Anda di halaman 1dari 12

REVIEW JURNAL 1

BIOREAKTOR BERPENYEKAT ANAEROB UNTUK PENGOLAHAN


LIMBAH CAIR INDUSTRI YANG MENGANDUNG MINYAK DAN
LEMAK
PENDAHULUAN
Limbah cair industri yang mengandung minyak dari lemak pada umumnya
ditemui pada industri makanan dan minuman antara lain industri minyak sawit,
industri susu, industri keju dan lain sebagainya. Limbah cair yang mengandung
minyak dan lemak lebih sulit untuk diuraikan dibandinglan dengan limbah cair
yang mengandung karbohidrat atau protein. Pananganan limbah cair industri yang
mengandung minyak dan temak dapat dilakukan secara biologis yakni dengan
proses aerob atau proses anaerob. Penanganan secara aerob mempunyai beberapa
kelemahan antara lain membutuhkan biaya untuk aerasi dan penanganan lumpur.
Kelemahan ini dapat diatasi oleh sistem anaerob dengan kelebihan antara lain
tidak membutuhkan biaya untuk aerasi, lumpur yang dihasilkan relatif sedikit dan
menghasilkan gas metan yang dapat digunakan sebagai sumber enersi untuk
pemanasar pembakaran dan lain sebagainya. Meskipun proses anaerob
mempunyai beberapa keunggulan akan tetapi juga mempunyai beberapa
kelematran antara lain start-up bioreaktor membutuhkan waktu yang cukup lama
(30-60 hari), laju pertumbuhan biomassa larnbat dan waktu pengolahan cukup
lama (1,5 hari hingga 20 hari). Nampaknya, masalah yang ada sesungguhnya
adalah sulitnya pengandalian konsentrasi biomassa dan pencegahan kehilangan
biomassa dari sistem.
Untuk mengatasi kelemahan ini diupayakan untuk menentukan strategi yang
menguntungkan dalam melaksanakan start-up bioreaktor berpenyekat anaerob.
Proses start-up bioreaktor sangat tergantung kepada karakteristik limbah cair,
teknik inokulum, kondisi proses dan pemilihan beban organik. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji dinamika bioreaktor selama proses start-up dengan
pemilihan teknik inokulum secara batch, kondisi proses optimum dan beban
organik rendah. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan perancangan secara
anaerob yang memanfaatkan sistem bioreator berpenyekat. Penggunaan sistem ini

memberikan keuntungan antara lain mampu meningkatkan konsentrasi biomassa


dan memperpanjang waktu tinggal biomossa, memperpanjang waktu tinggal sel
dalam bioreaktor. Memperpanjang waktu tinggal sel ini, pada hakekatnya adalah
mencegah agar biomassa tidak mengalami wash-out dari sistern. Cara yang
dilakukan pada umumnya dengan resirkulasi biomassa ke dalam bioreaktor atau
menjebak biomassa pada media pendukung. Teknik resirkulasi padatan biomassa
pada umumnya dilakukan pada unit bioreaktor seperti kontak, sedangkan
penjebakan biomassa dilakukan pada bioreaktor fluidasi anaerob, bioreaktor
unggun diam (fixed bed) anaerob dan bioreaktor hybrid anaerob. Namun
demikian, hasil yang diperoleh belum memuaskan karena efluen masih
mengandung padatan tersuspensi. Kelemahan ini dapat diatasi dengan
menggunakan bioreaktor berpenyekat anaerob.
METODE PENELITIAN
Limbah cair yang digunakan adalah limbah cair sintetik dengan karakteristik
seperti ditampilkan pada Tabel 1.

1. Pembibitan dan Aklimitasi


Bakteri anaerob yang digunakan berasal dari lumpur biomassa pengolah
limbah cair industri minyak sawit skala pilot plant. Lumpur biomassa diambil
sebanyak 5 L dan ditambahkan setiap hari sebanyak 500 ml limbah cair yang
mengandung minyak dan lemak selama 10 hari sehingga diperoleh volume bibit
10 l.
Bibit bakteri anaerob sebanyak 10 l diaklimitasi dengan cara membuang
cairan bibit sebanyak 1 l dan menambahkan limbah cair yang mengandung
minyak dan lemak sebanyak 1 l. Proses ini dilakukan selama 3 bulan untuk
memastikan bahwa bibit telah teraklimitasi dengan baik terhadap limbah cair
tersebut (Chen, dkk, 1985).
2. Bioeraktor

Bioreaktor berpenyekat anaerob yang digunakan mempunyai 4 penyekat


dengan volume kerja 10 l, setiap penyekat mempunyai volume 2,5 l seperti
gambar dibawah :

Penyekat-penyekat dipasang secara vertikal memaksa agar aliran limbah


cair yang masuk dari bagian atas mengalir sesuai dengan bentuk pola aliran di
dalam ruang berpernyekat. Perjalanan aliran limbah cair tersebut kembali
memaksa melewati bagran atas penyekat dan begitu seterusnya sehingga mengalir
keluar dari bioreaktor. Bakteri anaerob di dalam bioreaktor cenderung terangkat
dan terendapkan kembali akibat terbentuk biogas selama proses biodegradasi
secara anaerob. Bakteri anaerob tersebut akan bergerak secara perlahan ke arah
horizontal sehingga terjadi kontak antara biomassa aktif dengan limbah cair yang
masuk dalam jumlah besar dan aliran keluar relatifbebas dari padatan biomassa.
3. Adaptasi Bakteri Anaerob Dalam Bioreaktor
Lumpur bibit dimasukkan ke tiap ruang penyekat sebanyak I L dan diikuti
dengan penambahan I L limbah cair yang mengandung minyak dan lemak.
Kemudian dibiarkan selama 3 hari untuk mengendapkan lumpur pada set'r,ap
ruang penyekat. Setelah itu, diumpankan limbah cair secara bertahap hingga
mencapai pembebanan organik sebesar 0,8 kg/m3-hari dan ini dianggap sebagai
awal proses start-up bioreaktor.
4. Start-up Bioreaktor Berpenyekat Anaerob
Start-up bioreaktor dipilih dengan tingkat pembebanan rendah sebesar 0,8
kg/m3-hari dengan kondisi operasi pada suhu 350C dan pH diatur pada pH 6.

Teknik start-up yang dipitih adalah metoda batch dan dibantu dengan resirkulasi
dari ruang penyekat akhir ke ruang penyekat pertama. Proses start-up berlangsung
hingga tercapai keadaan tunak (steady state) dengan fluktuasi efisiensi penyisihan
COD sekitar 10%.
5. Metode Analisa
Parameter yang diamati selatna proses start-up biorepktor antara lain pH,
total asarn lemak volatil, COD total, padatan tersuspensi total, padatan total,
padatan volatil total dan konsentrasi biomassa sebagai VSS, minyak dan lemak
(APHA, AWWA WCF, 1992). Sedangkan volume gas dengan metoda
penampungan dengan larutan NaCl jenuh dan komposisi biogas dianalisa dengan
gas khromatografi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

pengamatan

selama

berlangsung

prases

slart4tp

bioreaktor

berpenyekat anaerob diketengahkan dengan melihat hubungan antara waktu startup terhadap pH dan konsentrasi total asam lemak volatil, waktu start-up terhadap
penyisihan dan efisiensi penyisihan COD, waktu start-up terhadap VSS dan TSS
keluaran, waktu start-up terhadap produk biogas dan data pengamatan pada
keadaan tunak (steady state).
1. pH dan Total Asam Lemak Volatil
Perubahan nilai pH dan konsentrasi total asam lemak volatil selama
berlangsung proses start-up ditampilkan pada gambar :

Gambar 2 menunjukan bahwa pada hari pertama proses start-up terlihat


bahwa pH sistem sekitar pH 7,1 selanjutnya terjadi penurunan pH dan kemudian
relatif konstan pada nilai pH 6 menjelang 40 hari proses start-up. Nlai pH relatif

konstan pada pH 6 didukung oleh pengaturan pH limbah cair yang mengandung


minyak dan lemak dengan larutan NaOH 5 N agar tetap konstan.
Sementara itu, bila diamati konsentrasi total asam lemak volatil yang
terbentuk sebagai produk antara dalarn proses anaerob ternyata terlihat bahwa
nilai total asam lemak volatil sangat berfluktuasi hingga 10 hari proses start-up
berlangsung. Selanjutnya mulai hari ke 11 hingga hari ke 40 menunjukan
kecenderungan menurun. Setelah itu, teramati mulai hari ke 40 sampai hari ke 50
memperlihatkan nilai yang relatif konstan. Untuk memastikan keadaan tunak
(steady state) telah tercapai, proses start-up diperpanjang selama 27 hari. Hasil
pengamatan perpanjangan waktu start-up ini menunjukan bahwa total asam lemak
volatil yang diperoleh relatif konstan sebesar 93 mg/Lberarti tidak terjadi
perubahan yang signifikan.
2. Penyisihan dan Efesiensi Penyisihan Bahan Organik
Nilai COD dianggap sebagai indikator pencemaran air oleh bahan-bahan
organik yang terkandung dalam limbah cair industri. Perubahan nllai COD selama
proses start-up bioreaktor berpenyekat anaerob ditampilkan pada gambar 3.

Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa pada awal start-up bioreaktor


berpenyekat anaerob bahan organik yang disisihkan relatif rendah dan
berfluktuasi, setanlutnya menjelang hari ke 40 ternyata bahan organik yang
disishkan semakin meningkat dan relatif konstan. Selanjutnya mulai dari hari ke
40 hingga hari ke 77 terlihat bahwa bahan organik yang tersisihkan relatif konstan
dengan harga rata-rata 0,7 kg/m3-hari.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, terlihat bahwa efisiensi penyisihan
bahan organik juga memperlihatkan tingkat yang relatif rendah dan berfluktuasi.
Namun setelah proses start-up bioreaktor berlangsung 40 hari, baru menunjukkan

tingkat efisiensi penyisihan bahan organik relatif tinggi. Pengamatan dilanjutkan


hingga hari ke 77, ternyata tingkat efisiensi penyisihan organik relatif konstan
dengan tingkat efisiensi penyisihan bahan organik sebesar 88%.
3. Aktivitas Bakteri Anaerob Dalam Sistem
Untuk menggambarkan aktivitas bakteri anaerob dalam mendegradasi
limbah cair yang mengandung minyak dan lemak diuraikan hal-hal sebagai
berikut.
3.1

Kehilangan Biomassa (wash-out)


Konsentrasi bakteri anaerob di datam sistem bioreaktor berpenyekat

anaerob diawali oleh konsentrasi VSS (Volatile Suspended Solid) didalam


bioreaktor. Kehilangan biomassa anaerob selama berlangsung proses startup dapat dilihat pada gambar :

Gambar 4 menunjukkan bahwa pada awal proses start-up terjadi


kehilangan biornassa yang signiftan. Hal ini disebabkan bibit bakten
anaerob yang diadaptasikan pada biorealitor berpenyekat anaerob sebagian
mampu membentuk flok dan sebagian lagi tidak mampu membentuk flok.
Bakteri anaerob yang tidak membentuk flok terbawa aliran keluar dan
terukur sebagai VSS dari keluaran bioreaktor.
Namun demikian, hal yang menarik untuk dicerarati adalah menjelang
hari ke 40 terlihat bahwa kehilangan biomassa relatif rendah dan konstan
berarti telah terjadi pembentukan flok bakteri yang sangat baik sehingga
bakteri yang terbawa aliran menjadi lebih kecil. Kehilangan biomassa yang
terukur sebagai VSS keluaran diperoleh sebesar 160 mgVSS/L.

Hal menarik yang perlu diamati adalah bahwa persentase kehilangan


biomassa terhadap konsentrasi biomassa pada penyekat pertama lebih kecil
dari 10% berarti kehilangan biomassa sangat rendah dan sistem ini sangat
baik menahan biomassa (Grobicki dan Stuckey, 1991). Disamping itu,
padatan tersuspensi total (TSS, Total Suspended Solid) terlihat lebih tinggi
dari pada harga VSS. Secara umum, harga padatan tersuspensi total (TSS)
lebih besar sekitar 40% dari padatan volatil tersuspensi (VSS). Hal ini dapat
dipahami karena dalam padatan biomasss anaerob terdapat juga padatanpadatan lain selain padatan organik yang berasal dari bakteri anaerob.
Dengan menggunakan metoda pengukuran TSS tenrkur padatan organik
mudah menguap dan padatan organik lainnya.
3.2

Produksi Biogas
Aktivitas bakeri anaerob dapat juga ditinjau dari produksi biogas.

Produksi biogas yang teramati selama berlangsung proses start-up


bioreaktor berpenyekat anaerob ditampilkan pada gambar :

Gambar diatas menunjukan bahwa produksi biogas pada periode awal


proses start-up sangat rendah berkisar 27 ml/hari. Namun, semakin lama
proses start-up berlangsung terlihat bahwa produksi biogas semakin
meningkat. Pada hari ke 40, produksi biogas dapat dicapai hingga 1.600
ml/hari. Selanjutnya semenjak hari ke 40 hingga hari ke 77 terlihat bahwa
produksi biogas relatif konstan sekitar 1.800 ml/hari. Peningkatan produksi
biogas selama proses start-up berlangsung menunjukan bahwa aktivitas

bakteri anaerob dalam mendegradasi limbah cair yang mengandung minyak


dan lemak cukup baik.
3.3

Konsentrasi Biomassa Anaerob Didalam Sistem


Pertumbuhan bakeri anaerob dapat dilihat dorgan peningkatan

konsentrasi biomassa di dalam sistem. Konsentrasi biomassa dalam


bioreaktor berpenyekat anaerob diamati setelah tercapai keadaan tunak
(steady state) karena selama berlangsung proses start-up bioreaktor tidak
dilakukan pengamatan konsentrasi biomassa. Hal ini dapat dipahami karena
pengambilan padatan biomassa selama proses start-up akan mengurangi
kuantitas bakteri anaerob sedangkan pembentukan padatan biomassa yang
baru relatif lama dalam jumlah yang sedikit sekitar 10% dari COD yang
disisihkan (Malina dan Pohland, 1992). Konsentrasi biomassa pada masingmasing ruang penyekat dari bioreaktor anaerob ditampilkan pada gambar :

Gamber ini menunjukan bahwa konsentrasi biomassa pada keadaan


tunak (sleady state) dengan konsentrasi biomassa pada saat awal start-up
tidak jauh berbeda. Hal ini menarik untuk ditirijau karena bibit anaerob
yang dimasukkan telah teraklimatasi dengan baik terhadap limbah cair yang
digunakan. Selama bibit beradaptasi dalam proses start-up bioreaktor
berpenyekat anaerob menunjukan bahwa sebagian besar bakteri anaerob
tahan terhadap kondisi operasi. Bakteri anaerob yang bertahan hidup,
nantinya menjadi cikal bakal bakteri yang mampu mendegradasi limbah cair
industri yang rningandung minyai dan lemak.

Hal menarik yang dapat diamati adalah aktivitas bakteri anaerob pada
setiap ruang penyekat bioreaktor. Konsentrasi bakteri anaerob pada setiap
ruang penyekat berbeda beda dengan kecenderungan konsentrasi biomassa
pada ruang penyekat pertama lebih besar bari pada konsentrasi pada ruang
penyekat terakhir. Hal ini dapat dimengerti karena pada ruang penyekat
pertama merupakan tempat yang paling banyak mendapatkan nutrisi
sedangkan pada ruang penyekat terakhir lebih rendah kualitas nutrisi yang
diperoleh sehingga pertumbuhan bakteri anaerob pada ruang penyekat
pertama lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri pada ruang
penyekat terakhir. Hal lain yang teranrati adalah nilai pH pada lumpur
bagian dasar tiap ruang penyekat menunjukkan nilai konstan pada pH ratarata 5,6, nilai ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan cairan dibagian
permukaan bioreaktor yang berkisar pada pH 6,0.
KEADAAN TUNAK
Keadaan tunak dapat dicapai setelah berlangsung proses start-up selama 40
hari, namun demikian untuk memastikan bahwa proses start-up telah berjalan
dengan baik diuji cobakan pengoperasiannya sehingga mencapai 77 hari. Selama
periode 40 hari hingga 77 hari tidak terjadi perubahan yang signifikan sehingga
ditetapkan bahwa lamanya proses start-up bioeraktor berpenyekat anaerob hingga
tercapai keadaan tunak ditempuh selama 40 hari. Hasil yang diperoleh ini lebih
lambat dibandingkan yang dilakukan oleh Grobicki dan Stucky (1991), namun
lebih cepat dibandingkan dari peneliti-peneliti lain seperti ditunjukan dalam tabel
2.
Relatif singkatnya waktu yang dibutuhkan pada proses start-up didukung
oleh beberapa hal antara lain karakteristik dan kandungan nutrisi yang terdapat
pada limbah cair. Limbah cair yang mengandung nutrisi dan mineral yang cukup
akan mempercepat proses start-up bioreaktor. Limbah cair dengan kandungan
nutrien yang seimbang antara karbon, nitrogen, dan fosfor dengan rasio COD : N :
P sebesar 100 : (1-1) : (5-1) dapat mempercepat proses start-up bioreaktor,
sedangkan unsur mineral yang sangat dibutuhkan dala masa pertumbuhan bakteri
anaerob antara lain besi (Fe), nikel (Ni), kobal (Co), dan molibdat (Mo) (Weiland
dan Rozzi, 1991). Kandungan nutrisi dan mineral tersebut diatas sebagian besar

terdapat pada model limbah cair yang digunkan. Limbah cair yang digunakan
sukup memnuhi untuk pertumbuhan bakteri anaerob karena mengandung nitrogen
sebesar 650 mg/L, fosfor 120 mg/L, Fe sebesar 117 mg/L dan Co sebesar 0,05
mg/L.

Faktor lain yang mempercepat waktu slartap bioreaktor adalah sumber


inokulum yang digunakan. Inokulum yang digunakan dalam proses start-up
bioreaktor berpenyeku anaerob berasal dari bibit anaerob ang terbiasa
mendegradasi limbah cair industri minyak sawit yang mempunyai kandungan
minyak dan lemak cukup besar sekitar 6.390 mg/L. Pemilihan bibit anaerob yang
digunakan ini berdasarkan pada surnber bibit itu sendiri karena bibit yang berasal
dari instalasi yang mengolah limbah cair yairg sama akan mernpercepat tahap
start-up dibandingkan dengan bibh yang berasal dari instslasi yang mengolah
limbah cair berbeda (Weiland dan Rozzi, 1991; Hickey, dkk, 1991). Sementara itu
menurut Hickey, dkk (1991) bahwa jumlah inokulum yang dapat memberikan
aktivitas dan adaptasi yang tinggi adalah sebesar l0% hingga 30%. Jurnlah
inokulum yang digunakan pada start-up bioreaktor berpenyekat anaerob ini adalah
sebesar 40% dengan teknik inokulasi srecara batch. Heijnen dkk. (1986, 1989)
menyatakan bahwa teknik inokulasi juga mempengaruhi proses start-up
bioreaktor. Teknik inokulasi yang sering digunakan antara lain inolulasi secara

batch dan secara kontiniu. Inokulasi secara kortiniu tidak menguntungkan karena
membutuhkan bibit yang cukup banyak.
Disamping itu, pengenrbang-biakan bakteri anaerob di dalam proses start-up
bioreaktor berpenyekat anaerob sangat terganhmg pada kondisi proses dan teknik
pembebanan organik yang dipilih. Kondisi optimum untuk proses nonmetan
(hidrolisis, asidogenesis,dan asetogenesis) berkisar pada pH 5,0 hingga pH 6,5
sedangkan suhu untuk kelompok bakteri mesofilik berkisar pada suhu 33 hingga
37oC (Malina dan Pohland, 1992). Sementara itu, pembebanan organik yang
umum digunakan antara lain pendekatan laju pembebanan organik rendah dan laju
pembebanan organik tinggi. Pembebanan organik rendah lebih menguntungkan
dibandingkan dengan pembebanan organik tinggi karena tidak mernbutuhkan
penarnbahan senyawa alkali selama proses start-up berlangsung. Namun
demikian, kelebihan pembebanan organik tinggi perlu juga diperhatikan karena
proses start-up berlangsung lebih cepat. Batasan pembebanan rendah berkisar
dibawah 1 kgCOD/kgVSS-hari (Heijnen, dkk, 1986 ; Hickey, dkk, 1991 ; Weiland
dan Rozzi, 1991). Kondisi proses dan pembebanan organik yang dipilih untuk
mempercepat proses start-up bioreaktor ditampilkan pada tebel berikut :

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil suatu kesimpulan
sebagai berikut :
1. Proses start-up bioreaktor berlangsung selama 40 hari dengan kandisi
operasi snhu 350C dan pH rata-rata 6,0.
2. Konsentrasi biomassa pada setiap ruang berpenyekat yang diperoleh
cukup tinggi sebesar 3.142 mg/VSS/L pada ruang penyekat pertama,
1.666 mg/VSS/L pada ruang penyekat kedua, 1.342 mgVSS/L pada

ruang penyekat ketiga, dan 1.278 mg/VSS/L pada ruang penyekat


terakhir.
3. Beban organik yang disisihkan relatif besar sekitar 0,7 Kg/m3-hari dari
beban sebesar 0,8 Kg/m3-hari dengan efisiensi penyisihan bahan
organik sebesar 88%.
4. Kualitas gas metan yang dihasilkan relatif baik sekitar 75% pada
waktu tinggal biomassa 154,5 hari.
5. Pada keadaan tunak (steady state) dapat dicapai efsiensi penyisihan
COD sebesr 88% dengan pembebanan organik 0,8 kgCOD/m 3-hari.
Kemampuan sistem ini untuk mencegah kehilangan biomossa sangat
baik, karena kehilangan biomassa dari sistem sangat rendah berkisar
160 mg/VSS/L.
6. Sistem bioreaktor berpenyekat anaerob mampu mengolah limbah cair
yang mengandung minyak dan lemak dan mampu mencegah
terjadinya kehilangan (wash-out) biomassa serta mempunyai waktu
retensi biomassa yang panjang selama 154,5 hari.

Anda mungkin juga menyukai