Anda di halaman 1dari 38

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (LES)

BATASAN
Penyakit multiorgan yang bersifat periodik, ditandai dengan adanya inflamasi pembuluh
darah dan jaringan ikat yang menyebar di seluruh tubuh
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, perjalanan penyakitnya sukar diikuti dan tidak dapat
disembuhkan
KLASIFIKASI
Lupus laten
LES
Lupus diskoid
Lupus obat
Lupus stadium lanjut
Sindroma anti fosfolipid (SAF)
ETIOLOGI
Tidak diketahui, kecuali pada tipe tertentu misalnya drug induced LES
Faktor risiko genetik dan lingkungan dapat mencetuskan manifestasi klinis, antara lain
Genetik
Hormonal
Sinar ultra violet
Imunitas
Obat tertentu
Stres
Infeksi
KRITERIA DIAGNOSIS
Bila ditemukan 4 dari 11 kriteria menurut American Rheumatism Association (ARA), maka
diagnosis LES dapat ditegakkan
1. Bercak malar (butterfly rash)
2. Bercak diskoid
3. Fotosensitif
4. Ulser mulut/hidung biasanya tidak sakit
5. Artritis non erosif
6. Nefritis
Proteinuria > 0,5 g/hari
Sedimen urin : Eritrosit/leukosit/Hb
7. Ensefalopati/kelainan neurologik
Konvulsi bukan karena
Obat
Kelainan metabolik
Gangguan elektrolit
Psikosis
8. Pleuritis atau perikarditis
9. Salah satu kelainan darah
Anemia hemolitik dengan retikulositosis
Lekopenia
Trombositopenia
10. Salah satu kelainan imunologik
Anti dsDNA diatas titer normal
Anti Sm (Smith) diatas titer normal
Sel LE (+)
Tes sifilis (+) palsu
11. Tes ANA (+)

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit paru seperti TB
Penyakit ginjal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah
Hb, leukosit, dan trombosit
Anemia, leukopenia dan trombositopenia. merupakan keadaan yang didapatkan pada
anak dengan LES
Anemia dan leukopenia terjadi pada 50% anak
Trombositopenia terjadi pada 15% anak
LED dan CRP
Merupakan indikator reaksi inflamasi nonspesifik
Pada LES, keduanya sering
Retikulosit
PT dan PTT
Biasanya memanjang
Hal ini disebabkan adanya circulating anticoagulant yang menghambat aktivitas
prothrombin activator complex
Komplemen C3, C4 dan CH50
Selama masa aktif, fraksi komplemen akan terpakai sehingga kadar komplemen akan
terutama bila disertai gangguan ginjal
Kadar komplemen C3 dan C4 bersama-sama dengan anti ds-DNA dapat dipakai
untuk menilai respons terapi dan aktivitas penyakit terutama pada penderita dengan
lupus nefritis
Uji Coomb
Positif pada 10% penderita dengan anemia hemolitik
Positif pada 30% penderita tanpa anemia hemolitik
Uji ANA (antibodi antinuklear)
Merupakan pemeriksaan skrining LES yang sangat membantu
Akan positif pada semua anak dengan penyakit yang aktif
Hasil positif bukan merupakan dasar diagnosis LES
Anti ds-DNA
Terdapat pada 50-70% anak LES
Lebih spesifik untuk penyakit ini dibandingkan dengan uji ANA, dan jarang terjadi
pada penyakit lain
Kenaikan titer berhubungan dengan aktivitas penyakitnya, terutama pada lupus
nefritis
Sangat bermanfaat untuk menilai respons terapi
Sel LE
Kurang sensitif dibandingkan uji ANA
Anti Smith
Hanya terdapat pada 30% penderita
Hasil positif merupakan diagnostik untuk LES
Antibodi antiplatelet
Terdapat pada 75% penderita tanpa trombositopenia
Antibodi anti-neutrofil
Menyebabkan neutropenia
Antibodi antifosfolipid
Meningkatkan risiko trombosis dan tromboemboli vena bagian dalam dengan jalan
bereaksi dengan bagian fosfolipid yang ada pada prothrombin activator complex
Antibodi antihiston
Titer yang tinggi sering dihubungkan dengan drug induced LES
Uji ATA (antibodi antitiroid)
Didapatkan pada 40% penderita LES

VDRL
Hasil positif palsu disebabkan karena adanya reaksi silang antara
antibodi
antifosfolipid dengan antibodi antikardiolipin
SGOT dan SGPT
Peningkatan ringan sesaat transaminase serum (25% penderita)
Biasanya dihubungkan dengan pengobatan aspirin
Kadar T3 dan T4
Hipotiroid didapatkan pada 10-15% penderita
Urea N dan kreatinin
Untuk menilai sejauh mana kelainan ginjal yang terjadi
Protein dan albumin darah
Harus diperiksa secara teratur pada penderita LES
Urin
Rutin (mid stream)
24 jam (total protein dan klirens kreatinin)
Biakan kuman
Fototoraks
Untuk melihat ada/tidaknya pleuritis, efusi pleura, pneumonitis akut dan infiltrasi
interstitial
Untuk melihat ada/tidaknya perikarditis, efusi perikardium dan kardiomegali
Foto persendian
Untuk menentukan ada/tidaknya artritis

Elektrokardiografi
Untuk melihat bentuk gangguan jantung
Elektroensefalografi
Untuk menentukan ada/tidaknya gangguan SSP (ensefalopati)
Biopsi kulit
Dilakukan pada penderita suspek LES dengan uji ANA (-)
Dengan lupus band test dapat dideteksi adanya deposit kompleks imunoglobulin dan
komplemen pada dermal-epidermal junction
Biopsi ginjal
Untuk menentukan derajat berat ringannya nefritis
Pemeriksaan mata
Untuk melihat cotton wool exudates, episkleritis dan skleritis
PENYULIT
Kelainan
Jantung
Paru
Otak
KONSULTASI
Tergantung organ yang terserang
Bagian Kulit dan Kelamin
Bagian Mata
TERAPI
Efektivitas obat yang digunakan pada pengobatan LES sulit untuk dievaluasi karena sering
terjadi remisi spontan
Pengobatan tergantung dari berat ringannya penyakit
A. OBAT-OBATAN
SISTEMIK
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) bila ada gejala artritis

Salisilat
Dosis < 20 kg : 8090 mg/kgBB/hari p.o. dibagi dalam 3-4x bersamaan dengan
makan
> 20 kg : 6080 mg/kgBB/hari p.o. dibagi dalam 3-4x bersamaan dengan
makan
Karena hepatotoksik, SGOT/SGPT harus dimonitor
Kontra indikasi
Trombositopenia
Gangguan homeostasis
Naproksen
Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari
Tolmetin sodium (Tolektin)
Dosis : 20-30 mg/kgBB/hari
Hidroksiklorokuin bila kelainan dominan pada kulit/mukosa, dengan atau tanpa
artritis
Dosis 5 mg/kgBB/hari p.o. (maks.300 mg/hari)
Dosis tinggi (6-8 mg/kgBB/hari) dapat diberikan untuk mengurangi pemberian
dosis kortikosteroid
Karena bersifat toksik pada retina kontrol oftalmologik setiap 6 bl untuk melihat
degenerasi makula
Kortikosteroid
Prednison (p.o.)
Dosis rendah < 0,5 mg/kgBB/hari
Diberikan pada penderita dengan gejala
Pleuritis
Demam berkepanjangan
Kelainan kulit
Gejala konstitusional yang berat
Dosis tinggi 1-2 mg/kgBB/hari (maks. 6080 mg/hari) p.o., dibagi dalam 3-4 x
bersama dengan makanan
Diberikan pada penderita dengan
Lupus fulminan akut
Lupus nefritis akut
Lupus SSP akut
Anemia hemolitik autoimun akut
Purpura trombositopenia
Metil prednisolon (Solu-medrol) (parenteral)
Dosis 1530 mg/kgBB/hari i.v. untuk 3 hari berturut-turut
Diberikan pada penderita dengan penyakit aktif yang berat yang tidak terkontrol
dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi peroral
Obat sitotoksik/imunosupresif pada penderita yang tidak responsif atau mendapat
efek simpang yang serius pada pemberian kortikosteroid
Obat yang biasa digunakan
Azatioprin (Imuran)
: 1,252,5 mg/kgBB/hari p.o.
Siklofosfamid (Sitoksan) : 13 mg/kgBB/hari p.o.
1020 mg/kgBB/hari i.v., 13 bl
Merkaptopurin
: 50-100 mg/hari
Klorambusil (Leukeran) : 0,1 mg/kgBB/hari
Karena efek simpang yang berat antara lain sterilitas, infeksi dan keganasan, maka
penggunaan obat-obatan tersebut hanya untuk yang berat dan diberikan hati-hati
Penggunaan untuk lupus nefritis masih kontroversial, namun biasanya diberikan pada
anak dengan kelainan ginjal berat atau keterlibatan organ vital lain yang berat
(susunan saraf pusat/SSP)

TOPIKAL
Diberikan apabila ada kelainan kulit
Obat yang biasa digunakan
Betametason 0,05%
Fluosinosid 0,05%
untuk 2 minggu, selanjutnya diganti dengan hidrokortison
B. Pencegahan terhadap pemaparan sinar matahari
Sunscreen yang mengandung UV Light blocking seperti para amino benzoic acid
(PABA), antara lain
Aramis SPF 20 Sun Protector
Clinique SPF 19 Sun Block
Elizabeth Arden Sun Blocking Cream
Pakaian lengan panjang dan celana panjang serta memakai kacamata hitam
C. Fisioterapi
Segera apabila ada artritis
D. Terapi penyulit
Antihipertensi
Antikonvulsi
Antipsikotik
E. Suportif
Diet : Setiap pemberian kortikosteroid apalagi jangka panjang, harus disertai diet
rendah garam, gula, restriksi cairan dan suplemen Ca dan K
F. Pendidikan/Edukasi
Penting untuk penderita/keluarganya agar mengerti penyakit/ penyulitnya yang
mungkin terjadi, serta pentingnya berobat secara teratur
PROGNOSIS
Mayoritas kematian disebabkan oleh penyulit ginjal, otak, paru dan jantung yang berat
Dengan diagnosis dini dan terapi mutahir, 80-90% penderita dapat mencapai harapan hidup
10 th dengan kualitas hidup yang hampir normal
SURAT PERSETUJUAN
Diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Cassidy JT, Petty RE.Textbook of pediatric rheumatology, edisi ke-2. New York : Churchill
Livingstone, 1990;261-314.
Lang BA, Silverman EDA. Clinical overview of systemic lupus erythematosus in childhood .
Pediatrics in Rev ; 14:194-201.
Schaller JG. Systemic lupus erythematosus. Dalam : Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996;
673-6.

SINDROMA STEVENS JOHNSON


(ERITEMA MULTIFORME MAYOR)

BATASAN
Bentuk eritema multiforme bulosa yang sangat berat, tersebar luas pada kulit, selaput lendir
orifisium (mulut, lubang hidung, anus) dan mata, disertai dengan demam tinggi dan gejala
konstitusional
ETIOLOGI
Hipersensitivitas terhadap infeksi
Virus
Herpes simpleks
Campak
Influenza
Limfogranuloma venereum
Hepatitis B
Vaccinia
Adenovirus
Bakteri
Streptokokus kelompok A
Pseudomonas
Francisella tularensis
Infeksi gigi
Pneumokokus
Yersinia

Mononukleos infeksiosa
Milker's nodules
Psittacosis
Enterovirus
Mumps
Varisela/Herpes zoster
Epstein-Barr

Demam tifoid
Proteus
Vibrio parahemolyticus
Angina vincent
Legionaire

Mikobakterium : TBC, Bacille Calmette Guerin


Spirochaeta syphilis
Mycoplasma pneumonia
Protozoa : Trichomonas
Jamur : Histoplasmosis , Coccidioidomycosis, Dermatofita
Imunisasi/hiposensitisasi
Serum kuda, vaksin difteria, pertusis, polio, tifoid, campak
Hiposensitisasi serbuk sari, racun ivy
Sensitivitas terhadap
Makanan
: Margarin (emulsifying agent)
Obat-obatan/kimia : Reaksi 1-3 minggu setelah terpapar (penting pada anak)
Lokal
Sulfonamid
9-Bromofluoren
Antikolinergik tetes mata
Sistemik
Sulfonamid
Penisilin
Difenilhidantoin
Fenilbutazon
Klorpropamid
Fenobarbitalum
Fenolftalen
Tetrasiklin
Asam asetilsalisilat
Alkylating agents
Estrogen
Arsen
Etanol
Karbamazepin
Tiourasil
Kodein
Trimetadion
Kloramfenikol
Tiasetazon
Meprobamat
Glutetimid
Kinin
Isoniazid
Furosemid
Rifampisin
Glukokortikoid
Zomepirak
Simetidin
Klindamisin
Metotreksat

Tiabendazol
Etosuksimid
Fenoprofen
Sulindak
Dapson
Kaptopril
Etoposid

Ibuprofen
Benoksaprofen
Minoksidil
Metakualon
Glukagon
Fenitoin

Neoplasma (penting pada dewasa)


Leukemia, limfoma, tumor pelvis, leiomioma
Penyakit jaringan ikat : Lupus eritematosus
Rangsang fisis : Sinar matahari, sinar X terhadap tumor
Penyakit/kondisi lain
Inflamatory bowel disease, sarkoidosis, kehamilan, haid
PATOFISIOLOGI
Belum jelas
Kemungkinan kombinasi reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV
KRITERIA DIAGNOSIS
Riwayat penggunaan obat atau infeksi sebelumnya
Trias kelainan
Kulit
Eritema, vesikel, bula atau purpura
Vesikel dan bula dapat pecah erosi luas
Penyebarannya simetris lokal general
Selaput lendir
Vesikel dan bula yang dapat pecah erosi, ekskoriasi, krusta merah kehitaman
dan pseudomembran pada mulut/bibir (paling sering), lubang genital, hidung atau
anus. Juga dapat terjadi pada faring, saluran nafas bagian atas dan esofagus
Mata
Konjungtivitis kataralis atau purulenta, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis,
iridosiklitis atau uveitis. Pada kornea dapat terbentuk vesikel, erosi, ulkus, perforasi,
kekeruhan dan berakhir dengan kebutaan
DIAGNOSIS BANDING
Nekrolisis epidermal toksik (NET)
Erupsi bulosa oleh obat
Pemfigoid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada yang spesifik
Purpura
: Hb, leukosit, trombosit, waktu perdarahan dan pembekuan, tes tourniquet
Leukositosis : Kemungkinan infeksi, periksa hitung jenis dan morfologi darah tepi, dapat
dilakukan kultur darah
Eosinofilia
: Kemungkinan karena atopi
Biopsi
: Histopatologi
Imunofluoresensi
Elektrolit
Kultur
: Erosi kulit, mulut, darah dan sputum
Polymerase chain reaction (PCR) deteksi virus pada lesi kulit, bila dicurigai penyebabnya
Herpes simpleks
PENYULIT
Sepsis
Bronkopneumonia (tersering), sindroma distres pernafasan

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


Perdarahan
Kebutaan
Syok
Drug induced DM (efek simpang kortikosteroid)
Striktura esofagus
Striktura/fusi vagina, anus, uretra
KONSULTASI
Bagian Kulit dan Kelamin
Bagian Mata
Bagian THT
Bagian Kebidanan dan Kandungan
TERAPI
Dirawat di PICU
Hentikan faktor penyebab
Topikal
Kulit
Kompres NaCl 0,9%/larutan burowi
Mulut
Gliserin
Kumur-kumur dengan klorheksadin
Anestesia topikal : Difenhidramin, diklonin, lidokain
Kortikosteroid
Pada keadaan sopor/koma atau tak dapat menelan
Triamsinolon asetonid 1 mg/kgBB/hari i.m. atau
Deksametason 5 mg/kali i.v., sehari 4-6 kali
Bila keadaan membaik (dapat menelan)
Prednison 1,5-2 mg/kgBB/hari p.o., dalam 4 dosis
Penyembuhan klinis tercapai kortikosteroid bertahap
Infus/transfusi
Bila terdapat vesikel dan bula yang luas infus Darrow glukosa, bergantian dengan
Dekstrosa 5%
Bila terdapat purpura bila perlu transfusi darah
Antibiotik sistemik
Indikasi : Infeksi traktus urinarius dan kulit, suspek bakteremia
Gentamisin : 5 mg/kgBB/hari i.v., dalam 2 dosis
Bila resisten terhadap gentamisin
Netilmisin sulfat 6 mg/kgBB/hari i.v., dalam 2 dosis
Diet
Rendah garam dan tinggi protein karena pada pemberian kortikosteroid terjadi retensi
Na dan kehilangan protein
PENCEGAHAN
Hindarkan faktor penyebab/pencetus
Infeksi (terutama Herpes simpleks)
Penggunaan asiklovir profilaksis dapat dibenarkan
Obat
PROGNOSIS
Tindakan tepat dan cepat baik
Penyebab utama infeksi kematian 5-15%
Rekurensi 22-37%
DAFTAR PUSTAKA

Arnold HL, Odom RB, James WD. Erythema and urticaria. Dalam : Andrew, penyunting.
Andrews diseases of the skin, clinical dermatology, 1983;6:763-73.
Darmstadt GL, Lane A. Vesicobullous disorders. Dalam : Berhman RE , Kliegman RM, Arvin
AM, penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders Co,
1996;1850-2.
Djuanda A, Makarim Z. Sindroma Steven-Johnson. Maj. Kedokt. Indon, 1974; 11/12:522-6.
Elias PM, Fritsch PO. Erythema multiforme. Dalam : Fitztpatrick TB, Eisen AZ, Wolff, Freedserg
IM, Austin KF, penyunting. Dermatology in general medicine, textbook and atlas, edisi ke-3.
McGraw Hill Information Services Co, 1987;555-62.
Hurwitz S. A textbook of skin disorders of childhood and adolescence, 1981 : 392.
Jorizzo JL, Hurley HY. Dermatology, edisi ke-3. Philadelphia : WB Saunders Co, 1992;580-3.
Morrison L, Hanifin JM. Dermatologic disorders. Dalam : Stiehm ER, penyunting. Immunologic
disorders in infant and children, edisi ke-4. Philadelphia : WB Saunders Co, 1990;649-51.

ANAFILAKSIS/ANAFILAKTOID

BATASAN
Anafilaksis
Respons klinis akut, sangat berat, berpotensi mengancam kehidupan, menyerang
berbagai organ tubuh akibat reaksi hipersensitivitas tipe I (atopi), yang merupakan efek
farmakologik zat mediator yang dilepaskan dengan cepat dari sel mast dan basofil
karena interaksi alergen dengan antibodi IgE spesifik yang terikat pada sel tersebut
Anafilaktoid
Gejala klinis sama dengan anafilaksi
Pelepasan mediator karena efek langsung terhadap sel mast dan basofil, bukan karena
interaksi alergen dan IgE
KLASIFIKASI
Secara imunopatologik reaksi anafilaksi/anafilaktoid dibagi menjadi
Yang diperankan oleh IgE atau IgG
Karena lepasnya mediator secara langsung
Transfusi
Yang diinduksi prostaglandin oleh pengaruh aspirin atau obat lain
ETIOLOGI
Antibiotik
Penisilin dan derivatnya
Basitrasin
Neomisin
Tetrasiklin
Streptomisin, dll
Ekstrak alergen
Rumput-rumputan atau jamur
Serum (ATS, ADS, Anti bisa ular)
Bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis
Zat radioopak
Bromsulfalein
Benzilpenisiloil-polilisin
Bisa (racun)
Ular
Semut api
Lebah
Kumbang
Darah

Lengkap
Produk
Gamaglobulin
Kriopresipitat
Serum
Imunoglobulin i.v.
Makanan
Susu sapi
Kerang
Kacang-kacangan
Ikan
Telur
Udang
Lateks
PATOGENESIS
Reaksi hipersensitivitas tipe I
KRITERIA DIAGNOSIS
Riwayat penggunaan obat, makanan, gigitan binatang atau transfusi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan setelah keadaan gawat darurat teratasi
Pemeriksaan darah lengkap
Ht hemokonsentrasi
SGOT
Kerusakan miokardium
CPK (fosfokinase kreatin)
LDH (dehidrogenase laktat)
Foto toraks
Emfisema (hiperinflasi), atelektasis atau edema paru
EKG
Perubahan EKG bersifat sementara (kecuali pada infark miokardium)
Depresi gelombang S-T
Bundle branch block
Fibrilasi atrium
Berbagai aritmia ventrikular
TERAPI
Tindakan harus segera
Resusitasi kardiopulmonal
Trakeostomi sesuai indikasi
Adrenalin (epinefrin) 0,01 ml/kgBB s.k./i.m. (larutan 1:1000), bila perlu ulangi
dengan interval 15-30 menit
Bila syok/kolaps vaskular 0,01-0,05 ml/kgBB, i.v. (larutan 1:10.000), suntikan
perlahan-lahan (1-2 menit)
Bila penyebabnya suntikan adrenalin 0,10,2 ml (larutan 1:1000) s.k. pada daerah
suntikan, untuk mengurangi absorpsi antigen
Tourniquet (proksimal dari tempat gigitan)
Bila penyebabnya sengatan/gigitan hewan berbisa atau obat yang disuntikkan pada
ekstremitas
Longgarkan tourniquet tiap 10 menit selama 1-2 menit
O2 : Bila sianosis, dispnea atau mengi
Dosis 5-10 L/menit, melalui masker/kateter hidung
Difenhidramin 1-2 mg/kgBB (maks. 50 mg) i.v./i.m. perlahan-lahan selama 5-10
menit, dilanjutkan p.o. setiap 6 jam setelah keadaan gawat teratasi

10

Bila penderita masih hipotensi, dispnea, gawat rawat di PICU


Cairan intravena
Untuk mengatasi syok berikan larutan NaCl fisiologis dan glukosa 5% dengan
perbandingan 1:4, 30 ml/kgBB sampai syok teratasi paling lama 2 jam
Setelah syok teratasi, infus diteruskan sesuai berat badan dan umur anak
Aminofilin
Pada bronkospasme berikan aminofilin 4-7 mg/kgBB, larutkan dalam dekstrosa 5%
paling sedikit sama banyak, suntikan i.v. secara lambat (15-20 menit)
Bila belum teratasi dilanjutkan perinfus, kecepatan 0,2-1,2 mg/kgBB/jam atau 4-5
mg/kgBB i.v. selama 20-30 menit setiap 6 jam. Kalau memungkinkan, monitor
kadar aminofilin darah
Vasopresor
Bila tekanan darah belum terkontrol, berikan salah satu obat dibawah ini
Metaraminol bitartrat (Aramine) : 0,01 mg/kgBB (maks. 5 mg) dosis tunggal, i.v.
secara perlahan sambil memonitor bunyi jantung, bila terjadi aritmia jantung,
hentikan segera
Dosis dapat diulang
Levaterenol bitartrat (Levophed) : 1 mg (1 ml) dalam 250 ml cairan i.v., kecepatan
0,5 ml/menit
Dopamin
Berikan bersama infus, kecepatan 0,3-1,2 mg/kgBB/jam
Kortikosteroid
Diberikan setelah fase akut teratasi, memperpendek lama sakit dan mencegah
rekurensi
Hidrokortison 7-10 mg/kgBB i.v., dilanjutkan 5 mg/kgBB setiap 6 jam. Hentikan
setelah 2-3 hari
Suportif
Setelah stabil

PENCEGAHAN
Merupakan aspek yang terpenting dalam penatalaksanaan
Anamnesis teliti mengenai alergi obat
Penderita menunggu 30 menit sesudah pemberian obat
Penggunaan antibiotik atau obat lain harus atas indikasi, kalau mungkin berikanlah p.o.
daripada suntikan
Bacalah label obat dengan teliti
Kalau diperlukan anti serum, pergunakanlah preparat serum manumur
Lakukanlah tes kulit atau tes konjungtiva
Bila alergi terhadap obat, harus mempunyai catatan mengenai macam/jenis obat tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Frick OL. Immediate hypersensitivity. Dalam: Stites DP, Fudenberg HH, penyunting. Basic
clinical immunology. Singapore : Lange/Maruzen, 1984; 241-70.
Henson PM. Mechanisms of tissue injury produced by immunologic reactions. Dalam: Bellanti
JA, penyunting. Immunology II, edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Co, 1985;218-60.
Saxon A. Immediate hypersensitivity : approach to diagnosis. Dalam: Lawlor GJ, Fisher TJ,
penyunting. Manual of allergy and immunology diagnosis and therapy, edisi ke-2. Boston: Little
Brown, 1988;15-35.

11

ARTRITIS REUMATOID JUVENIL


(ARJ)

BATASAN
Penyakit (kelompok penyakit) yang ditandai dengan artritis kronik disertai sejumlah
manifestasi ekstra artikular
Artritis disebabkan oleh inflamasi sinovia, bersifat asimetris, kronik, menetap pada lebih dari
satu sendi selama beberapa minggu/bl/ th
KLASIFIKASI
Berdasarkan gangguan fungsional
Klas I : Melaksanakan seluruh aktivitas
Klas II : Melaksanakan secara adekuat dengan beberapa keterbatasan
Klas III : Aktivitas hanya terbatas pada pemeliharaan diri
Klas IV : Tergantung/terikat kursi roda atau tempat tidur
Berdasarkan manifestasi klinis menurut American Rheumatism
Association (ARA)
Tabel 16. Pembagian JRA menurut ARA
Sub
Kelompok
Sistemik

+O:O

Onset
Semua
umur

Kelainan
sendi
Banyak sendi,
besar dan kecil

Laboratorium
ANA (-)
RF(-)

Kelainan
Ekstraartikular
Demam tinggi,
ruam,
poliserositis,
organomegali,
leukositosis

20

8/10

Poliartritis
RF negatif

25-30

8/1

Semua
umur

Banyak sendi,
besar dan kecil

ANA 25%
RF (-)

Subfebris,
malaise,
anemia ringan

Poliartritis
RF positif

10

6/1

Akhir
masa
anak

Banyak sendi,
besar dan kecil

ANA 75%
RF 100%

Subfebris,
malaise, nodul
reumatoid

Oligoartritis
iridosiklitis
kronik
(tipe I)

25

7/1

Awal
masa
anak

Beberapa sendi
besar (femur &
sakroiliaka)

ANA 50%
RF(-)

Gejala
konstitusional,
iridosiklitis
kronik 50%

Oligoartritis
sakroilietis
(tipe II)

15-20

1/10

Akhir
masa
anak

Beberapa sendi
besar (femur &
sakroiliaka)

ANA (-)
RF (-)
HLA-B27
75%

Gejala
konstitusional,
iridosiklitis akut
5-10% pada
masa anak

ETIOLOGI
Belum diketahui pasti

12

PATOGENESIS
Masih memerlukan penelitian lebih lanjut
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya peranan
Faktor genetik
HLA-AR
banyak ditemukan
HLA-DRw 8; dengan alel DRB1 * 0801
pada tipe oligoartritis
HLA-DPw 2; dengan alel DPB1 * 0201
HLA-DRB1*1104, disertai risiko kelainan iridosiklitis yang meningkat
HLA-DRB 1 * 0801
berhubungan dengan progresivitas
HLA-DRB 1 * 1301
dari oligoartritis menjadi poliartritis
HLA-DR 4, lebih banyak ditemukan pada tipe poliartritis dengan faktor reumatoid (+)
Reaktivitas imun selular
Ditemukan adanya reaktivitas sel limfosit T dalam darah dan cairan sinovia terhadap
beberapa antigen bakteri pada penderita oligoartritis tipe II
Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya infeksi pada penderita yang rentan secara genetik
dapat menyebabkan artritis kronik
KRITERIA DIAGNOSIS
Menurut ARA
Onset pada umur < 16 th
Artritis pada > 1 sendi
Definisi
Pembengkakan atau efusi pada sendi
Adanya > 2 tanda pada sendi
Keterbatasan gerakan
Nyeri tekan atau nyeri pada pergerakan
Palpasi lebih panas (kalor)
Lama sakit > 6 minggu
Tipe onset penyakit selama 6 bl pertama di klasifikasi sebagai
Poliartritis (> 4 sendi)
Oligoartritis ( 4 sendi)
Penyakit sistemik artritis desertai demam intermiten
Eksklusi bentuk artritis juvenil lain
DIAGNOSIS BANDING
Demam reumatik akut/artritis reumatik (DRA/AR)
Artritis reaktif streptokokus (ARS)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada uji diagnostik yang spesifik untuk ARJ
Berguna untuk menyingkirkan penyakit lain
Hb
Pada umumnya anemia ringan
Anemia berat dapat terjadi pada penyakit sistemik yang berat
Sebab anemia mungkin
Hipoproliferasi eritrosit
Defisiensi Fe
Destruksi eritrosit
Perdarahan saluran cerna (efek simpang obat)
Bila anemia (+), skrining jenis anemianya (hemolitik, hipoplastik, Fe defisiensi, post
hemoragik)
Trombosit
pansitopenia pada terapi metotreksat
Leukosit
monitor tiap minggu
Eritrosit

13

SGOT dan SGPT pada pemberian OAINS dan metotreksat (mengalami hepatotoksik)
monitor tiap 4-6 minggu
Bernilai rendah untuk
LED
: Umumnya meninggi pada fase aktif
memonitor
perjalanan
Pada oligoartritis sering normal
penyakit
CRP : Dapat pada fase aktif
ASTO : Post infeksi streptokokus DD/ dengan DRA/RA dan ARS
ANA (antinuclear antibody)
(+) : Risiko terjadinya iridosiklitis lebih tinggi indikasi segera untuk konsultasi dengan
Bagian Mata
(Lihat tabel klasifikasi berdasarkan ARA)
RF (rheumatoid factor)
(+) : Hanya pada 5-10% penderita ARJ
Indikasi fisioterapi lebih intensif mencegah terjadinya fusi dan deformitas.
Tidak spesifik untuk diagnostik ARJ
(Lihat tabel klasifikasi berdasarkan ARA)
C3, titer (berbeda dengan pada dewasa)
Analisis cairan sendi
Indikasi : Bila cairan sendi berlebihan
Penting untuk DD/ atau eksklusi penyakit lain
ARJ : Agak keruh, warna kuning hijau, leukosit (5.000-8.000/mm3) dengan predominan
PMN
Patologi Anatomi
Biopsi sinovium, tidak biasa dilakukan histologik
Tidak spesifik
Berguna untuk eksklusi
Artritis septik kronik
Artritis tuberkulosa
Sarkoidosis
Tumor sinovia
Radiografi/radiologi
Sendi
Deteksi kerusakan sendi/tulang yang berdekatan
Th pertama
Edema jaringan lunak, osteoporosis periartikularis, kadang-kadang periostitis
juksta-artikularis
Lebih lanjut
Kerusakan sendi, hilangnya cartilage space, erosi subkondrium tulang
Deformitas dan fusi tulang-tulang yang berdekatan
Toraks
Dapat terjadi pleuritis ringan, perikarditis pada onset sistemik
CT scan
Tulang, DD/dengan infeksi, keganasan
USG
Berguna untuk deteksi efusi sendi, penebalan sinovia, kista poplitea pada sendi lutut
MRI
Lebih sensitif untuk deteksi
Kehilangan kartilago atau erosi tulang yang terlalu kecil dan belum terlihat pada
radiografi
Sinovitis
PENYULIT
Gangguan fungsi sendi
Kontraktur
Fusi tulang sendi
Iridosiklitis kronik, kerusakan mata, buta (30% pada oligoartritis tipe I)

14

Spondiloartropati kronik (pada oligoartritis tipe II)


Gangguan
Psikologik
Sosial
Amiloidosis (6% penderita)
Iatrogenik
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
Asam asetil salisilat
Gastritis
Ulkus peptikum
Perdarahan mikroskopik gastrointestinalis (karena gangguan agregasi trombosit)
Salisilism
Hepatotoksik : SGOT dan SGPT
Sindroma Reye
Pencegahan hentikan salisilat, bila terpapar infeksi varisela, morbili atau
menderita penyakit serupa influenza
OAINS lainnya
Iritasi lambung, ulkus peptikum, hepatotoksik, nefrotoksik, gangguan fungsi
trombosit, sakit kepala, disfungsi SSP
Khusus pada naproksen : Scarring pseudoporphyria kulit rentan terhadap
goresan, terutama kulit berwarna terang, bila terpapar sinar matahari

Kortikosteroid
Destruksi kartilago
Nekrosis aseptik tulang, khususnya pada capitis femoris
Supresi adrenal menghambat pertumbuhan
Rekurensi
Hidroksiklorokuin
Deposisi obat pada
Mata
Kornea
Bersifat ireversibel
Retina degenerasi makula
Kulit : Muddy appearance (keruh seperti lumpur)
Metotreksat
Gangguan saluran cerna
Ulkus oral
Supresi sumsum tulang pansitopenia
Alopesia
Hepatotoksik
Transaminase serum
Kerusakan permanen jarang terjadi pada anak
Fibrosis paru (jarang terjadi)
Garam emas
Ruam
Lesi/ulkus membran mukosa
Leukopenia
Trombositopenia
Anemia
Proteinuria
KONSULTASI
Bagian Bedah Tulang
Bagian Rehabilitasi Medik
Bagian Mata
Genetik

15

Bagian Bedah Mulut


TERAPI
OAINS
Gunakan secara rutin sebagai anti inflamasi (bukan hanya untuk antipiretik/analgetik)
Bila respons kurang efektif/gagal (setelah 2-3 bl) diganti jenis OAINS lain
Jangan menggunakan kombinasi > 1 jenis OAINS
Preparat yang biasa digunakan :
Asam asetil salisilat (aspirin)
Dosis
Berat badan < 25 kg, 100 mg/kgBB/hari p.o., dalam 3-4 dosis bersama
makanan
Berat badan > 25 kg, total 2,4-3,6 g/hari
Untuk mengatasi efek simpang terhadap saluran cerna, dapat diberi tambahan
terapi protektif antasida, H2-blocker
Bila tidak efektif, setelah penggunaan rutin selama 2-3 bl, ganti OAINS lain
Tolmetin sodium
Dosis 15-30 mg/kgBB/hari p.o., dalam 4 dosis, maks. 1800 mg/hari
Naproksen
Dosis 10-20 mg/kgBB/hari p.o., dalam 2-3 dosis, maks. 1250 mg/hari
Sulfasalazin (kombinasi 5-aminosalicylic acid + sulfapyridane)
Dosis 10 mg/kgBB/hari p.o., ditingkatkan tiap minggu sebesar 10 mg/kgBB/hari
sampai efektivitas tercapai, dosis maks. 30-50 mg/kgBB/hari
Diperlukan uji terapi selama minimal 3 bl, untuk mengetahui efektivitas obat
Metotreksat
Dosis 10 mg/m2/minggu p.o./i.m.
Indikasi pada penderita non responsif terhadap OAINS
Sarat : Monitor klinis dan laboratorium sehubungan dengan efek simpang
Pemeriksaan darah
Hb, Ht, eritrosit, leukosit, trombosit, hitung jenis setiap minggu dan sebelum
pemberian obat
SGOT/SGPT tiap 4-6 minggu
Pemeriksaan fungsi ginjal
Chrysotherapy (garam emas)
Gold sodium thiomalate dan Aurothioglucose
parenteral myochrysine : 1 mg/kgBB/kali, tiap minggu
peroral
auronofin
Hidroksiklorokuin (Plaquenil)
Dosis 5-7 mg/kgBB/hari p.o., dosis tunggal, maks. 300 mg/hari
Konsultasi ke Bagian Mata begitu pengobatan dimulai
Untuk mencegah kebutaan yang ireversibel monitor lapang pandang secara teratur
Kortikosteroid
Sebaiknya dihindarkan, hanya pada indikasi tertentu
Penyulit gawat yang mengancam hidup
Tipe onset sistemik berat yang non responsif terhadap OAINS
Iridosiklitis yang tak teratasi dengan kortikosteroid topikal
Gangguan pita suara
Pemberian intraartikular
Perikarditis/miokarditis dekompensasio kordis
Dosis sangat bervariasi
Gunakan dosis minimal efektif selama fase aktif
Terapi > 5 hari diperlukan penurunan secara bertahap dalam penghentiannya
Preparat yang biasa digunakan
Prednison
Dosis rendah : < 0,5 mg/kgBB/hari p.o.
Dosis tinggi : 1-2 mg/kgBB/hari p.o.

16

pada miokarditis, perikarditis, dekompensasio kordis


Dosis tunggal/alternate
Bila peradangan akut/gejala hilang > 5 hari, dosis diturunkan secara bertahap
Metil prednisolon
Indikasi : Kehidupan terancam
Dosis 30 mg/kgBB/kali i.v. bolus, maks. 1 g/kali, tiap hari selama 5 hari berturutturut
Triamcinolon hexacitonide
Dosis 40 mg intraartikular
Intravenous immunoglobulin (IVIG)
Dosis 1,5-2,0 g/kgBB, maksimal 100 g
Selama 2 bl pertama 2 kali/bl, dilanjutkan 1 kali/bl sampai 6 bl
Terapi fisis dan kerja (sedini mungkin)

17

Iridosiklitis yang dapat menyebabkan


kebutaan atau penyakit sistemik yang
mengancam kehidupan (perikarditis) ?

Steroid bolus,
dilanjutkan oral

Ya

Tidak
O A I N S + fisioterapi

Respons adekuat dalam 6 minggu

Lanjutkan

Ya

Tidak

Kontraktur atau sinovitis pada


beberapa sendi ?

Ya

Tambahkan steroid intraartikular


dan fisioterapi secara intensif

Tidak

Respons adekuat dalam 6 minggu ?

Tidak
O A I N S diganti,
fisioterapi intensif

Respons adekuat dalam 6


minggu ?

Ya

Lanjutkan O A I N S dan fisioterapi

Tidak
Oligo

Poli, sistemik

Ya

Tambahkan MTX 10 mg/m2/minggu


Pertimbangkan pemberian steroid
jangka pendek (4-8 minggu) bila
Hb < 6,5 g%

Respons adekuat dalam 3 bl

Tidak

Tidak

Lanjutkan

Pertimbangkan pengobatan
eksperimental sitotoksik, atau
kombinasi
Respons adekuat dalam 3 bl ?

Dosis MTX dinaikkan sampai maksimum


50 mg atau 1 mg/kg/minggu.
Bila dosis > 15 mg/m2, s.k.

Ya

Lanjutkan

Gambar 20. Algoritma Penatalaksanaan ARJ


(dikutip dari Giannini dan Cawkwell, 1955)
PENCEGAHAN
Pemeriksaan dengan slit lamp pada tiap kunjungan
Pada penyakit sistemik dan poliartritis minimal tiap th
Oligoartritis minimal tiap 3 bl
KONSULTASI
Bagian Mata
PROGNOSIS

18

Pada umumnya baik


Dengan perawatan/terapi adekuat selama periode penyakit aktif kecacatan dapat dicegah
pada 75% penderita
Amiloidosis dapat berakhir dengan kematian (2-4%) akibat gagal ginjal
Poliartritis seronegatif [RF (-)] 80-90% baik tanpa cacat saat dewasa
Poliartritis seropositif [RF (+)] 50% berlanjut dengan artritis destruktif persisten disertai
gangguan fungsi sendi
ARJ sistemik 25% berkembang menjadi artritis seronegatif berat dengan gangguan fungsi
sendi
Oligoartritis tipe I
Pada umumnya fungsi sendi berakhir baik
Menjadi poliartritis berat 10-20%
30% menderita iridosiklitis kerusakan mata
Oligoartritis tipe II
Prognosis tidak tetap
Sejumlah besar mungkin menderita spondyloarthropathy dimasa anak, meskipun tanpa
gangguan fungsi yang hebat
Morbiditas jangka panjang ARJ
Kerusakan iatrogenik terutama kortikosteroid
Gangguan psikososial akibat penyakit kronik
SURAT PERSETUJUAN
Diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Ashman RF. Manual of allergy and immunology, edisi ke-1. Little Brown & Co. Tokyo Asian.
Medical sciences international ltd. Co, 1981;291.
Brewer EJ. Pitfalls in the diagnosis of juvenile rheumatoid arthritis. Pediatr. Clin. North Am,
1988;33:1022.
Cassidy JT, Petty RE.Textbook of paediatric rheumatology, edisi ke-2. New York: Churchil
Livingstone, 1990;113-200.
Giannini EH, Cawkwell GD. Drug treatment in children with juvenile rheumatoid arthritis : past,
present and future. Pediatr Clin North Am. 1995; 42:1099-126.
Schaller JG. Juvenile rheumatoid arthritis. Dalam: Begrman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996;
661-70.
Schaller JG, Szer I. Rheumatic disorders. Dalam: Stiehm ER, penyunting. Immunologic
disorders in infants and children; edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996;551-9.
Tucker LB, Miller LC, Schaller JG. Rheumatic disorders Dalam: Stiehm ER, penyunting.
Immunologic disorders in infants and children; edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders Co,
1996;752-60.

SARKOIDOSIS

BATASAN
Gangguan multisistem berupa jaringan granulomatosa yang tidak diketahui penyebabnya,
umumnya terjadi pada dewasa muda dengan gejala klinis yang paling sering terjadi berupa
limfadenopati bilateral pada hilus, infiltrasi ke jaringan paru, lesi pada kulit atau mata
ETIOLOGI
Belum diketahui pasti

19

PATOGENESIS
Faktor kombinasi antara lingkungan dengan pejamu, antara lain
Infeksi virus dan mikobakterium
Genetik
Lingkungan
KRITERIA DIAGNOSIS
Gambaran klinis
Laboratorium (tidak mempunyai gambaran khas), biasanya
Hiperglobulinemia
LED
Eosinofilia
Leukopenia
Hiperkalsemia
Hiperkalsiuria
Tes fungsi hati
Titer fiksasi komplemen
Radiologik
Gambaran radiologik toraks dibedakan menjadi 4 stadium
Stadium 0 : Gambaran paru normal
1 : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hilus bilateral tanpa kelainan
paru
2 : Pembesaran KGB hilus bilateral disertai infiltrasi ke paru, berupa nodul
milier atau cotton-wool appearance
3 : Fibrosis parenkim paru dan bula dengan/tanpa disertai pembesaran KGB

Histologik : Granulomatous noncaseating, terdiri dari sel epiteloid yang membentuk


tuberkel tanpa nekrosis.
Bahan : KGB perifer, KGB mediastinum, kulit, otot, tulang, paru, hati, konjungtiva,
kelenjar ludah minor dan mukosa hidung
Tes kulit Kveim-Siltzbach (+)
Tes tuberkulin (-)
Imunoglobulin normal atau
Bilasan bronkoalveolar
Limfositosis, terutama limfosit T
T helper : T supresor = 10 : 1

DIAGNOSIS BANDING
Tuberkulosis
Penyakit yang disebabkan oleh mikroba dan jamur
Keganasan
Reaksi alergi
Proses autoimun
Idiophatic pulmonary fibrosis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Angiotensin-converting enzym serum
Kontras galium (menilai aktivitas paru)
TERAPI
Spesifik belum ada
Banyak penderita yang sembuh sendiri
Kortikosteroid
Hanya simtomatik

20

Menekan proses granuloma dan mencegah terjadinya lesi yang menetap


Prednison/prednisolon
Dosis inisial : 40-60 mg/hari (1-2 mg/kgBB/hari), dibagi 3-4 dosis p.o.
Dosis diturunkan secara bertahap setelah manifestasi klinis hilang
Dosis rumatan : 10-20 mg/hari sampai paling sedikit 6 bl
Triamsinolon
Dosis 0,75 mg/kgBB/hari, dibagi 3-4 dosis p.o.
Kelainan mata
Kortikosteroid topikal (salep atau tetes mata 0,5-1%) + preparat atropin 1%,
disertai terapi sistemik
Kelainan kulit
Kortikosteroid topikal disertai terapi sistemik
Obat pengganti
Oksifenbutazon
Klorokuin
Potassium para-aminobenzoat
Azatioprin
Metotreksat
Colchichine

PROGNOSIS
Berhubungan dengan onset penyakit
Akut disertai eritema nodosum sembuh spontan
Perlahan timbul jaringan fibrosis yang progresif
Pemberian kortikosteroid
Meredakan gejala serta menekan proses inflamasi dan pembentukan granuloma
Kebanyakan berjalan jinak, tetapi dapat menjadi ganas kanker paru & limfoma
Gejala sisa
Kebutaan
Penyakit paru restriktif yang berat
Kematian karena penyakit paru berat
SURAT PERSETUJUAN
Diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Arnold WJ. Sarcoidosis. Dalam: Kelley WN, Harris ED JR, Ruddy S, Sledge CB, penyunting.
Textbook of rheumatology; edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders Co, 1993;1429-33.
Bravermann IM. Sarcoidosis. Dalam: Bravermann IM, penyunting. Skin and sign of systemic
disease; edisi ke-2. Philadelphia: WB Saunders Co, 1981;516-30.
Fieselmann JF, Richerson HB. Respiratory diseases. Dalam: Stites DP, Terr AI, Parslow TG,
penyunting. Basic and clinical immunology; edisi ke-8. Norwalk: Appleton & Lange, 1994;533-4.
Hedfors E. Sarcoidosis. Dalam: Parker CW, penyunting. Clinical immunology; edisi ke-1.
Philadelphia: WB Saunders Co, 1980;556-80.
Pattishall EN, Kendig EL Jr. Sarcoidosis. Dalam: Chernik V, Kendig EL Jr, penyunting.
Kendig's disorders of the respiratory tract in children; edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Co,
1990;769-80.
Stanberg ET, Klien MW, Shearer WT. The secondary immunodeficiencies. Dalam: Stehm ER,
penyunting. Immunologic disorders in infant & children; edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders
Co, 1996;575-7.

HENOCH SCHONLEIN PURPURA (HSP)

21

BATASAN
Penyakit yang ditandai purpura, artritis, nyeri abdomen dan nefritis tanpa disertai
trombositopenia. Manifestasi primer penyakit ini terjadi akibat adanya vaskulitis pada
pembuluh darah kecil
ETIOLOGI
Belum diketahui
KRITERIA DIAGNOSIS
Bila ditemukan minimal 2 dari 4 kriteria menurut The American College of Rheumatology
1990
Purpura non trombositopenia
Umur 20 th pada saat onset
Gejala abdominal/gangguan saluran cerna
Ditemukan sel granulosit pada biopsi
Laboratorium
LED
Leukosit , ditemukan eosinofilia
DIAGNOSIS BANDING
Tergantung gejala yang lebih menonjol
Purpura dengan penyakit diatesis hemorhagik (ITP) atau sepsis
Gejala abdominal dengan akut abdomen
Nefritis dengan glomerulonefritis akut
Artritis dengan artritis reumatoid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah
IgA serum
Urin rutin
: Untuk melihat kelainan ginjal (diperiksa tiap 3 hari)
Feses rutin : Untuk melihat perdarahan saluran cerna (tes Guaiac /benzidine)
Radiologi : Bila ada gejala akut abdomen atau artritis
PENYULIT
Perdarahan saluran cerna, obstruksi, intususepsi dan perforasi
Gagal ginjal akut
Gangguan neurologik
TERAPI
Tidak ada pengobatan spesifik
Bersifat simtomatik dan suportif
Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan
gangguan fungsi trombosit
Petekia bertambah banyak
Perdarahan saluran cerna
Prednison : 12 mg/kgBB/hari p.o. dalam 34 dosis selama 5-7 hari
Penyakit dengan gejala sangat berat
Artritis
Manifestasi vaskulitis pada SSP, paru, testis
Nyeri abdomen
Perdarahan saluran cerna
Sindroma nefrotik
Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi
dan perforasi saluran cerna

22

PROGNOSIS
Bervariasi, tergantung beratnya gejala klinis
Bila timbul penyulit pada saluran cerna, gagal ginjal akut, atau gangguan neurologik pada
fase akut dapat timbul kematian , walaupun hal ini jarang terjadi
Dapat timbul remisi dan eksaserbasi
SURAT PERSETUJUAN
Diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Hurwitz S. Collagen vascular diseases of childhood. Ped Clin North Am 1991,38;1019-39.
Lanzkowsky S, Lanzkowsky L, Lanzkowsky P. Henoch-schonlein purpura. Pediatr Rev
1992,13;130-7.
Schaller JG. Henoch-schonlein purpura. Dalam: Berhman R.E, Kliegman RM, Arvin AM,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996;
676-82.

URTIKARIA/ANGIOEDEMA

BATASAN
Urtikaria
Kelainan kulit yang berbatas jelas ditandai oleh peninggian kulit (bagian atas korium)
yang berwarna merah (eritema) atau kepucatan, biasanya disertai dengan gatal
Angioedema
Lesi yang sama tapi terutama mengenai jaringan subkutan yang
dalam dan biasanya tidak disertai dengan gatal
KLASIFIKASI
Berdasarkan lamanya gejala
Urtikaria akut : Berlangsung < 6 minggu
Urtikaria kronik : Berlangsung > 6 minggu
Berdasarkan etiologi
Imunologi
Reaksi hipersensitivitas tipe I
Reaksi hipersensitivitas tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe III
Anafilaktoid
Angioedema herediter
Zat yang menyebabkan lepasnya histamin
Zat kontras untuk X-ray
Opiat : Kodein, morfin
Zat anti infeksi : Klortetrasiklin, polimiksin, quinin
Muscle relaxant : Kurare
Obat vasoaktif : Atropin, amfetamin, hidralazin
Lain-lain : Garam empedu, tiamin, dekstran, deferoksamin
Makanan : Putih telur, tomat, lobster, dll
Aspirin
Fisis
Dermatografia
Cold urticaria

23

Cholinergic urticaria
Heat urticaria
Solar urticaria
Pressure urticaria dan angioedema
Vibratory angioedema
Aquagenic urticaria
Lain-lain
Urtikaria papula
Urtikaria pigmentosa
Mastositosis sistemik
Urtikaria karena infeksi
Urtikaria menyertai penyakit sistemik
Faktor psikogenik
Urtikaria dan angioedema idiopatik
PATOFISIOLOGI
Reaksi hipersensitivitas tipe 1 (reaksi anafilaksis)
Reaksi hipersensitivitas tipe 2 (sitotoksik)
Reaksi hipersensitivitas tipe 3 (imun kompleks)
KRITERIA DIAGNOSIS
Kontak atau penggunaan obat, makanan, gigitan binatang atau transfusi
Kelainan kulit yang khas
KONSULTASI
Bagian Kulit dan Kelamin
TERAPI
Urtikaria akut
Idealnya adalah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, tetapi hal ini sering
tidak mungkin dilakukan, sehingga perlu dihindari faktor yang memberatkan timbulnya
gejala
Pada kasus ringan atau sedang-berat pengobatan pertama diberikan antihistamin H1
Bila tidak ada perbaikan dapat ditambahkan kortikosteroid oral jangka pendek
Pada kasus berat dengan gejala distres pernafasan, asma atau edema laring
diberikan pengobatan adrenalin s.k., kortikosteroid p.o. atau parenteral dan
antihistamin H1 i.m.
Urtikaria kronik
Idealnya adalah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, tetapi hal ini sering
tidak mungkin dilakukan, sehingga perlu dihindari faktor yang memberatkan gejala
Harus dikelola oleh dokter spesialis
Pada kasus ringan atau sedang-berat pengobatan pertama diberikan antihistamin H1
Bila tidak ada perbaikan dapat diberikan
Kombinasi antihistamin H1 non sedasi dan sedasi (pada malam hari)
Kombinasi antihistamin H1 dengan anti depresan trisiklik (mis. doksepin)
Kombinasi antihistamin H1 dan H2
Pada kasus berat diberikan antihistamin H1 ditambah kortikosteroid oral jangka
pendek
PROGNOSIS
Baik (self limitting disease)
SURAT PERSETUJUAN
Diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

24

Fineman SM. Urticaria and angioedema. Dalam: Lawlor GJ, Fischer TJ, penyunting. Manual of
allergy and immunology, diagnosis and therapy; edisi ke-1. Boston: Little Brown and Co,
1981;205-14.
Monroe E. Therapy of acute and chronic urticaria. JEADV 1997,8 (Suppl 1); S11-S17.
Sly MR. Urticaria - angioedema. Dalam: Berhman RE, Kliegman RM , Arvin AM, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996; 644-6.
Identifikasi dan hilangkan
faktor penyebab bila mungkin

Kurangi faktor non spesifik yang menyebabkan


vasodilatasi kulit : alkohol, aspirin,
latihan dan emosi

Antihistamin H 1

tidak membaik
dalam 3 minggu,
rujuk ke spesialis

Sedang-Berat

Berat
+ distres pernafasan,
asma atau edema laring

Antihistamin H 1
tidak
membaik
Adrenalin s.k.
Antihistamin H 1
Kortikosteroid oral
jangka pendek

Kortikosteroid
oral atau i.v.

tidak membaik
dalam 3 minggu,
rujuk ke spesialis

PERAWATAN SPESIALIS

Ringan

Antihistamin H 1
i.m.
tidak
membaik

Gambar 21. Algoritma Penatalaksanaan Urtikaria Akut


(dikutip dari Monroe, JEADV, 1997)

Identifikasi dan hilangkan


faktor penyebab bila mungkin

Kurangi faktor non spesifik yang dapat


menyebabkan vasodilatasi kulit : alkohol,
aspirin, latihan dan emosi

25

Tabel 17. Obat Anti Histamin


Klasifikasi
Generasi
pertama

Nama generik
Alkilamin
Klorfeniramin

Deksklorfeniramin

Dosis
0,35 mg/kgBB/hr
Untuk BB < 40 kg
2-6 th : 0,5 mg/hari, maks. 3 mg/hari
6-12 th : 1 mg/hari, maks. 6 mg/hari
diberikan 3 - 4 kali

Nama dagang
Chlorphenom
Cohistan
Dextamin
Celestamine
Lorson
Nilacetin
Polacel
Polamec
Polaramin
Polarist

26

Dimentinden

Feniramin

Etanolamin
Karbinoksamin

Dipenhidramin

Piperidin
Siproheptadin
Piperazin
Hidroksizin
Fenotiazin
Mekuitazin
Prometazin

Generasi
kedua

Kardiotoksik*
Terfenadin
Astemizol
Non Kardiotoksik
Feksofenadin
Loratadin

Setirizin
Akrivastin
Ketotifen
Azelastin
Ebastin
Levokabastin

0-1 th : 10-30 tetes


1-3 th : 30-45 tetes
> 3 th : 45-60 tetes
diberikan 2 kali/hari
sebelum sarapan dan sebelum tidur
>12 th : 15-30mg/hr
<12 th : 15 mg/hari
1-3 th : 7,5 mg/hari
diberikan 2-3 kali/hr

Yekazone
Fenistil

Avil
Benohist

6-12 th : 10 mg/hr
1-5 th : 5 mg/hari
diberikan 2 kali/hr
5 mg/kgBB/hr

Cortian
Kenantist

2 mg, 3 kali/hari

Bimacypron

2 mg/kgBB/hr

Bestalin
Ataraks
Iterak

2,5 mg/10kgBB
dibagi 2 dosis
5-10 th : 10-25 mg/hr
1-5 th : 5-15 mg/hr
dibagi 2 dosis

Meviran

3-6 th : 15 mg, 2x/hari


7-12 th : 20 mg, 2x/hari
> 12 th : 60 mg, 1x/hari
0,2 mg/kgBB/hr dosis tunggal

Seldane
Hiblorex
Nadane
Hismanal
Scantihis

> 12 th : 60 mg/hari dosis tunggal


< 2 th : 0,11- 0,21 mg/kgBB/hari
2-12 th : 5 mg/hr
> 12 th : 10 mg/hr

Telfast-BD
Claritin
Clarinase
Lesidus
Zeos

< 12 th : 0,25mg/kgBB/hr
> 12 th : 5-10 mg/hr
dibagi 2 dosis
> 12 th : 8 mg 3x/hr
> 3 th : 1 mg 2x/hr

Reactine
Riztec
Ryzen
Semprex
Zaditen
Astifen
Profilas
Astelin

0,137mg/semprot
2 semprot tiap lubang hidung/ hari
1-2 x/hari
10-30 mg
0,5 mg/ml semprot
2 semprot/ tiap lubang hidung
2-4 x/hari

Arcodryl
Benadryl
Delladryl
Inadryl
Siliadryl

Conmergan
Phenergan
Prome

Livostin

Keterangan
( * ) : Bersifat kardiotoksik bila :

Berinteraksi dengan obat :


Makrolid : Eritromisin
Klaritromisin
Obat Jamur/Imidazol : Ketokonazol
Itrakonazol
Jus Anggur

Dan atau sudah ada kelainan jantung sebelumnya

27

(dikutip dengan modifikasi dari Simons dan Simons, 1996)

ALERGI OBAT
BATASAN
Respons abnormal seseorang terhadap bahan obat atau metabolitnya melalui reaksi
imunologik yang dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas, yang terjadi selama atau setelah
pemakaian obat
ETIOLOGI
Jenis obat penyebab alergi sangat bervariasi dan berbeda menurut waktu serta tempat dan
jenis penelitian yang dilaporkan
Obat-obatan yang sering terlibat dalam reaksi alergi yaitu
Aspirin dan antiinflamasi non steroid lainnya
Antibiotik golongan -laktam
Sulfonamid
Anti tuberkulosis
Nitrofurantoin
Anti malaria
Griseofulvin
Anti konvulsan
Anestesia umum
Enzim (kimopapain, asparaginase, streptokinase)
Neuroleptik
Hidralazin
Metildopa
Kuinidin
Prokainamid
Media radiokontras
Antisera dan vaksin
Alopurinol
Penisilamin
Antitiroid
Fenoftalein
Kelompok antibiotik yang mengandung -laktam :
Sefalosporin
Monobaktams
Penisilin
Sefalotin
Aztreonam
Penisilin G
Sefazolin
Karbapenems
Penisilin V
Sefaloridin
Imipenem
Metisilin
Sefaleksin
Klavams
Oksasilin
Sefuroksim
Asam Klavulanat
Nafsilin
Seftriazon
Ampisilin
Seftazidim
Amoksisilin
Karbenisilin
Tikarsilin
Kloksasilin
PATOGENESIS
Reaksi hipersensitivitas tipe I s/d IV
KRITERIA DIAGNOSIS
Apabila reaksi hanya terjadi pada sebagian kecil dari mereka yang mendapat obat

28

Adanya periode laten antara pemberian obat dan timbulnya gejala klinis (umumnya 710
hari) setelah obat diberikan. Pada penderita yang telah tersensitasi sebelumnya, reaksi
akan timbul lebih cepat dan berat
Manifestasi klinis dapat terjadi walaupun dengan pemberian obat dalam dosis rendah
dan bila pernah terjadi, reaksi semacam akan terulang bila diberi obat yang sama atau
obat yang mempunyai struktur kimia yang sama. Manifestasi yang terjadi tidak sama
dengan efek farmakologik obat yang diberikan
Sistemik
Drug fever
Anafilaksis
Serum sickness syndrome
Drug induced lupus syndrome
Manifestasi pada paru : Drug induced asthma
Manifestasi hematologik: Drug induced hemolytic anemia, trombositopenia,
granulositopenia, eosinofilia
Manifestasi pada hepar : Kolestasis intrahepatik dan nekrosis sel hepar
Manifestasi jaringan kolagen, vaskular
Nefropati : Glomerulonefritis dan nefritis interstitial
Manifestasi neurologik
Kulit
Gambaran yang eritematosus
Urtikaria dan/angioedema
Dermatitis kontak
Fixed drug eruption
Eritema multiforme
Sindroma Steven-Johnson (eritema multiforme mayor)
Toxic epidermal necrolysis
Kelainan fotodermatitis
Gejala klinis biasanya berkurang dalam 35 hari setelah obat dihentikan
Adanya antibodi atau limfosit T yang berhubungan dengan obat atau metabolitnya
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus (eksantem subitum/roseola infantum)
Reaksi anafilaktoid
Lupus eritematosus sistemik oleh sebab lain
Dermatitis atopik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah
Uji Coomb untuk penderita anemia
Antibodi IgE total serum
Antibodi IgE spesifik dalam RAST (Radioallergosorbent test)
Antibodi IgM dan IgG spesifik
Antibodi antinuklear (ANA) pada SLE yang diduga diinduksi oleh obat-obatan
Uji kulit
Uji tusuk (Prick test/Scratch test)
Uji tempel (Patch test)
Uji provokasi
PENYULIT
Kolaps kardiovaskular : Hipotensi, syok dan koma
Obstruksi saluran pernafasan
Kerusakan hepar ireversibel
Kelainan ginjal
Kelainan saraf pusat dan perifer
Infeksi pada kelainan kulit yang luas dan berat

29

KONSULTASI
Bagian Kulit dan Kelamin
TERAPI
Penghentian obat
Jika mungkin semua obat dihentikan kecuali obat yang memang perlu dan tidak dicurigai
sebagai penyebab alergi. Jika obat harus tetap diberikan, sedangkan reaksi alerginya
berat, maka obat yang dicurigai diganti dengan obat alternatif lain yang berasal dari
golongan yang berbeda. Bila obat tersebut sangat penting dan alternatif tidak ada dapat
diberikan obat dari golongan yang sama dengan struktur kimia yang berbeda
Simtomatik
Manifestasi klinis ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus
Untuk pruritus dan urtikaria antihistamin
Untuk dermatitis kontak kortikosteroid topikal
Jika kelainan cukup berat adrenalin
Kortikosteroid harus diberikan pada reaksi sistemik yang berat
Suportif
Pengobatan suportif diperlukan untuk menjaga kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit
Desensitisasi
Oral dan parenteral
PENCEGAHAN
Anamnesis riwayat kemungkinan alergi obat sebelumnya penting, terutama bila mempunyai
riwayat atopi. Perlu dibuat surat keterangan tentang alergi obat tertentu
Pemakaian obat hendaknya dengan indikasi yang kuat, hindarkan obat yang dikenal sering
menimbulkan alergi
Cara pembuatan obat harus diperbaiki dengan mengurangi dan menghilangkan bahan yang
potensial dapat menjadi penyebab alergi
Uji kulit
Jika alergi terhadap obat tertentu, maka harus dipertimbangkan pemberian obat lain yang
tidak memberikan reaksi silang dengan obat yang dicurigai. Jika obat sangat diperlukan
sedangkan obat alternatif tidak ada, dapat dilakukan desensitisasi
PROGNOSIS
Dengan penatalaksanaan adekuat maka prognosisnya baik, bahkan pada kasus berat
angka kematian dilaporkan 1 : 10.000 kejadian, tetapi pada sindroma Stevens-Johnson dan
toxic epidermal necrolysis keterlibatan organ visera mempunyai prognosis yang buruk,
dengan angka kematian masing-masing dapat meningkat sampai 5-15% dan 30-40%
DAFTAR PUSTAKA
Bellanti JA. Allergic drug reactions. Dalam: Bellanti JA, penyunting. Immunology III; edisi ke-3.
Philadelphia: WB Saunders Co, 1985;37988.
Blacker KL, Stern RS, Wintroub BU. Cutaneuos reactions to drugs. Dalam: Fitzpatrick TB,
Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austin KF, penyunting. Dermatology in general medicine; edisi
ke-4. New York: Mc Graw-Hill, 1993;178395.
Blaiss MS dan deShazo RD. Drug allergy. Pediatr Clin North Am 1988; 35:1133-47.
DeShazo, Kemp SF. Allergic reactions to drugs and biologic agents. JAMA 1997;278:1895-906.
Pearlman DS, Bierman CW. Allergic disorders. Dalam: Stiehm ER, penyunting. Immunologic
disorders in infant & children; edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996; 60343.
Sly M. Allergic disorders. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics; edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996; 610-56.
Sullivan TJ. Drug allergy. Dalam: Middleton E, Reed CE, Ellis EF, Adkinson NF, Yunginger JW,
penyunting. Allergy principles and practice; edisi ke-3. St Louis: Mosby, 1988;1523-36.

30

Terr AI. Mechanism of hypersensitivity. Dalam: Stites DP, Terr AI, Parslow TG, penyunting. Basic
& clinical immunology; edisi ke-8. Norwalk: Appleton & Lange, 1994;314-26.
Tabel 18. Desensitisasi Oral
Dosis*
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Penisilin G (unit)
Cara
p.o.
100
p.o.
200
p.o.
400
p.o.
800
p.o.
1600
p.o.
3200
p.o.
6400
p.o.
12.500
p.o.
25.000
p.o.
50.000
p.o.
100.000
p.o.
200.000
p.o.
400.000
p.o.
800.000
Tunggu 30 menit
i.v.
100.000
15
i.v.
200.000
16
i.v.
400.000
17
i.v.
800.000
18
* Jarak waktu antara setiap dosis : 15 menit
(dikutip dari Mellon dkk.,1988)
DESENSITISASI PARENTERAL PADA PEMBERIAN PENISILIN
A.

Pembuatan larutan dengan aqueous crystalline Penisilin G


Larutan 5 juta unit sampai dengan 5 ml = 1 juta unit/ml (larutan 1)
Larutkan 1 ml larutan 1 s/d 10 ml = 100.000 unit/ml (larutan 2)
Larutkan 1 ml larutan 2 s/d 10 ml = 10.000 unit/ml (larutan 3)
Larutkan 1 ml larutan 3 s/d 10 ml = 1000 unit/ml (larutan 4)
Larutkan 1 ml larutan 4 s/d 10 ml = 100 unit/ml (larutan 5)

B.

Cara pemberian
1. Uji gores (scratch test) : 1 tetes larutan 3 pada lengan bawah bagian dalam. Jika dalam
15 menit negatif, lanjutkan pada langkah 2
2. Uji intradermal dengan 0,02 ml larutan 5. Jika negatif, lanjutkan dengan pemberian
penisilin seperti tampak pada bagan C. Catat tekanan darah, nadi dan respirasi setiap 5
menit

C. Jenis larutan
Tabel 19. Jenis Larutan
Larutan

Volume

Konsentrasi
(unit/ml)
100

0,05
0,1
0,2
0,4
0,8

Suntikan s.k. setiap 15 menit


(unit)
5
10
20
40
80

1000

0,15
0,3

150
300

31

0,6
1,0

600
1.000

10.000

0,2
0,4
0,8

2.000
4.000
8.000

100.000

0,15
0,3
0,6
1,0

15.000
30.000
60.000
100.000

1.000.000

0,2
0,4
0,8

200.000
400.000
800.000

D. Terapi penisilin G i.v. dapat dimulai pada saat ini. Diharapkan reaksi yang berat tidak terjadi,
meskipun reaksi lambat dapat terjadi
Hentikan semua obat yang tidak
mempunyai indikasi yang jelas,
perkirakan obat yang paling sering
menimbulkan alergi

Reaksi ringan

Terapi
simtomatik

Hentikan penggunaan obat yang


sering menyebabkan alergi dan
diganti dengan obat yang
mengandung rumus kimia yang
berbeda (dalam satu golongan)

Observasi perbaikannya, jika tidak ada perbaikan


segera pilih obat yang tepat berikutnya, ganti
seperti di atas dan siklus diulangi sampai
terdapat perbaikan reaksi

Reaksi berat

Hentikan penggunaan obat


yang sering menyebabkan
alergi dan diganti dengan
obat dari golongan lain

Observasi
perbaikannya

Jelaskan pada penderita tentang obat yang alergi


dan catat pada catatan medis penderita

Gambar 23. Pendekatan Penatalaksanaan Penderita Alergi jika


Mendapat Beberapa Obat
(dikutip dari Deshazo dan Kemp, 1997)

32

33

Riwayat alergi terhadap penisilin

Reaksi lambat :
Dermatitis eksfoliatif
Sindroma Stevens-Johnson
Serums sickness
Nefritis interstitial

Reaksi segera
atau reaksi akselerasi

Obat alternatif
tersedia

Menghindari penisilin

Penisilin merupakan
indikasi absolut

Pemberian obat dari kelas yang berbeda harus


hati-hati seperti : Penisilin semisintetik (ampisilin,
amoksisilin, oksasilin) dan generasi I Sefalosporin

Uji kulit dengan determinan


mayor dan minor atau
determinan mayor + Pottasium
Penicillin G

Hasil uji kulit


positif

Keadaan darurat

Desensitisasi
penisilin parenteral

Hasil uji kulit


negatif

Keadaan bukan darurat

Desensitisasi
penisilin oral

Pemberian penisilin harus


hati-hati di bawah
pengawasan riwayat alergi
terhadap penisilin

Dipertimbangkan uji ulang


sebelum pemberian berikutnya

Gambar 24. Penatalaksanaan Penderita yang Sensitif Terhadap


Penisilin yang Mendapat Antibiotik Laktam
(dikutip dari Deshazo dan Kemp, 1997)

Penentuan tipe reaksi obat yang tidak diinginkan yang pernah dialami

Tidak dapat diperkirakan

Intoleransi atau
idiosinkrasi

Dapat diperkirakan :
dosis dimodifikasi atau pilih obat lain

Hindari obat dan beri


tanda pada catatan
34

Alergik atau
pseudoalergik

Obat dari golongan lain tersedia :


gunakan obat tersebut

Gambar 25.

Pendekatan Penatalaksanaan Penderita yang Diperkirakan


akan Mendapat Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan tetapi
Harus Mendapat Pengobatan untuk Indikasi yang Sama
(dikutip dari Deshazo dan Kemp, 1997)

35

Tabel 20. Interpretasi Uji Kulit


Reaksi
(intradermal)
0

Uji Prick

Uji intrakutan

Tidak ada edema


Tidak ada eritema

Sama seperti kontrol

1+

Tidak ada edema


Eritema < 20 mm

Edema > 2 kali kontrol;


Eritema < 20 mm

2+

Tidak ada edema


Eritema > 20 mm

Edema > 2 kali kontrol


Eritema > 20 mm

3+

Edema dan eritema

Edema > 3 kali kontrol;


eritema

4+

Edema dengan
pseudopodi eritema

Keterangan :

Edema dengan pseudopodi


eritema

Uji Prick dianggap positif, bila hasil 2+


Bila hasil uji Prick 0 atau 1+ , diulang dengan menggunakan uji intrakutan (intradermal)
(dikutip dari Terr, 1994)

Tabel 21. Uji Kulit Antibiotik Laktam


Reagen uji kulit
Penicilloyl polylysine

Cara
Prick
Intradermal

Pengenceran
konsentrasi penuh
konsentrasi penuh

Dosis
1 tetes
0,02 ml

Penicllin G
potassium

Prick
Intradermal
Serial

10.000 U/ml
10.000 U/ml
10, 100, 1000 U/ml

1 tetes
0,02 ml
0,02 ml/x

Gabungan determinan
minor penisilin

Prick
Intradermal
Serial

10-2 mol/l
10-2 mol/l
10, 100, 1000 U/ml

1 tetes
0,02 ml
0,02 ml/x

Prick

0,05 , 0,1 , 0,5 , 1,0


mg/ml (uji serial)
0,1 , 0,5 , 1,0 mg/ml
(uji serial)

1 tetes/x

Penisilin lain atau


sefalosporin

Intradermal

0,02 ml/x

(dikutip dari Deshazo dan Kemp, 1997)

KONJUNGTIVITIS VERNALIS

BATASAN
Suatu peradangan jaringan interstisial konjungtiva yang terjadi bilateral, berulang,
berhubungan dengan musim, terutama musim panas dan yang berperan adalah reaksi
hipersensitivitas tipe I melalui IgE
KLASIFIKASI
Bentuk palpebral

36

Bentuk limbal
ETIOLOGI
Belum dapat dipastikan, diduga reaksi alergi (reaksi hipersensitivitas tipe I) terhadap
beberapa alergen udara
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Penyakit terjadi pada musim panas
Adanya atopi dalam keluarga/penderita
Umur muda (< 14 th)
Klinis
Rasa gatal pada ke-2 mata
Hiperemia konjungtiva
Produksi air mata
Fotopobia, pedih, rasa ada benda asing
Cobblestones pada bentuk palpebral, Trantas dots pada limbal
Laboratorium
Kerokan konjungtiva (eosinofilia)
Kadar IgE air mata (RAST, ELISA, RIST)
Tes Kulit : Dapat positif terhadap alergen yang dicurigai
DIAGNOSIS BANDING
Rinokonjungtivitis
Keratokojungtivitis atopik
Giant papillary conjunctivitis
KONSULTASI
Bagian Mata
TERAPI
Menghindari alergen
Obat-obatan
Simtomatik
Vasacon A, 4 kali sehari 1 tetes
Na kromolin tetes mata 1-4%
Levokabastin tetes mata (Conver)
Pencegahan
Loteprednol etabonat 0,5% tetes mata
PROGNOSIS
Baik, dapat terjadi penyembuhan total, self limitted dengan perjalanan penyakit 5-10 th
DAFTAR PUSTAKA
Abelson M, Allasmith M, Friedlaender M. Effects of topically applied ocular decongestan and
antihistamine. Am J Opthalmol 1980;90:254-7.
Abelson M, Paradis A, George M, Smith L, Maguire L, Burns R. Effects of vasacona in the
allergen challenge model of acute allergy conjungtivitis, Arch Opthalmol 1990;108:520-4.
Allansmith M. Vernal conjungtivitis. Dalam: Duane T, Jaeger E, penyunting. Clinical
ophtamology; edisi perbaikan. Philadelphia: Library congress catalog, 1987;1-7.
Arentsen J. Disorders of conjungtiva in children. Dalam: Harley R, penyunting. Pediatric
opthalmology; edisi ke-2. Philadelphia: WB Saunders Co, 1983;438-48.
Berman B. Cromolyn past, present, future. Peditr Clin North Am 1983;30: 915-31.

37

Dell S, Shulma D, Lowry G, Howes J. A controlled evaluation of the efficcacy and safety of
Loteprednol etabonate in the prophylactic treatment of the seasonal allergic conjungtivitis. Am J
Ophtalmol 1997;123:791-7.
Pearlman D, Bierman C. Allergic disorders. Dalam: Stiehm R, penyunting. Immunologic
disorders in infant and children; edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996;613-21.
Theodore F, Bloomfield S, Mondino B. The conjungtiva. Dalam: Theodore F, Bloomfield S,
Mondino B, penyunting. Clinical allergy and immunology of the eye. London: William dan Wilkins,
1983;36-62.

38

Anda mungkin juga menyukai