y [ R, G, T ]
Persamaan
(2.5)
(2.5)
menjelaskan
keseimbangan
pasar
barang,
dimana
keseimbangan output riil agregat [Y] ditentukan oleh tingkat bunga nominal [R],
konsumsi riil pemerintah [G] dan pajak pendapatan riil [T]. Persamaan (2.5)
menjelaskan bahwa kemiringan atau slope dari kurva IS adalah negatip, artinya
respons output riil agregat [Y] terhadap tingkat bunga bunga nominal [R] adalah
negatip.
AD/AS
AE 2 =C+I(r 2 )+G
E2
AE 1 =C+I(r 1 )+G
E1
45
Y1
Y2
R
E1
R1
E2
R2
IS
Y1
Y2
Pada tingkat bunga pada R 1 maka kurva permintaan agregat adalah pada
kurva a + bY + e f.R 1 , maka pendapatan nasional equilibrium pada Y 1 .
2.
3.
Titik E 1 pada diagram kedua merupakan perpotongan garis yang ditarik dari
titik E 1 pada diagram pertama dengan garis R 1 pada diagram kedua.
4.
Bila tingkat bunga pada R 2 , maka kurva permintaan agregat adalah pada
kurva a + bY + e f.R 2 , pendapatan nasional equilibrium pada Y 2 .
5.
6.
Titik E 2 pada diagram kedua merupakan perpotongan garis yang ditarik dari
titik E 2 pada diagram pertama dengan garis R 2 pada diagram kedua.
7.
perubahan
pengeluaran
pemerintah
atau
penurunan
pajak
adalah
sebesar
multipliernya. Secara grafik maka pergeseran tersebut dapat dilihat sebagai berikut
Kenaikan
pengeluaran
pemerintah
meningkatkan
pengeluaran
yang
direncanakan
Y E (Y , R)
Dengan syarat
E
EY 0
Y
E
Er 0
R
E
E
Y
R
Y
r
E Y Y E r R
(1 E
Y
R
) Y
E r
1 E
r
r
Dari turunan diatas maka dapat dilihat hubungan tingkat suku bunga terhadap
pendapatan maka kurva IS berslope negatif. Hal ini menunjukan jika tingkat suku
bunga (R) meningkat maka akan menurunkan tingkat pendapatan.
Pergeseran kurva IS secara matematis dilihat hubungan antara Pendapatan agregat
dengan Pengeluaran agregat
Y C (Y T ) I ( R ) G
Y E (Y , T , R ) G
E
E
Y
R G0
Y
R
(1 EY )Y G0
Y
G 1 Ey
0
Y
1
2.4
ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan
agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output
keseimbangan. Ahli ekonomi klasik mempunyai pendapat bahwa kebijakan moneter
lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan fiskal. Pada perkembangannya, dengan
munculnya kaum monetarist yang pada dasarnya beraliran klasik, perbedaan pendapat
dengan noe-kaynesian tidak lagi berkisar pada lereng kurva IS dan LM ini. Demikian
juga perbedaannnya tidak se extrim diatas. Kaum monetarist juga mengakui bahwa
2.5
dua yaitu Kebijakan Moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan
Moneter Ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang
yang beredar. pada saat munculnya kontraksional gap. Berikut grafik kebijakan
moneter ekspansif. Dari gambar dibawah dapat dilihat kondisi awal penawaran uang
(Ms 1 ) dan tingkat suku bunga adalah kurva (R 1 ). Pada kurva R 1 tingkar suku bunga
yang peka terhadap pengeluran adalah I=(a+Ip), rencana pengeluaran agregat menjadi
AEp(R 1 ) dan Produk Domestik Bruto adalah (Y 1 ).
Y=E
AEp
( )
AEp
Y1
R
M S1
M S2
LM
R
LM 2
R
L(R, Y 1 )
M/P
I1
I=(a+Ip
)
Selain itu kurva PDB pada Y 1 membantu menetukan posisi kurva permintaan
uang pada kurva L(R, Y 1 ) dimana besama-sama dengan kurva (Ms 1 ) menentukan
tingkat suku bunga (R 1 ). Ketika Ms 1 meningkat menjadi Ms 2 maka tingkat suku
bunga turun karena pendapatan dan pengeluaran naik menjadi menjadi (R 1 ), AEp
(R 1 ) dan Y 1 .
Kebijakan Moneter Kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka
mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat
(tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan
moneter, yaitu antara lain Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi
pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah
jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun,
bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat
berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain
diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan
jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank
umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus
meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga
demi membuat uang yang beredar berkurang.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib
adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana
cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah
uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio.
Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan
moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi himbauan
kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit
untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar
dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
2.6
2.6.1
Teori LM Curve
Model LM menjelaskan keseimbangan permintaan dan penawatan uang.
Rumah tangga memerlukan atau memegang uang sebagai aktiva yang berfungsi
sebagai alat tukar, pengukur nilai dan penyimpan nilai. Model keseimbangan
permintaan dan penawaran uang adalah
M
L(Y , R )
P
(2.6)
Pada nilai [MP] tertentu, persamaan (2.6) menjelaskan bahwa respons output
riil agregat [Y] terhadap tingkat bunga nominal [R] adalah positip karena hubungan
stok uang [M] dengan tingkat bunga nominal [R] adalah negatip. Jika model
keseimbangan pasar uang adalah M/P = 0 + 1 Y - 2 R maka skedul LM adalah Y =
-( 0 / 1 ) + ( 2 / 1 ) R + (1/ 1 ) M/P atau secara umum: y = [R, M/P].
Hubungan Y dengan R pada stok uang tertentu menjelaskan kurva LM dengan
dengan kemiringan positip. Artinya respons output riil agregat [Y] terhadap tingkat
bunga nominal [R] adalah positip atau peningkatan tingkat bunga akan meningkatkan
output riil agregat pada keseimbangan pasar uang. Hubungan antara tingkat bunga
dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar uang dinyatakan dengan Kurva LM.
Teori preferensi likuiditas menyatakan bahwa tingkat bunga menyesuaikan untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan untuk aset perekonomian yang paling
likuid, yaitu uang. Jika M menyatakan penawaran uang dan P menyatakan tingkat
harga, maka M/P adalah penawaran dari keseimbangan uang riil. Teori preferensi
likuisditas mengasumsikan adanya penawaran uang riil tetap. Penawaran uang M
adalah variabel kebijakan eksogen yang dipilih oleh bank sentral. Tingkat harga P
juga merupakan variabel eksogen dalam model ini (dianggap tingkat harga adalah
tertentu (given) karena model IS-LM menjelaskan jangka pendek ketika tingkat harga
adalah tetap).
2.6.2
LM
R2
E2
E2
R2
E
L2
R1
E1
R1
L1
M/P
Y1
Y2
2.
3.
4.
5.
melalui perubahan pada variabel tingkat suku bunga dan pendapatan yang terkait
dengan kebijakan moneter. Pergeseran kurva LM dapat dilihat pada gambar 2
berikut :
Keterangan : r adalah tingkat suku bunga, Y adalah pendapatan nasional, M/P adalah
money supply, L(R, Y) adalah permintaan uang.
Penurunan dalam penawaran uang akan menggeser kurva LM dari LM0 ke LM1 yang
berakibat terhadap kenaikan tingkat suku bunga dalam tingkat pendapatan nasional
tertentu.
Secara matematis maka pergeseran kurva LM dapat dihitung sebagai berikut
MS=Md atau Ls=Ld sehingga
Maka persamaan kurva LM juga dapat ditulis dalam bentuk :
M
kY hR ; k, h 0
P
1
M
R kY
h
P
R 1
.k 0
Y h
Perhitungan deferensial dari dua persamaan diatas adalah sebagai berikut :
L
L
Y
R
Y
R
( M / P ) LY Y L r R
(M / P)
(M / P) 0
L
R
Y 0
Y
Lr
M/P merupakan intersept dengan sumbu tegak, sedangkan h/k merupakan slope
(kecuraman) kurva positif, disaat tingkat suku bunga turun maka pendapatan juga
akan turun.
2.7
Y ( R, G, T ) dan M / P L(Y , R)
M
Y Y , G, T
(2.7)
Dari (2.7) ditunjukkan bahwa respons output riil agregat terhadap stok uang
riil dan konsumsi riil pemerintah adalah positip dan respons terhadap pajak riil adalah
negatip. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa hubungan output riil agregat
terhadap tingkat harga umum adalah negatip, menjelaskan skedul permintaan agregat
[AD]. Pada kurva IS yang tetap, peningkatan harga akan menurunkan stok uang riil
sehingga skedul LM semakin rendah dan sebaliknya. Dari (2.7) diketahui tiga faktor
yang dapat mempengaruhi permintaan agregat, yaitu M, G dan T. Peningkatan stok
uang [M] pada tingkat harga umum yang tetap akan meningkatkan skedul LM
sehingga skedul AD naik. Sebaliknya penurunan stok uang [M] pada tingkat harga
umum yang tetap akan menurunkan skedul LM sehingga skedul AD turun
Peningkatan pajak pendapatan riil pada tingkat harga umum yang tetap akan
menurunkan skedul IS sehingga skedul AD turun, dan sebaliknya penurunan pajak
pendapatan riil pada tingkat harga umum yang tetap akan meningkatkan skedul IS
sehingga skedul AD naik Oleh sebab itu perubahan kebijakan fiskal dan moneter
akan merubah skedul AD.
R
LM: [M 0 /P 0 ]
LM: [M 1 /P 0 ]
LM: [MP 1 ]
IS
P
AD 0
P0
P1
AD 1
Dari (2.7) diketahui tiga faktor yang dapat mempengaruhi
permintaan
Y
2.8
(2.14)
R
LM:[M/P 0 ]
LM:[M/P 1 ]
IS
W/P
y
AS 0
AS 1
AD
y
y
450
(2.15)
Dimana respons lesure terhadap konsumsi riil adalah negatip [ c < 0 ] dan
respons terhadap uang kas riil adalah positip [ m > 0]. Persamaan (2.15) menjelaskan
bahwa jumlah waktu lesure dan waktu bekerja adalah tetap. Pada konsumsi tertentu,
waktu bekerja akan berkurang apabila waktu lesure dan stok uang riil bertambah.
Apabila individu atau rumah tangga menggunakan semua fasilitas aktiva produktif
maka produksi agregat berubah menjadi:
yt f [nt , kt 1 ]
(2.16)
(2.17)
dimana:
v t = transfer pemerintah kepada individu atau rumahtangga, dan
t-1 = P t-1 P t-2 = tingkat inflasi periode [t - 1].
Masalah rumahtangga adalah menentukan c t , k t , l t dan m t dengan cara
memaksimalkan fungsi tujuan (2.14) dengan kendala (2.15) dan (2.17).
Penurunan konsumsi sekarang [c t ] berarti juga penurunan permintaan stok
uang riil sekarang [m t ]. Penurunan konsumsi sekarang akan menurunkan skedul IS
dan peningkatan stok uang riil akan meningkatkan skedul LM, sehingga permintaan
agregat turun dan tingkat harga umum naik. Penurunan permintaan agregat dan
peningkatan tingkat harga umum akan menurunkan konsumsi riil rumahtangga dan
konsumsi riil perusahaan. Proporsisi ini membuktikan bahwa analisis utilitas
maksimal sesuai dengan analisis IS dan LM.
2.9
Beberapa hasil studi telah melahirkan beberapa kajian baru tentang koordinasi
kebijakkan fiskal dan moneter. Dalam jangka panjang (Hagen dan Mundshenk, 2003)
terget kebijakan moneter yang dibuat bank sentral adalah untuk mengendalikan
tingkat inflasi tanpa memikirkan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu kebijakan
pengeluaran pemerintah dalam kebijakan fiskal suatu negara bertujuan untuk
meningkatkan output kepada sektor swasta dan sektor publik tetapi tidak dalam
tingkat output dan mendistribusikan output kepada sektor swasta dan sektor publik
dalam jangka panjang, bank sentral akan dapat mencapai sasaran kebijakannya yaitu
stabilitas harga, tanpa bertentangan dengan kebijakan fiskal. Pemerintah dapat
menggunakan alternatif kebijakan fiskal cocok dan sesuai yang dibutuhkan negara
saat itu. Pada posisi tersebut, tidak diperlukan adanya koordinasi antara kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter.
2.10
(1)
Y=[a+b(Y-T)]+(c-dr)+G
(2)
(3)
Y-bY=(a+c)+(G-bT)-dR
+
(4)
tingkat bunga. Alasannya adalah bahwa akan menimbulkan pengganda yang besar
atas perubahan investasi. Semakin besar pengganda, semakin besar dampak
perubahan investasi terhadap pendapatan dan kurva IS menjadi mendatar.
Kecenderungan mengkonsumsi marginal b juga menentukan sejauh mana
perubahan kebijakan fiskal menggeser kurva IS . Koefisien G. 1/(1-b), adalah
pengganda belanja pemerintah dalam perpotongan Keynesian. Demikian pula,
koefisien T,-b/(1-b), adalah pengganda pajak dalam perpotongan Keynesian. Semakin
besar kecenderungan mengkonsumsi marginal, semakin besar pengganda, dan
semakin besar pergeseran kurva IS yang berasal dari perubahan kebijakan fiskal.
Efektivitas Kebijakan fiskal dilihat dari Kurva LM
Untuk melihat efektivitas kebijakan fiskal dapat diuraikan secara aljabar dari
persamaan sebagai berikut
M/P=L(r, Y)
(1)
L(r, Y)=eY-f r
(2)
Dimana e dan f adalah angka lebih besar dari nol. Nilai e menentukan berapa besar
permintaan uang meningkat ketika pendapatan naik. Nilai f menentukan berapa
banyak permintaan uang turun ketika tingkat bunga naik. Ekuillibrium pasar uang
sekarang dijelaskan dengan
M/P =eY- f r
(3)
R=(e/f)Y-(1/f)M/P
(4)
Persamaan ini memberi kita tingkat bunga yang menyeimbangkan pasar uang
untuk setiap nilai pendapatan dan keseimbangan
menggambarkan persamaan ini untuk nilai Y dan R yang berbeda berdasarkan nilai
M/P yang tetap. Dari koefisien pendapatan (e/f) dapat menentukan kurva LM curam
atau datar. Jika permintaan uang tidak sangat sensitif terhadap tingkat pendapatan,
maka e adalah kecil. Dalam kasus ini, hanya diperlukan perubahan kecil dalam
tingkat bunga untuk mengurangi kenaikan kecil dalam permintaan uang yang
disebabkan oleh perubahan pendapatan ; kurva LM relatif datar. Demikian pula, jika
kuantitas uang yang diminta tidak sangat sensitive terhadap tingkat bunga, f adalah
kecil. Dalam kasus ini, pergeseran pada permintaan uang yang disebabkan oleh
perubahan pendapatan akan menimbulkan perubahan besar pada tingkat bunga
ekuillibrium; kuva LM relatif Curam.
Dalam melihat efektivitas kebijakan kita membandingkan pada tiga daerah
yaitu daerah klasik, intermediate range dan daerah keynes. Daerah liquidity trap
merupakan daerah yang idenya pertama sekali dikemukan oleh Keynes. Keynes
menganggap ada satu daerah pada kurva LM yang memiliki tingkat bunga yang
sangat rendah dan tidak mungkin turun lagi. Daerah ini yang disebut daerah liquidity
trap. Situ daerah klasik memili kurva LM yang tegak lurus. Hal ini dikarenakan
pemahaman kaum klasik bahwa teori permintaan uang, permintaan uang tidak
dipengaruhi oleh suku bunga. Menurut paham ini, permintaan uang dipengaruhi oleh
pendapatan. Karena tidak ada hubungannya dengan suku bunga, maka kurva LM
bentuknya tegak lurus. Daerah intermediate range adalah daerah yang menunjukan
kurva LM dipengaruhi oleh suku bunga. Untuk melihat keefektifan ekonomi dapat
kita lihat pada gambar berikut:
IS 1
IS 1
IS 0
IS 0
IS 1
IS 0
Y
Y0
Y1
Y 0a
Y 1b
Y 0c =Y 1d
tidak efektif pada daerah klasik. Ketika ada kebijakan fiskal, keseimbangan
pendapatan nasional tidak berubah.
R
IS 3
LM 0
LM 1
IS 2
IS 1
y1
y2
y4 y3
y5
Ke
sangat efektif didaerah klasik dan efektif pada daerah intermediate. Sementara itu,
kebijakan moneter sama sekali tidak efektif pada daerah keynesian.
level pajak terhadap variable ekonomi makro yang mendasarkan pada ukuran
guncangan fiskal. Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa kenaikan pajak
merupakan kebijakan yang bersifat kontraksi terhadap perekonomian. Pengaruhnya
sangat signifikan dan merugikan bagi perekonomian, karena efek perubahannya lebih
besar dari pada perubahan tingkat pajak itu sendiri. Efek yang paling besar pengaruh
negatifnya adalah pajak yang berhubungan dengan investasi
Chun (2006), meneliti tentang pengaruh kebijakan fiskal terhadap tingkat
fiscal dalam konteks hipotesis crowding out kebijakan fiscal yang dilakukan oleh
pemerintah Turkey. Penelitian tersebut menggunakan kointegrasi johansen yang
menghasilkan bahwa pendapat Keynes dan pendapat neokalsik tentang akibat dari
kebijakan fiscal yang diambil oleh pemerintah Turkey berlaku terjadi di Turki. Ketika
terjadi peningkatan pada pengeluaran pemerintah ditemukan crowding out terhadap
investasi swasta. Disimpulkan bahwa defisit angaran menimbulkan crowding out efek
terhadap investasi swasta.
Maryatmo (2004), melaukan penelitian yang bertujuan untuk mengamati
dampak dari kebijakan deficit anggaran yang dilakukan oleh pemrintah terhadap
variable makro ekonomi secara umum dan khususnya variable moneter dalam jangka
panjang dan jangka pendek. Penelitian ini menggunakan spesifikasi model rasional
ekspektasi yang memungkinkan pengambil keputusan untuk mencegah efek efek
yang lain.
Model tersebut mengkonstruksi 8 persamaan jangka panjang dan delapan
persamaan jangka pendek dan 12 persamaan identitas. Pengestimasian menggunakan
metode two stage least square hasil penelitian menunjukkan bahwa deficit anggaran
mempengaruhi tingkat suku bunga dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dan
defisit anggaran juga berpengaruh terhadap nilai tukar dan tingkat harga.dalam jangka
panjang hasil uji causal memperlihatkan bahwa nilai tukar dan tingkat harga
mempunyai efek yang berkebalikan dengan defisit anggaran.
Adapun Gupta et al. (2002) melakukan studinya dengan kasus 39 negara
ESAF dan PRGF dengan kurun waktu 1990-2000. Studi tersebut lebih dimaksudkan
untuk mengetahui apakah fiskal adjustment dan perbaikan komposisi pengeluaran
pemerintah memiliki manfaat baik bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara
miskin. Sumber pembiayaan pemerintah juga diamati di sini dengan dilatarbelakangi
kenyataan bahwa selama ini studi-studi yang ada belum memperhatikan apakah
defisit yang dibiayai dari luar negeri memiliki perbedaan dampak terhadap
output di Amerika Serikat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS.
Penelitiannya menemukan bahwa kebijakan fiskal tidak memiliki dampak terhadap
keseimbangan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Tingkat pertumbuhan
yang lambat memberikan kenyataan bahwa kebajikan fiskal hanya berpengaruh pada
jangka pendek pada masa transisi. Kenaikan variabel instrumen fiskal dalam jumlah
yang relatif besar tidak terlalu berpengaruh besar terhaap output.
Hafer, Haslag dan Jones (2002), meneliti tentang hubungan antara kebijakan
moneter, jumlah uang beredar, dan output di Amerika Serikat. Metodologi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS dengan menggunakan data tahun
1961 1982 dan 1961 2000. Penelitian ini terdiri dari tiga kajian. Yang pertama
yaitu melihat hubungan antara kebijakan moneter dan output dengan mengestimasi
persamaan output gap dimana tingkat pembiayaan bank sentral menjadi instrumen
kebijakan moneter. Yang kedua yaitu mengestimasi pengaruh jumlah uang beredar
(M0,M1.M2) dengan mempengaruhi tingkat bunga terhadap output. Hasil estimasi
memperlihatkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat pembiayaan bank
sentral terhadap output kurun waktu tahun 1961 1982. Namun tercatat tidak
signifikan pada data tahun 1982 hingga tahun 2000. Penelitian ini juga menemukan
hubungan yang signifikan antara lag jumlah uang riil dan output gap pada tahun 1961
1982, namun juga tidak signifikan pada tahun 1982 2000.
Albatel (2003), meneliti tentang hubungan antara kebijakan pemerintah
(kebijakan moneter dan kebajikan fiskal) dan output di Arab Saudi. Metodologi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kointegrasi dan error correction model
dengan menggunakan data tahun 1964 1998. hasil penelitian memperlihatkan
terhadap hubungan kointegrasi antara kebijakan pemerintah (kebijakan fiskal dan
moneter), liberalisasi perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi di Arab Saudi.
Variabel pengeluaran pemerintah (kebijakan fiskal) dan jumlah uang beredar
(kebijakan moneter) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil
statistik menukung adanya pemikiran bahwa aktivitas pemerintah (investasi
pemerintah) akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan perkapita. Begitu juga
dengan kebijakan pemerintah baik secara fiskal maupun moneter memiliki efek
permanen terhadap output rill. Semenjak kenaikan harga minyak tahun 1973, Arab
Saudi terus meningkatkan pengeluarannya. Namun fluktuasi harga minyak
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di EMU (Economic and Monetary Union di
Eropa). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada jangka panjang kebijakan
moneter dapat mencapai kestabilan harga tanpa bertentangan dengan kebijakan fiskal.
Bank Sentral dapat menetapkan tingkat inflasi tanpa mempengaruhi output terhadap
individu dan keseluruhan masyarakat. Namun pada jangka pendek, ada konflik
potensial antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Jika Bank Sentral hendak
mencapai stabilitas harga, kebijakan fiskal pemerintah harus berjuang untuk menekan
permintaan agregat, dan peningkatan output. Dalam jangka pendek, kebijakan ini
cenderung berbiaya tinggi, sehingga inflasi sulit ditekan. Disini perlu keseimbangan,
dimana Bank Sentral dapat mempengaruhi agregat demand dan pemerintah dapat
mempengaruhi agregat supply.
2.12
Hipotesis Penelitian
Dari uraian teori dan penelitian terdahulu diatas, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut :
1.
48
2.13
Kerangka Pemikiran
Dari uraian di atas dapat dibuat kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut :
GOV
TAX
M1
PDB
R
M1
Gambar 2.12. Kerangka Pemikiran